Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Uji Biokompatibilitas

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 3

2.

Uji Biokompatibilitas
a. Tujuan
Tujuan uji biokompatibilitas adalah untuk menghilangkan produk atau komponen
produk potensial yang dapat merugikan atau merusak jaringan mulut atau maksilofasial.
b. Tahapan
Pemeriksaan In Vitro
Pada prinsipnya pemeriksaan in vitro adalah jenis pemeriksaan yang
dilakukan dalam tabung reaksi, piring kultur sel atau di luar tubuh mahluk hidup.
Penelitian in vitro mensyaratkan adanya kontak antara bahan atau suatu komponen
bahan dengan sel, enzim, atau isolasi dari suatu sistem biologik. Proses kontak dapat
terjadi secara langsung, dalam arti bahan langsung berkontak dengan dengan sistem
sel tanpa adanya barier atau dengan menggunakan barier. Pemeriksaan in vitro dapat
digunakan untuk mengetahui sitotoksisitas atau pertumbuhan sel, metabolisme set
fungsi sel. Bisa pula pemeriksaan in vitro untuk mengetahui pengaruh suatu bahan
terhadap genetik set. Ada beberapa keuntungan dari pemeriksaan in vitro
dibandingkan dengan jenis pemeriksaan biokompatibilitas lainnya, adalah sebagai
berikut:
a) Membutuhkan waktu yang relatif singkat
b) Membutuhkan biaya yang relatif sedikit
c) Dapat dilakukan standarisasi
d) Bisa dilakukan kontrol
Sebaliknya, kerugian dari pemeriksaan in vitro adalah, karena tidak adanya
relevansinya dengan kegunaannya secara in vivo di kemudian hari. Selain itu, kerugian
lainnya adalah tidak adanya mekanisme inflamasi dalam kondisi in vitro. Hal yang
penting diketahui adalah bahwa dari hasil pemeriksaan in vitro saja jarang bisa untuk
mengetahui biokompatibilitas suatu bahan. Pada pemeriksaan in vitro terdapat dua
macam sel yang biasa digunakan yaitu sel primer clan sel kontinyu. Kedua sel tersebut
mempunyai peran penting dalam melakukan pemeriksaan in vitro.
a) Sel primer : adalah sel yang langsung diambil dari organisme hidup untuk
kemudian langsung dibiakkan dalam kultur. Sel jenis primer akan tumbuh hanya
untuk waktu yang terbatas, tetapi mempunyai keuntungan bahwa masih tetap
mempertahankan sifat sel pada kondisi in vivo. Merupakan jenis sel yang sering
digunakan untuk melakukan pemeriksaan sitotoksisitas.
b) Sel kontinyu : adalah jenis sel primer yang ditransformasikan untuk dapat
ditumbuhkan dalam kultur. Karena dilakukan transformasi, maka jenis sel ini tidak
lagi mempertahankan semua sifat sel pada kondisi in vivo.
Pemeriksaan In Vivo
Pemeriksaan in vivo untuk uji biokompatibilitas biasanya menggunakan
binatang mamalia seperti tikus, kelinci, marmot atau kera. Pemeriksaan in vivo dengan
menggunakan binatang cobs menimbulkan banyak interaksi yang sifatnya kompleks
dalam menimbulkan terjadinya respon biologik. Sebagai contoh, suatu respon imun
akan terjadi pada sistem tubuh hewan, hal mana pasti akan sukar terlihat pada sistem

