Banggai Cardinal Fish
Banggai Cardinal Fish
Banggai Cardinal Fish
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pemilihan Induk Banggai Cardinal Fish
Siklus reproduksi pada ikan tetap berlangsung selama fungsi reproduksi masih
normal. Reproduksi ikan erat kaitannya dengan perkembangan gonad. Banggai Cardinal
Fish dapat hidup selama 2 sampai 4 tahun, setelah mencapai ukuran dewasa yaitu ukuran
panjang standar 3,5 cm dengan umur 9-12 bulan, siap menghasilkan keturunan.
Jenis kelamin ikan banggai cardinal fish tidak dapat dibedakan hanya dengan
mengamati morfologinya saja, maka perlu dilakukan suatu pengamatan yang seksama untuk
memperoleh identifikasi yang benar. Menurut Marini (1999) dalam Sugama (2008,
disebutkan bahwa jenis kelamin ikan banggai cardinal fish dapat dibedakan dari sirip
punggung kedua dimana ikan jantan umumnya mempunyai sirip punggung kedua lebih
panjang dari yang betina. Tetapi berdasarkan pengukuran dan mengamatan gonad ternyata
hal ini tidak selalu benar. Lubang genital induk betina terlihat lebih bulat dan besar dan
bagian perut juga lebih bulat dibandingkan dengan induk jantan yang mempunyai lubang
genital yang jauh lebih kecil dan bagian perut yang lebih lancip seperti pada gambar :
Ikan banggai cardinal fish mengalami kematangan gonad pertama pada ukuran
panjang standar dari 30 mm bukan berarti bahwa setiap ikan yang telah mencapai ukuran
tersebut, gonadnya dapat terdeteksi . terdapat banyak ikan yang mempunyai bobot gonad
mendekati nol walaupun ukurannya sudah besar. Hal menunjukkan bahwa induk yang
memijah atau mengalami absorbs, gonadnya kosong dalam beberapa waktu dan kemudian
mengalami perkembangan gonad kembali. Berarti, setelah memijah pada periode waktu
tertentu, induk betina akan istirahat dan pada periode berikutnya akan memulai
perkembangan gonad dari awal kembali. Ini memperkuat dugaan bahwa pola pemijahan ikan
ini lebih cenderung dikelompokkan sebagai sinkronis periodik (asinkronis) (Gunawan dkk.,
2010).
Dalam penanganan induk perlu ketelitian khusus baik itu kondisi induk
maupun terhadap kualitas air dalam bak pemeliharaan. Induk yang sakit biasanya kurang
nafsu makan, pergerakan tidak normal dan biasa juga ditandai dengan adanya perubahan
warna yang agak kemerah-merahan di bagian badan antara kepala dan sirip punggung. Untuk
menjaga kualitas air maka setelah pemberian pakan dilakukan, kotoran dan sisa pakan di
dasar bak dibersihkan dengan menggunakan alat penyedot (sipon) serta lemak yang
mengapung dipermukaan diusahakan terbuang melalui pipa pembuangan atau diangkat
langsung dengan serokan agar kualitas air tetap terjaga.
Induk-induk betina yang matang gonad dan siap memijah ditandai dengan perutnya
yang membuncit dan terpisah dengan kawanan ikan yang lain. Ikan banggai cardinal fish
memijah setelah memperoleh pasangannya dan membutuhkan ruang yang memadai untuk
memijah. Selama proses perkawinan, induk banggai cardinal fish membutuhkan ketenangan
(tidak diganggu oleh induk yang lain). Jika terganggu dapat saja telurnya tidak dibuahi oleh
ikan jantan atau telur yang sudah dierami oleh induk ikan jantan dikeluarkan kembali. Atau
juga gonad yang dihasilkan oleh induk ikan betina dapat diserap kembali karena adanya
gangguan dari ikan yang lain. Hal ini dapat diketahui dengan adanya telur yang ditemukan
dalam bak pemeliharaan, baik telur yang tidak dibuahi maupun yang dibuahi namun
dikeluarkan lagi dari mulut ikan jantan (Gunawan dkk., 2010).
Sebelum memulai pemijahan, biasanya ditandai dengan induk jantan berenang
meliuk-liukkan tubuhnya di sekitar induk betina untuk memancing atau merangsang induk
betina untuk melakukan perkawinan.Setelah proses pemijahan selesai, induk jantan akan
mengerami telur-telur yang telah terbuahi ke dalam mulutnya. Proses pengeraman telur ini
dilakukan selama 15-18 hari. Selama waktu tersebut, induk jantan tidak makan dan tetap
menjaga telur tersebut. Pada saat pencucian bak terutama diwaktu pemindahan induk perlu
kehati-hatian karena induk jantan yang merasa terganggu akan memuntahkan telur yang
dieraminya.
Dalam memelihara calon induk/induk dilakukan pergantian air sebanyak 25% per hari
(dengan volume sesuai air yang dibuang saat penyiphonan). Pakan yang diberikan berupa
copepoda dan artemia dewasa dengan penambahan multivitamin, vitamin C dan E.
Pemeliharaan calon induk/induk dilakukan di bak terkontrol dengan ketinggian air 100 cm.
Untuk memicu terjadinya pemijahan induk BFC, maka dilakukan teknik manipulasi
lingkungan. Teknik tersebut dilakukan dengan mengurangi ketinggian air sampai dengan 30
cm dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian ketinggian air dikembalikan ke ketinggian awal
dan didiamkan kembali selama 24 jam. Perlakuan ini dilakukan 3 kali berturut-turut.
Pada saat ketinggian air dinaikkan, dilakukan pemberian pakan alami berupa artemia dewasa
dan rotifera (untuk pakan larva). Setelah pemijahan, maka induk jantan akan mengerami telur
yang telah terbuahi di dalam mulutnya. Induk jantan tersebut di karantina dalam wadah
akuarium 50 liter. Dan setelah mengalami pengeraman selama 15 hari maka larva dapat
dikeluarkan dengan cara induk memuntahkan larva dari dalam mulutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Umbas, Anytha Purwareyni., Dongoran, Ridho Karya.
Vagelli, A.A & Erman, Mv 2002. First comprehensive ecological survey of Banggai
Cardinalfish, Pteropagon kauderni , Environmental biologi of fish, 63: 1-8.
Ndobe, S. & Moore, A. 2005. Potensi dan pentingnya pengembangan budidaya in situ
Pteropagon kaurdeni (Banggai cardinalfish). Info MAI, 4(2) : 9-14.
Gunawan., Hutapea J.H., Setiawati K.H. 2010. Pemeliharaan induk ikan capungan banggi
(Pteropagon kauderni dengan kepadatan berbeda. Prosiding Forum Inovasi Teknologi
Akuakultur. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali.