Hematoma Intraserebral
Hematoma Intraserebral
Hematoma Intraserebral
NIM
: 030.10.083
Dokter Pembimbing
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap
: Ny. S
Umur
: 57 tahun
Status perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
Pendidikan
: SMP
Alamat
Tanggal masuk RS
A. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis di bangsal Edelweis Atas C3
pada tanggal 15 Januari 2015 pukul 07.30.
Keluhan Utama
Sakit kepala berdenyut dan berputar, bicara pelo, penglihatan kabur dan double,
telinga berdenging, mual dan sakit pada seluruh sendinya.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien wanita usia 57 tahun datang ke poli saraf RSUD Kardinah Tegal pada
tanggal 8 Januari 2015 pukul 11.00 WIB dengan keluhan kejang pada saat 1 hari
sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pasien kejang dengan durasi 30 menit,
seluruh tangan dan kaki kaku, mulut berbusa, lidah tergigit dan pasien tidak
sadarkan diri. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala berdenyut dan berputar sejak
1 minggu SMRS, sakit kepala dirasakan diseluruh kepala dan tidak menjalar ke
leher. Pasien mengaku sebelumnya tidak pernah mengalami benturan pada
1
kepalanya. Pasien juga bicara pelo sejak 1 hari SMRS tetapi tidak ada bagian
tubuh yang lemas ataupun tidak dapat digerakkan. Penglihatan pasien juga kabur
dan double sejak 1 minggu SMRS, telinga berdenging juga dirasakan sejak 1
minggu SMRS. Ada mual tetapi tidak sampai muntah. Pasien juga mengeluhkan
sakit pada seluruh sendinya. BAK dan BAB pasien lancar dan tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
-
Riwayat Kebiasaan
-
Kurang berolahraga
ANAMNESIS SISTEM
Sistem Serebrospinal:
Demam (-)
Kejang (-)
Sakit kepala (+)
Hemiparese (-)
Sistem Kardiovaskuler:
Sistem Pernapasan:
Batuk (-)
Pilek (-)
Sesak napas (-)
Nyeri dada (-)
Sistem Gastrointestinal:
Mual (-)
Diare (-)
Nyeri perut (-)
Sulit BAB (-)
Sulit menelan (-)
Sistem Urogenital:
Sistem Integumen:
Ruam-ruam (-)
Kemerahan (-)
Gatal (-)
Sistem muskuloskeletal:
Kesadaran
: Compos Mentis
Keadaan umum
Status Gizi
: Cukup
Tekanan Darah
: 160/90 mmHg
Nadi
Pernapasan
: 16x /menit
Suhu
: 36,5C
Sikap pasien
Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku
: Tenang
Alam Perasaan
: Biasa
Proses Pikir
: Wajar
Kulit
Warna Sawo matang , suhu Raba hangat, Turgor baik.
Kepala
Normocephali, wajah simetris, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut
Mata
Sklera Ikterik -/-, Conjungtiva palpebra anemis -/-, RCL/RCTL
+/+, gerakan
gigi geligi tidak lengkap, faring tidak hiperemis, lidah licin, atrofi papil (-).
Leher
tidak
teraba
Dada
Bentuk datar, simetris, deformitas (-), tidak tampak pelebaran pembuluh darah.
