IASB
IASB
IASB
NIM : 1332150047
IASB (International Accounting Standards)
IASB telah menyimpulkan bahwa laporan posisi keuangan dan kinerja operasi
dalam mata uang local menjadi tidak berarti lagi dalam suatu lingkungan yang
mengalami hiperinflasi. IAS 29 yang membahas Pelaporan keuangan dalam
perekonomian hiperinflasi mewajibkan (dan bukan hanya merekomendasikan)
penyajian ulang informasi laporan keuangan utama. Secara khusus, laporan keuangan
suatu perusahaan yang melakukan pelaporan dalam mata uang perekonomian
hiperinflasi, apakah didasarkann pada kerangka penilaian biaya historis atau biaya
kini, harus disajikan ulang sesuai dengan daya beli konstan pada tanggal neraca.
Aturan ini juga berlaku untuk angka-angka terkait pada periode sebelumnya.
Keuntungan atau kerugian daya beli yang terkait dengan posisi kewajiban atau aktiva
moneter bersih dimasukkan ke dalam laba kini. Perusahaan yang melakukan
pelaporan juga harus mengungkapkan:
1.
Fakta bahwa penyajian ualng untuk perubahan dalam daya beli unit pengukuran
telah dilakukan.
2. Kerangka dasar penilaian aktiva yang digunakan dalam laporan keuangan utama
3.
4.
November
1987
July 1989
1 January 1990
1994
22 May 2008
1 Januari 2009
sedang mengalami kondisi hiperinflasi. Dalam IAS 29, tidak ada batasan tertentu
tingkat inflasi yang dapat dinyatakan sebagai hiperinflasi. Untuk itu, IAS 29
mengeluarkan parameter yang dapat dijadikan indikasi bahwa suatu Negara sedang
mengalami hiperinflasi, yaitu:
a. Penduduknya lebih memilih untuk menyimpan kekayaan mereka dalam
bentuk aset nonmoneter atau dalam mata uang asing yang relatif stabil. Jumlah
mata uang lokal yang dimiliki segera diinvestasikan untuk mempertahankan
daya beli;
b. Penduduknya mempertimbangkan jumlah moneter bukan dalam mata uang
lokal tetapi dalam mata uang asing yang relatif stabil. Harga-harga mungkin
dikuotasikan dalam mata uang asing tersebut;
c. Harga yang berlaku dalam penjualan dan pembelian secara kredit ditentukan
dengan memasukkan faktor ekspektasi hilangnya daya beli selama periode
kredit, bahkan jika periode kreditnya singkat;
d. Suku bunga, upah dan harga dikaitkan dengan indeks harga; dan
e. Tingkat inflasi kumulatif selama tiga tahun mendekati atau melebihi 100%.
Apabila kondisi diatas terjadi di suatu Negara, maka entitas yang mata uang
fungsionalnya adalah mata uang Negara yang mengalami hiperinflasi tadi harus
menyajikan kembali laporan keuangannya dalam unit pengukuran yang berlaku pada
akhir periode pelaporan baik entitas tersebut menggunakan pendekatan nilai historis
ataupun nilai wajar.
Prosedur penyajian kembali laporan keuangan dalam kondisi hiperinflasi
dilakukan sebagai berikut:
I. PENDEKATAN BIAYA HISTORIS
a. Laporan posisi keuangan
1. Jumlah dalam laporan posisi keuangan disajikan dalam general price
index (indeks harga umum) bila belum dinyatakan dalam unit
pengukuran kini
2. Pos-pos moneter (uang yang dimiliki atau yang akan dibayarkan dalam
bentuk uang) tidak disajikan kembali
3. Aset dan kewajiban yang terikat perjanjian untuk perubahan harga
disajikan kembali sesuai dengan perjanjian untuk memastikan saldo
pada akhir periode pelaporan.
4. Aset non meneter yang disajikan dalam nilai realisasi bersih dan nilai
pasar tidak disajikan kembali.
