Bab 3 Ortoskop Nikol Silang
Bab 3 Ortoskop Nikol Silang
Bab 3 Ortoskop Nikol Silang
MINERALOGI OPTIK
Modul Praktikum
Sutarto Hartosuwarno, AY.Humbarsono, dan Suharwanto
Laboratorium Petrologi dan Bahan Galian Teknik Geologi
Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional Veteran
YOGYAKARTA
32
BAB 3
ORTOSKOP NIKOL SILANG
Pengamatan ortoskop nikol silang, adalah pengamatan
sifat-sifat optik mineral, dimana cahaya mellewati dua
lensa polarisator, yaitu polarisator bawah dan polarisator
atas (analisator). Dengan ketentuan bahwa arah getar
polarisator harus tegak lurus arah getar analisator.
Sifat-sifat optik yang dapat diamati antara lain warna
interferensi, birefringence (bias rangkap), orientasi
optis, pemadaman dan sudut pemadaman maupun kembaran.
3.1. Warna Interferensi
Warna interferensi adalah kenampakan wama sebagai
manifestasi dari perbedaan panjang gelombang dua vektor
cahaya yang bergetar saling tegak lurus yang melewati
lintasan sayatan tipis kristal dengan kecepatan yang
berbeda yang diteruskan melalui lensa analisator kepada
mata pengamat. Warna interferensi adalah harga retardasi
dari cahaya yang dibiaskan dan merambat melewati
kristal.Semakin tebal sayatan tipis mineral, maka akan
semakin besar harga retardasinya.Sebagai contoh, jika
mineral kuarsa dengan sayatan standar tebal 0,03 mm
mempunyai harga retardasi sekitar 250 nm yang
dimanifestasikan sebagai warna abu-abu, maka ketika tebal
sayatan mineral kuarsa 0,04 nm, harga retardasi kuarsa akan
menjadi sekitar 350 nm, dan akan memperlihatkan warna
interferensi kuning.
33
Cara menentukan warna interferensi
Warna interferensi suatu mineral ditentukan pada saat
mineral menunjukkan kenampakan terang maksimum atau pada
saat kedudukan sumbu indikatrik mineral membentuk sudut 45
dengan arah getar polarisator dan analisastor. Kedudukan
kenampakan terang maksimum pada mineral adalah berselisih
45 dengan kedudukan kenampakan gelam maksimum pada
mineral, karena pada saat gelap maksimum kedudukan sumbu
indikatrik mineral sedang sejajar atau tegak lurus dengan
kedudukan kedua lensa polarisator. Sehingga untuk
mmenentukan kedudukan terang maksimum akan lebih mudah
menentukan lbih dahulu kedudukan gelap maksimum, baru
kemudian memutar meja obyek sebesar 45.
Gambar 3.2. Kenampakan gelap maksimum dan terang maksimum mineral piroksen.
Gambar 3.1. Kenampakan mineral kuarsa dengan sayatan tipis standar (kiri) dan kenampakan
kuarsa dengan sayatan lebih tebal (kanan).
34
Mineral dengan harga retardasi sekitar 350-450 nm
mempunyai warna interfernasi relatif sama dengan mineral
yang mempunyai harga retardasi sekitar 950-1000 nm, yang
terlihat sebagai warna orange. Karena terjadi perulangan
warna seperti yang terlihat dalam tabel Michel Levy, maka
rangkaian warna interferensi dibagi menjadi beberapa
orde, mulai dari orde pertama, kedua dan seterusnya.
Mineral yang mempunyai retardasi tinggi ordenya, makin
cerah (kuat) warnanya, misalnya kuning orde II lebih kuat
dibandingkan kuning orde I (lihat tabel warna
interferensi).
Gambar 3.3 diagram warna interferensi Michel Levy(Nesse, 1991)
Seringkali kita kesulitan pada saat harus menentukan
warna interferensi yang kita lihat apakah termasuk orde 1,
orde 2, ataukah orde 3. Untuk memastikan orde mana warna
interferensi yang kita amati, kadang perlu dilakukan
pengecekan dengan menggunakan komparator yang mempunyai
harga panjang gelombang tertentu, misal komparator keping
gipsum dengan harga panjang gelombang 530 nm.
