LP Hiv TB
LP Hiv TB
LP Hiv TB
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA KLIEN HIV/AIDS DENGAN TB PARU
DI RUANG DAHLIA 3 RSUP. DR. SARDJITO YOGYAKARTA
Tugas Mandiri
Stase Keperawatan Medikal Bedah Tahap Profesi
Program Studi Ilmu Keperawatan
Disusun Oleh:
Ristia Anggarini
13/ 359170/KU/16493
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UGM
YOGYAKARTA
2014
2
HIV/AIDS
A. Definisi
HIV adalah virus yang menyebar dari satu orang ke orang lainnya yang
merusak sistem imun sampai tidak berfungsi. Virus HIV termasuk agen viral
golongan retrovirus yaitu rantai tunggal RNA yang didalamnya terdapat
informasi genetik ditransfer ke dalam DNA rantai ganda dalam nucleus sel
hospes (mempunyai afinitas kuat terhadap limfosit T) agar RNA tersebut
dapat bereplikasi.
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat seseorang mengalami
penurunan sistem kekebalan tubuh akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh
virus HIV. Virus HIV yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang
sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem
kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari
gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun. Dengan demikian
paparan infeksi oleh bakteri sangat mudah menginfeksi penderita AIDS
karena sistem imun yang tidak mampu melakukan fungsinya sebagai
pertahanan tubuh secara normal.
B. Etiologi
Penyebab AIDS adalah golongan virus retro yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun
1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika
ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap
sebagai virus kurang patogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk
memudahkan keduanya disebut HIV. AIDS disebabkan oleh virus yang
mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV yang nama ilmiahnya
disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang
dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan mempunyai afinitas
yang kuat terhadap limfosit T.
AIDS disebabkan oleh virus HIV, faktor resiko kelompok yang memiliki
kerentanan terinfeksi HIV:
1. Lelaki homoseksual atau biseks. .
3
Gejala Mayor:
1. Penurunan berat badan lebih dari 10%
2. Diare kronik lebih dari 1 bulan
3. Demam lebih dari 1 bulan (kontinyu atau intermitten)
4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
5. Demensia/ HIV enselopati
Gejala Minor:
1. Batuk lebih dari 1 bulan
2. Dermatitis pruritik umum
3. Herpes zoster recurrens
4. Kandidiasis oro-faring
5. Limfadenopati generalisata
6. Herpes simpleks diseminata yang kronik progresif
7. Onikomikosis
8. Dermatofitosis
b. Dicurigai AIDS pada anak, bila terdapat paling sedikit dua gejala mayor
dan dua gejala minor, dan tidak terdapat sebab-sebab imunosupresi yang
lain seperti kanker, malnutrisi berat, pemakaian kortikosteroid yang lama
atau etiologi lain.
Gejala Mayor:
1. Penurunan berat badan atau pertumbuhan yang lambat dan abnormal
2. Diare kronik lebih dari 1 bulan
3. Demam lebih dari 1 bulan
Gejala Minor:
1. Limfadenopati generalisata
2. Kandidiasis oro-faring
3. Infeksi umum yang berulang
4. Batuk persisten
5. Dermatitis generalisata
6. Infeksi HIV pada ibunya
5
Kriteria WOH menyusun klasifikasi klinis dari infeksi HIV sebagai berikut:
a. Stadium Klinis I
- Asimtomatis
- Limfadenopati Meluas Persistent
- Skala Aktivitas I: asimtomatis, aktivitas normal
b. Stadium Klinis II
- Berat badan menurun <10% dari BB semula
- Kelainan kulit dan mukosa ringan seperti dermatitis seboroik, infeksi
jamur kuku, ulkus oral yang rekuren, Cheilitis angularis
- Herpes zoster dalam 5 tahun terakir
- Infeksi saluran napas bagian atas seperti sinusitis bakterial
- Skala Aktivitas 2: simtomatis, aktivitas normal
c. Stadium Klinis III
- Berat badan menurun >10% dari BB semula
- Diare kronis yang berulang
- Demam tanpa sebab yang jelas yang (intermiten atau konstan) >1
bulan
- Kandidiasis Oral (thrush)
