Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Hematoma Intraserebral

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 40

STATUS ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI


SMF NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL
Nama Mahasiswa

: Widya Ilmiaty Kamrul

NIM

: 030.10.083

Dokter Pembimbing

: dr. Wisnu Aji Aribowo, Sp.S, M Kes

IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap

: Ny. S

Jenis kelamin : Perempuan

Umur

: 57 tahun

Suku bangsa : Jawa

Status perkawinan

: Menikah

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: SMP

Alamat

: Depok RT 03 RW 02 Kec. Pangkah, Kab.Tegal

Tanggal masuk RS

: 08 Januari 2015 pkl 11.00 WIB

A. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis di bangsal Edelweis Atas C3
pada tanggal 15 Januari 2015 pukul 07.30.
Keluhan Utama

Kejang pada saat 1 hari SMRS


Keluhan Tambahan

Sakit kepala berdenyut dan berputar, bicara pelo, penglihatan kabur dan double,
telinga berdenging, mual dan sakit pada seluruh sendinya.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien wanita usia 57 tahun datang ke poli saraf RSUD Kardinah Tegal pada
tanggal 8 Januari 2015 pukul 11.00 WIB dengan keluhan kejang pada saat 1 hari
sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pasien kejang dengan durasi 30 menit,
seluruh tangan dan kaki kaku, mulut berbusa, lidah tergigit dan pasien tidak
sadarkan diri. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala berdenyut dan berputar sejak
1 minggu SMRS, sakit kepala dirasakan diseluruh kepala dan tidak menjalar ke
leher. Pasien mengaku sebelumnya tidak pernah mengalami benturan pada
1

kepalanya. Pasien juga bicara pelo sejak 1 hari SMRS tetapi tidak ada bagian
tubuh yang lemas ataupun tidak dapat digerakkan. Penglihatan pasien juga kabur
dan double sejak 1 minggu SMRS, telinga berdenging juga dirasakan sejak 1
minggu SMRS. Ada mual tetapi tidak sampai muntah. Pasien juga mengeluhkan
sakit pada seluruh sendinya. BAK dan BAB pasien lancar dan tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
-

Riwayat penyakit darah tinggi tidak terkontrol

Riwayat penyakit stroke disangkal

Riwayat penyakit kencing manis disangkal

Riwayat asma maupun alergi disangkal

Riwayat operasi sebelumnya yaitu operasi katarak 5 bulan yang lalu

Riwayat batuk lama atau penyakit kronis disangkal

Riwayat penyakit keganasan disangkal

Riwayat penyakit jantung dan ginjal disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


-

Riwayat penyakit kencing manis disangkal

Riwayat penyakit darah tinggi disangkal

Riwayat asma maupun alergi disangkal

Riwayat batuk lama atau penyakit kronis disangkal

Riwayat penyakit jantung dan ginjal disangkal

Riwayat penyakit yang sama dengan pasien disangkal

Riwayat kejang dan stroke disangkal.

Riwayat Kebiasaan
-

Riwayat merokok (-)

Riwayat alkohol (-)

Minum kopi (-)

Kurang berolahraga

ANAMNESIS SISTEM
Sistem Serebrospinal:

Demam (-)

Kejang (-)
Sakit kepala (+)
Hemiparese (-)
Sistem Kardiovaskuler:

Jantung berdebar (-)


Nyeri dada (-)
Hipertensi (+)

Sistem Pernapasan:

Batuk (-)
Pilek (-)
Sesak napas (-)
Nyeri dada (-)

Sistem Gastrointestinal:

Mual (-)
Diare (-)
Nyeri perut (-)
Sulit BAB (-)
Sulit menelan (-)

Sistem Urogenital:

BAK lancar (+)


Nyeri (-)
Panas (-)
Dapat menahan BAK (+)

Sistem Integumen:

Ruam-ruam (-)
Kemerahan (-)
Gatal (-)

Sistem muskuloskeletal:

Nyeri pada punggung (-)

B. PEMERIKSAAN JASMANI ( 15 Januari 2015)


Pemeriksaan Umum

Kesadaran

: Compos Mentis

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Status Gizi

: Cukup

Tekanan Darah

: 160/90 mmHg

Nadi

: 88x /menit, reguler, isi cukup

Pernapasan

: 16x /menit

Suhu

: 36,5C

Sikap pasien

: cukup kooperatif dengan pemeriksa

Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku

: Tenang

Alam Perasaan

: Biasa

Proses Pikir

: Wajar

Kulit
Warna Sawo matang , suhu Raba hangat, Turgor baik.
Kepala
Normocephali, wajah simetris, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut
Mata
Sklera Ikterik -/-, Conjungtiva palpebra anemis -/-, RCL/RCTL

+/+, gerakan

mata dbn, lapangan pandang baik, nistagmus(-).


Telinga
Normotia, serumen -/-, cairan -/-, sekret -/Mulut
Tonsil T1 T1 tenang,palatum tidak ada tonjolan

, bau pernapasan tidak ada,

gigi geligi tidak lengkap, faring tidak hiperemis, lidah licin, atrofi papil (-).
Leher

Tekanan Vena Jugularis (JVP) 5 + 2 cm H2O., Kelenjar Tiroid


membesar, Kelenjar Limfe

tidak

teraba

tidak tampak membesar.

Dada
Bentuk datar, simetris, deformitas (-), tidak tampak pelebaran pembuluh darah.
Paru Paru
Pemeriksaan
Inspeksi
Kanan
Kiri
Palpasi
Kanan
Kiri
Perkusi

Kanan
Kiri
Kanan

Auskultasi

Kiri

Depan
Simetris saat statis dan dinamis
Simetris saat statis dan dinamis
- Tidak ada benjolan
- Vocal Fremitus +
- Tidak ada benjolan
- Vocal Fremitus +
Sonor di seluruh lapang paru
Sonor di seluruh lapang paru
- Suara nafas vesikuler
-Wheezing ( - ), Ronki ( - )
- Suara nafas vesikuler
-Wheezing ( - ), Ronki ( - )

Belakang
Simetris saat statis dan dinamis
Simetris saat statis dan dinamis
- Tidak ada benjolan
- Vocal Fremitus +
- Tidak ada benjolan
- Vocal Fremitus +
Sonor di seluruh lapang paru
Sonor di seluruh lapang paru
- Suara nafas vesikuler
-Wheezing ( - ), Ronki ( - )
- Suara nafas vesikuler
-Wheezing ( - ), Ronki ( - )

Jantung
Inspeksi

: Tidak tampak pulsasi iktus cordis

Palpasi

: Ictus cordis teraba ICS 5 garis midklavikularis kiri

Perkusi

Batas kanan

: ICS 3-4 garis sternalis kanan

Batas kiri

: ICS 5, 1 cm lateral garis midklavikularis kiri

Batas atas

: ICS II linea midsternal kiri

Auskultasi

: Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-).

Abdomen
Inspeksi

: Datar, warna sawo matang

Palpasi

:Dinding perut : Supel, rigid (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas (-),
hepatosplenomegali (-)

Perkusi

: Timpani pada keempat kuadran perut

Auskultasi

: Bising usus (+) 3x/menit

Anggota Gerak
Lengan

Kanan

Kiri

Otot
Tonus

normotonus

normotonus

Trofi

eutrofi

eutrofi

Sendi

normal

normal

Gerakan

aktif

aktif

Kekuatan

+5

+5

Oedem :

tidak ada

tidak ada

Lain-lain

Palmar eritema (-), ptechie (-), clubbing finger (-),

kontraktur(-)
Tungkai dan Kaki

Kanan

Kiri

Ulkus

tidak ada

tidak ada

Varises

tidak ada

tidak ada

Tonus

normotonus

normotonus

Trofi

eutrofi

eutrofi

Sendi

normal

normal

Gerakan

aktif

aktif

Kekuatan

+5

+5

Oedem :

tidak ada

tidak ada

Nyeri tekan

CRT

<2

<2

Lain-lain

Otot

STATUS NEUROLOGI
Kesadaran kuantitatif

: GCS 15 (E4M6V5), afasia (-), disartria (+)