35
3.2. Bias Rangkap (Birefringence)
Cahaya yang masuk dalam media optis anisotrop akan
dibiaskan menjadi 2 sinar, yang bergetar dalam dua bidang
yang saling tegak lurus. Harga bias rangkap merupakan
selisih maksimum kedua indeks bias sinar yang bergetar
melewati suatu mineral. Selisih maksimum sinar yang
bergetar atau bias rangkap mineral adalah jika sinar yang
bergetar adalah sinar yang mempunyai indeks bias maksimum
dan indeks bias minimum.
Pada mineral-mineral yang mempunyai sistem kristal
tetragonal, hexagonal dan trigonal selisih indeks bias
maksimum terdapat pada sayatan yang sejajar sumbu C
kristalografi, karena pada sayatan ini sinar yang bergetar
adalah sinar biasa (ordiner) dan sinar luar biasa (extra
ordiner) yang sesungguhnya.
Sedang untuk mineral-mineral yang bersitem kristal
orthorombik, triklin, dan monoklin harga selisih indeks
bias maksimum terdapat pada sayatan yang dipotong sejajar
dengan bidang sumbu optik, karena pada sayatan ini sinar
yang bergetar adalah sinar X (cepat) dan sinar Z (lambat).
Sayatan-sayatan diatas dalam pengamatan konoskop akan
memperlihatkan gambar interferensi kilat (lihat BAB 4).
Di dalan praktikum ini, karena peraga yang digunakan adalah
mineral yang terdapat dalam sayatan tipis batuan, maka
sebagian besar mineral tidak terpotong sejajar sumbu C
(untuk uniaxial) maupun terpotong sejajar dengan bidang
sumbu optik (untuk biaxial). Oleh karena itu dalam
pengamatan ini tidak semua mineral dapat ditentukan bias
rangkapnya, tetapi hanya bias ditentukan selisih indeks
bias sinar yang sedang bergetar (bisa selisih maksimum
bisa tidak maksimum).
36
Tabel 3.1 harga bias rangkap beberapa mineral (Kerr, 1977)
Birefringence Mineral Birefringence Mineral
0,00 0,002
0,00 0,002
0,00 0,003
0,00 0,004
0,001
0,001
0,001
0,001 0,004
0,001 0,011
0,002 0,010
0,003
0,003 0,004
0,003 - 0,004
0,004
0,004
0,004 0,006
0,004 0,008
0,004 0,009
0,004 0,011
0,005
0,005
0,005 0,006
0,005 0,007
0,005 0,011
0,006
0,006 0,008
0,006 0,012
0,006 0,018
0,007
0,007
0,007
0,007
0,007
0,007 0,008
0,007 0,008
0,007 0,009
0,007 0,009
0,007 0,011
0,007 0,011
0,007 0,028
0,008
0,008
0,008 0,009
Analcime (possibly)
Perovskite
Serpophite
Haliyne (occas)
Leucite
Mesolite
Hallosyte
Pennine
Prochlorite
Chabazite
Cristobalite
Apatite
Nepheline
Tridymite
Riebeeckite
Idocrase
Beryl
Dahllite
Clinochore
Collophane
Kaolinite
Mellite
Anorthoclase
Clinozoisite
Dickite
Stilbite
Thomsonite
Zoisite
Sanidine
Heulandite
Andesine
Scolecite
Microcline
Chamosite
Labradorite
Antigorite
Oligoclase
Andalausite
Cordierite
Cancrinite
Chalcedony
Orthoclase
Corundum
0,008 0,009
0,008 0,011
0,009
0,009
0,009
0,009 0,010
0,009 0,011
0,010 0,012
0,010 0,015
0,010 0,016
0,01 0,03
0,010 0,036
0,011 - 0,013
0,011 0,014
0,011 0,020
0,012
0,012
0,012 0,013
0,012 0,023
0,013 0,016
0,013 0,018
0,013 0,027
0,014
0,014 0,018
0,014 0,045
0,015 0,023
0,016
0,016 0,025
0,018 0,019
0,019
0,019
0,019
0,019 0,025
0,019 0,026
