Laporan Pemisahan Dan Identifikasi Kurkumin
Laporan Pemisahan Dan Identifikasi Kurkumin
Laporan Pemisahan Dan Identifikasi Kurkumin
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2011
I.
TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu menerapkan prinsip maserasi dan kolom kromatografi
:
:
:
:
:
:
:
:
Plantae
Spermatophyta
Angiospermae
Monocotyledoneae
Zingiberales
Zingiberaceae
Curcuma
Curcuma domestica
Maserasi
Maserasi merupakan suatu metode pemisahan dengan cara penyarian
sederhana.
Sedangkan
kerugiannya
yaitu
pengerjaannya
mengalir
melalui
kolom
metode
ini
merupakan
jenis
pelarut,
adsorben,
rancangan alat dan sifat bahan yang akan dianalisis. Ada dua cara
pengemasan kolom, yaitu cara basah dan cara kering. Cara basah sering
digunakan untuk pembuatan kolom silika gel dan cara kering sering
digunakan untuk pembuatan kolom alumina (Al2O3). Dalam pemilihan
pelarut elusi didasarkan atas faktor-faktor seperti polaritas dan kelarutan.
Pelarut yang umum digunakan meliputi deretan pelarut seperti petroleum eter
(PE), karbon tetraklorida, sikloheksana, karbon disulfida, eter, aseton,
benzena, ester organik, alkohol, air, piridin, asam asetat, campuran asam atau
basa dengan air, alkohol dan piridin (Kusmardiyani, 1992).
II.3. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran
menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi bekerja
berdasarkan prinsip ini. Kromatografi lapis tipis adalah teknik pemisahan
campuran
berdasarkan
perbedaan
kecepatan
berupa
lempengan
kromatografi.
Pada
kromatografi
lapis
tipis,
komponen-komponen
suatu
campuran
akan
senyawa
dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam
akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan
zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam
akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak
akan bergerak lebih cepat (Haqiqi, 2008).
Pada kromatografi lapis tipis memiliki fase diam contohnya silika gel
dan fase gerak atau eluen berupa pelarut. Fase gerak mengalir melalui fase
diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran.
Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda
sehingga spot yang terlihat dengan UV akan berbeda-beda pula jaraknya
(Haqiqi, 2008).
Pada prinsipnya pengerjaan KLT meliputi tahap-tahap
pembuatan
pengembang
yang
cocok,
pengamatan
lokasi
bercak
pada
A. Alat
Batang Pengaduk
Chamber
Cawan Porselin
Batang Bambu
Sarung Tangan
Masker
Kertas Saring
Kolom Kromatografi
Toples Kaca
Spektrofotometri UV
B. Bahan
Serbuk Kunyit
Etanol 96%
Silika Gel
N-Heksana
Kloroform
Plat KLT
Semua fraksi yang telah didapat ditotolkan sebanyak 10L pada plat
KLT silika gel GF254 dengan pipet kapiler 2 L
Plat KLT dimasukkan ke dalam chamber lalu dielusi sampai jarak
pengembangan 1 cm dari tepi atas
NAMA BAHAN
Serbuk Kunyit
Etanol 96%
Etanol 96%
Cawan porselen kosong untuk penguapan
Cawan porselen + ekstrak kental
Ekstrak kental yang diperoleh
JUMLAH
10 gram
100 mL
25 mL
67.4444 gram
68.8978 gram
1,4534 gram
NAMA BAHAN
Silika Gel
Kloroform untuk mengisi kolom awal
Klorofom untuk membuat bubur silika gel
JUMLAH
20 gram
10 mL
50 mL
4
5
6
7
10 mL
13,3 cm
50 ml
20 mL
45
10
Perhitungan :
N-heksana
Kloroform
Etanol 96%
45
x 70 31,5 mL
100
45
x 70 31,5 mL
100
10
x70 7 mL
100
NAMA BAHAN
Etanol 96 % untuk melarutkan fraksi yang
kering
Eluen yang digunakan untuk mengelusi plat
JUMLAH
10mL
20 mL
45
10
Perhitungan :
N-heksana
Kloroform
Etanol 96%
45
x 20 9 mL
100
45
x 20 9 mL
100
10
x 20 2 mL
100
Spot
-
Rf
HRf
Warna
Keterangan
Rf
HRf
Warna
Keterangan
Fraksi II
Di bawah UV 366 nm
Spot
-
Rf
HRf
Warna
Keterangan
Rf
HRf
Warna
Keterangan
Fraksi III
Di bawah UV 366 nm
Spot
1
Rf
HRf
Warna
Ket.
