Fusi Protoplas-Endeh Masnenah
Fusi Protoplas-Endeh Masnenah
Fusi Protoplas-Endeh Masnenah
PROTOPLAS
Oleh : Endeh Masnenah
Abstrak
Perbaikan sifat genetik suatu tanaman dapat dilakukan secara konvensional misalnya
dengan persilangan seksual atau secara inkonvensional, salah satunya dengan cara fusi
protoplas. Pemuliaan tanaman secara konvensional melalui persilangan seksual adakalanya
tidak dapat diaplikasikan karena kendala genetik seperti adanya inkompatibilitas seksual
antara tetua yang akan dipersilangkan atau adanya sterilitas pada salah satu tetua. Kasus
tersebut sering terjadi pada persilangan tanaman berkerabat jauh seperti persilangan antar
species (interspesifik) atau antar genus (intergenerik). Padahal sifat sifat genetik penting
seperti ketahanan terhadap hama, penyakit, nematoda,cekaman biotik maupun abiotik, dan
karakter penting lainnya, banyak terdapat pada spesies liarnya, sehingga
memindahkan sifat sifat genetik penting tersebut
kita
untuk
interspesifik maupun
intergenerik yang secara konvensional melalui persilangan seksual tidak bisa berlangsung.
Juga memberi peluang produksi galur heterozigot species sama, yang umumnya hanya bisa
dikembangkan melalui perbanyakan vegetatif,misalnya tanaman kentang dan tanaman
umbi lainnya.
Kata Kunci: Perbaikan sifat genotipe, Fusi Protoplas, Tanaman.
I. PENDAHULUAN
Pemuliaan tanaman secara konvensional telah menunjukkan kemajuan yang sangat
pesat untuk meningkatkan daya hasil tanaman. Akan tetapi, perbaikan sifat genetik
tanaman secara konvensional dengan cara persilangan seksual, adakalanya tidak dapat
diterapkan karena kendala genetik, seperti adanya inkompatibilitas seksual atau kondisi
fisiologis tanaman yang tidak memungkinkan terjadinya persilangan seperti
fertilitas
polen yang rendah atau tidak bisa menghasilkan bunga (bersifat steril) .
Kendala genetik ini sering terjadi pada persilangan antara tanaman tanaman yang
berkerabat jauh, misalnya persilangan antar spesies (interspecific) atau antar genus dalam
satu famili (intergeneric). Sementara itu, beberapa sifat seperti sifat ketahanan terhadap
hama, penyakit, nematoda, atau ketahanan terhadap cekaman abiotik, biasanya terdapat
pada tanaman liarnya, sehingga untuk memindahkan sifat sifat tersebut ke tanaman
budidaya kita harus melakukan persilangan interspesifik atau bahkan mungkin
intergenerik.
Sebagai contoh: dalam budidaya tanaman jahe, salah satu kendalanya adalah
kepekaan tanaman terhadap penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh serangan bakteri
Ralstonia solanacearum, yang dapat menimbulkan kerugian hasil lebih dari 90 %. Upaya
yang paling efisien dalam mengatasi penyakit ini adalah dengan penggunaan varietas
resisten. Sementara itu, perakitan varietas resisten secara konvensional melalui cara
persilangan seksual terkendala oleh rendahnya fertilitas polen (kesuburan tepungsari) dan
adanya inkompatibilitas sendiri (self incompatibility). Oleh karena itu perlu diaplikasikan
metode inkonvensional misalnya dengan cara mutasi induksi, seleksi in vitro, produksi
tanaman haploid, penerapan metode transformasi genetik atau fusi protoplas sehingga
diperoleh variasi genetik baru sebagai bahan seleksi (Rostiana,O., 2006).
Penggunaan metode transformasi genetik merupakan
mentransfer gen yang diinginkan secara efisien tanpa ada hambatan seksual dan kedekatan
taksonomi. Tetapi penggunaan metode transformasi hanya dapat dilakukan pada sifat sifat
genetik yang disandi oleh gen tunggal. Beberapa sifat yang disandi oleh banyak gen
(poligenik) yang terletak di satu atau
diidentifikasi dan diisolasi, sehingga penggunaan metode transformasi menjadi sangat sulit
untuk diterapkan (Ramulu et al., 1995 dalam Purwito,1999); Millam et al., 1995).