0,020
0,020 0,023
0,020 0,032
0,020 0,033
0,021
0,021 0,025
0,021 0,033
0,022
0,022 0,027
Enstatite
Bytownite
Celestite
Gypsum
Quartz
Topaz
Albite
Axinite
Staurolite
Hypersthene
Allanite
Scapolite
Anorthite
Chrysolite
Dumortierite
Barite
Mullite
Natrolite
Jadeite
Chloritoid
Glaucophane
Spodumene
Wollastonite
Monticellite
Epidote
Albite
Kyanite
Anthophylite
Hedenbergite
Brucite
Lawsonite
Polyhalite
Dravite
Horblende
Alunite
Silimanite
Glauconite
Prehnite
Monmorilonite
Augite
Pigeonite
Gibsite
Nephrite
37
Lanjutan harga bias rangkap(Kerr, 1977)
Birefringence Mineral Birefringence Mineral
0,022 0,027
0,022 0,040
0,025 0,029
0,026 0,072
0,027 0,035
0,029 0,031
0,029 0,037
0,030 0,035
0,030 0,050
0,033 0,059
0,035 0,040
0,036 0,038
0,037 - 0,041
0,037 0,041
0,037 0,059
0,038 0,044
0,042 0,051
0,042 0,054
Tremolite actinolite
Schorlite
Cummingtonite
Lamprobolite
Chondrodite
Diopside
Aegirine-augite
Hydromuscovite
Talc
Biotite
Forsterite
Lazulite
Olivine
Muscovite
Aegirine
Iddingsite
Fayalite
Grunerite
0,044
0,044 0,047
0,045
0,048
0,048
0,049 0,051
0,060 0,062
0,061 0,082
0,092 0,141
0,097
0,105
0,156
0,172
0,180 0,190
0,191 0,199
0,231 0,242
0,286 0,287
Anhydrite
Phlogopite
Lepidolite
Diaspore
Pyropyllite
Monazite
Zircon
Piedmontite
Sphene
Cassiterite
Jarosite
Aragonite
Calcite
Dolomite
Magnesite
Siderite
Rutile
Tabel 3.2 Indeks bias mineral-mineral isotropis(Kerr, 1977)
Relief Mineral Indexs
Moderate relief
Low Relief
Moderate to Strong Relief
Very High Relief
Opal
Fluorite
Lechatelierte
Sodalite
Analcine
Hauyne
Balsam = 1,537
Halite
Halloysite
Serphopite
Cliachite
Collophane
Periclase
Glossularite
Pyrope
Almandite GARNET
Spessarite GROUP
Uvarovite
Andradite
Limonite
Spinel
Chromite
Perovskite
Sphalerite
Volcanic glass (mineraloid)
Palagonite (mineraloid)
1,40 - 1,46
1,434
1,458 1,462
1,483 1,487
1,487
1,496 1,510
1,544
1,549 1,561
1,50 1,57
1,57 1,61
1,57 1,62
1,738 1,760
1,736 1,763
1,741 1,760
1,778 1,815
1,792 1,820
1,838 1,870
1,837 1,887
2,00 2,10
1,72 1,78
2,07 2,16
2,34 2,38
2,37 2,47
1,48 1,61
1,47 1,63
38
Cara menentukan harga bias rangkap:
a. menentukan warna interferensi maksimum serta ordenya
(lihat tabel warna interferensi Michel Levy di bawah).
b. potongkan garis vertikal sebagai harga retardasi pada
warna interferensi dengan garis horisontal harga
ketebalan sayatan (standart 0,03 mm), dan tentukan
titik potongnya.
c. melalui titik potong tersebut, tarik garis miring
hingga memotong garis paling atas/kanan, kemudian
baca harga birefringence atau selisih harga indeks
biasnya.
3.3. Orientasi Optik
Orientasi optik merupakan hubungan antara sumbu
panjang kristalografi mineral dengan sumbu indikatriknya
(arah getar sinar). Pada umumnya sumbu panjang
kristalografi pada mineral merupakan sumbu c
kristalografi. Tetapi pada kelompok filosilikat umumnya
a)
c)
b)
Gambar 3.4. Urutan cara penentuan warna interferensi dan besarnya bias rangkap
minera (Gmbar dari Nesse, 1991).