Orientasi

: Baik

Refleks Fisiologis
Pemeriksaan
Sup dan Inf
Bisep
Trisep
Patela
Achiles

Kanan
+2/+1
+2/+1
+2/+1
+2/+1

Kiri
+2/+1
+2/+1
+2/+1
+2/+1

Refleks Patologis
Pemeriksaan
Sup dan Inf
Hoffman Trommer
Babinski
Chaddock
Gordon
Schaeffer
Klonus patella
Klonus achilles

Kanan

Kiri
-

Tanda Rangsang Meningeal


Kaku kuduk

(-)

Brudzinski I (-/-)
Brudzinski II (-/-)
Kernig (-/-)
Lasegue (-/-)
Peningkatan Tekanan Intrakranial
Penurunan Kesadaran

: (-)

Muntah proyektil

: (-)

Sakit kepala

: (+)

Edema papil

: tidak dilakukan pemeriksaan

Saraf Kranial
Nervus I Olfaktorius

: Normosmia

Nervus II Optikus

Ketajaman penglihatan
Menilai warna
Funduskopi
Papil
Retina
Lapangan pandang

Kanan
>2/60 posisi
berbaring
Baik
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Baik

Kiri
>2/60 posisi
berbaring
Baik
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Baik

Nervus III Okulomotorius :


Ptosis
Gerakan mata ke media
Gerakan mata ke atas
Gerakan mata ke bawah
Bentuk Pupil
Reflek Cahaya Langsung
Reflek Cahaya Tidak Langsung
Reflek Akomodatif
Strabismus Divergen
Diplopia
Nervus IV Troklearis
Gerakan mata ke lateral bawah
Strabismus konvergen
Diplopia
Nervus V Trigeminus
Bagian Motorik
Menggigit
Membuka mulut
Bagian Sensorik
Ophtalmik
Maxilla
Mandibula
Reflek Kornea
Nervus VI Abdusen
Gerakan mata ke lateral
Strabismus konvergen
Diplopia
Nervus VII Fasialis
Fungsi Motorik
Mengerutkan dahi
Mengangkat alis
Memejamkan mata
Menyeringai
Mengembungkan pipi
Mencucurkan bibir
Reflek Glabella
Chovstek
Fungsi Pengecapan
2/3 depan lidah

Kanan
Kiri
+
+
+
+
+
+
Bulat isokor 3mm/3mm
+
+
+
+
+
+
+
+
Kanan
+
-

Kiri
+
-

Kanan

Kiri

+
+

+
+

Baik
Baik
Baik
Baik

Baik
Baik
Baik
Baik

Kanan
+
+

Kiri
+
+

Kanan

Kiri

+
+
+
+
-

+
+
+
+
+
+
-

Baik

Baik
8

NervusVIII Vestibulokoklearis
Kanan
Mendengar suara berbisik
+
Tes Rinne
Tidak dilakukan
Tes Weber
Tidak dilakukan
Tes Swabach
Tidak dilakukan
Nistagmus
Past Pointing
Nervus IX dan X Glossofaringeus dan Vagus
Kanan
Arkus faring
Uvula
Refleks muntah
Tersedak
Disartria
Daya kecap 1/3 lidah
Nervus XI Aksesorius
Kanan
Kiri

Mengangkat bahu
+
+

Kiri
+
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
-

Kiri
simetris
Letak di tengah
Tidak dilakukan
+
+
Baik
Menoleh
+
+

Nervus XII Hipoglosus


Menjulurkan lidah
Atrofi
Artikulasi
Tremor
Ekstremitas Superior
Kekuatan Motorik

Deviasi ke kiri
Baik
:

Kanan

Kiri

Tonus otot

: normal

normal

Trofi

: eutrofi

eutrofi

Gerakan

: aktif

aktif

Ekstremitas Inferior
Kekuatan Motorik

:
5
Kanan

5
Kiri

Tonus otot

: normal

normal

Trofi

: eutrofi

eutrofi

Gerakan

: aktif

aktif

Gerakan involunter :
Tremor -/-, Chorea -/-, Ballismus -/-, Athetose -/Sistem Sensorik
Rasa Tajam

Kanan
Eusthesia
Eusthesia

Kiri
Anesthesia
Anesthesia

Rasa Halus
Eusthesia
Eusthesia

Kanan
Eusthesia
Eusthesia

Kiri
Anesthesia
Anesthesia

Fungsi Keseimbangan dan Koordinasi


Tidak dilakukan
Fungsi Vegetatif
Miksi

:+

Inkontinensia urine

:-

Defekasi

:+

Inkontinensia alvi

:-

Fungsi Luhur
Astereognosia

:-

Apraksia

:-

Afasia

:-

Keadaan Psikis

Intelegensia

: baik

Demensia

: (-)

Tanda regresi

: (-)

10

PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM (08 Januari 2015)
Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit

Hasil

Nilai rujukan

9.2 g/dl
27.3 %
8.300 /UI
268.000 /UI
3.6 juta/UI

11.7 15,5
37 - 47
4.400 11.300
150.000 410.000
4.1 5.1

HITUNG JENIS
Basofil
Eosinofil
Netrofil
Limfosit
Monosit

0.6%
4%
51.7 %
35.6 %
7.7 %

0-1
2-4
50 - 70
25 - 40
28

Laju Endap Darah


LED 1 jam
LED 2 jam

19 mm/jam
41 mm/jam

0 - 20
0 35

FUNGSI HATI
SGOT
SGPT

14.9 U/I
12,6

13 35
7-35

KIMIA KLINIK
Kolesterol total

216 mg/dL

70-220
11

Kolesterol LDL
Kolesterol HDL
Ureum
Creatinin
GDS
Asam urat

135 mg/dL
66 mg/dL
31 mg/dL
0,78 mg/dL
163 mg/dL
3,5 mg/dL

<150
>65
12,8-42,8
0.6-1.1
70-160
2,3-6,6

IMUNOSEROLOGI
HbsAg

Negatif

Negatif

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
CT SCAN (10 Januari 2015)

HASIL:
Tampak lesi hiperdens pada lobus
parietalis posterior sinistra
Pada contras enhancement CT lesi
tak enhance
Giry & sulcy normal,
Sistem ventrikel & fisura silvii tak
menyempit
Struktur mediana tak durasi
KESAN: Cerebral hematoma pada
lobus parietalis posterior sinistra

12

RESUME
Pasien wanita usia 57 tahun datang ke poli saraf RSUD Kardinah Tegal pada
tanggal 8 Januari 2015 pukul 11.00 WIB dengan keluhan kejang pada saat 1 hari
sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pasien kejang dengan durasi 30 menit,
seluruh tangan dan kaki kaku, mulut berbusa, lidah tergigit dan pasien tidak
sadarkan diri. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala berdenyut dan berputar sejak
1 minggu SMRS, sakit kepala dirasakan diseluruh kepala dan tidak menjalar ke
leher. Pasien mengaku sebelumnya tidak pernah mengalami benturan pada
kepalanya.
Pasien juga bicara pelo sejak 1 hari SMRS tetapi tidak ada bagian tubuh
yang lemas ataupun tidak dapat digerakkan. Penglihatan pasien juga kabur dan
double sejak 1 minggu SMRS, telinga berdenging juga dirasakan sejak 1 inggu
SMRS. Ada mual tetapi tidak sampai muntah. Pasien juga mengeluhkan sakit
pada seluruh sendinya. BAK dan BAB pasien lancar dan tidak ada keluhan.

13

Dari riwayat penyakit dahulu didapatkan riwayat hipertensi tidak terkontrol.