Paru Paru
Pemeriksaan
Inspeksi
Kanan
Kiri
Palpasi
Kanan
Kiri
Perkusi
Kanan
Kiri
Kanan
Auskultasi
Kiri
Depan
Simetris saat statis dan dinamis
Simetris saat statis dan dinamis
- Tidak ada benjolan
- Vocal Fremitus +
- Tidak ada benjolan
- Vocal Fremitus +
Sonor di seluruh lapang paru
Sonor di seluruh lapang paru
- Suara nafas vesikuler
-Wheezing ( - ), Ronki ( - )
- Suara nafas vesikuler
-Wheezing ( - ), Ronki ( - )
Belakang
Simetris saat statis dan dinamis
Simetris saat statis dan dinamis
- Tidak ada benjolan
- Vocal Fremitus +
- Tidak ada benjolan
- Vocal Fremitus +
Sonor di seluruh lapang paru
Sonor di seluruh lapang paru
- Suara nafas vesikuler
-Wheezing ( - ), Ronki ( - )
- Suara nafas vesikuler
-Wheezing ( - ), Ronki ( - )
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Batas kanan
Batas kiri
Batas atas
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
:Dinding perut : Supel, rigid (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas (-),
hepatosplenomegali (-)
Perkusi
Auskultasi
Anggota Gerak
Lengan
Kanan
Kiri
Otot
Tonus
normotonus
normotonus
Trofi
eutrofi
eutrofi
Sendi
normal
normal
Gerakan
aktif
aktif
Kekuatan
+5
+5
Oedem :
tidak ada
tidak ada
Lain-lain
kontraktur(-)
Tungkai dan Kaki
Kanan
Kiri
Ulkus
tidak ada
tidak ada
Varises
tidak ada
tidak ada
Tonus
normotonus
normotonus
Trofi
eutrofi
eutrofi
Sendi
normal
normal
Gerakan
aktif
aktif
Kekuatan
+5
+5
Oedem :
tidak ada
tidak ada
Nyeri tekan
CRT
<2
<2
Lain-lain
Otot
STATUS NEUROLOGI
Kesadaran kuantitatif
Orientasi
: Baik
Refleks Fisiologis
Pemeriksaan
Sup dan Inf
Bisep
Trisep
Patela
Achiles
Kanan
+2/+1
+2/+1
+2/+1
+2/+1
Kiri
+2/+1
+2/+1
+2/+1
+2/+1
Refleks Patologis
Pemeriksaan
Sup dan Inf
Hoffman Trommer
Babinski
Chaddock
Gordon
Schaeffer
Klonus patella
Klonus achilles
Kanan
Kiri
-
(-)
Brudzinski I (-/-)
Brudzinski II (-/-)
Kernig (-/-)
Lasegue (-/-)
Peningkatan Tekanan Intrakranial
Penurunan Kesadaran
: (-)
Muntah proyektil
: (-)
Sakit kepala
: (+)
Edema papil
Saraf Kranial
Nervus I Olfaktorius
: Normosmia
Nervus II Optikus
Ketajaman penglihatan
Menilai warna
Funduskopi
Papil
Retina
Lapangan pandang
Kanan
>2/60 posisi
berbaring
Baik
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Baik
Kiri
>2/60 posisi
berbaring
Baik
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Baik
Kanan
Kiri
+
+
+
+
+
+
Bulat isokor 3mm/3mm
+
+
+
+
+
+
+
+
Kanan
+
-
Kiri
+
-
Kanan
Kiri
+
+
+
+
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Kanan
+
+
Kiri
+
+
Kanan
Kiri
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
-
Baik
Baik
8
NervusVIII Vestibulokoklearis
Kanan
Mendengar suara berbisik
+
Tes Rinne
Tidak dilakukan
Tes Weber
Tidak dilakukan
Tes Swabach
Tidak dilakukan
Nistagmus
Past Pointing
Nervus IX dan X Glossofaringeus dan Vagus
Kanan
Arkus faring
Uvula
Refleks muntah
Tersedak
Disartria
Daya kecap 1/3 lidah
Nervus XI Aksesorius