39
sumbu C kristalografi merupakan sumbu terpendek, sedang
yang paling panjang adalah sumbu a kritalografi. Untuk
mempermudah pemahaman dalam pembahasan lebib lanjut, kita
anggap bahwa sumbu panjang kristalografi adalah sumbu
kristalogarfi C. Tetapi anggapan ini tidak berlaku untuk
perkecualian seperti pada filosilikat.
Kedudukan sumbu sinar suatu mineral terhadap sumbu
kristalografinya adalah tertentu. Jadi orientasi optik
pada mineral juga tertentu.
Orientasi optik "Length Slow" apabila sumbu panjang
mineral (C) sejajar atau hampir sejajar sumbu indikatrik
sinar lambat ( Z). Orientasi optik Length Fast apabila
sumbu panjang mineral (C) sejajar atau hampir sejajar
sumbu indikatrik sinar cepat (X).
Pada beberapa mineral (contoh olivin) kedudukan sumbu
panjang kristalografinya berimpit dengan sumbu indikatrik
sinar Y (sinar intermediet). Oleh karenanya orientasi
optik mineral olivin sangat tergantung pada arah
sayatannya. Pada sayatan yang tegak lurus sumbu indikatrik
sinar X, sinar yang bergetar pada mineral adalah sinar Y
dan sinar Z, sehingga sinar Y berperan sebagai sinar cepat.
Orientasi optik mineral olivin yang disayat demikian
mempunyai orientasi optik "length fast" (sumbu C berimpit
dengan sumbu indikatrik sinar cepat). Sebaliknya kalau
disayat tegak lurus sumbu sinar Z, sinar yang bergetar
adalah sinar X dan sinar Y. Sinar Y berperan sebagai
sinar lambat, sehingga orientasi optik mineral olivin pada
pada sayatan demikian adalah "length slow".
40
Gambar 3.5 memperlihatkan mineral yang mempunyai orientasi
optis Length Slow (kiri) dan orientasi optis length Fast
(kanan)
Sumbu indikatrik mineral merupakan sumbu kayal. Untuk
menentukan kedudukannya dipakai komparator/kompensator
(misal keping gypsum atau keping mika) yang sudah
ditentukan kedudukan sumbu indikatriknya, yaitu sinar
cepat (X) berkedudukan NW - SE dan sinar lambat (Z)
berkedudukan NE-SW.
Addisi adalah gejala yang terjadi apabila sumbu
indikatrik sinar Z mineral sejajar dengan sumbu indikatrik
sinar Z komparator. Gejala ini terlihat dengan adanya
penambahan warna interferensi (karena bertambahnya
retardasi).
Substraksi adalah gejala yang terjadi apabila sumbu
indikatrik sinar Z mineral tegak lurus dengan sumbu
indikatrik sinar Z komparator. Gejala ini terlihat
dengan adanya pengurangan warna interferensi (karena
berkurangnya retardasi).
Dalam pengamatan suatu mineral apabila meja obyek diputar
lebih dari 90, maka akan bisa diamati baik gejala adisi
maupun substraksi. Gejala mana bisa dilihat, tergantung
kedudukan sumbu indikatrik mineral terhadap sumbu
indikatrik komparator.
41
Cara Menentukan orientasi optik :
a. menentukan kedudukan sumbu panjang mineral
b. Menentukan kedudukan sunbu indikatrik mineral agar
posisinya diagonal terhadap arah getar
polarisator/analisator (kita tidak tahu mana sinar
yang cepat dan mana sinar yang lambat). Kedudukan
sumbu indikatrik pada posisi diagonal adalah pada
waktu mineral memperlihatkan warna interferensi
maksimum (warna interferensi minimum/gelap maksimum
terjadi jika kedudukan sumbu indikatriknya sejajar
dengan arah getar polarisator/analisator).
c. lihat apakah pada waktu terang maksimum kedudukan
sumbu panjang kristalografi ada di sebelah kiri atau
kanan dari kedudukan diagonal. Kalau kedudukan sumbu
panjang kristalografi ada disebelah kiri kedudukan
diagonal, maka kedudukan sumbu indikatrik yang
terdekat dengan sumbu panjang kristalografi ada
disebelah kanannya (+).
d. masukkan komparator (keping gips).
e. misal terjadi gejala addisi langsung gambar
kedudukan sumbu indikatrik mineral (misalnya sinar Z
sejajar sumbu indikatrik sinar Z komparator.