Rf
HRf
Warna
Ket.
0,49
49
Hijau
terang
Fraksi IV
Spot
Di bawah UV 366 nm
Rf
HRf
Warna
Ket.
Rf
HRf
Warna
Ket.
0,27
27
Hijau
Terang
Bisdes
0,27
27
Kuning
muda
Bisdes
0,36
36
Hijau
Terang
Des
0,35
35
Jingga
Des
0,40
40
Hijau
Gelap
Kur
0,45
45
Jingga
Kur
Fraksi V
Di bawah UV 366 nm
Spot
Rf
HRf
Warna
Ket.
Rf
HRf
Warna
Ket.
0,29
29
Hijau
Gelap
Bisdes
0,27
27
Jingga
Bisdes
0,34
34
Hijau
Gelap
Bisdes
0,35
35
Jingga
Des
0,44
44
Hijau
Gelap
Kur
0,44
44
Jingga
Kur
Fraksi VI
Spot
Di bawah UV 366 nm
Rf
HRf
Warna
Ket.
Rf
HRf
Warna
Ket.
0,27
27
Hijau
Gelap
Bisdes
0,26
26
Jingga
Bisdes
0,35
35
Hijau
Gelap
Des
0,32
32
Jingga
Bisdes
0,45
45
Hijau
Gelap
Kur
0,42
42
Jingga
Kur
Fraksi VII
Spot
Di bawah UV 366 nm
Rf
HRf
Warna
Ket.
0,29
29
Hijau
Gelap
0,36
36
0,39
39
HRf
Warna
Ket.
Bisdes
0,27
27
Jingga
Bisdes
Hijau
Gelap
Des
0,32
32
Jingga
Des
Hijau
Gelap
Des
0,44
44
Jingga
Kur
Fraksi VIII
Di bawah UV 366 nm
Spot
Rf
HRf
Warna
Ket.
Rf
HRf
Warna
Ket.
0,27
27
Hijau
Gelap
Bisdes
0,27
27
Jingga
Bisdes
0,44
44
Hijau
Gelap
Kur
0,32
32
Jingga
Bides
0,44
44
Jingga
Kur
Fraksi IX
Spot
Di bawah UV 366 nm
Rf
HRf
Warna
Ket.
Rf
HRf
Warna
Ket.
0,32
32
Hijau
Gelap
Bisdes
0,27
27
Jingga
Bisdes
0,41
41
Hijau
Gelap
Kur
0,4
40
Jingga
Kur
0,51
51
Hijau
Gelap
0,50
50
Jingga
Fraksi X
Spot
Di bawah UV 366 nm
Rf
HRf
Warna
Ket.
Rf
HRf
Warna
Ket.
0,41
41
Hijau
Gelap
Kur
0,44
44
Jingga
Kur
0,51
51
Hijau
Gelap
0,52
52
Jingga
0,61
61
Hijau
Gelap
0,61
61
Jingga
Keterangan :
Bisdes
Des
Kur
: Bisdesmetoksikurkumin
: Desmetoksikurkumin
: Kurkumin
VI. PERHITUNGAN
Perhitungan Rf dan hRf pada pemisahan dengan metode KLT pada
pengamatan dengan sinar UV 366 nm :
Rf
hRf = Rf x 100
Fraksi I
Fraksi II
Fraksi III
Spot 1
Rf
3,9
0,49
8
Fraksi IV
Spot 1
Rf
2,2
0,27
8
Spot 2
Rf
2,9
0,36
8
Spot 3
Rf
3,2
0,4
8
Fraksi V
Spot 1
Rf
2,3
0,29
8
Spot 2
Rf
2,7
0,34
8
Spot 3
Rf
3,5
0,44
8
Fraksi VI
Spot 1
Rf
2,2
0,27
8
Spot 2
Rf
2,8
0,35
8
Spot 3
Rf
3,6
0,45
8
Fraksi VII
Spot 1
Rf
2,3
0,29
8
Spot 2
Rf
2,9
0,36
8
Spot 3
Rf
3,1
0,39
8
Fraksi VIII
Spot 1
Rf
2,2
0,27
8
Spot 2
Rf
3,5
0,44
8
Fraksi IX
Spot 1
Rf
2,6
0,32
8
Spot 2
Rf
3,3
0,41
8
Spot 3
Rf
4,1
0,51
8
Fraksi X
Spot 1
Rf
3,3
0,41
8
Spot 2
Rf
4,1
0,51
8
Spot 3
Rf
4,9
0,61
8
Rf
hRf = Rf x 100
Fraksi I
Fraksi II
Fraksi III
Fraksi IV
Spot 1
Rf
2,2
0,27
8
Spot 2
Rf
2,8
0,35
8
Spot 3
Rf
3,6
0,45
8
Fraksi V
Spot 1
Rf
2,2
0,27
8
Spot 2
Rf
2,7
0,34
8
Spot 3
Rf
3,5
0,44
8
Fraksi VI
Spot 1
Rf
2,1
0,26
8
Spot 2
Rf
2,6
0,32
8
Spot 3
Rf
3,4