Kanan
Kiri
Mengangkat bahu
+
+
Kiri
+
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
-
Kiri
simetris
Letak di tengah
Tidak dilakukan
+
+
Baik
Menoleh
+
+
Deviasi ke kiri
Baik
:
Kanan
Kiri
Tonus otot
: normal
normal
Trofi
: eutrofi
eutrofi
Gerakan
: aktif
aktif
Ekstremitas Inferior
Kekuatan Motorik
:
5
Kanan
5
Kiri
Tonus otot
: normal
normal
Trofi
: eutrofi
eutrofi
Gerakan
: aktif
aktif
Gerakan involunter :
Tremor -/-, Chorea -/-, Ballismus -/-, Athetose -/Sistem Sensorik
Rasa Tajam
Kanan
Eusthesia
Eusthesia
Kiri
Anesthesia
Anesthesia
Rasa Halus
Eusthesia
Eusthesia
Kanan
Eusthesia
Eusthesia
Kiri
Anesthesia
Anesthesia
:+
Inkontinensia urine
:-
Defekasi
:+
Inkontinensia alvi
:-
Fungsi Luhur
Astereognosia
:-
Apraksia
:-
Afasia
:-
Keadaan Psikis
Intelegensia
: baik
Demensia
: (-)
Tanda regresi
: (-)
10
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM (08 Januari 2015)
Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Hasil
Nilai rujukan
9.2 g/dl
27.3 %
8.300 /UI
268.000 /UI
3.6 juta/UI
11.7 15,5
37 - 47
4.400 11.300
150.000 410.000
4.1 5.1
HITUNG JENIS
Basofil
Eosinofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
0.6%
4%
51.7 %
35.6 %
7.7 %
0-1
2-4
50 - 70
25 - 40
28
19 mm/jam
41 mm/jam
0 - 20
0 35
FUNGSI HATI
SGOT
SGPT
14.9 U/I
12,6
13 35
7-35
KIMIA KLINIK
Kolesterol total
216 mg/dL
70-220
11
Kolesterol LDL
Kolesterol HDL
Ureum
Creatinin
GDS
Asam urat
135 mg/dL
66 mg/dL
31 mg/dL
0,78 mg/dL
163 mg/dL
3,5 mg/dL
<150
>65
12,8-42,8
0.6-1.1
70-160
2,3-6,6
IMUNOSEROLOGI
HbsAg
Negatif
Negatif
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
CT SCAN (10 Januari 2015)
HASIL:
Tampak lesi hiperdens pada lobus
parietalis posterior sinistra
Pada contras enhancement CT lesi
tak enhance
Giry & sulcy normal,
Sistem ventrikel & fisura silvii tak
menyempit
Struktur mediana tak durasi
KESAN: Cerebral hematoma pada
lobus parietalis posterior sinistra
12
RESUME
Pasien wanita usia 57 tahun datang ke poli saraf RSUD Kardinah Tegal pada
tanggal 8 Januari 2015 pukul 11.00 WIB dengan keluhan kejang pada saat 1 hari
sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pasien kejang dengan durasi 30 menit,
seluruh tangan dan kaki kaku, mulut berbusa, lidah tergigit dan pasien tidak
sadarkan diri. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala berdenyut dan berputar sejak
1 minggu SMRS, sakit kepala dirasakan diseluruh kepala dan tidak menjalar ke
leher. Pasien mengaku sebelumnya tidak pernah mengalami benturan pada
kepalanya.
Pasien juga bicara pelo sejak 1 hari SMRS tetapi tidak ada bagian tubuh
yang lemas ataupun tidak dapat digerakkan. Penglihatan pasien juga kabur dan
double sejak 1 minggu SMRS, telinga berdenging juga dirasakan sejak 1 inggu
SMRS. Ada mual tetapi tidak sampai muntah. Pasien juga mengeluhkan sakit
pada seluruh sendinya. BAK dan BAB pasien lancar dan tidak ada keluhan.