5. Aset non moneter yang dicatat pada biaya perolehan dikurangi biaya
penyusutan disajikan kembali sesuai dengan jumlah kini pada tanggal
akuisisinya.
6. Aset non moneter yang telah disajikan kembali dikurangi sesuai
dengan standar terkait. Ketika jumlah tersebut melebihi jumlah
terpulihkan. Misalnya, jumlah aset tetap, goodwill, paten dan merek
dagang yang disajikan kembali dikurangi menjadi jumlah terpulihkan,
dan jumlah persediaan yang disajikan kembali dikurangi menjadi nilai
realisasi neto.
7. Akun ekuitas kecuali laba ditahan dan surplus revaluasi disajikan
kembali dengan menggunakan indeks harga umum. Saldo revaluasi
dihapuskan.
b. Laporan laba rugi komprehensif
Seluruh pos dalam laporan laba rugi komprehensif dinyatakan
dalam unit pengukuran kini pada akhir periode pelaporan. Oleh karena
itu, seluruh jumlah perlu untuk disajikan kembali dengan menerapkan
perubahan indeks harga umum dari tanggal pos pendapatan dan
beban tersebut awalnya dicatat dalam laporan keuangan
c. Keuntungan atau Kerugian Posisi Moneter Neto
Adanya hiperinflasi akan dapat mengakibatkan selisih antara
asset moneter dan liabilitas moneter. Keuntungan atau kerugian posisi
moneter ini disajikan dalam laporan laba rugi komprehensif.
Amerika Serikat
Pada tahun 1970, FASB mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (Statement of Financial Accounting Standards-SFAS) No. 33 Berjudul
Pelaporan Keuangan dan Perubahan Harga, pernyataan ini mengharuskan
perusahaan-perusahaan AS yang memiliki persediaan dan aktiva tetap yang bernilai
lebih dari $125 juta atau total aktiva lebih dari $1 miliar, untuk selama lima tahun
mencoba melakukan pengungkapan daya beli konstan biaya historis dan daya beli
konstan biaya kini. Pengungkapan ini lebih bersifat melengkapi dan bukan
menggantikan biaya historis sebagai kerangka dasar untuk leporan keuangan utama.
Banyak pengguna dan penyusun informasi keuangan yang telah sesuai dengan
SFAS No.33 menemukan bahwa (1) pengungkapan ganda yang diwajibkan oleh
FSAB membingungkan, (2) biaya untuk penyusunan pengungkapan ganda ini terlalu
besar, dan (3) pengungkapan daya beli konstan biaya historis tidak terlalu bermanfaat
bila dibandingkan data biaya kini. FASB menerbitkan panduan (SFAS 89) untuk
membantu perusahaan yang melaporkan pengaruh pernyataan atas harga yang
berubah dan menjadi titik awal untuk standar akuntansi inflasi dimasa depan.
Perusahaan pelapor didorong untuk mengungkapkan informasi berikut untuk 5 tahun
terakhir:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
luar negeri memiliki dua metode pilihan dalam mentranslasikan dan menyajikan ulang
akun-akun luar negeri dalam dolar AS.
Belanda
Di Belanda, orang-orang Belanda sadar akan nilai akuntansi sekarang untuk
waktu yang lama. Ada dua alasan mengapa fokus pada Belanda jika tidak ada
persyaratan untuk biaya sekarang atau akuntansi GPP yaitu, pertama melibatkan teori
Profesor Theodore Limberg, yang sering disebut Bapak Teori Nilai Penggantian
karena kepeloporannya bekerja di Belanda tahun 1930-an. Dia fokus pada hubungan
kuat antara ekonomi dan akuntansi dan percaya bahwa pendapatan seharusnya tidak
dihasilkan tanpa pemeliharaan sumber daya dari pendapatan bisnis dari sudut
kelangsungan atau kelanjutan. Pendapatan adalah fungsi dari penghasilan dan nilainilai
penggantian
daripada
biaya
historis.