- Hairy leukoplakia oral
- TB paru, dalam 1 tahun terakir
- Infeksi bakteri berat (pnemonia, pyomiositis)
- Skala Aktivitas 3: selama 1 bulan terakir tinggal di tempat tidur
<50%
d. Stadium Klinis IV
- HIV wasting syndrome (BB turun 10% ditambah diare kronik >1 bln
atau demam >1 bln yg tidak disebabkan penyakit lain)
- Pneumocystis carinii pneumonia
- Toxoplasmosis pada otak
- Cryptosporidosis dgn diare >1 month
- Cryptococcosis, extrapulmonary
6
inkontinensia urin
menyusahkan pemberi perawatan
ketidak mapuan untuk mematuhi
regimen medis
ketidakmampuan untuk bekerja
isolasi sosial
b. Enselofati akut karena
Reaksi obat-obat terapeutik,
Takar lajak obat
Hipoksia
Hipoglikemi karena pankreatitis akibat
obat
Ketidakseimbangan elektrolit
Meningitis atau ensefalitis yang
diakibatkan oleh cryptococus, virus
herpes simpleks, sitomegalovirus,
mycobacterium tuberculosis, sifilis,
candida, toxoplasma gondii
Limfoma
Infark serebral akibat vaskulitis, sifilis
meningovaskuler, hipotensi sistemik,
maranik endokarditis
Sakit kepala
Malaise
Demam
Paralysis total atau parsial; kehilangan
kemampuan kognisi, ingatan, penilaian,
orientasi atau afek yang sesuai,
penyimpangan sensorik; kejang, koma
dan kematian
. Neuropati karena inflamasi demielinasi
diakibatkan serangan HIV langsung,
reaksi obat, lesi sarcoma kaposis
Kehilangan control motorik; ataksia,
kebas bagian perifer, kesemutan, rasa
terbakar, depresi refleks,
ketidakmampuan untuk bekerja, isolasi
sosial
3 Manifestasi gastrointestinal
a. Diare
cryptosporidium, isopora belli,
Penurunan berat badan, anoreksia,
Demam, dehidrasi, malabsorpsi
8
primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
2. Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
a. Angiomatosis Baksilaris
b. Kandidiasis Orofaring/ Vulva vaginal (peristen,frekuen / responnya
jelek terhadap terapi
c. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
d. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5
o
C ) atau diare lebih dari 1
bulan.
e. Leukoplakial yang berambut
f. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada
lebih dari satu dermaton saraf.
g. Idiopatik Trombositopenik Purpura
h. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
3. Kategori Klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
a. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
b. Kanker serviks invasif
c. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
d. Kriptokokosis ekstrapulmoner
e. Kriptosporidosis internal kronis
f. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
g. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
h. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus
(HIV)
i. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
j. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
k. Isoproasis intestinal yang kronis
l. Sarkoma Kaposi
m. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
12
E. Pemeriksaan diagnostik
1. Tes Serologis
Rapid test dengan menggunakan reagen SD HIV, Determent, dan
Oncoprobe. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan pengamatan
visual. Klien dinyatakan positif HIV apabila hasil dari ketiga tes
tersebut reaktif. Tes ini paling sering digunakan karena paling efektif
dan efisien waktu.
ELISA
The Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) mengidentifikasi
antibodi yang secara spesifik ditunjukkan kepada virus HIV. Tes
ELISA tidak menegakkan diagnosis penyakit AIDS tetapi lebih
menunjukkan seseorang pernah terinfeksi oleh HIV. Orang yang
darahnya mengandung antibodi untuk HIV disebut dengan orang yang
seropositif.
Western blot
Digunakan untuk memastikan seropositivitas seperti yang
teridentifikasi lewat ELISA.
PCR (Polymerase Chain Reaction)
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer
monoseluler.
P24 ( Protein Pembungkus Human Immunodeficiency Virus (HIV ) )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi.