0,42
8
Fraksi VII
Spot 1
Rf
2,2
0,27
8
Spot 2
Rf
2,6
0,32
8
Spot 3
Rf
3,5
0,44
8
Fraksi VIII
Spot 1
Rf
2,2
0,27
8
Spot 2
Rf
2,6
0,32
8
Spot 3
Rf
3,5
0,44
8
Fraksi IX
Spot 1
Rf
2,2
0,27
8
Spot 2
Rf
3,2
0,4
8
Spot 3
Rf
4,0
0,5
8
Fraksi X
Spot 1
Rf
3,5
0,44
8
Spot 2
Rf
4,2
0,52
8
Spot 3
Rf
4,9
0,61
8
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan proses pemisahan dan identifikasi
senyawa kurkumin pada serbuk simplisia Curcumae domesticae Rhizoma.
Proses pemisahan ini dilakukan dengan menggunakan tiga metode, yaitu
maserasi, kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis (KLT).
Metode pertama yaitu maserasi dimana cara penyariannya yang
sederhana dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan
penyari. Pada proses maserasi ini, penyari yang digunakan adalah etanol
karena kurkumin yang bersifat non polar dapat larut dalam etanol. Hal ini
dapat terjadi karena etanol memiliki sifat yang cenderung non polar jika
dibandingkan dengan air (H2O). Etanol (C2H5OH) memiliki dua gugus
berbeda, yaitu gugus hidroksi (OH) yang bersifat polar dan gugus alkana
(C2H5) yang cenderung bersifat non polar yang dapat melarutkan kurkumin.
Proses pertama saat maserasi yaitu serbuk kunyit ditimbang 10 gram
lalu ditambahkan etanol 96% sebanyak 100mL kemudian dimasukkan ke
dalam toples kaca yang dibungkus kain hitam agar terlindung dari cahaya.
Hal ini perlu dilakukan agar kurkumin tidak mengalami penguraian akibat
kontak dengan cahaya. Cairan penyari yaitu etanol 96% akan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung analit, analit
akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan berisi
analit di dalam sel dengan yang diluar sel, maka larutan yang lebih pekat
akan terdesak keluar. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang hingga terjadi
kesetimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel
(Anonim b, 1986)
Perendaman ini dilakukan selama 5 hari dengan pengadukan berulang
sekali sehari. Perendaman dilakukan agar zat pengotor dapat mengendap
sedangkan dilakukan pengadukan tujuannya untuk meratakan konsentrasi di
luar butir-butir serbuk simplisia dan menjaga perbedaan konsentrasi sekecil-
kecilnya antara larutan di dalam sel dan di luar sel (Sudjadi, 1986). Setelah 5
hari, maserat disaring menggunakan corong dan kertas saring. Sebelum
digunakan, kertas saring harus dijenuhkan terlebih dahulu dengan
menggunakan pelarutnya yaitu etanol 96% dengan menggunakan pipet tetes.