13
1. Disatria
2. Parese N VII Dextra tipe sentral
3. Parese N XII Dextra tipe sentral
Diagnosis topis
14
Diagnosis etiologis
: Hipertensi
Diagnosis patologi
: Stroke Hemoragik
TATALAKSANA :
1. Medikamentosa :
a. IVFD Ringer Laktat 20 tpm
b. Inj. Citicolin 1000 mg/12 jam
c. Infus elektrolit (totilac) 125 mg/12 jam
d. Inj. Asam traneksamat 500 mg/12 jam
e. Inj. Phenytoin 100 mg 2x1 amp (diencerkan dulu IV pelan)
f. Multivitamin (cernevit) 1 vial /24 jam drip
2. Non-Medikamentosa :
Head elevation 30
Monitoring cairan dan elektrolit
Diet TKTP
PROGNOSIS :
Ad Vitam
Ad Fungsionam
Ad Sanationam
: Dubia Ad bonam
: Dubia Ad bonam
: Dubia Ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di otak yang
disebabkan oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak. Perdarahan
dalam dapat terjadi di bagian manapun di otak. Darah dapat terkumpul di
jaringan otak, ataupun di ruang antara otak dan selaput membran yang
melindungi otak. Perdarahan dapat terjadi hanya pada satu hemisfer (lobar
intracerebral hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada struktur dari otak,
seperti thalamus, basal ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep intracerebral
hemorrhage).1
B. EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia insiden perdarahan intraserebral berkisar 10 sampai 20
kasus per 100.000 penduduk dan meningkat seiring dengan usia. Perdarahan
15
intraserebral lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, terutama yang
lebih tua dari 55 tahun, dan dalam populasi tertentu, termasuk orang kulit
hitam dan Jepang. Selama periode 20 tahun studi The National Health and
Nutrition
Examination
Survey
Epidemiologic
menunjukkan
insiden
perdarahan intraserebral antara orang kulit hitam adalah 50 per 100.000, dua
kali insiden orang kulit putih. Perbedaan dalam prevalensi hipertensi dan
tingkat pendidikan berhubungan dengan perbedaan resiko. Peningkatan risiko
terkait dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah mungkin terkait dengan
kurangnya kesadaran akan pencegahan primer dan akses ke perawatan
kesehatan. Insiden perdarahan intraserebral di Jepang yaitu 55 per 100.000
jumlah ini sama dengan orang kulit hitam. Tingginya prevalensi hipertensi dan
pengguna alkohol pada populasi Jepang dikaitkan dengan insiden. Rendahnya
observasi kadar kolesterol serum pada populasi ini juga dapat meningkatkan
resiko perdarahan intraserebral. Usia rata-rata pada umur 53 tahun, interval 40
75 tahun. Insiden pada laki-laki sama dengan pada wanita. Angka kematian
60 90 %.1,2
C. ANATOMI
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua
orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di
antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk
hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi
sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial.
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar
15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi
normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis
interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan
darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri cerebrum anterior.
Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang
otak disebut sebagai sirkulasi arteri cerebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi
arteri cerebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri cerebrum posterior
membentuk suatu sirkulus willisi.
16
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsifungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai
pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area
wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil
yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan
tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ. Jika terjadi kerusakan
gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak,
gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah.
Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.2
D. ETIOLOGI
Hipertensi
intraserebral
merupakan
spontan
penyebab
yang
tidak
terbanyak
(72-81%).
berhubungan
dengan
Perdarahan
hipertensi,
koagulasi
seperti
pada
leukemia
atau
trombositopenia,
memperlemah
dinding
pembuluh
darah
yang
kemudian
18
19
bervariasi
berdasarkan
kedudukan
dan
ukuran penekanan.
20
dan hampir maksimal saat onset. Nyeri kepala tampil saat onset gejala
hanya pada 14% kasus dan pada setiap waktu hanya 28%; semua pasien
menunjukkan
berbagai
bentuk defisit
motorik
dan
sekitar
65%
sedang
mula-mula
mungkin
tampil
dengan
ekstra-okuler,
postur
motor
abnormal,
dan
respons
Babinski bilateral.
Gejala muntah terjadi hampir setengah daripada penderita. Sakit
kepala adalah gejala tersering tetapi tidak seharusnya ada. Dengan jumlah
perdarahan yang banyak, penderita dapat segera masuk kepada kondisi
stupor dengan hemiplegi dan kondisi penderita akan tampak memburuk
dengan berjalannya masa.
