Dokumen ini membahas tentang pengertian tanah, tanah tergenang, dan tanah sulfat masam dalam 3 kalimat. Dokumen menjelaskan bahwa tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berfungsi sebagai tempat tumbuh tanaman dan sumber nutrisi, tanah tergenang adalah tanah yang digunakan untuk bertanam secara terus-menerus yang dapat berasal dari tanah kering maupun rawa, dan tanah sulfat masam memiliki kandungan garam
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
357 tayangan17 halaman
Dokumen ini membahas tentang pengertian tanah, tanah tergenang, dan tanah sulfat masam dalam 3 kalimat. Dokumen menjelaskan bahwa tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berfungsi sebagai tempat tumbuh tanaman dan sumber nutrisi, tanah tergenang adalah tanah yang digunakan untuk bertanam secara terus-menerus yang dapat berasal dari tanah kering maupun rawa, dan tanah sulfat masam memiliki kandungan garam
Dokumen ini membahas tentang pengertian tanah, tanah tergenang, dan tanah sulfat masam dalam 3 kalimat. Dokumen menjelaskan bahwa tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berfungsi sebagai tempat tumbuh tanaman dan sumber nutrisi, tanah tergenang adalah tanah yang digunakan untuk bertanam secara terus-menerus yang dapat berasal dari tanah kering maupun rawa, dan tanah sulfat masam memiliki kandungan garam
Dokumen ini membahas tentang pengertian tanah, tanah tergenang, dan tanah sulfat masam dalam 3 kalimat. Dokumen menjelaskan bahwa tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berfungsi sebagai tempat tumbuh tanaman dan sumber nutrisi, tanah tergenang adalah tanah yang digunakan untuk bertanam secara terus-menerus yang dapat berasal dari tanah kering maupun rawa, dan tanah sulfat masam memiliki kandungan garam
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17
TUGAS INDIVIDU
PENGERTIAN TANAH, TANAH TERGENANG
TANAH SULFAT MASAM
OLEH Nama : Herawati Nim : L221 10 904
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN JURUSAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 A. PENGERTIAN TANAH 1. Pendekatan Geoglogi (Akhir Abad XIX ) Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang telah mengalamiserangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk regelit ( lapisan partikel halus ) 2. Pendekatan Pedelogi ( Dokuchaev 1870 ) Tanah adalah bahan padat ( mineral atau organik ) yang terletak di permukaan bumi, yang telah dan sedang serta terus mengalami perubahan yang di pengaruhi oleh factor-faktor : bahan induk, iklim, Organisme, Topografi, dan waktu. 3. Pendekatan Edophologis ( Jones dari Cornel Univercity Inggris ) Tanah adalah media tumbuh tanaman Jadi tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangknya perakaran dan penopang tegak tumbuhnya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi (senyawa organik dan senyawa anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti: N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl); dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman, yang ketiganya secara integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomassdan produksi baik tanaman pangan, tanaman obat-obatan, industry perkebunan, maupun kehutanan dan lain sebagainya.
Fungsi tanah : 1. Tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran 2. Penyedia kebutuhan primer tanaman (air, udara, dan unsure-unsur hara) 3. Penyedia kebutuhan sekunder tanaman (zat-zat pemacu tumbuh : hormon, vitamin, dan asam-asam organik : antibiotic dan toksin anti hama, dan enzim yang dapat meningkatkan kesediaan hara) 4. Sebagai habitat biota tanah, baik yang berdampak positif karena terlibat langsung atau tak langsung dalam penyediaan primer dan sekunder tanaman tersebut, maupun yang berdmpak negative karena merupakan hama dan penyakit tanaman.
Profil Tanah profil tanah adalah irisan vertikal tanah dari lapisan paling atas hingga ke batuan induk tanah . Profil tanah yang berkembang lanjut biasanya memiliki horison-horison sebagai berikut : O-A-E-B-C-R 1. Solum tanah terdiri dari : O-A-E-B 2. Lapisan tanah atas meliputi : O-A 3. Lapisan tanah bawah :E-B
Gambar horizon tanah
Keterangan : O : Serasah atau sisa-sisa tanaman (Oi) dan bahan organic tanah (BOT) hasil dekomposisi serasah (Oa) A : Horison mineral berbahan organic tanah tinggi sehingga berwarna agak gelap E : Horison mineral tanah yang telah tereluviasi (tercuci) sehingga kadar (BOT, liat silikat, Fe, dan Al) rendah tetapi pasir debu kuarsa (sekskuaksida), dan mineral resisten lainnya tinggi,berwarna terang. B :Horison illuvial atau horison tempat terakumulasinya bahan-bahan yang tercucidari harison diatasnya (akumulasi bahan eluvial). C : Lapisan yang bahan penyusunnya masih sama dengan bahan induk (R) atau belumterjadi perubahan R : Bahan Induk tanah
Komponem Tanah 4 komponen penyusun tanah : 1. Bahan Padatan berupa bahan minera 2. Bahan Padatan berupa bahan organik 3. Air 4. Udara
Tanah juga biasa diartikan yaitu kumpulan tubuh alam yang menduduki sebagian besar daratan planet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman dan sebagai tempat mahluk hidup lainnya dalam melangsungkan kehidupannya. Tanah mempunyai sifat yang mudah dipengaruhi oleh iklim, serta jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam jangka waktu tertentu.