Gambar 3.6. Gambar kiri memperlihatkan kedudukan mineral saat memperlihatkan warna
interferensi maksimum. Gambar tengah memperlihatkan gejala adisi (penambahan warna) saat
dimasukkan komparator keping gipsum. Gambar kanan, setelah meja obyek diputar 90, mineral
memperlihatkan gejala substraksi (pengurangan warna).
42
f. lihat posisi sumbu indikatrik mineral terhadap
sumbu panjang kristalografi mineral.
9. jika sumbu Z sejajar atau kurang dari 45" terhadap
sumbu panjang kristalografi (C) maka orientasi
optiknya adalah "Length Slow", jika sumbu X sejajar
atau kurang dari 45 terhadap sumbu panjang (C)
maka orientasinya adalah "Length Fast".
3.4. Pemadaman dan Sudut Pemadaman
Pemadaman adalah gejala dimana mineral memperlihatkan
kenampakan gelap maksimum, hal ini terjadi apabila sumbu
indikatrik (arah getar sinar) mineral sejajar dengan
arah getar polarisator atau analisator.
Pada pengamatan mineral anisotrop, apabila meja obyek
diputar 360, maka akan terjadi gelap maksimum empat kali.
Tidak semua mineral memperlihatkan pemadaman yang
sempurna, ada yang pemadamannya bintik-bintik (misal pada
Biotit) dan ada yang pemadamannya bergelombang (misal pada
Kuarsa).
Gambar 3.7. Prosedur penentuan orientasi optik. Gambar kiri memperlihatkan posisi mineral saat
warna interferensi maksimum. Gambar tengah mineral memperlihatkan gejala adisi
(penambahan warna) menjadi biru saat dimasukkan komparator keping gipsum. Gambar kanan,
menentukan kedudukan sumbu indikatrik mineral yang sejajar dengan sumbu indikatrik
komparator.
43
Sudut pemadaman
Sudut Pemadaman adalah sudut yang dibentuk oleh sumbu
panjang kristalografi (sb C) dengan sumbu indikatrik
mineral (baik sinar cepat atau sinar lambat).
Sudut Pemadaman = C ^ X atau C ^ Z
Ada 3 macam sudut pemadaman :
a. Parallel
Apabila sumbu C sejajar atau tegak lurus dengan sumbu
indikatrik mineral ( C ^ X,Z = 0 atau C ^ X,Z = 90)
b. Miring
Apabila sumbu C meabentuk sudut dengan sumbu
indikatrik mineral atau C ^ X,Z = 1 - 44
c. simetri
Jika mineral menjadi padam pada kedudukan dimana
benang silang membagi sudut yang dibentuk oleh dua arah
belahan sama besar atau apabila sb C laembentuk sudut 45
dengan sumbu indikatrik mineral, C ^ X,Z = 45
Paralel Miiring Simetri
Gambar 3.8. Kenampakan berbagai macam sudut pemadaman pada mineral. Gambar kiri sudut
pemadaman paralel C ^ X,Z = 0 atau C ^ X,Z = 90 gambar tengah mineral dengan sudut
pemadaman miring C ^ X,Z = 1 - 44, dan gambar kanan mineral dengan sudut pemadaman
simetri C ^ X,Z = 45.
44
Jika kedudukan sumbu indikatrik diseblah kanan sumbu c maka
harga sudut pemadamannya adalah positip dan sebaliknya.
Cara menentukan sudut pemadaman
a. menentukan kedudukan sumbu panjang mineral
b. menentukan kedudukan mineral pada saat warna
interferensi maksimum (sumbu indikatrik posisinya
diagonal).
c. karena kedudukan sumbu indikatrik diagonal (N 45 E)
maka kita harus mengetahui apakah sumbu panjang
kristalografi mineral pada saat interferensi
maksimum kedudukannya kurang dari 45 atau lebih
dari 45 agar bisa ditentukan harga sudut
pemadamannya positip atau negatip.
d. masukkan keping komparator, amati apakah terjadi
gejala addisi atau substraksi. Gambar kedudukan
sumbu indikatrik mineral (sejajar kedudukan sumbu
indikatrik komparator/diagonal).