Aplikasi metode fusi protoplas atau hibridisasi somatik dapat dijadikan alternatif
untuk mengatasi masalah tersebut. Selain dapat mentransfer gen gen yang belum
teridentifikasi, fusi protoplas juga dapat memodifikasi dan memperbaiki sifat sifat yang
diturunkan secara poligenik (Millam et al., 1995; Waara and Glimelius, 1995). Fusi
protoplas dimasa yang akan datang,menjadi tujuan utama manipulasi genetik, karena dapat
memecahkan hambatan genetik dalam sistem persilangan secara konvensional (Verma,N.,
et al.,2004).
Fusi protoplas merupakan teknik penggabungan inti dan atau sitoplasma dari
genotipe yang berbeda untuk meningkatkan keragaman genetik atau memperbaiki sifat
unggul tanaman yang diinginkan (Rostiana, O., 2006). Pada teknik fusi protoplas , dua
protoplas dengan genetik yang berbeda diisolasi dan difusikan dengan berbagai cara untuk
memperoleh protoplas hibrida. Fusi protoplas ini berguna untuk memproduksi hibrida
interspesifik atau bahkan intergenerik (Verma, N. et al.,2004).
Menurut Wattimena (1999), fusi protoplas dapat dilakukan dengan cara
menggabungkan seluruh genom dari dua jenis protoplas dari kultivar yang berlainan
(intraspecific), atau antar species dalam genus yang sama (interspecific) , atau fusi antar
genus dalam satu famili (intergeneric).
Fusi protoplas antar kultivar yang berlainan (intraspecific) bertujuan untuk
meresintesis genotipe tetraploid dari galur tanaman dihaploid yang telah terseleksi
sehingga tanaman tetraploid hasil fusi mempunyai tingkat heterozigositas yang tinggi.
Penggunaan fusi protoplas memungkinkan produksi hibrida dengan heterozigositas yang
tinggi hanya dalam sekali langkah sehinga sangat efisien, walaupun keberhasilannya
sangat ditentukan oleh genotipe (Waara and Glimelius, 1995; Purwito, 1999).
Fusi protoplas antar species dalam satu genus (interspecific) bertujuan
mendapatkan sifat sifat tertentu, misalnya ketahanan ( resistensi) terhadap hama dan
penyakit. Untuk mendapatkan sifat sifat ketahanan juga dapat dilakukan dengan cara fusi
protoplas antar genus (intergeneric) (Purwito,1999).
Fusi protoplas dari genotipe yang berbeda dapat menghasilkan hibrida somatik
dengan tiga kategori yaitu,1.hibrida simetris dimana kedua inti dari dua tetua tergabung
secara sempurna 2.hibrida asimetris, dimana hanya sebagian saja inti dari salah satu tetua
bergabung dengan inti tetua lainnya.3. Cybrid ,yi dimana
terakumulasi di dalam gabungan protoplas kedua tetua. Oleh karena itu, variasi
rekombinan sifat genetik di dalam tanaman hasil fusi akan sangat beragam dalam frekuensi
yang berbeda (Bhojwani and Razdan,1996 dalam Rostiana,O.,2006).
Fusi simetris dapat menghasilkan keragaman genetik yang tinggi yang berguna
dalam program pemuliaan tanaman, melalui beberapa kali silang balik (backcross),
dilanjutkan dengan seleksi, dapat dihasilkan kultivar baru (Mariska,I. et al., 2006).
Tanaman hasil fusi protoplas memiliki sifat sifat gabungan dari kedua tetuanya,,
termasuk sifat sifat yang
menghilangkan sifat sifat yang tidak diinginkan pada tanaman hasil fusi
biasanya
dilakukan dengan cara silang balik (backcross) dengan salah satu tetuanya.
II. PEMBAHASAN
Perbaikan sifat genotipe tanaman secara inkonvensional melalui kultur invitro
dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain peningkatan keragaman somaklonal,
penyelamatan embrio, kultur haploid, atau fusi protoplas (hibridisasi somatik).
Penggunaan teknik fusi protoplas atau hibridisasi somatik merupakan salah satu
aplikasi bioteknologi yang menjanjikan. Teknik hibridisasi somatik dapat mentransfer sifat
monogenik dan poligenik antar galur atau antar species dan dapat mengatasi hambatan
inkompatibilitas seksual (Millam et al.,1996 ; Purwito,1999). Kendala genetik seperti
inkompatibilitas seksual atau fertilitas polen yang rendah atau sterilitas sering terjadi pada
persilangan antara genotipe genotipe tanaman yang berkerabat jauh, yang tidak dapat
diatasi dengan metode konvensional dengan persilangan seksual. Fusi protoplas dapat
digunakan untuk mengatasi hambatan dalam persilangan tersebut.