Pasien juga mengaku telah operasi katarak 5 bulan SMRS.
Seorang pasien perempuan dengan nama Ny.J berusia 42 tahun datang ke
IGD RSUD Kardinah Tegal pada tanggal 21 November 2014 pukul 21.30 WIB
dengan keluhan utama tidak bisa BAB sejak 2 hari SMRS. Pasien juga mengeluh
nyeri perut dan tidak bisa BAK sejak 2 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan
pagi saat bangun tidur SMRS, tangan dan kaki kirinya mendadak tidak dapat
digerakkan. Sebelumnya pasien pernah dirawat di RS Islam Tegal karena tiba-tiba
tidak sadar dan dari hasil CT scan didapatkan cerebral hematoma. Oleh dokter
jaga IGD, pasien dikonsulkan ke bagian bedah dan bedah saraf. Kemudian dari
bedah saraf pasien di alih rawat ke bagian saraf dengan diagnosis stroke
hemoragik konservatif.
Pasien mengatakan keluhan tangan dan kaki kiri yang tidak dapat
digerakkan baru pertama kali dan tiba-tiba dirasakan pasien pada pagi hari saat
bangun tidur SMRS. Pasien mengatakan saat ini kepalanya terasa sakit cekotcekot, bicara agak susah,
Hasil pemeriksaan fisik secara umum didapatkan pasien tampak sakit
sedang, tekanan darah 160/90 mmHg, HR 88x/menit, RR 16x/menit, suhu 36,5
C. Thorax dan abdomen dalam batas normal. Pemeriksaan neurologis didapatkan
GCS E4M6V5, disartria(+). Nervus cranialis didapatkan, parese N VII dekstra dan
N XII dekstra. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hemoglobin
(9,2 g/dL), hematokrit (27,3%), eritrosit (3,6 juta/UI). Hasil pemeriksaan
penunjang radiologi CT Scan didapatkan kesan cerebral hematoma pada lobus
parietalis posterior sinistra.
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis

1. Disatria
2. Parese N VII Dextra tipe sentral
3. Parese N XII Dextra tipe sentral
Diagnosis topis

: Lobus parietalis posterior sinistra

14

Diagnosis etiologis

: Hipertensi

Diagnosis patologi

: Stroke Hemoragik

TATALAKSANA :
1. Medikamentosa :
a. IVFD Ringer Laktat 20 tpm
b. Inj. Citicolin 1000 mg/12 jam
c. Infus elektrolit (totilac) 125 mg/12 jam
d. Inj. Asam traneksamat 500 mg/12 jam
e. Inj. Phenytoin 100 mg 2x1 amp (diencerkan dulu IV pelan)
f. Multivitamin (cernevit) 1 vial /24 jam drip
2. Non-Medikamentosa :

Head elevation 30
Monitoring cairan dan elektrolit
Diet TKTP

PROGNOSIS :
Ad Vitam
Ad Fungsionam
Ad Sanationam

: Dubia Ad bonam
: Dubia Ad bonam
: Dubia Ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di otak yang
disebabkan oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak. Perdarahan
dalam dapat terjadi di bagian manapun di otak. Darah dapat terkumpul di
jaringan otak, ataupun di ruang antara otak dan selaput membran yang
melindungi otak. Perdarahan dapat terjadi hanya pada satu hemisfer (lobar
intracerebral hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada struktur dari otak,
seperti thalamus, basal ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep intracerebral
hemorrhage).1
B. EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia insiden perdarahan intraserebral berkisar 10 sampai 20
kasus per 100.000 penduduk dan meningkat seiring dengan usia. Perdarahan

15

intraserebral lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, terutama yang
lebih tua dari 55 tahun, dan dalam populasi tertentu, termasuk orang kulit
hitam dan Jepang. Selama periode 20 tahun studi The National Health and
Nutrition

Examination

Survey

Epidemiologic

menunjukkan

insiden

perdarahan intraserebral antara orang kulit hitam adalah 50 per 100.000, dua
kali insiden orang kulit putih. Perbedaan dalam prevalensi hipertensi dan
tingkat pendidikan berhubungan dengan perbedaan resiko. Peningkatan risiko
terkait dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah mungkin terkait dengan
kurangnya kesadaran akan pencegahan primer dan akses ke perawatan
kesehatan. Insiden perdarahan intraserebral di Jepang yaitu 55 per 100.000
jumlah ini sama dengan orang kulit hitam. Tingginya prevalensi hipertensi dan
pengguna alkohol pada populasi Jepang dikaitkan dengan insiden. Rendahnya
observasi kadar kolesterol serum pada populasi ini juga dapat meningkatkan
resiko perdarahan intraserebral. Usia rata-rata pada umur 53 tahun, interval 40
75 tahun. Insiden pada laki-laki sama dengan pada wanita. Angka kematian
60 90 %.1,2
C. ANATOMI
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua
orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di
antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk
hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi
sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial.
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar
15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi
normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis
interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan
darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri cerebrum anterior.
Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang
otak disebut sebagai sirkulasi arteri cerebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi
arteri cerebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri cerebrum posterior
membentuk suatu sirkulus willisi.
16

Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsifungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai
pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area
wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil
yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan
tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ. Jika terjadi kerusakan
gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak,
gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah.
Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.2
D. ETIOLOGI
Hipertensi
intraserebral

merupakan
spontan

penyebab

yang

tidak

terbanyak

(72-81%).

berhubungan

dengan

Perdarahan
hipertensi,

biasanya berhubungan dengan diskrasia darah, hemartroma, neoplasma,


aneurisma, AVM, tumor otak metastasis, pengobatan dengan antikoagulans,
gangguan

koagulasi

seperti

pada

leukemia

atau

trombositopenia,

serebralarteritis, amyloid angiopathy dan adiksi narkotika.


Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh :3,4
1. Hipertensi
Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid
yang

memperlemah

dinding

pembuluh

darah

yang

kemudian

menyebabkan ruptur intima dan menimbulkan aneurisma. Selanjutnya


dapat menyebabkan mikrohematoma dan edema. Hipertensi kronik dapat
juga menimbulkan sneurisma-aneurisma kecil (diameternya 1 mm) yang
tersebar di sepanjang pembuluh darah, aneurisma ini dikenal sebagai
aneurisma Charcot Bouchard.
2. Cerebral Amyloid Angiopathy
Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang unik
ditandai oleh adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika
adventisia pada arteri kecil dan arteri sedang di hemisfer serebral. Arteriarteri yang terkena biasanya adalah arteri-arteri kortical superfisial dan
17

arteri-arteri leptomening. Sehingga perdarahan lebih sering di daerah


subkortikal lobar ketimbang daerah basal ganglia. Deposit amiloid
menyebabkan dinding arteri menjadi lemah sehingga kemudian pecah dan
terjadi perdarahan intraserebral. Di samping hipertensi, amyloid
angiopathy dianggap faktor penyebab kedua terjadinya perdarahan
intraserebral pada penderita lanjut usia.
3. Arteriovenous Malformation
4. Neoplasma intrakranial. Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan
neoplasma yang hipervaskular.
Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat ruptur
a.lentikulostriata, a.thalamoperforating dan kelompok basilar-paramedian.
Sedangkan perdarahan di serebelum biasanya terdapat di daerah nukleus
dentatus yang mendapat pendarahan dari cabang a.serebelaris superior dan
a.serecelaris inferior anterior.

Gambar 1. Lokasi tersering sumber perdarahan intraserebral4


E. PATOFISIOLOGI
Kasus PIS umumnya terjadi di kapsula interna (70 %), di fossa
posterior (batang otak dan serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di luar
kapsula interna). Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi darah karena
robeknya pembuluh darah otak dan diikuti adanya edema dalam jaringan otak