2. Tes untuk deteksi gangguan sistem imun:
Limfosit
Penurunan limfosit plasma <1200.
Leukosit
Hasil yang didapatkan bisa normal atau menurun.
CD4 menurun <200
Rasio CD4/CD8
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel
helper ( CD8 ke CD4 ) mengindikasikan supresi imun.
15
a. Albumin
F. Dampak HIV/AIDS
1. Psikologi
HIV adalah penyakit terminal dan kronis. J ika seseorang yang hamil
terdiagnosa dengan HIV, maka seseorang tersebut akan merasa seperti
terdakwa mati, dan merasakan kecemasan yang sangat, dan ketakutan,
ketakutan atau kecemasan tersebut tidak hanya berasal dari stigma
penyakit itu sendiri, tetapi juga karena adanya penurunan sistem imun
yang menyebabkan peningkatan resiko infeksi, misalnya vaginitis, herpes,
dan penyakit kelamin lain yang dianggap buruk oleh masyarakat. Dengan
kondisi fisik yang seperti itu maka dapat menurunkan harga diri sang ibu,
sehingga sang ibu mengalami gangguan body image.
Dampak psikologi yang lain yaitu depresi. Depresi terjadi karena dia
terdiagnosa HIV dan merasa tanpa harapan. Karena sifat dari virus itu
sendiri yang menyerang sistem pertahanan primer tubuh. Hal itu dapat
diikuti dengan perasaan bersalah tentang perilaku masa lalu, kesedihan
yang mendalam mengenai dirinya.
2. Isolasi
Tidak jarang penderita HIV mengalami kesedihan karena diisolasi
oleh keluarganya atau masyarakat. Karena terdapat banyak pendapat untuk
memasukkan ODHA ke tempat penampungan khusus penderita
HIV/AIDS. Hal itu berarti suatu diskriminasi dan isolasi terhadap ODHA.
Padahal tanpa melakukan kontak seksual maupun kontak darah dengan
ODHA, HIV/AIDS yang ada pada tubuh ODHA tidak akan menular ke
individu lain, termasuk kepada OHIDA. Selain itu orang dengan status
terinfeksi HIV masih produktif seperti orang sehat pada umumnya.
Hal lain yang dapat membuat seseorang merasa depresi adalah
isolasi dari keluarga dan masyarakat. Keluarga mungkin bertanya-tanya
mengapa dia bisa terinfeksi HIV. Bisa saja karena tertular oleh suami.
Namun, keluarga tidak mau tahu hal itu sehingga tetap mengisolasi.
16
G. Pencegahan
Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui
hubungan seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh
yang terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau bayi selama periode sekitar
kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV dapat ditemukan pada air liur,
air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan kasus
infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian risiko infeksinya
secara umum dapat diabaikan.
1. Hubungan seksual
Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa
pelindung antarindividu yang salah satunya terkena HIV. Hubungan
heteroseksual adalah modus utama infeksi HIV di dunia. Selama hubungan
seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi
kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta
kemungkinan hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan
kondom yang lazim mengurangi risiko penularan HIV sampai kira-kira
80% dalam jangka panjang, walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom
digunakan dengan benar dalam setiap kesempatan. Kondom laki-laki
berbahan lateks, jika digunakan dengan benar tanpa pelumas berbahan
dasar minyak, adalah satu-satunya teknologi yang paling efektif saat ini
untuk mengurangi transmisi HIV secara seksual dan penyakit menular
seksual lainnya.
Kondom wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan
terbuat dari poliuretan, yang memungkinkannya untuk digunakan dengan
pelumas berbahan dasar minyak. Kondom wanita lebih besar daripada
kondom laki-laki dan memiliki sebuah ujung terbuka keras berbentuk
cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina. Kondom wanita
memiliki cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di dalam
vagina-untuk memasukkan kondom wanita, cincin ini harus ditekan.