Penelitian fusi protoplas telah menghasilkan hibrida somatik yang menunjukkan
peningkatan pada potensi genetik tanaman. Beberapa
menghasilkan
ketahanan terhadap hama, penyakit, dan nematoda, serta perbaikan sifat-sifat kualitatif
seperti kandungan minyak tinggi (Mariska,I.et al, 2006).
Fusi protoplas untuk perbaikan sifat ketahanan terhadap penyakit, telah dilakukan
pada tanaman kentang (Solanum tuberosum L.). Pada tanaman kentang, sifat ketahanan
banyak terdapat pada spesies diploid, misalnya, Solanum phureja (resistensi PVY dan layu
bakteri), S.breviden (resisten terhadap PLRV), S.demissum (resisten terhadap phythophtora
infestan), S. etuberosum (resisten terhadap frost), S. pennellii (resisten terhadap
Alternaria), S.berthaultii (resisten terhadap serangga) dan S.balbocastanum (resisten
terhadap nematoda) (Purwito,1999).
Untuk mendapatkan sifat ketahanan, telah dilakukan fusi antar genus (inter
generic), seperti antara kentang dengan genus lain dalam Solanaceae, misalnya untuk
mendapatkan ketahanan terhadap penyakit hawar daun, layu bakteri dan ketahanan
terhadap kekeringan dilakukan fusi antara kentang (Solanum tuberosum) dengan species
liar Lycopersicon pimpinellifolium ;S. khasianum dengan S. aculestissima ; S. khasianum
Sifat ketahanan terhadap nematoda tersebut terdapat pada nilam jawa (Girilaya) yang
produksi minyaknya rendah. Untuk mendapatkan sifat ketahanan tersebut maka dilakukan
fusi protoplas antara nilam jawa dan nilam aceh (budidaya) yang kadar minyaknya tinggi
(Mariska, I dan A. Husni, 2006).
Mekanisme ketahanan terhadap nematoda dapat terjadi secara fisik dan kimia. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang tahan terhadap nematoda mempunyai
kandungan fenol dan lignin yang lebih tinggi daripada tanaman yang rentan. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian pada pisang bahwa senyawa fenol dan lignin memiliki hubungan
yang sangat erat dengan ketahanan terhadap nematoda. Hasil fusi protoplas nilam Aceh
dan nilam jawa (girilaya) dapat meningkatkan kandungan fenol dan lignin pada beberapa
hibrida somatik seperti pada kerabat liarnya ( Mariska, I dan A. Husni 2006).
Dalam hal peningkatan keragaman genetik, fusi protoplas pada tanaman nilam
(Pogostemon,sp) menghasilkan keragaman genetik yang luas untuk karakter tinggi
tanaman, panjang cabang primer, jumlah dan panjang cabang sekunder, panjang dan lebar
daun, panjang tangkai daun, produksi terna basah dan kering ( Martono, B., 2009).
Menurut Bhojwani dan Razdan (1996) dalam Martono,B (2009) bahwa variasi
rekombinan karakter genetik di dalam tanaman hasil fusi akan sangat beragam dalam
frekuensi yang berbeda . Variasi (keragaman) hibrida somatik dapat merupakan hasil dari
satu atau ketiga mekanisme berikut:
1. Keragaman genetik akibat subkultur kalus yang dilakukan terus menerus yang
mengakibatkan suatu variasi somaklonal.
2. Ketidakstabilan dari kombinasi inti sel yang mengakibatkan hilangnya ekspresi
gen atau hilangnya bagian dari informasi genetik,
3. Terjadinya segregasi dari inti atau sitoplasma setelah fusi yang menghasilkan
kombinasi unik antara informasi genetik pada inti dan sitoplasma.
Beberapa penelitian tentang fusi protoplas lainnya misalnya pada tembakau, tomat,
timun, kacang panjang, slada, jamur,rumput laut,padi dan jahe. Pada tanaman padi telah
dilaporkan keberhasilan regenerasi tanaman hasil fusi protoplas interspesies antara padi
budidaya subspecies japonica dan beberapa spesies padi liar (Takamura et al.,1992;Yan et
al.,2004) dalam Sukmajaya et al.,2007).
Faktor faktor penting yang berpengaruh dalam hibridisasi somatik adalah sumber
protoplas yang dipergunakan, metode isolasi protoplas, jenis dan konsentrasi enzim yang
dipergunakan, parameter listrik pada saat fusi, dan media yang dipergunakan pada awal
kultur protoplas pasca fusi serta media regenerasi protoplas (Purwito, 1999).