18

di sekitar hematom. Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan dan kompresi


oleh hematom dan edema pada struktur sekitar, termasuk pembuluh darah otak
dan penyempitan atau penyumbatannya sehingga terjadi iskemia pada jaringan
yang dilayaninya, maka gejala klinis yang timbul bersumber dari destruksi
jaringan otak, kompresi pembuluh darah otak / iskemia dan akibat kompresi
pada jaringan otak lainnya.4
F. GEJALA KLINIS
Secara umum gejala klinis PIS merupakan gambaran klinis akibat
akumulasi darah di dalam parenkim otak. PIS khas terjadi sewaktu aktivitas,
onset pada saat tidur sangat jarang. Perjalanan penyakitnya, sebagian besar
(37,5-70%) per akut. Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran.
Penurunan kesadaran ini bervariasi frekuensi dan derajatnya tergantung dari
lokasi dan besarnya perdarahan tetapi secara keseluruhan minimal terdapat
pada 60% kasus. dua pertiganya mengalami koma, yang dihubungkan dengan
adanya perluasan perdarahan ke arah ventrikel, ukuran hematomnya besar dan
prognosis yang jelek. Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial dijumpai pada PIS, tetapi frekuensinya
bervariasi. Tetapi hanya 36% kasus yang disertai dengan sakit kepal sedang
muntah didapati pada 44% kasus. Jadi tidak adanya sakit kepala dan muntah
tidak menyingkirkan PIS, sebaliknya bila dijumpai akan sangat mendukung
diagnosis PIS atau perdarahn subarakhnoid sebab hanya 10% kasus stroke
oklusif disertai gejala tersebut. Kejang jarang dijumpai pada saat onset PIS.5
G. PEMERIKSAAN FISIK
Hipertensi arterial dijumpai pada 91% kasus PIS. Tingginya frekuensi
hipertensi berkorelasi dengan tanda fisik lain yang menunjukkan adanya
hipertensi sistemik seperti hipertrofi ventrikel kiri dan retinopati hipertensif.
Pemeriksaan fundus okuli pada kasus yang diduga PIS mempunyai tujuan
ganda yaitu mendeteksi adanya tanda-tanda retinopati hipertensif dan mencari
adanya perdarahan subhialoid (adanya darah di ruang preretina, yang

19

merupakan tanda diagnostik perdarahan subarakhnoid) yang mempunyai


korelasi dengan ruptur aneurisma. Kaku kuduk terdapat pada 48% kasus PIS.
Gerakan mata, pada perdarahan putamen terdapat deviation conjugae ke
arah lesi, sedang pada perdarahan nukleus kaudatus terjadi kelumpuhan gerak
horisontal mata dengan deviation conjugae ke arah lesi. Perdarahan thalamus
akan berakibat kelumpuhan gerak mata atas (upward gaze palsy), jadi mata
melihat ke bawah dan kedua mata melihat ke arah hidung. Pada perdarahan
pons terdapat kelumpuhan gerak horisontal mata dengan ocular bobbing.
Pada perdarahan putamen, reaksi pupil normal atau bila terjadi herniasi
unkus maka pupil anisokor dengan paralisis N. III ipsilateral lesi. Perdarahan
di thalamus akan berakibat pupil miosis dan reaksinya lambat. Pada
perdarahan di mesensefalon, posisi pupil di tengah, diameternya sekitar 4-6
mm, reaksi pupil negatif. Keadaan ini juga sering dijumpai pada herniasi
transtentorial. Pada perdarahn di pons terjadi pinpoint pupils bilateral tetapi
masih terdapat reaksi, pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar.5,6
Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-Stroke,
sedang pada lesi di mesensefalon atau pons pola pernafasannya hiperventilasi
sentral neurogenik. Pada lesi di bagian tengah atau caudal pons
memperlihatkan pola pernafasan apneustik. Pola pernafasan ataksik timbul
pada lesi di medula oblongata. Pola pernafasan ini biasanya terdapat pada
pasien dalam stadium agonal.6
H. KLASIFIKASI PERDARAHAN INTRASEREBRAL
Tipe perdarahan intaserebral yang tersering adalah seperti berikut :6
1. Putaminal Hemorrhage
Antara sindroma klinis perdarahan yang tersering adalah
disebabkan oleh perdarahan putaminal dengan terjadinya penekanan pada
daerah berdekatan dengan kapsula interna. Gejala dan kelainan neurologic
hampir

bervariasi

berdasarkan

kedudukan

dan

ukuran penekanan.

Perdarahan putaminal khas dengan onset progresif pada hampir


duapertiga pasien, dan kurang dari sepertiga mempunyai gejala mendadak

20

dan hampir maksimal saat onset. Nyeri kepala tampil saat onset gejala
hanya pada 14% kasus dan pada setiap waktu hanya 28%; semua pasien
menunjukkan

berbagai

bentuk defisit

motorik

dan

sekitar

65%

mengalami perubahan reaksi terhadap pin-prick. Perdarahan putaminal


kecil menyebabkan defisit sedang motorik dan sensori kontralateral.
Perdarahan berukuran

sedang

mula-mula

mungkin

tampil

dengan

hemiplegia flaksid, defisit hemisensori, deviasi konjugasi mata pada sisi


perdarahan, hemianopia homonim, dan disfasia bila yang terkena hemisfer
dominan. Progresi menjadi perdarahan masif berakibat stupor dan
lalukoma, variasi respirasi, pupil tak berreaksi yang berdilatasi, hilangnya
gerak

ekstra-okuler,

postur

motor

abnormal,

dan

respons

Babinski bilateral.
Gejala muntah terjadi hampir setengah daripada penderita. Sakit
kepala adalah gejala tersering tetapi tidak seharusnya ada. Dengan jumlah
perdarahan yang banyak, penderita dapat segera masuk kepada kondisi
stupor dengan hemiplegi dan kondisi penderita akan tampak memburuk
dengan berjalannya masa.
Walau bagaimanapun, penderita akan lebih sering mengeluh
dengan sakit kepala atau gangguan kepala yang dirasakan pusing. Dalam
waktu beberapa menit wajah penderita akan terlihat mencong ke satu sisi,
bicara cadel atau aphasia, lemas tangan dan tungkai dan bola mataakan
cenderung berdeviasi menjauhi daripada ekxtremitas yang lemah. Hal ini
terjadi, bertahap mengikuti waktu dari menit ke jam di mana sangat kuat
mengarah kepada perdarahan intraserebral. Paralisis dapat terjadi semakin
memburuk dengan munculnya refleks Babinski yang mana pada awalnya
dapat muncul unilateral dan kemudian bisa bilateral dengan ekstremitas
menjadi flaksid, stimulasi nyeri menghilang, tidak dapat bicara dan
memperlihatkan tingkat kesadaran stupor. Karekteristik tingkat keparahan
paling parah adalah dengan tanda kompresi batang otak atas (koma); tanda
Babinski bilateral; respirasi dalam, irregular atau intermitten; pupil dilatasi
dengan posisi tetap pada bagian bekuan dan biasanya adanya kekakuan
yang deserebrasi.
21

Gambar 2. Perdarahan Putaminal6


2. Thalamic Hemorrhage
Sindroma klinis akibat perdarahan talamus sudah dikenal.
Umumnya perdarahan talamus kecil menyebabkan defisit neurologis lebih
berat

dari perdarahan

putaminal.

Seperti

perdarahan putaminal,

hemiparesis kontralateral terjadi bila kapsula internal tertekan. Namun


khas dengan hilangnya hemisensori kontralateral yang nyata yang
mengenai kepala, muka, lengan, dan tubuh. Perluasan perdarahan ke
subtalamus
dan

batang

otak

berakibat
gambaran
okuler

klasik

yaitu

terbatasnya
gaze

vertikal,

deviasi

mata
kebawah,

pupil

kecil namun
bereaksi baik

atau lemah. Anisokoria, hilangnya konvergensi, pupil tak bereaksi, deviasi


serong, defisit lapang pandang, dan nistagmus retraksi juga tampak.
Anosognosia yang berkaitan dengan perdarahan sisi kanan dan gangguan
bicara yang berhubungan dengan lesi sisi kiri tidak jarang terjadi. Nyeri

22

kepala terjadi pada 20-40 % pasien. Hidrosefalus dapat terjadi akibat


penekanan jalur CSS.

Gambar 3.