Dalam
tambahannya
Limberg
Indonesia
ED PSAK 63 Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi merupakan
adopsi dari IAS 29 Financial Reporting in Hyperinflationary Economies. IAS 29 ini
berkaitan dengan penyajian kembali laporan keuangan ketika terjadi ekonomi
hiperinflasi dalam mata uang pelaporan entitas. Dalam kondisi semacam ini, laporan
keuangan entitas disajikan dalam unit pengukuran kini pada akhir periode pelaporan.
Selain itu, pos-pos terkait di periode sebelumnya disajikan dalam unit pengukuran
kini pada akhir periode pelaporan, dan laba rugi atau posisi moneter neto diakui dalam
laporan laba rugi dan diungkapkan terpisah. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
63 Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi terdiri dari paragraf 1 40.
Seluruh paragraf tersebut memiliki kekuatan mengatur yang sama. Paragraf yang
dicetak dengan huruf tebal dan miring mengatur prinsip-prinsip utama. PSAK 63
harus dibaca dalam konteks tujuan pengaturan dan Kerangka Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan. PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi,
Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan memberikan dasar memilih dan
menerapkan kebijakan akuntansi ketika tidak ada panduan yang eksplisit. Pernyataan
ini tidak wajib diterapkan untuk unsur-unsur yang tidak material. Pernyataan ini
diterapkan untuk laporan keuangan, termasuk laporan keuangan konsolidasian, dari
setiap entitas yang mata uang fungsionalnya adalah mata uang dari suatu ekonomi
yang mengalami hiperinflasi (selanjutnya disebut ekonomi hiperinflasi. Dalam
ekonomi hiperinflasi, pelaporan hasil operasi dan posisi keuangan dalam mata uang
lokal tanpa penyajian kembali tidak bermanfaat. Uang menjadi kehilangan daya beli
sedemikian rupa sehingga perbandingan jumlah dari transaksi dan kejadian lain dari
waktu ke waktu, bahkan dalam periode akuntansi yang sama, menjadi menyesatkan.
Pernyataan ini tidak menetapkan pada tingkat inflasi tertentu dianggap terjadi
hiperinflasi. Pertimbangan diperlukan dalam penentuan kapan penyajian kembali
laporan keuangan perlu dilakukan sesuai dengan pernyataan ini. Karakteristik dari
lingkungan ekonomi suatu negara yang merupakan indikasi bahwa negara tersebut
mengalami hiperinflasi antara lain:
Semua entitas yang menyusun laporan keuangan dalam mata uang ekonomi
hiperinflasi yang sama dianjurkan menerapkan Pernyataan ini dari tanggal yang sama.
Namun, Pernyataan ini diterapkan atas laporan keuangan setiap entitas sejak awal
periode pelaporan ketika entitas mengidentifikasi adanya hiperinflasi di negara yang
mata uangnya digunakan oleh entitas tersebut untuk menyusun laporan keuangan.
Jepang
Inflasi merupakan gejala ekonomi yang tumbuh dan berkembang dalam
perekonoian dunia, yang dapat melemahkan perekonomian secara umum. Inflasi,
dapat menimbulkan masalah dalam bidang akuntansi. Penyajian informasi keuangan
yang dilaporkan oleh akuntansi yang didasarkan pada biaya historis menjadi tidak
relevan, sebab keyataan perekonomian suatu negara senantiasa dipengaruhi oleh
gejolak inflasi.
Inflasi merefleksikan tingkat harga umum yang tidak stabil. oleh karena itu
asumsi unit moneter yang stabil dalam biaya historis hanyalah akan mengakibatkan
laporan keuangan yang dihasilkan menjadi kurang handal karena tidak memasukan
unsur perubahan tingkat harga yang terjadi saat ini. maka hasil penilaian kinerja
Menyajikan akun-akun biaya kini sebagai laporan keuangan dasar dengan akun-