Hal ini dilakukan untuk mengkondisikan kertas saring pada corong agar
mempermudah dan mempercepat proses penyaringan. Jika tidak dilakukan
penjenuhan terlebih dahulu, maka larutan simplisia yang akan disaring akan
menjenuhkan kertas saring terlebih dahulu, akibatnya akan memperlambat
proses penyaringan. Selanjutnya ampas sisa penyaringan diremaserasi
kembali dengan etanol 96% sebanyak 25 ml kemudian didiamkan terendam
selama 2 hari dan disaring lagi. Tujuan remaserasi adalah untuk melarutkan
analit kurkumin yang tertinggal pada ampas sekaligus mengendapkan zat
pengotor pada saat perendaman kembali. Perlu dilakukan remaserasi karena
kelemahan maserasi adalah tidak dapat mengekstraksi senyawa analit yang
diinginkan dengan sempurna sebab hanya mengandalkan proses difusi pada
saat perendaman dan pengadukan.
Semua maserat yang telah diperoleh kemudian diuapkan di atas water
bath dengan suhu 345oC sampai terbentuk ekstrak kental. Fungsi penguapan
maserat adalah untuk menghilangkan etanol pada maserat. Pada proses
pemekatan ini dilakukan juga pengadukan, supaya permukaan kontak
dengan panas menjadi lebih luas, sehingga suhu di dalam cawan porselen
menjadi merata merata. Selain itu, cawan juga diangin-anginkan agar uap
pelarut tidak menumpuk di atas cawan porselin sehingga proses pemekatan
ekstrak dapat berlangsung dengan waktu yang seminimal mungkin. Ekstrak
kental yang diperoleh adalah 1,4534 gram. Setelah itu ekstrak kental yang
ada dalam cawan porselin ditutup dengan aluminium foil agar tidak terkena
kontak dari udara luar sehingga pengotor yang ada di udara tidak
mengkontaminasi ekstrak kental.
Metode selanjutnya yaitu kromatografi kolom. Pada proses pemisahan
ini campuran yang akan dipisah diletakkan pada bagian atas kolom adsorben
yang berada dalam suatu tabung seperti gelas logam ataupun plastik. Pelarut
sebagai fase gerak karena gaya berat atau didorong dengan tekanan tertentu
dibiarkan mengalir melalui kolom membawa serta pita linarut yang bergerak
dengan kecepatan berbeda. Linarut yang telah memisah dikumpulkan berupa
fraksi yang keluar dari bagian bawah kolom, sehingga metode ini
merupakan kromatografi elusi (Kusmardiyani, 1992).
Ada dua cara pembuatan kromatografi kolom, yaitu cara basah dan
cara kering. Dalam praktikum ini, cara yang digunakan yaitu cara basah.
Fase gerak atau eluen yang digunakan adalah campuran antara N-heksana:
kloroform: etanol 96% (45:45:10). Fase gerak tersebut merupakan pelarut
organik yang bersifat nonpolar. Sementara fase diam atau adsorben yang
digunakan adalah serbuk silika gel yang bersifat polar. Pembuatan kolom
dengan menggunakan cara basah, mula-mula kolom dipasang pada statif
agar berdiri tegak lurus. Pada dasar bagian kolom diisi dengan anyaman
glass wool agar dapat menahan silika gel yang akan dimasukkan ke dalam
kolom. Silika gel yang digunakan dalam praktikum ini adalah 20 gram.
Pelarut yang digunakan adalah kloroform sebanyak 50 mL, dan pelarut yang
dimasukkan ke kolom adalah 10 mL. Silika gel yang telah ditimbang
dimasukkan ke dalam gelas beker dan ditambahkan 50 mL kloroform
kemudian diaduk sampai terbentuk bubur silika. Setelah itu bubur silika
dimasukkan ke dalam kolom menggunakan corong dan dialirkan turun
melalui dinding kolom agar tidak terbentuk rongga udara yang dapat
merusak kolom. Bubur silika yang menempel didinding juga harus segera
dibilas dengan kloroform untuk mencegah mengerasnya silika gel pada
dinding kolom. Saat pengisian bubur silika ke dalam kolom, keran dapat
dibuka dan ditutup sehingga kloroform dapat keluar tetapi pengeluaran eluen
dijaga agar silika gel pada kolom tidak kering. Setelah bubur silika
dimasukkan semua ke dalam kolom, ditambahkan sejumlah kloroform
hingga berjarak beberapa cm dari silika, dimana bertujuan agar silika tidak
kering dan tetap terendam. Kemudian bagian atas kolom ditutup dengan
plastik ikan dan aluminium foil, agar kloroform tidak menguap. Kemudian
kolom didiamkan selama 1-2 hari sebelum digunakan. Pendiaman dilakukan
untuk mendapatkan kolom yang homogen dan kompak agar hasil pemisahan
yang diperoleh lebih baik.