Catatan : prosedur a - d sama dengan prosedur menentukan
orientasi optik.
e. a adalah sudut pemadaman C^Z
Gambar 3.9. Memperlihatkan kedudukan sumbu indikatrik sinar Z terhadap sumbu C kristalografi.
C ^ Z = - a
C ^ Z = + a
a
a
45
f. cara mengukur a adalah meletakkan kedua garis yang
membatasinya pada salah satu benang silang (merupakan
arah getar polarisator/analisator) misalkan kita
pakai benang silang vertikal.
g. putar meja obyek ke kiri hingga sb c berimpit
dengan benang silang tegak. Catat sekala noniusnya,
misal X putar lagi meja obyek ke kiri hingga
sumbu indikatrik sinar Z berimpit benang silang
vertikal (dicirikan oleh pemadaman maksimum ) catat
misal X
1
.
h. sudut pemadaman C ^ Z = Xo = | X - X
1
|
C ^ X = - (90 - Xo)
Gambar 3.10. a) posisi mineral saat warna interferensi maksimum. b) mineral memperlihatkan
gejala adisi menjadi biru saat dimasukkan komparator keping gipsum. C) menentukan kedudukan
sumbu indikatrik mineral yang sejajar dengan sumbu indikatrik komparator yaitu 45 terhadap
belang silang..
Gambar 3.11. d) Besarnya sudut pemadaman C ^ Z = + a, e) Sumbu C kristalografi disejajarkan
dengan benang silang vertikal, catat di nonius meja obyek sebagai X f) Sumbu indikatrik Z
disejajarkan dengan benang silang vertikal, catat di nonius meja obyek sebagai X1.
d)
e) f)
a) b) c)
46
3.5 Kembaran
Pada kenampakan mikroskopis kembaran nampak sebagai
lembar-lembar yang memperlihatkan warna interferensi dan
pemadaman yang berbeda. Kenampakan tersebut dapat
disebabkan karena pada waktu proses kristalisasi terganggu
(kembaran tumbuh) atau karena adanya proses deformasi pada
waktu kristal tersebut sudah terbentuk (kembaran deformasi.
Secara diskriptif keduanya dapat dibedakan dengan
melihat bentuk dari masing-masing lembar kembarannya.
Kembaran tumbuh, lebar-lembar kembarannya tertentu dan
didang batasnya lurus. Sedang pada kembaran deformasi lebar
lembar kembarannya berubah dan batasnya sering melengkung.
Kembaran tumbuh bisa terbentuk karena suatu kristal
bagian-bagiannya mengalami rotasi secara mekanis antara
satu dengan lainnya. Atau bisa terbentuk oleh karena
pertumbuhan dua kristal atau lebih yang saling mengikat,
sehinga membentuk satu wujud.
Gambar 3.12 Kenampakan beberapa jenis kembaran, berturut-turut
searah jarum jam adalah Kembaran baveno pada diopsid, kembaran
albit pada plagioklas, kembaran periklin (cross hatch) pada
mikroklin, dan kembaran karlbad pada sanidin.
47
Ada beberapa macam kembaran, dengan dasar pembagian
yang bermacam-macam pula. Tetapi untuk kebutuhan praktikum
ini, hanya kita bagi secara diskriptif praktis dengan
melihat bentuk dan pola kembarannya saja. Bentuk-bentuk
kembaran tersebut antara lain albit, karlbad, baveno,
periklin ("cross hatch"), karlbad-albit. Bagaimanapun juga,
kembaran sering mempunyai arti penting di dalam pengamatan
mineral, terutama kembaran yang terdapat pada mineral
plagioklas.
3.5.1 Penentuan plagioklas dengan kembaran
3.5.1.1. Metode Michel Levy
Kembaran pada plagioklas yang mengikuti Hukum Albit
memiliki bidang kembaran sejajar dengan bidang (010).
Untuk mengukur sudut pemadaman, carilah kristal
plagioklas yang terpotong tegak lurus bidang {010} atau
sejajar sumbu b, yang dicirikan oleh :
1. Garis-garis perpotongan antara bidang komposisi
dengan bidang sayatan (garis-garis kembaran) nampak
jelas dan tajam.