A. Sumber protoplas
Jaringan tanaman yang digunakan untuk isolasi protoplas bervariasi, umumnya
jaringan muda dari tanaman yang mempunyai umur fisiologis muda seperti pucuk muda
(dari kecambah,bibit,plantlet). Protoplas dari jaringan tersebut dinding selnya masih
sederhana terdiri dari dinding sel primer (belum berlignin). Skema perlakuan untuk
mendapatkan protoplas dapat dilihat pada gambar 1.
Jaringan daun pada umur dan kondisi fisiologis optimal (tanaman muda)
ditumbuhkan dalam growth chamber pada lingkungan terkendali dan reproducible
B. Isolasi Protoplas
Protoplas adalah sel telanjang tanpa dinding yang hanya dilindungi oleh membrane
plasma. Menurut Suryowinoto (1996), isolasi protoplas yaitu teknik untuk menghasilkan
protoplas yang utuh dan viable dari jaringan tanaman hidup dengan cara menghilangkan
dinding selnya. Isolasi protoplas pertama kali dilakukan oleh Klercker, 1892 dari potongan
irisan umbi bawang yang terlebih dahulu diplasmolisa, kemudian dimasukkan kedalam
media cair sehingga banyak protoplas yang meluncur kedalam medium (Bhojwani dan
Razdan,1983 dalam Suryowinoto, M. 1990).
Prosedur penyediaan protoplas dilakukan dengan menghilangkan dinding sel tanaman
tanpa banyak merusak protoplas dalam lingkungan osmotik yang menstabilkan membrane
protoplas. Protoplas dapat dilepaskan dari sel utuh, secara mekanik yaitu melalui proses
plasmolisis untuk melepaskan protoplas dari dinding sel, atau dengan cara hidrolisis
dinding sel dengan menggunakan enzim. Cara mekanik, hanya menghasilkan sedikit
protoplas yang viable (Soemartono, et al., 1992).
Banyak modifikasi teknik mendapatkan protoplas
menggunakan macam
macam
enzim untuk menghancurkan dinding sel secara lunak. Beberapa enzim patent yang
digunakan
PEG berfungsi
sebagai bulking agent, yaitu sebagai jembatan antara protoplas yang mirip
fungsinya dengan plasmodesmata. Terjadinya fusi semakin besar pada saat proses
penghilangan PEG, yaitu pada saat pencucian. Keberhasilan fusi sangat dipengaruhi
oleh konsentrasi PEG dan jumlah kerapatan protoplas yang akan difusikan
(Puite,K.J.,1991; Purwito,1999). Keuntungan fusi protoplas dengan PEG antara lain
dapat dilakukan dengan peralatan sederhana.
manitol. Senyawa tersebut dilarutkan dalam CPW dan pH diatur 5,5 5,6, dan disterilisasi
dengan filter ukuran 0,22 m. Larutan tersebut kemudian dimasukkan kedalam cawan petri
berdiameter 5 cm, masing masing 5-6 ml setiap cawan (Husni,A. et al.,2004).
berukuran 100m, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1800 rpm selama 5 menit
sampai dihasilkan pelet. Kemudian larutan enzim dipisahkan dan protoplas dilarutkan
dalam 21 % sukrosa dan disentrifugasi kembali selama 10 menit. Protoplas murni diambil
menggunakan pipet dan disentrifugasi kembali. Kemudian protoplas dilarutkan dalam 0,5
M manitol + 0,5 mM CaCl2 dan disentrifugasi selama 5 menit sampai terbentuk pelet
protoplas. Akhirnya protoplas dicuci dan densitas nya diukur (Husni,A. et al.,2004).
dimasukkan kedalam cawan petri berdiameter 5 cm dan dibiarkan selama 5 menit sehingga
protoplas mengendap. Selanjutnya di sekeliling suspensi protoplas ditambahkan 100 l
larutan PEG dengan konsentrasi 30 % atau 50 % sebagai perlakuan selama 10 dan 20 detik
untuk menginduksi terjadinya fusi. Larutan PEG kemudian dibuang dan protoplas
dibersihkan dengan larutan pencuci. Selanjutnya dilakukan penghitungan secara
mikroskopis terhadap protoplas yang mengalami fusi. Protoplas yang telah difusikan
dikultur dalam media perlakuan untuk memacu pertumbuhannya (Husni,A. et al.,2004).