Setelah didiamkan 1-2 hari, tahap berikutnya adalah pengisian
cuplikan atau sampel ke dalam kolom. Ekstrak kental dilarutkan terlebih
dahulu dalam etanol 96% sebanyak 10mL setelah itu dimasukkan sedikit
demi sdikit melalui dinding agar kolom tidak rusak. Wadah ekstrak kental
dibilas sedikit dengan kloroform kemudian dimasukkan ke dalam kolom.
Setelah itu, keran kolom dibuka untuk mengeluarkan kloroform sambil
menambahkan eluen (N-heksana : kloroform : etanol 96% = 45 :45 :10)
sedikit demi sedikit kira-kira berbanding lurus dengan pengeluaran
kloroform melalui keran dan diusahakan agar eluen tetap berada diatas silika
agar silika tidak kering. Setelah kloroform sudah berada di glass wool dan
larutan ekstrak berwarna kuning berada diatas glass wool, segera diambil
tetesan fraksi pertama sebanyak 5mL dengan menggunakan botol vial
sebagai wadah yang telah ditera 5mL. Langkah tersebut dilakukan sampai
mendapat 10 fraksi dan kolom tetap dijaga agar tidak kering dengan
menambahkan eluen sampai pada fraksi ke-10. Setiap fraksi masing-masing
diberikan label agar tidak tertukar. Fraksi-fraksi dalam botol vial dibungkus
dengan plastik ikan dan aluminium foil agar tidak terkontaminasi dari udara
luar dan tidak terurai akibat kontak dengan cahaya. Sepuluh fraksi yang
didapatkan menghasilkan warna yang berbeda-beda, yaitu fraksi I dan II
berwarna kuning muda, fraksi III dan IV berwarna kuning tua dan sudah
mulai agak pekat. Dan pada fraksi V dan VI berwarna kuning pekat,
sedangkan fraksi VII dan VIII, warnanya kembali mennjadi kuning tua. Dan
yang terakhir pada fraksi IX dan X berwarna kuning.
Setelah terkumpul semua fraksi, tahap berikutnya yaitu metode
pemisahan kromatofrafi lapis tipis (KLT). Kromatografi lapis tipis adalah
teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan
komponen
dalam
medium
berupa
lempengan
kromatografi.
Pada
merupakan salah satu gangguan yang dapat kita temukan dalam KLT,
dimana pembentukan ekor ini ditandai jika senyawa yang dipisahkan
berekor panjang, bukan bercak yang agak bundar. Penyebab utama
pembentukan ekor ini adalah cuplikan terlalu banyak atau pembebanan yang
berlebih, dan hal ini hanya dapat dihilangkan dengan mengurangi cuplikan
(Gitter, 1991).
spot
Gambar
yang
dilihat di
bawah
sinar
UV366
pada
kertas
kalkir
Gambar
spot
yang
dilihat di
bawah
sinar
matahari
pada kertas kalkir
Berdasarkan hasil yang didapat dari sepuluh fraksi, terdapat beberapa
fraksi yang tidak menghasilkan spot, ada yang menghasilkan 1 spot dan 3
spot. Fraksi yang tidak menghasilkan spot adalah fraksi 1 dan 2. Fraksi 3
hanya menghasilkan satu spot saja, hal ini terjadi karena ketika penetesan
fraksi dari dalam kolom, hanya sedikit sampel yang melewati silika gel dan
sisanya kebanyakan eluen. Kemudian fraksi yang menghasilkan 3 spot
adalah fraksi IV, V, VI, VII, VIII, IX dan X. Ketiga spot ini adalah senyawa
kurkuminoid yang juga merupakan pigmen warna kuning pada kunyit, yaitu
kurkumin, desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin.
Komponen
hRf
Warna Dengan
( Egon, 1985)
IV/1, UV365
IV/2 Sinar Matahari
Kurkumin
Desmetoksikurkumin
Bisdesmetoksikurkumin
40-45 Merah-darah
35-40 Salmon
25-35 Merah-jingga muda
Jingga
Jingga
Kuning
kurkumin pada spot ini, tetapi jika dilihat di bawah sinar matahari tidak
tampak adanya spot.
