Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Kubah (novel)

Buku karya Ahmad Tohari

Kubah adalah sebuah novel Indonesia yang ditulis oleh Ahmad Tohari. Novel ini berkisah tentang seorang pria miskin bernama Karman yang menjadi anggota Partai Komunis Indonesia sekaligus korban pergolakan politik Indonesia pada tahun 1950-an. Setelah Partai bubar, ia menghabiskan 12 tahun selanjutnya sebagai tahanan di Pulau Buru sebelum pulang ke kampung halamannya dan menjadi seorang Muslim yang taat.

Kubah
Sampul (edisi pertama)
PengarangAhmad Tohari
NegaraIndonesia
BahasaIndonesia
GenreNovel
Penerbit
  • Pustaka Jaya (1980–1993)
  • Gramedia (1995–sekarang)
Tanggal terbit
1980
Jenis mediaCetak
Halaman184
OCLC7561241

Novel kedua Tohari, Kubah, ditulis dalam waktu dua bulan dan didasarkan pada berbagai peristiwa yang melibatkan Partai Komunis dan Gerakan 30 September 1965. Diterbitkan tahun 1980 oleh Pustaka Jaya, Kubah terbit saat karya sastra bertema serupa – menyindir anggota Partai Komunis – jarang ditemukan. Novel ini juga dicirikan sebagai dakwah. Penerimaan publik terhadap Kubah bercampur; para kritikus memuji subjek novelnya dan mengkritik alurnya yang mudah diprediksi. Novel ini memenangkan penghargaan sastra tahun 1981 dan diterjemahkan ke bahasa Jepang pada tahun 1986.

Kubah merupakan contoh awal karya sastra yang membahas G30S dan PKI, biar ada beberapa karya yang diterbitkan sebelumnya.[1] Mantan presiden Indonesia Abdurrahman Wahid mencatat Kubah sebagai novel pertama yang mengangkat masalah perbaikan hubungan antara eks-anggota PKI dengan masyarakat Indonesia pada umumnya,[2] sebuah masalah yang "sangat sensitif" pada saat itu.[3] Sejarawan Anna-Greta Nilsson Hoadley menyatakan bahwa Kubah mendalami alasan seseorang untuk menjadi anggota PKI, dengan tekanan pada kemiskinan, ketekanan budaya, dan propaganda aktif oleh Partai.[4] Akhirnya, Karman hanyalah "korban tak berdosa",[3] yang hanya bergabung dengan PKI untuk meningkatkan derajatnya.[5] Bahkan setelah dibebaskan Karman merasa takut, "dinodai oleh vulnerabilitas tahanan"[6] Kritikus sastra Maman S. Mahayana, Oyon Sofyan, dan Achmad Dian menulis bahwa, dalam pengertian ini Karman mewakili semua anggota PKI yang ditahan setelah G30S.[7]

Mahayana, menulis dalam karya lain, beranggapan bahwa Karman menjalani suatu petualangan eksistential untuk mencari identitasnya. Ia seakan menemukan suatu jawaban di PKI, tetapi ternyata terjebak. Mahayana menemukan suatu pesan religius dalam Kubah yang dapat mulai di awal cerita, ketika Tohari menyediakan kutipan empat baris dari suatu teks Jawa mengenai kepercayaan. Semakin lama pesan ini menjadi semakin eksplisit, sehingga Karman bertemu dengan tukang rakit Kastagethek saat melarikan diri. Adegan yang paling eksplisit ini, menurut Mahayana, membandingkan Karman dengan Kastagethek yang saleh tetapi sederhana, yang bahagia dalam kemiskinan, sehingga Karman harus mempertanyakan pengertiannya sendiri dan akhirnya menemukan suatu identitas dalam agama Islam. Karena itu, Mahayana berpendapat bahwa Kubah merupakan suatu usaha dakwah, dengan pesan bahwa manusia harus mengakui keberadaannya sebagai makhluk Allah disampaikan melalui dialog dan perilaku tokoh.[8]

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Hoadley 2005, hlm. 4.
  2. ^ Tohari 2009, hlm. 122.
  3. ^ a b Hoadley 2005, hlm. vii.
  4. ^ Hoadley 2005, hlm. 19–20.
  5. ^ Hoadley 2005, hlm. 20.
  6. ^ Hoadley 2005, hlm. 28.
  7. ^ Mahayana, Sofyan & Dian 1995, hlm. 231.
  8. ^ Mahayana 2007, hlm. 269–274.

Referensi

sunting