Walau bagaimanapun, penderita akan lebih sering mengeluh
dengan sakit kepala atau gangguan kepala yang dirasakan pusing. Dalam
waktu beberapa menit wajah penderita akan terlihat mencong ke satu sisi,
bicara cadel atau aphasia, lemas tangan dan tungkai dan bola mataakan
cenderung berdeviasi menjauhi daripada ekxtremitas yang lemah. Hal ini
terjadi, bertahap mengikuti waktu dari menit ke jam di mana sangat kuat
mengarah kepada perdarahan intraserebral. Paralisis dapat terjadi semakin
memburuk dengan munculnya refleks Babinski yang mana pada awalnya
dapat muncul unilateral dan kemudian bisa bilateral dengan ekstremitas
menjadi flaksid, stimulasi nyeri menghilang, tidak dapat bicara dan
memperlihatkan tingkat kesadaran stupor. Karekteristik tingkat keparahan
paling parah adalah dengan tanda kompresi batang otak atas (koma); tanda
Babinski bilateral; respirasi dalam, irregular atau intermitten; pupil dilatasi
dengan posisi tetap pada bagian bekuan dan biasanya adanya kekakuan
yang deserebrasi.
21
dari perdarahan
putaminal.
Seperti
perdarahan putaminal,
batang
otak
berakibat
gambaran
okuler
klasik
yaitu
terbatasnya
gaze
vertikal,
deviasi
mata
kebawah,
pupil
kecil namun
bereaksi baik
22
Gambar 3.
Perdarahan Thalamus6
3. Perdarahan Pons
Perdarahan pons merupakan hal yang jarang terjadi dibandingkan
dengan perdarahan intraserebral supratentorial, tetapi 50% dari perdarahan
infratentorial terjadi di pons. Gejala klinik yang sangat menonjol pada
perdarahan pons ialah onset yang tiba-tiba dan terjadi koma yang dalam
dengan defisit neurologik bilateral serta progresif dan fatal. Perdarahan
ponting paling umum menyebabkan kematian dari semua perdarahan otak.
Bahkan perdarahan kecil segera menyebabkan koma, pupil pinpoint (1
23
mm) namun reaktif, gangguan gerak okuler lateral, kelainan saraf kranial,
kuadriplegia, dan postur ekstensor. Nyeri kepala, mual dan muntah jarang.6
4. Perdarahan Serebelum
Lokasi yang pasti dari tempat asal perdarahan di serebelum sulit
diketahui. Tampaknya sering terjadi di daerah nukleus dentatus dengan
arteri serebeli superior sebagai suplai utama. Perluasan perdarahan ke
dalam ventrikel IV sering terjadi pada 50% dari kasus perdarahan di
serebelum. Batang otak sering mengalami kompresi dan distorsi sekunder
terhadap tekanan oleh gumpalan darah. Obstruksi jalan keluar cairan
serebrospinal dapat menyebabkan dilatasi ventrikel III dan kedua ventrikel
lateralis sehingga dapat terjadi hidrosefalus akut dan peningkatan tekanan
intrakranial dan memburuknya keadaan umum penderita. Kematian
biasanya disebabkan tekanan dari hematoma yang menyebabkan herniasi
tonsil dan kompresi medula spinalis.6
Sindroma klinis perdarahan serebeler pertama dijelaskan secara
jelas oleh Fisher. Yang khas adalah onset mendadak dari mual, muntah,
tidak mampu bejalan atau berdiri. Tergantung dari evolusi perdarahan,
derajat gangguan neurologis terjadi. Hipertensi adalah faktor etiologi pada
kebanyakan
kasus.
Duapertiga
dari
pasien
dengan
perdarahan
25
maupun
oleh
tekanan
intrakranial
yang
meninggi.
Kontrol
perdarahan
cukup
berat
untuk
menimbulkan
defisit
28
Saat pasien datang atau berkonsultasi, evaluasi dan pengelolaan awal harus
dilakukan bersama tanpa penundaan yang tidak perlu. Pemeriksaan
neurologis inisial dapat dilakukan dalam 10 menit, harus menyeluruh.
Informasi ini untuk memastikan prognosis, juga untuk membuat rencana
tindakan selanjutnya. Pemeriksaan neurologis serial harus dilakukan.