Pada fraksi IV terdapat 3 spot, yaitu :
a. Spot 1 yang dilihat di bawah UV366 dan sinar matahari memiliki
jarak 2,2 cm dan nilai hRf 27. Spot pada sinar UV 366 menampakkan
warna hijau terang, dan pada sinar matahari menampakkan warna
kuning
muda.
Spot
ini
memiliki
kandungan
bisdesmetoksikurkumin.
b. Spot 2 yang dilihat di bawah sinar UV366 memiliki jarak 2,9 cm dan
nilai hRf 36 serta pada spot ini menampakkan warna hijau terang.
Kemudian jika dilihat dibawah sinar matahari spot memiliki jarak
2,8 cm dengan nilai hRf 35 dan menampakkan warna jingga. Spot
ini mengandung desmetoksikurkumin.
c. Spot 3 yang dilihat di bawah sinar UV366 memiliki jarak 3,2 cm
dengan nilai hRf 40 dan spot ini menampakkan warna hijau gelap.
Kemudian jika dilihat dibawah sinar matahari spot memiliki jarak
3,6 cm dan nilai hRf 45 dan menampakkan warna jingga. Spot ini
mengandung kurkumin.
Pada fraksi V menunjukkan adanya 3 spot
a. Spot 1 yang dilihat di bawah sinar UV366 memiliki jarak 2,3 cm dan
nilai hRf 29. Spot ini menampakkan warna hijau gelap. Kemudian
jika dilihat dibawah sinar matahari spot memiliki jarak 2,2 cm
dengan nilai hRf 27 dan menampakkan warna jingga. Spot ini
mengandung bisdesmetoksikurkumin.
b. Spot 2 yang dilihat di bawah sinar UV366 memiliki jarak 2,7 cm dan
nilai hRf 34. Spot ini menampakkan warna hijau gelap. Kemudian
jika dilihat dibawah sinar matahari spot memiliki jarak 2,7 cm
dengan nilai hRf 34 dan menampakkan warna jingga. Spot ini
mengandung desmetoksikurkumin.
c. Spot 3 yang dilihat di bawah sinar UV366 memiliki jarak 3,5 cm dan
nilai hRf 44. Spot ini menampakkan warna hijau gelap. Kemudian
jika dilihat dibawah sinar matahari spot memiliki jarak 3,5 cm
dengan nilai hRf 44 dan menampakkan warna jingga. Spot ini
mengandung kurkumin.
Pada fraksi VI menunjukkan adanya 3 spot
a. Spot 1 yang dilihat dari sinar UV366 memiliki jarak 2,2 cm dan nilai
hRf 27. Spot ini menampakkan warna hijau gelap. Kemudian jika
dilihat dibawah sinar matahari spot memiliki jarak 2,1 cm dengan
nilai hRf 26 dan menampakkan warna jingga. Spot ini mengandung
bisdesmetoksikurkumin.
b. Spot 2 yang dilihat dari sinar UV366 memiliki jarak 2,8 cm dan nilai
hRf 35. Spot ini menampakkan warna hijau gelap. Kemudian jika
dilihat dibawah sinar matahari spot memiliki jarak 2,6 cm dengan
nilai hRf 32 dan menampakkan warna jingga. Spot ini mengandung
desmetoksikurkumin.
c. Spot 3 yang dilihat di bawah sinar UV366 memiliki jarak 3,6 cm dan
nilai hRf 45. Spot ini menampakkan warna hijau gelap. Kemudian
jika dilihat dibawah sinar matahari spot memiliki jarak 3,4 cm
dengan nilai hRf 42 dan menampakkan warna jingga. Spot ini
mengandung kurkumin.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim a. 2011. Budidaya Kunyit. (Cited: 2011 Sept, 28). Available from :
http://www.migroplus.com/brosur/Budidaya%20kunyit.pdf
Anonim b. 1986. Sediaan Galenik . Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Dekker, Marcel. 2003. Basic Technique, Materials, Apparatus. In: Sherma,
Joseph.,
Fried,
Bernard.,
editors.
Handbook
of
Thin-Layer