Perdarahan Thalamus6
3. Perdarahan Pons
Perdarahan pons merupakan hal yang jarang terjadi dibandingkan
dengan perdarahan intraserebral supratentorial, tetapi 50% dari perdarahan
infratentorial terjadi di pons. Gejala klinik yang sangat menonjol pada
perdarahan pons ialah onset yang tiba-tiba dan terjadi koma yang dalam
dengan defisit neurologik bilateral serta progresif dan fatal. Perdarahan
ponting paling umum menyebabkan kematian dari semua perdarahan otak.
Bahkan perdarahan kecil segera menyebabkan koma, pupil pinpoint (1

23

mm) namun reaktif, gangguan gerak okuler lateral, kelainan saraf kranial,
kuadriplegia, dan postur ekstensor. Nyeri kepala, mual dan muntah jarang.6
4. Perdarahan Serebelum
Lokasi yang pasti dari tempat asal perdarahan di serebelum sulit
diketahui. Tampaknya sering terjadi di daerah nukleus dentatus dengan
arteri serebeli superior sebagai suplai utama. Perluasan perdarahan ke
dalam ventrikel IV sering terjadi pada 50% dari kasus perdarahan di
serebelum. Batang otak sering mengalami kompresi dan distorsi sekunder
terhadap tekanan oleh gumpalan darah. Obstruksi jalan keluar cairan
serebrospinal dapat menyebabkan dilatasi ventrikel III dan kedua ventrikel
lateralis sehingga dapat terjadi hidrosefalus akut dan peningkatan tekanan
intrakranial dan memburuknya keadaan umum penderita. Kematian
biasanya disebabkan tekanan dari hematoma yang menyebabkan herniasi
tonsil dan kompresi medula spinalis.6
Sindroma klinis perdarahan serebeler pertama dijelaskan secara
jelas oleh Fisher. Yang khas adalah onset mendadak dari mual, muntah,
tidak mampu bejalan atau berdiri. Tergantung dari evolusi perdarahan,
derajat gangguan neurologis terjadi. Hipertensi adalah faktor etiologi pada
kebanyakan

kasus.

Duapertiga

dari

pasien

dengan

perdarahan

serebeler spontan mengalami gangguan tingkat kesadaran dan tetap


responsif saat datang; hanya 14% koma saat masuk. 50% menjadi koma
dalam 24 jam, dan 75% dalam seminggu sejak onset. Mual dan muntah
tampil pada 95%, nyeri kepala (umumnya bioksipital) pada 73%,
dan pusing (dizziness) pada 55 %. Ketidakmampuan berjalan atau berdiri
pada 94 %. Dari pasien non koma, tanda-tanda serebeler umum terjadi
termasuk ataksia langkah (78 %), ataksia trunkal (65 %), dan ataksia
apendikuler ipsilateral (65 %). Temuan lain adalah palsi saraf fasial perifer
(61%), palsi gaze ipsilateral (54 %), nistagmus horizontal (51 %), dan
miosis (30%). Hemiplegia dan hemiparesis jarang, dan bila ada biasanya
disebabkan oleh stroke oklusif yang terjadi sebelumnya atau bersamaan.
Triad klinis ataksia apendikuler, palsi gaze ipsilateral, dan palsi fasial
24

perifer mengarahkan pada perdarahan serebeler. Perdarahan serebeler garis


tengah menimbulkan dilema diagnostik atas pemeriksaan klinis.
Umumnya perjalanan pasien lebih ganas dan tampil dengan oftalmoplegia
total, arefleksia, dan kuadriplegia flaksid. 6
Pada pasien koma, diagnosis klinis perdarahan serebeler lebih sulit
karena disfungsi batang otak berat. Dari pasien koma, 83 % dengan
oftalmoplegia eksternal yang lengkap, 53 % dengan irreguleritas
pernafasan, 54 % dengan kelemahan fasial ipsilateral. Pupil umumnya
kecil; tak ada reaksi pupil terhadap sinar pada 40 % pasien.
5. Perdarahan Lober
Sindroma klinis akut perdarahan lober dijelaskan Ropper dan
Davis. Hipertensi kronik tampil hanya pada 31 % kasus, dan 4 % pasien
yang koma saat datang. Perdarahan oksipital khas menyebabkan nyeri
berat sekitar mata ipsilateral dan hemianopsia yang jelas. Perdarahan
temporal kiri khas dengan nyeri ringan pada atau dekat bagian anterior
telinga, disfasia fluent dengan pengertian pendengaran yang buruk namun
repetisi relatif baik. Perdarahan frontal menyebabkan kelemahan lengan
kontralateral berat, kelemahan muka dantungkai ringan, dan nyeri kepala
frontal. Perdarahan parietal mulai dengan nyeri kepala temporal anterior
('temple') serta defisit hemisensori, terkadang mengenai tubuh ke garis
tengah. Evolusi gejala yang lebih cepat, dalam beberapa menit, namun
tidak seketika bersama dengan satu dari sindroma tersebut membantu
membedakan perdarahan lober dari stroke jenis lain. Kebanyakan
AVM dan tumor memiliki lokasi lober.6
6. Perdarahan intraserebral akibat trauma
Adalah perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak. Hematom
intraserebral pascatraumatik merupkan koleksi darah fokal yang biasanya
diakibatkan cedera regangan atau robekan rasional terhadap pembuluhpembuluh darah intraparenkimal otak atau kadang-kadang cedera
penetrans. Ukuran hematom ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai
beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2%-16% kasus cedera.

25

Intracerebral hematom mengacu pada hemorragi / perdarahan lebih dari 5


ml dalam substansi otak (hemoragi yang lebih kecil dinamakan punctate
atau petechial/bercak).6
I. DIAGNOSIS
Cara yang paling akurat untuk mendefinisikan stroke hemoragik dengan
stroke non hemoragik adalah dengan CT scan tetapi alat ini membutuhkan
biaya yang besar sehingga diagnosis ditegakkan atas dasar adanya suatu
kelumpuhan gejala yang dapat membedakan manifestasi klinis antara
perdarahan infark.7
Pemeriksaan Penunjang
Kimia darah
Lumbal punksi
EEG
CT scan
Arteriografi
Pemeriksaan koagulasi harus dikerjakan pada pasien.
J. KOMPLIKASI
o Stroke hemoragik
o Kehilangan fungsi otak permanen
o Efek samping obat-obatan dalam terapi medikasi

K. PENANGANAN PERDARAHAN INTRASEREBRAL


Semua penderita yang dirawat dengan intracerebral hemorrhage harus
mendapat pengobatan untuk :
1. Normalisasi tekanan darah
2. Pengurangan tekanan intrakranial
3. Pengontrolan terhadap edema serebral
4. Pencegahan kejang.
26

Hipertensi dapat dikontrol dengan obat, sebaiknya tidak berlebihan karena


adanya beberapa pasien yang tidak menderita hipertensi; hipertensi terjadi
karena cathecholaminergic discharge pada fase permulaan. Lebih lanjut
autoregulasi dari aliran darah otak akan terganggu baik karena hipertensi
kronik

maupun

oleh

tekanan

intrakranial

yang

meninggi.

Kontrol

yang berlebihan terhadap tekanan darah akan menyebabkan iskemia pada


miokard, ginjal dan otak.9
Dalam suatu studi retrospektif memeriksa dengan CT-Scan untuk
mengetahui hubungan tekanan darah dan pembesaran hematoma terhadap 79
penderita dengan PISH, mereka menemukan penambahan volume hematoma
pada 16 penderita yang secara bermakna berhubungan dengan tekanan darah
sistolik. Tekanan darah sistolik 160 mmHg tampak berhubungan dengan
penambahan volume hematoma dibandingkan dengan tekanan darah sistolik
150 mmHg. Obat-obat anti hipertensi yang dianjurkan adalah dari golongan :9
1. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors
2. Angiotensin Receptor Blockers
3. Calcium Channel Blockers
Tindakan segera terhadap pasien dengan PIS ditujukan langsung
terhadap pengendalian TIK serta mencegah perburukan neurologis berikutnya.
Tindakan medis seperti hiperventilasi, diuretik osmotik dan steroid (bila
perdarahan tumoral) digunakan untuk mengurangi hipertensi intrakranial yang
disebabkan oleh efek massa perdarahan. Sudah dibuktikan bahwa evakuasi
perdarahan yang luas meninggikan survival pada pasien dengan koma,
terutama yang bila dilakukan segera setelah onset perdarahan.
Walau begitu pasien sering tetap dengan defisit neurologis yang jelas.
Pasien memperlihatkan tanda-tanda herniasi unkus memerlukan evakuasi yang
sangat segera dari hematoma. Angiogram memungkinkan untuk menemukan
kelainan vaskuler. Adalah sangat serius untuk memikirkan pengangkatan PIS
yang besar terutama bila ia bersamaan dengan hipertensi intrakranial yang
menetap dan diikuti atau telah terjadi defisit neurologis walau telah diberikan
tindakan medis maksimal.
27