Tindakan standar adalah untuk mempertahankan jalan nafas, pernafasan,
dan sirkulasi. Hipoksia harus ditindak segera untuk mencegah cedera serebral
sekunder akibat iskemia. Pengamatan ketat dan pengaturan tekanan darah
penting baik pada pasien hipertensif maupun nonhipertensif. Jalur arterial
dipasang untuk pemantauan yang sinambung atas tekanan darah. Setelah PIS,
kebanyakan pasien adalah hipertensif. Penting untuk tidak menurunkan
tekanan darah secara berlebihan pada pasien dengan lesi massa intrakranial
dan peninggian TIK, karena secara bersamaan akan menurunkan tekanan
perfusi serebral. Awalnya, usaha dilakukan untuk mempertahankan tekanan
darah sistolik sekitar 160 mmHg pada pasien yang sadar dan sekitar 180
mmHg pada pasien koma, walau nilai ini tidak mutlak dan akan bervariasi
tergantung masing-masing pasien. Pasien dengan hipertensi berat dan tak
terkontrol mungkin diperkenankan untuk mempertahankan tekanan darah
sistoliknya di atas 180 mmHg, namun biasanya di bawah 210 mmHg, untuk
mencegah meluasnya perdarahan oleh perdarahan ulang. Pengelolaan awal
hipertensinya, lebih disukai labetalol, suatu antagonis alfa-1, beta-1 dan beta2 kompetitif. Drip nitrogliserin mungkin perlu untuk kasus tertentu.
Gas darah arterial diperiksa untuk menilai oksigenasi dan status asambasa. Bila jalan nafas tidak dapat dijamin, atau diduga suatu lesi massa
intrakranial pada
pasien
koma
atau
obtundan,
dilakukan
intubasi
29
30
efek massa, usaha nonbedah untuk mengurangi efek massa penting untuk
mencegah iskemia serebral sekunder dan kompresi batang otak yang
mengancam jiwa. Tindakan untuk mengurangi peninggian TIK antara lain :9
1. Elevasi kepala 30o untuk mengurangi volume vena intrakranial serta
memperbaiki drainase vena.
2. Manitol intravena (mula-mula 1,5 g/kg bolus, lalu 0,5 g/kg tiap 4-6 jam
untuk mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L).
3. Restriksi cairan ringan (67-75% dari pemeliharaan) dengan penambahan
bolus cairan koloid bila perlu.
4. Ventrikulostomi dengan pemantauan TIK serta drainase CSS untuk
mempertahankan TIK kurang dari 20 mmHg.
5. Intubasi endotrakheal dan hiperventilasi, mempertahankan PCO 2 25-30
mmHg.
Pada pasien sadar dengan efek massa regional akibat PIS, peninggian
kepala, restriksi cairan, dan manitol biasanya memadai. Tindakan ini
dilakukan untuk memperbaiki tekanan perfusi serebral dan mengurangi cedera
iskemik sekunder. Harus ingat bahwa tekanan perfusi serebral adalah sama
dengan tekanan darah arterial rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, hingga
tekanan darah sistemik harus dipertahankan pada tingkat normal, atau lebih
disukai sedikit lebih tinggi dari tingkat normal. Diusahakan tekanan perfusi
serebral setidaknya 70 mmHg, bila perlu memakai vasopresor seperti dopamin
intravena atau fenilefrin.
Pasien sadar dipantau dengan pemeriksaan neurologis serial, pemantauan
TIK jarang diperlukan. Pada pasien koma yang tidak sekarat (moribund), TIK
dipantau secara rutin. Disukai ventrikulostomi karena memungkinkan
mengalirkan CSS, karenanya lebih mudah mengontrol TIK. Perdarahan
intraventrikuler menjadi esensial karena sering terjadi hidrosefalus akibat
hilangnya jalur keluar CSS. Lebih disukai pengaliran CSS dengan
ventrikulostomi dibanding hiperventilasi untuk pengontrolan TIK jangka
31
32
33
dimulai bilamana
tekanan
Intrakranial
20-25
mmHg.
patologis
edema
otak.
Tidak direkomendasikan
untuk
osmotik (manitol) menurunkan cairan total tubuh lebih dari kation total
tubuh sehingga menurunkan volume cairan intraseluler.