2. Bila garis kembaran diletakkan sejajar dengan
benang silang tegak maka semua lembar kembaran
memberikan warna interferensi yang sama dan merata.
3. Besarnya sudut pemadaman untuk lembar kembaran yang
menjadi gelap pada pemutaran meja obyek searah
putaran jarum jam ( | x
0
x
1
| = P ) adalah sama
dengan harga sudut pemadaman untuk lembaran yang
menjadi gelap bila meja obyek diputar berlawanan arah
jarum jam ( | x
0
x
2
| = Q ) Selisih antara kedua
sudut pemadaman tersebut tidak boleh lebih dari
6 ( | P - Q | 6 )
Jika syarat-syarat tersebut terpenuhi maka harga
sudut pemadamannya adalah :(P+Q)/2 = Z
48
Gambar 3.13. Cara penentuan jenis plagioklas dan sudut pemadaman
lembar kembaran albit. A : kristal plagioklas dengan kembaran
albit B . cara pengukuran sudut pemadaman dari kembaran albit (
Kerr,1977)
Gambar 3.14. Kurva untuk penentuan jenis plagioklas dengan
kembaran albit (Michel Levy) ( Kerr,1977)
Untuk penelitian petrografi batuan beku, langkah
tersebut harus dilakukan sebanyak mungkin, kemudian diambil
harga sudut pemadaman yang paling besar (sudut pemadaman
yang paling besar adalah yang paling nendekati sayatan yang
tegak lurus bidang (010). Harga sudut pemadaman dimasukkan
kedalam kurva Michel Levy sebagai ordinatnya kemudian tarik
49
garis horisontal hingga menotong kurva yang ada. Dari
perpotongan tersebut kita tarik garis ke bawah maka
komposisi dan jenis plagioklasnya dapat diketahui. Bila
harga sudut pemadaman kurang dari 20 maka harus kita ukur
harga indeks biasnya.
Plagioklas yang berkomposisi An
0 20
memiliki indek
bias lebih kecil daripada indek bias kanada balsem,
sedangkan yang berkomposisi An
21- 100
memiliki indek bias
lebih besar daripada indek bias kanada balsem.
3.5.1.2. Dengan kembaran Karlsbad-Albit
Carilah kristal plagioklas yang memperlihatkan kembaran
Karlsbad-Albit yang terpotong tegak lurus bidang (010) yang
dicirikan oleh :
1. Garis-garis perpotongan antara bidang komposisi dengan
bidang sayatan (garis-garis kembaran) kelihatan jelas
dan tajam.
2. Bila garis kembaran diletakkan sejajar dengan benang
silang tegak maka semua lembar kembaran memberikan warna
interferensi yang sama dan merata.
Salah satu kembaran carlsbad (misal sebelah kiri ) diten-
tukan dengan cara yang sama dengan metode sebelumnya yakni
| X
0
X
1
| + | X
0
X
2
|
= S
2
Dengan syarat | X
0
X
1
| - | X
0
X
2
| 6
Dan sudut pemadaman untuk lembar kembaran albit pada lembar
kembaran carlsbad sebelah kanan adalah :
| Y0 Y1 | + | Y0 Y1|
= T
2
Dengan syarat | Y0 Y1 | - | Y0 Y2 | 6
50
Harga sudut pemadaman diplot dengan grafik dimana
harga sudut pemadaman yang lebih kecil sebagai ordinal
sedangkan harga sudut pemadaman yang lebih besar diplot
pada kurva, kemudian tarik garis horisontal dari sudut
pemadaman yang lebih kecil, potongkan dengan kurva sudut
pemadaman yang lebih besar. Dari perpotongan tersebut lalu
ditarik garis kebawah maka jenis plagioklas dapat
diketahui. Bila harga sudut pemadaman kurang dari 20 maka
harus diketahui terlebih dahulu indek biasnya.
Gambar 3.15. Cara penentuan sudut pemadaman plagioklas dari
kembaran Carlsbad-Albit (Kerr, 1977)
Gambar 3.16. Kurva untuk penentuan jenis Plagioklas
dengan kembaran Carlsbad-Albit (Menurut F.E. wright,
dari Kerr ,1977)