Kendalanya ialah bahwa kini kondom wanita masih jarang tersedia dan
harganya tidak terjangkau untuk sejumlah besar wanita. Penelitian awal
19
Klasifikasi antiretroviral:
a. Entry Inhibitor (fussion inhibitor, CCR5 inhibitor, CXCR4 inhibitor)
mencegah masuknya HIV kedalam sel yang mempunyai reseptor CD4
sehingga sel tidak terinfeksi oleh HIV. contoh: FI =Enfuvirtide (ENF)
CCR5 antagonis =Maraviroc (MRV)
b. Reverse Transciptase Inhibitor
Mencegah perubahan HIV-RNA menjadi HIV DNA sehingga HIV tidak
dapat masuk sel inti sel limfosit dan tidak dapat mengalami pembelahan
sel
o NRTI menghambat pembentukan enzim reverse transkiptase
Contoh : Zidovudine (AZT), Stavudine (d4T), Lamivudine (3TC)
Didanosine (ddI), Abacavir (ABC), Zalcitabine (ddC) dan
Emtricitabine (FTC)
o NtRTI
Contoh : Tenofovir (TDF)
o NNRTI dengan membentuk sel bayangan CD4
Contoh : Efavirens (EFV), Nevirapine (NVP), Delavirdine (DLV)
3. Integrase Inhibitor
contoh: Raltegravir
4. Protease Inhibitor
contoh: Lopinavir (LPV), Indinavir (IDV), Nelfinafir (NFV), Saquinavir
(SQV), Amprenavir (APV), Ritonavir (RTV), Atazanavir (ATV),
Fosamprenavir (FPV), Tipranavir (TPV) dan Darunavir (DRV)
5. Maturation Inhibitor
6. Cd4 Binding Inhibitor
Diindonesia pemberian program terapi untuk HIV. Program primer disebut
lini 1 yaitu Zidovudine (AZT), Stavudine (d4T), Lamivudine (3TC),
Efavirens (EFV), Nevirapine (NVP) bila terjadi resistensi akan diberikan
terapi lini 2 yaitu: Didanosine (ddI), Tenofovir (TDF) dan Lopinavir
(LPV).
5. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
23
TB PARU
A. Definisi
TB adalah penyakit akibat kuman mycobakterium tuberkulosis sistemis
sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru
paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansyur, 2000).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkin paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
terutama meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Brunner dan Suddat,
2003: hal 584). Tuberculosis merupakan penyakit infeksi saluran napas bagian
bawah yang menyerang jaringan paru atau atau parinkin paru oleh basil
mycobakterium tuberkulosis, dapat mengenai hampir semua organ tubuh
(meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe, dll) dengan lokasi terbanyak
diparu, yang biasanya merupakan lokasi primer.
B. Etiologi
Agen infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang
aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas
dan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 0,6/um.
Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis complex adalah:
1. Mycobakterium tuberculosis
2. Varian asian
3. Varian african I
4. Varian asfrican II
5. Mycobakterium bovis
Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial
othetan Tb (mott, atipyeal) adalah :
1. Mycobacterium cansasli
2. Mycobacterium avium
3. Mycobacterium intra celulase
4. Mycobacterium scrofulaceum
5. Mycobacterium malma cerse
6. Mycobacterium xenopi
25
D. Patofisiologi
E. Gejala Penyakit TBC
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk
menegakkan diagnosa secara klinik.
Gejala sistemik/umum:
a. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah)
b. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul
c. Penurunan nafsu makan dan berat badan
28
Bagan alur diagnosis TB Paru
G. Klasifikasi TB
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu
definisi kasus yang meliputi empat hal , yaitu:
a. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
b. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif
atau BTA negatif;
c. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
d. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah:
a. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
b. Registrasi kasus secara benar
c. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
d. Analisis kohort hasil pengobatan
33
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2, cetakan pertama.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007
Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis pada Anak. Kelompok Kerja TB Anak
Depkes IDAI. 2008
International Standards for Tuberculosis Care : Diagnosis, Treatment, Public
Health. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (TBCTA). 2006
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6,
EGC, J akarta
Sylvia Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep
Klinis Proses - Proses Penyakit. EGC. J akarta.
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran
UI : Media Aescullapius