Adanya hematoma dalam jaringan otak bersamaan dengan adanya


kelainan neurologis memerlukan evakuasi bedah segera sebagai tindakan
terpilih. Beratnya perdarahan inisial menggolongkan pasien ke dalam tiga
kelompok :9,10
1. Perdarahan progresif fatal.
Kebanyakan pasien berada pada keadaan medis buruk. Perubahan hebat
tekanan darah mempengaruhi kemampuan otak untuk mengatur darahnya,
gangguan elektrolit umum terjadi dan pasien sering dehidrasi. Hipoksia
akibat efek serebral dari perdarahan serta obstruksi jalan nafas
memperburuk keadaan. Perburukan dapat diikuti sejak saat perdarahan
dengan bertambahnya tanda-tanda peninggian TIK dan gangguan batang
otak. Pengelolaan inisial pada kasus berat ini adalah medikal dengan
mengontrol tekanan darah ke tingkat yang tepat, memulihkan kelainan
metabolik, mencegah hipoksia dan menurunkan tekanan intrakranial
dengan manitol, steroid ( bila penyebabnya perdarahan tumoral) serta
tindakan hiperventilasi. GCS biasanya kurang dari 6.
2. Kelompok sakit ringan (GCS 13-15).
3. Kelompok intermediet
Dimana

perdarahan

cukup

berat

untuk

menimbulkan

defisit

neurologis parah namun tidak cukup untuk menyebabkan pasien tidak


dapat bertahan hidup (GCS 6-12). Tindakan medikal di atas diberikan
hingga ia keluar dari keadaan berbahaya, namun keadaan neurologis tidak
menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Pada keadaan ini pengangkatan
hematoma dilakukan secara bedah.
PENGELOLAAN SECARA MEDIKAL
Penilaian dan Pengelolaan Inisial
Pengelolaan spontan terutama tergantung keadaan klinis pasien serta
etiologi, ukuran serta lokasi perdarahan. Tak peduli apakah tindakan
konservatif atau bedah yang akan dilakukan, penilaian dan tindakan medikal
inisial terhadap pasien adalah sama.

28

Saat pasien datang atau berkonsultasi, evaluasi dan pengelolaan awal harus
dilakukan bersama tanpa penundaan yang tidak perlu. Pemeriksaan
neurologis inisial dapat dilakukan dalam 10 menit, harus menyeluruh.
Informasi ini untuk memastikan prognosis, juga untuk membuat rencana
tindakan selanjutnya. Pemeriksaan neurologis serial harus dilakukan.
Tindakan standar adalah untuk mempertahankan jalan nafas, pernafasan,
dan sirkulasi. Hipoksia harus ditindak segera untuk mencegah cedera serebral
sekunder akibat iskemia. Pengamatan ketat dan pengaturan tekanan darah
penting baik pada pasien hipertensif maupun nonhipertensif. Jalur arterial
dipasang untuk pemantauan yang sinambung atas tekanan darah. Setelah PIS,
kebanyakan pasien adalah hipertensif. Penting untuk tidak menurunkan
tekanan darah secara berlebihan pada pasien dengan lesi massa intrakranial
dan peninggian TIK, karena secara bersamaan akan menurunkan tekanan
perfusi serebral. Awalnya, usaha dilakukan untuk mempertahankan tekanan
darah sistolik sekitar 160 mmHg pada pasien yang sadar dan sekitar 180
mmHg pada pasien koma, walau nilai ini tidak mutlak dan akan bervariasi
tergantung masing-masing pasien. Pasien dengan hipertensi berat dan tak
terkontrol mungkin diperkenankan untuk mempertahankan tekanan darah
sistoliknya di atas 180 mmHg, namun biasanya di bawah 210 mmHg, untuk
mencegah meluasnya perdarahan oleh perdarahan ulang. Pengelolaan awal
hipertensinya, lebih disukai labetalol, suatu antagonis alfa-1, beta-1 dan beta2 kompetitif. Drip nitrogliserin mungkin perlu untuk kasus tertentu.
Gas darah arterial diperiksa untuk menilai oksigenasi dan status asambasa. Bila jalan nafas tidak dapat dijamin, atau diduga suatu lesi massa
intrakranial pada

pasien

koma

atau

obtundan,

dilakukan

intubasi

endotrakheal. Cegah pemakaian agen anestetik yang akan meninggikan TIK


seperti oksida nitro. Agen anestetik aksi pendek lebih disukai. Bila diduga ada
peninggian TIK, dilakukan hiperventilasi untuk mempertahankan PCO2
sekitar 25-30 mmHg, dan setelah kateter Foley terpasang, diberikan mannitol
1,5 g/kg IV. Tindakan ini juga dilakukan pada pasien dengan perburukan
neurologis progresif seperti perburukan hemiparesis, anisokoria progresif,

29

atau penurunan tingkat kesadaran. Dilakukan elektrokardiografi, dan denyut


nadi dipantau.
Darah diambil saat jalur intravena dipasang. Hitung darah lengkap, hitung
platelet, elektrolit, nitrogen urea darah, creatinin serum, waktu protrombin,
waktu tromboplastin parsial, dan tes fungsi hati dinilai. Foto polos dilakukan
bila perlu.
Setelah penilaian secara cepat dan stabilisasi pasien, dilakukan CT-scan
kepala tanpa kontras. Sekali diagnosis PIS ditegakkan, pasien dibawa untuk
mendapatkan pemeriksaan radiologis lain yang diperlukan, ke unit perawatan
intensif, kamar operasi atau ke bangsal, tergantung status klinis pasien,
perluasan dan lokasi perdarahan, serta etiologi perdarahan. Sasaran awal
pengelolaan adalah pencegahan perdarahan ulang dan mengurangi efek
massa, sedang tindakan berikutnya diarahkan pada perawatan medikal umum
serta pencegahan komplikasi.9
Pencegahan atas Perdarahan Ulang
Perdarahan ulang jarang pada perdarahan hipertensif. Saat pasien sampai
di dokter, perdarahan aktif biasanya sudah berhenti. Risiko perdarahan ulang
dari AVM dan tumor juga jarang. Tindakan utama yang dilakukan adalah
mengontrol tekanan darah seperti dijelaskan di atas. Pada perdarahan karena
aneurisma yang ruptur, risiko perdarahan ulang lebih tinggi. Pertahankan
tekanan darah 10-20 % di atas tingkat normotensif untuk mencegah
vasospasme, namun cukup rendah untuk menekan risiko perdarahan.
Beberapa menganjurkan asam aminokaproat, suatu agen antifibrinolitik.
Namun manfaat serta indikasinya tetap belum jelas.
Kasus dengan koagulasi abnormal, risiko perdarahan ulang atau
perdarahan yang berlanjut sangat nyata kecuali bila koagulopati dikoreksi.
Pasien dengan kelainan perdarahan lain dikoreksi sesuai dengan penyakitnya.
Mengurangi Efek Massa
Pengurangan efek massa dapat dilakukan secara medikal maupun bedah.
Pasien dengan peninggian TIK dan atau dengan area yang lebih fokal dari

30

efek massa, usaha nonbedah untuk mengurangi efek massa penting untuk
mencegah iskemia serebral sekunder dan kompresi batang otak yang
mengancam jiwa. Tindakan untuk mengurangi peninggian TIK antara lain :9
1. Elevasi kepala 30o untuk mengurangi volume vena intrakranial serta
memperbaiki drainase vena.
2. Manitol intravena (mula-mula 1,5 g/kg bolus, lalu 0,5 g/kg tiap 4-6 jam
untuk mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L).
3. Restriksi cairan ringan (67-75% dari pemeliharaan) dengan penambahan
bolus cairan koloid bila perlu.
4. Ventrikulostomi dengan pemantauan TIK serta drainase CSS untuk
mempertahankan TIK kurang dari 20 mmHg.
5. Intubasi endotrakheal dan hiperventilasi, mempertahankan PCO 2 25-30
mmHg.
Pada pasien sadar dengan efek massa regional akibat PIS, peninggian
kepala, restriksi cairan, dan manitol biasanya memadai. Tindakan ini
dilakukan untuk memperbaiki tekanan perfusi serebral dan mengurangi cedera
iskemik sekunder. Harus ingat bahwa tekanan perfusi serebral adalah sama
dengan tekanan darah arterial rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, hingga
tekanan darah sistemik harus dipertahankan pada tingkat normal, atau lebih
disukai sedikit lebih tinggi dari tingkat normal. Diusahakan tekanan perfusi
serebral setidaknya 70 mmHg, bila perlu memakai vasopresor seperti dopamin
intravena atau fenilefrin.
Pasien sadar dipantau dengan pemeriksaan neurologis serial, pemantauan
TIK jarang diperlukan. Pada pasien koma yang tidak sekarat (moribund), TIK
dipantau secara rutin. Disukai ventrikulostomi karena memungkinkan
mengalirkan CSS, karenanya lebih mudah mengontrol TIK. Perdarahan
intraventrikuler menjadi esensial karena sering terjadi hidrosefalus akibat
hilangnya jalur keluar CSS. Lebih disukai pengaliran CSS dengan
ventrikulostomi dibanding hiperventilasi untuk pengontrolan TIK jangka