biakan sel. Oleh karena itu, respon biologik pada pemeriksaan in vivo secara umum
lebih relevan dibandingkan dengan pemeriksaan in vitro. Beberapa pemeiksaan in vivo
yang biasa dilakukan, yaitu :
a) Pemeriksaan iritasi.
Untuk mengetahui apakah suatu material dapat menimbulkan inflamasi pada
mukosa atau pada kulit. Metode yang dilakukan biasanya dengan menggunakan
kelompok kontrol dan perlakuan, bahan dikontakkan pada mukosa mulut hamster
atau marmot. Selang beberapa minggu, baik kontrol maupun perlakuan diperiksa.
Hewan coba dibunuh untuk dibuat sediaan histologis, untuk selanjutnya dilakukan
pemeriksaan terhadap kemungkinan terjadinya inflamasi.
b) Pemeriksaan implan
Untuk mengevaluasi bahan yang dikontakkan dengan tulang atau jaringan
subkutan. Biasanya bahan dikontakkan antara satu sampai sebelas minggu. Pada
waktu yang telah ditentukan, respon jaringan dapat dievaluasi dengan
pemeriksaan histologik, biokimiawi atau imunohistokimiawi.
Pemeriksaan implan juga dapat dilakukan untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya inflamasi kronis atau pembentukan tumor. Pada pemeriksaan ini
material dikontakkan untuk waktu yang lebih lama, yaitu antara satu sampai
dengan dua tahun.
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan ini dilakukan baik pada hewan coba atau pada manusia. Jenis
pemeriksaan ini berbeda dengan pemeriksaan in vivo, karena bahan harus
dikontakkan sama dengan fungsi yang sebenarnya.
Hasil dari pemeriksaan klinis dalam menentukan biokompatibilitas bahan
dapat langsung diterapkan, dengan catatan pada waktu penelitian telah
dipertimbangkan faktor waktu, lingkungan, dan lokasinya. Untuk itu, pemeriksaan klinis
dengan menggunakan hewan coba, biasanya digunakan binatang jenis lebih besar,
yang mempunyai suasana lingkungan rongga mulut sama dengan manusia. Binatang
yang biasa digunakan adalah kera atau anjing.
Pemeriksaan klinis bisa menjadi gold standard dari semua jenis pemeriksaan
yang sudah dilakukan untuk menentukan apakah suatu bahan biokompatibel atau
tidak. Kerugian dari pemeriksaan klinis adalah biaya yang diperlukan sangat banyak,
membutuhkan waktu yang lama, memerlukan banyak persyaratan tentang etika
penelitian, serta sangat sukar untuk dilakukan kontrol. Tetapi hasil pemeriksaan klinis
mempu-nyai tingkat akurasi yang tinggi. Di bidang kedokteran gigi, yang biasa
dilakukan untuk pemeriksaan klinis adalah pulpa gigi, jaringan periodonsium, atau
jaringan mukosa.
a) Pemeriksaan iritasi pada pulpa gigi
Biasanya bahan yang akan diperiksa pengaruhnya terhadap jaringan pulpa
gigi diletak-kan pada preparasi kavitas kelas - V, dengan menggunakan gigi kera
atau hewan coba yang lainnya. Bahan yang akan diperiksa didiamkan dalam
kavitas untuk waktu sekitar 1 sampai 8 minggu. Sebagai kelompok kontrol positif
biasa digunakan semen silikat dan untuk kelompok kontrol negatif digunakan sink
oksid eugenol. Pada akhir penelitian gigi dicabut dan dibuat irisan untuk kemudian

dilakukan pemeriksaan secara histologik. Reaksi pulpa biasa diukur dengan


memberikan kriteria ringan, sedang atau berat. Keadaan tersebut dapat diukur dari
sedikit banyaknya sel yang mengalami inflamasi, juga pada kemungkinan
ditemukannya kondisi hiperaemi. Pada kondisi inflamasi, biasanya jumlah sel
mononuklear terlihat sangat dominan. Akhir-akhir ini pemeriksaan iritasi pada
pulpa gigi, yang melibatkan gigi sehat (non karies) menunjukkan hasil tidak terjadi
inflamasi pada jaringan pulpa gigi. Diperkirakan bahwa jaringan pulpa gigi sehat
akan memberikan respon yang berbeda dengan yang mengalami inflamasi.
b) Pemeriksaan implan gigi
Hal yang menjadi perhatian utama dari pemeriksaan implan gigi terhadap
tulang adalah aspek:
Mobilitas implan
Gambaran radiografi yang menunjukkan kondisi osseointegrasi yang
dapat terjadi pada tulang di sekitar implan dan
Penetrasi probe periodontal di sekitar implan.
Dalam berkembangnya ilmu pengetahuan, saat ini suatu implan dianggap
berhasil apabila tidak menunjukkan adanya pergerakan, tidak ada daerah
radiolusen pada pemeriksaan radiologi, serta implan terlihat betul-betul
terbungkus di dalam tulang. Adanya kantong fibrous yang terlihat ada di sekitar
implan, menandakan terjadinya iritasi dan inflamasi kronis.

Anda mungkin juga menyukai