+ 2mg/l BAP. Koloni atau mikrokalus dari setiap cawan petri dibagi menjadi tiga, dan
setiap bagian dimasukkan ke dalam cawan petri baru yang telah berisi media pengenceran
masing masing 6 ml. Kultur disimpan kembali tanpa cahaya dalam inkubator bersuhu
27 oC..Lalu diamati jumlah kalus yang dihasilkan (Husni,A. et al.,2004).
III.PENUTUP
Keberhasilan dalam pengendalian protoplas melangsungkan fusi non spesifik memberi
peluang bagi pembentukan sel hibrida dari dua species, yang secara konvensional melalui
persilangan seksual tidak mungkin dilakukan karena keterbatasan kendala genetik seperti
inkompatibilitas atau sterilitas. Beberapa potensi keuntungan pemuliaan tanaman melalui
hibridisasi somatik (fusi protoplas)(Soemartono,et al.,1992) antara lain :
1. Produksi hibrida interspesies atau intergenus yang secara konvensional tidak
mungkin dapat berlangsung, misalnya antar protoplas dari
Lycopersicon esculentum (tomato) x Solanum tuberosum (potato)
Pomato
2. Produksi galur heterozigot species sama, yang umumnya hanya bisa dikembangkan
melalui perbanyakan vegetatif,misalnya tanaman kentang dan tanaman umbi
lainnya.
3. Transfer terbatas genom dari satu species ke species lain melalui pembentukan
heterokarion dan pemilihan unsur unsur sitoplasmik salah satu species.
4. Produksi hibrid amfidiploid yang fertil dari dua species yang inkompatibel.
DAFTAR PUSTAKA
Husni,A.,I.Mariska, dan Hobir. 2004. Fusi Protoplas dan Regenerasi Hasil Fusi Antara
Solanum melongena dan Solanum Torvum. Jurnal Bioteknologi Pertanian 9(1): 1-7.
Mariska,I., dan A.Husni. 2006. Perbaikan Sifat Genotipe Melalui Fusi Protoplas Pada
Tanaman Lada,Nilam, dan Terung. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian
25(2): 55 60.
Martono,B. 2009. Keragaman Genetik, Heritabilitas dan Korelasi antara Karakter
Kuantitatif Nilam (Pogostemon sp.) Hasil Fusi Protoplas. Jurnal Penelitian Tanaman
Industri 15(1) :9 15.
Millam,S.,L.A.Payne, and G.R.Mackay. 1995. The Integration of Protoplast Fusionderived Material into a Potato Breeding Programme: a review of progress and
problem. Euphytica 85: 451 455.
Puite, K.J. 1991. Somatic Hybridisation in Biotechnological Innovations in Crop
Improvement. Open Universiteit and Thames Polytechnic. Nederland.
Purwito,A. 1999. Fusi Protoplas Intra dan Interspesies pada Tanaman Kentang. Disertasi
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Rostiana,O.,2006. Peluang Pengembangan Bahan Tanaman Jahe Unggul Untuk
Penanggulangan Penyakit Layu Bakteri. Balai Penelitian Tanaman Obat dan
Aromatik.Hal 77-98.
Soemartono,Nasrullah & Hari Hartiko.1992. Genetika Kuantitatif dan Bioteknologi
Tanaman. PAU Bioteknologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.Hal 277-296.
Sukmadjaya, D.,Novianti Sunarlim,Endang G.Lestari, Ika Roostika, dan Tintin Suhartini.
2007. Teknik Isolasi dan Kultur Protoplas Tanaman Padi. Jurnal AgroBiogen
3(2):60-65.
Suryowinoto,M.1990. Pemuliaan Tanaman secara In vitro. Petunjuk Laboratorium.
PAU.Biotek.Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.321 hlm
Suryowinoto,M.1996. Prospek Kultur Jaringan dalam Perkembangan Pertanian Modern.
Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta. 2-18.
Verma,N.,M.C.Bansal, Vivek Kumar.2004. Protoplast Fusion Technology and its Bio
technological Applications.Departement of Paper Technology, Indian Institute of
Technology, Roorkee,Saharanpur.
Waara,S. and K.Glimelius. 1995. The Potential of Somatic Hybridization in Crop
Breeding. Euphytica 85:217-233.
Wattimena,G.A. 1999. Application of Biotechnology in Horticultural Crops Production. In
Proceeding of Seminar on Biotechnology: Application of Biotechnology in
Horticultural Production. Bogor Agricultural University-DFID British Council,Bogor,
14 April 1999.