31

lama. Pemantauan TIK membantu menilai manfaat tindakan medikal dan


membantu memutuskan apakah intervensi bedah diperlukan.
Pemakaian kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral akibat PIS
pernah dilaporkan bermanfaat pada banyak kasus anekdotal. Namun penelitian
menunjukkan bahwa deksametason tidak menunjukkan manfaat, di samping
jelas meningkatkan komplikasi (infeksi dan diabetes). Namun digunakan
deksametason pada perdarahan parenkhimal karena tumor yang berdarah
dimana CT-scan memperlihatkan edema serebral yang berat.
Perawatan Umum
Pasien dengan perdarahan intraventrikuler atau kombinasi dengan
perdarahan subarakhnoid atau parenkhimal akibat robeknya aneurisma
nimodipin diberikan 60 mg melalui mulut atau NGT setiap 4 jam. Belum ada
bukti pemberian intravena lebih baik. Namun penggunaan pada PIS nonaneurismal belum pasti.
Antikonvulsan diberikan begitu diagnosis PIS supratentorial ditegakkan,
kecuali bila perdarahan terbatas pada thalamus atau ganglia basal. Secara
inisial disukai fenitoin, karena kadar darah terapeutik dapat dicapai dalam 1
jam dengan pemberian IV, mudah pemberiannya, dan efektif mencegah kejang
umum. Pada dewasa, pembebanan 1 g IV (50 mg/menit) diikuti 300-400 mg
IV atau oral perhari. Tekanan darah harus dipantau selama pembebanan IV
karena infus yang terlalu cepat dapat berakibat penurunan tekanan darah
mendesak. Sebagai tambahan, EKG harus dipantau karena fenitoin berkaitan
dengan aritmia cardiac termasuk pelebaran interval PR dan gelombang Q
dengan diikuti kolaps vaskuler. Kadar fenitoin dipantau ketat dan dosis
disesuaikan hingga kadar fenitoin serum dalam jangkauan terapeutik (10-20
g/ml) dan pasien bebas kejang.
Antikonvulsan lain seperti fenobarbital (60 mg/IV atau oral, dua kali
sehari, kadar terapeutik darah 20-40 g/ml) dan Carbamazepin (200 mg oral,
3-4 kali sehari, kadar terapeutik 4-12 g/ml). Kejang bisa bersamaan
dengan peninggian dramatik TIK dan tekanan darah sistemik, yang dapat
menyebabkan perdarahan, karenanya harus dicegah. Selain itu hipoksia dan

32

asidosis sering tampak selama aktifitas kejang, potensial untuk menambah


cedera otak sekunder.
Pengelolaan metabolik yang baik diperlukan pada pasien dengan PIS.
Status cairan, elektrolit serum, dan fungsi renal harus ditaksir berulang,
terutama pada pasien dengan restriksi cairan, mendapat manitol atau diuretika
lain, atau tidak makan. Nutrisi memadai adalah esensial.
PENGOBATAN DENGAN CARA OPERASI
Untuk menentukan pasien mana yang harus dioperasi adalah suatu
masalah yang sulit. Ada beberapa pandangan yang dapat dijadikan patokan
atau pedoman :
1. Dari seluruh penderita PISH hanya sedikit kasus yang harus dioperasi.
2. Kriteria memilih pasien untuk operasi harus ketat dan sesuai dengan
norma-norma kemanusiaan. Harapan terhadap hasil tindakan operasi harus
terfokus terhadap quality of survival yang dapat diterima oleh pasien,
keluarganya dan masyarakat.
Segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran garis
tengah, kembalinya tekanan intrakanial ke dalam batas normal, kontrol
pendarahan dan mencegah pendarahan ulang. Indikasi operasi pada cedera
kepala harus mempertimbangkan status neurologis, status radiologis,
pengukuran tekanan intrakranial
Secara umum indikasi operasi pada hematoma intrakranial :8,9
1. Massa hematoma kira-kira 40 cc
2. Massa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm
3. IED dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah
dengan GCS 8 atau kurang.
4. Konstusio serebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas
atau pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm.

33

5. Pasien-pasien yang menurun kesadarannya dikemudian waktu disertai


berkembangnya tanda- tanda lokal dan peningkatan tekanan intraknial
lebih dari 25 mmHg.
Tindakannya :
Pemasangan kateter yang melewati pembuluh darah otak untuk
melebarkan pembuluh darah otak, guna menghindari prosedur operasi
yang invasif.
Aspirasi dengan stereotactic surgery atau endoscopic drainage
digunakan untuk basal ganglia hemorrhage, meskipun angka
keberhasilannya masih sedikit.
Penggunaan manitol
Pada gangguan neurologis, Diuretic Osmotik (Manitol) merupakan
jenis diuretik yang paling banyak digunakan. Manitol adalah suatu
Hiperosmotik Agent yang digunakan dengan segera meningkat. Volume
plasma untuk meningkatkan aliran darah otak dan menghantarkan oksigen
(Norma D McNair dalam Black, Joyce M, 2005). Ini merupakan salah satu
alasan manitol sampai saat ini masih digunakan untuk mengobati klien
menurunkan peningkatan tekanan intrakranial. Manitol selalu dipakai
untuk terapi edema otak, khususnya pada kasus dengan Hernisiasi.
Manitol masih merupakan obat magic untuk menurunkan tekanan
intrakranial, tetapi jika hanya digunakan sebagai mana mestinya. Bila tidak
semestinya akan menimbulkan toksisitas dari pemberian manitol, dan hal
ini harus dicegah dan dimonitor.
Indikasi dan dosis pada terapi menurunkan tekanan intrakranial.
Terapi penatalaksanaan untuk menurunkan peningkatan tekanan
intrakranial

dimulai bilamana

tekanan

Intrakranial

20-25

mmHg.

Management penatalaksanaan peningkatan tekanan Intrakranial salah


satunya adalah pemberian obat diuretik osmotik (manitol), khususnya pada
keadaan

patologis

edema

otak.

Tidak direkomendasikan

untuk

penatalaksanaan tumor otak. Seperti yang telah dijelaskan di atas, diuretik


34

osmotik (manitol) menurunkan cairan total tubuh lebih dari kation total
tubuh sehingga menurunkan volume cairan intraseluler.
Dosis : Untuk menurunkan tekanan intrakranial, dosis manitol 0,25 1
gram/kgbb diberikan bolus intravena,