Dosis : Untuk menurunkan tekanan intrakranial, dosis manitol 0,25 1
gram/kgbb diberikan bolus intravena,
2. Injeksi Citicoline
Indikasi : Gangguan kesadaran yang menyertai kerusakan atau cedera
serebral, trauma serebral, operasi otak, dan infark serebral.
Mempercepat rehabilitasi tungkai atas dan bawah pada pasien
hemiplegia apopleksi.
Dosis : Gangguan kesadaran karena cedera kepala atau operasi otak
100-500 mg 1-2x/hari secara IV drip atau injeksi. Gangguan
kesadaran karena infark serebral 1000 mg 1x/hari secara injeksi IV.
Hemiplegia apopleksi 1000 mg 1x/hari secara oral atau injeksi IV.
Pemberian obat : berikan pada saat makan atau di antara waktu
makan.
Efek samping : hipotensi, ruam, insomnia, sakit kepala, diplopia.
Mekanisme kerja :
terutama
sistem pengaktifan
formatio
reticularis
L. PROGNOSIS
36
37
KESIMPULAN
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan fokal dari pembuluh
darah dalam parenkim otak. Penyebabnya biasanya hipertensi kronis. Gejala
umum termasuk defisit neurologis fokal, seringkali dengan onset mendadak sakit
kepala, mual, dan penurunan kesadaran. Kebanyakan perdarahan intraserebral
juga dapat terjadi ganglia basal, lobus otak, otak kecil, atau pons. Perdarahan
intraserebral juga dapat terjadi di bagian lain dari batang otak atau otak tengah.
Aaa sindroma utama yang menyertai stroke hemoragik menurut Smith dapat
dibagi menurut tempat perdarahannya yaitu putaminal hemorrhage, thalamic
hemorrhage, pontine hemorrhage, cerebellar hemorrhage, lobar hemorrhage.
Pemeriksaan penunjang dengan lumbal pungsi, CT-scan, MRI, serta
angiografi. Adapun penatalaksanannya di ruang gawat darurat (evaluasi cepat dan
diagnosis, terapi umum, stabilisasi jalan napas dan pernapasan, stabilisasi
hemodinamik, pemeriksaan awal fisik umum, pengendalian peninggian TIK,
pengendalian kejang, pengendalian suhu tubuh, pemeriksaan penunjang)
kemudian penatalaksanaan di ruang rawat inap (cairan, nutrisi, pencegahan dan
mengatasi komplikasi, penatalaksanaan medik yang lain. Penatalaksanaan stroke
perdarahan intraserebral (PIS) meliputi terapi medik pada PIS akut (terapi
hemostatik, reversal of anticoagulation) dan tindakan operatif.
Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume
perdarahan. Semakin rendah nilai GCS, maka prognosis semakin buruk dan
tingkat mortalitasnya tinggi. Semakin besar volume perdarahan maka prognosis
semakin buruk. Dan adanya darah di dalam ventrikel berhubungan dengan angka
mortalitas yang tinggi. Adanya darah di dalam ventrikel meningkatkan angka
kematian sebanyak 2 kali lipat.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Castel JP, Kissel P. Spontaneous intracerebral and infratentorial hemorrhage.
In:Youmans JR. ed. Neurological Surgery, 3rd ed, vol.IIIl. Philadelphia: WB
Saunders Company; 2006 .p. 1890-1913.
2. Luyendijk W. Intracerebral hemorrhage. In : Vinken FG, Bruyn GW, editors.
Handbook of Clinical Neurology. New York : Elsevier ; 2005; 660-719.
3. Perdarahan Intraserebral Hipertensif Abdul Gofar Sastrodiningrat Divisi Ilmu
Bedah Saraf Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, Medan Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39
y No. 3 y September 2006.
4. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD
Arifin Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
5. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of
Clinical Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
6. Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung Periode 1984-1985. Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset
Dokter Spesialis Bidang Ilmu Penyakit Saraf. 2000.
7. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victors
Priciples of Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.
8. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam :
Guideline Stroke 2007. Jakarta.
9. Baehr M, Frotscher M. Duus : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised
edition. New York : Thieme. 2005.
39
40