atau dosis tersebut diberikan

intravena selama lebih dari 10 15 menit. Manitol dapat jugadiberikan


atau dicampur dalam larutan Infus 1,5 2 gram/kgbb sebagai larutan 1520% yang diberikan selama 30-60 menit. Manitol diberikan untuk
menghasilkan nilai serum osmolalitas 310 320 mOsm/L. Osmolalitas
serum sering kali dipertahankan antara 290 310 mOsm. Tekanan
Intrakranial harus dimonitor, harus turun dalam waktu 60 - 90 menit,
karena efek manitol dimulai setelah 0,5 - 1 jam pemberian. Fungsi ginjal,
elektrolit, osmolalitas serum juga dimonitor selama pasien mendapatkan
manitol. Perawat perlu memperhatikan secara serius, pemberian manitol
bila osmolalitas lebih dari 320 mOsm/L. Karena diureis, hipotensi dan
dehidrasi dapat terjadi dengan pemberian manitol dalam jumlah dosis yang
banyak. Foley catheter harus dipasang selama pasien mendapat terapi
manitol. Dehidrasi adalah manisfestasi dari peningkatan sodium serum dan
nilai osmolalitas.
Obat Neuroprotektor :
1. Piracetam 1200 mg/kaplet
Indikasi : Kemunduran daya pikir, astenia, gangguan adaptasi,
gangguan reaksi psikomotor. Alkoholisme kronik dan adiksi. Disfungsi
serebral sehubungan dengan akibat pasca trauma.
Dosis : Oral sindroma psikoorganik yang berhubungan dengan
penuaan, awal 6 kapsul atau 3 kaplet/hari dalam 2-3 dosis terbagi
untuk 6 minggu. Pemeliharaan : 1,2 g/hr. Sindroma pasca trauma, awal
2 kapsul atau 1 kaplet 3x/hari sampai mencapai efek yang diinginkan,
lalu 1 kapsul atau kaplet/hari. Inj IM atau IV 1 g 3x/hari.
Pemberian obat : sesudah makan.
Kontra indikasi : Kerusakan ginjal parah, hipersensitif.
Efek samping : Keguguran, lekas marah, sukar tidur, gelisah, gemetar,
agitasi, lelah, gangguan GI, mengantuk.
35

Mekanisme kerja : piracetam adalah suatu nootropic agent.


Rencana edukasi :

Oleh karena piracetam seluruhnya dieliminasi melalui ginjal,


peringatan harus diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal,
oleh karena itu dianjurkan melakukan pengecekan fungsi ginjal.

Oleh karena efek piracetam pada agregasi platelet, peringatan harus


diberikan pada penderita dengan gangguan hemostatis atau
perdarahan hebat.

2. Injeksi Citicoline
Indikasi : Gangguan kesadaran yang menyertai kerusakan atau cedera
serebral, trauma serebral, operasi otak, dan infark serebral.
Mempercepat rehabilitasi tungkai atas dan bawah pada pasien
hemiplegia apopleksi.
Dosis : Gangguan kesadaran karena cedera kepala atau operasi otak
100-500 mg 1-2x/hari secara IV drip atau injeksi. Gangguan
kesadaran karena infark serebral 1000 mg 1x/hari secara injeksi IV.
Hemiplegia apopleksi 1000 mg 1x/hari secara oral atau injeksi IV.
Pemberian obat : berikan pada saat makan atau di antara waktu
makan.
Efek samping : hipotensi, ruam, insomnia, sakit kepala, diplopia.
Mekanisme kerja :

Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis dari batang


otak,

terutama

sistem pengaktifan

formatio

reticularis

ascendens yang berhubungan dengan kesadaran.

Citicoline mengaktifkan sistem pyramidal dan memperbaiki


kelumpuhan sistem motoris.

Citicoline menaikkan konsumsi O2 dari otak dan memperbaiki


metabolisme otak.

L. PROGNOSIS

36

Perdarahan yang besar jelas mempunyai morbiditas dan mortalitas yang


tinggi. diperkirakan mortalitas seluruhnya berkisar 26-50%. Mortalitas secara
dramatis meningkat pada perdarahan talamus dan serebelar yang diameternya
lebih dari 3 cm, dan pada perdarahan pons yang lebih dari 1 cm. Untuk
perdarahan lobar mortalitas berkisar dari 6-30 %. Bila volume darah
sesungguhnya yang dihitung (bukan diameter hematomnya), maka mortalitas
kurang dari 10% bila volume darahnya kurang dari 20 mm 3 dan 90% bila
volume darahnya lebih dari 60 mm3.
Kondisi neurologik awal setelah terserang perdarahan juga penting untuk
prognosis pasien. Pasien yang kesadarannya menurun mortalitas meningkat
menjadi 63%. Mortalitas juga meningkat pada perdarahan yang besar dan
letaknya dalam, pada fossa posterior atau yang meluas masuk ke dalam
ventrikel. Felmann E mengatakan bahwa 45% pasien meninggal bila disertai
perdarahan intraventrikular. Suatu penilaian dilakukan untuk memperkirakan
mortalitas dalam waktu 30 hari pertama dengan menggunakan 3 variabel pada
saat masuk rumah sakit yaitu Glasgow Coma Scale (GCS), ukuran perdarahan
dan tekanan nadi. Perdarahan kecil bila ukurannya kurang dari satu lobus,
sedangkan perdarahan besar bila ukurannya lebih dari satu lobus. Bila GCS
lebih dari 9, perdarahannya kecil, tekanan nadi kurang dari 40 mmHg, maka
probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari adalah 98%. Tetapi bila pasien
koma, perdarahannya besar dan tekanan nadinya lebih dari 65 mmHg, maka
probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari hanya 8%. Pada PIS hipertensif
jarang terjadi perdarahan ulang.8

37

KESIMPULAN
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan fokal dari pembuluh
darah dalam parenkim otak. Penyebabnya biasanya hipertensi kronis. Gejala
umum termasuk defisit neurologis fokal, seringkali dengan onset mendadak sakit
kepala, mual, dan penurunan kesadaran. Kebanyakan perdarahan intraserebral
juga dapat terjadi ganglia basal, lobus otak, otak kecil, atau pons. Perdarahan
intraserebral juga dapat terjadi di bagian lain dari batang otak atau otak tengah.
Aaa sindroma utama yang menyertai stroke hemoragik menurut Smith dapat
dibagi menurut tempat perdarahannya yaitu putaminal hemorrhage, thalamic
hemorrhage, pontine hemorrhage, cerebellar hemorrhage, lobar hemorrhage.
Pemeriksaan penunjang dengan lumbal pungsi, CT-scan, MRI, serta
angiografi. Adapun penatalaksanannya di ruang gawat darurat (evaluasi cepat dan
diagnosis, terapi umum, stabilisasi jalan napas dan pernapasan, stabilisasi
hemodinamik, pemeriksaan awal fisik umum, pengendalian peninggian TIK,
pengendalian kejang, pengendalian suhu tubuh, pemeriksaan penunjang)
kemudian penatalaksanaan di ruang rawat inap (cairan, nutrisi, pencegahan dan
mengatasi komplikasi, penatalaksanaan medik yang lain. Penatalaksanaan stroke
perdarahan intraserebral (PIS) meliputi terapi medik pada PIS akut (terapi
hemostatik, reversal of anticoagulation) dan tindakan operatif.
Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume
perdarahan. Semakin rendah nilai GCS, maka prognosis semakin buruk dan
tingkat mortalitasnya tinggi. Semakin besar volume perdarahan maka prognosis
semakin buruk. Dan adanya darah di dalam ventrikel berhubungan dengan angka
mortalitas yang tinggi. Adanya darah di dalam ventrikel meningkatkan angka
kematian sebanyak 2 kali lipat.

38

DAFTAR PUSTAKA
1. Castel JP, Kissel P. Spontaneous intracerebral and infratentorial hemorrhage.
In:Youmans JR. ed. Neurological Surgery, 3rd ed, vol.IIIl. Philadelphia: WB
Saunders Company; 2006 .p. 1890-1913.
2. Luyendijk W. Intracerebral hemorrhage. In : Vinken FG, Bruyn GW, editors.
Handbook of Clinical Neurology. New York : Elsevier ; 2005; 660-719.
3. Perdarahan Intraserebral Hipertensif Abdul Gofar Sastrodiningrat Divisi Ilmu
Bedah Saraf Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, Medan Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39
y No. 3 y September 2006.
4. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD
Arifin Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
5. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of
Clinical Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
6. Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung Periode 1984-1985. Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset
Dokter Spesialis Bidang Ilmu Penyakit Saraf. 2000.
7. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victors
Priciples of Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.
8. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam :
Guideline Stroke 2007. Jakarta.
9. Baehr M, Frotscher M. Duus : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised
edition. New York : Thieme. 2005.

39

10. El-Mitwalli, A., Malkoff, M D.,.2008. Intracerebral Hemorrhage. The Internet


Journal of Advanced Nursing Practice.

40

Anda mungkin juga menyukai