Istilah tubuh alam bebas adalah hasil pelapukan batuan yang menduduki sebagian besar daratan permukaan bumi, dan memiliki kemampuan untuk menumbuhkan tanaman, serta menjadi tempat mahluk hidup lainnya dalam melangsungkan kehidupannya. Menurut pandangan dan pengertian yang diberikan oleh para ahli tanah adalah sebagai berikut : 1. Tanah adalah bentukan alam, seperti tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia, yang mempunyai sifat tersendiri dan mencerminkan hasil pengaruh berbagai faktor yang membentuknya di alam. 2. Tanah adalah sarana produksi tanaman yang mampu menghasilkan berbagai tanaman. Seorang Pedolog, melihat tanah sebagai lapisan kulit bumi yang lunak dan gembur yang berasal dari batuan induk. Tanah mempunyai lapisan-lapisan yang berbeda warna sampai ke dalam terdapat bagian keras yang sulit ditembus disebut batuan induk. Tanah mempunyai beberapa sifat yang menentukan kualitas tanah seperti sifat biologi, sifat fisik dan sifat kimia. Tanah bagian paling atas sering disebut top soil, selanjutnya ada lapisan-lapisan dibawahnya sehingga terbentuk profil tanah.
Tanah bertalian erat dengan lingkungan yang dapat dicermati dari kuatnya keterlibatan tanah dalam pengaliran energi dan pendauran bahan yang berlangsung di permukaan daratan bumi. Tanah dapat terlibat secara sendirian selaku ekosistem atau sistem energi dan dapat terlibat secara bekerja sama dengan subsistem lahan lain yang berasosiasi dengan tanah, terutama biosfer. Tanah adalah hasil pengalihragaman bahan mineral dan organic yang berlangsung di muka daratan bumi di bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang bekerja selama waktu sangat panjang, dan berwujud sebagai suatu tubuh dengan organisasi dan morfologi tertakrifkan (disadur dari Schroeder, 1984). Pada dasarnya tanah merupakan tubuh alam. Namun demikian banyak tanah yang memperlihatkan tanda-tanda pengaruh antropogen. (Notohadiprawiro, 1999). Tanah idealnya dapat menyediakan sejumlah unsur hara penting yang dibutuhkan oleh tanaman. Penyerapan unsure hara oleh tanaman mestinya dapat segera diperbaharui sehingga kandungan unsure hara di dalam tanah tetap seimbang. Pengambilan unsure hara oleh ribuan jenis tumbuhan diimbangi dengan pelapukan bahan organic yang menyuplai hara bagi tanah (Novizan, 200) Tanah sebagai tubuh alami memperlihatkan ciri dan watak khas yang dapat digunakan sebagai pembedah dari tubuhalami lainnya. Ciri dan watak tubuh tanah inidapat di selidiki dari penampilannya penampang lintang tubuh tanah (parofil). Tubuh tanah merupakan medium tempat berjangkarnya perakaran tanaman sehinnga tanaman dapat tumbuh tegak dan kokoh, sebagai wadah dan sumber anasir hara dan air, dan sebagai pengendali keadaan-keadaan lain yang di perlukan untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Kemampuan tanah sebagai medium untuk menunjan pertumbuhan tanaman digunakan dalam berbagai batasan. Dua batasan yang sering digunakan secara rancu adalah produktifitas tanah dan kesuburan tanah. Produktifitas tanah di beri batasan sebagai kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan suatu tanaman (atau sekuen tanaman) yang diusahakan dengan system pengolahan tertentu. Produktifitas tanah merupakan perwujudan dari seluruh factor (tanah dan bukan tanah) yang memepengaruhi hasil tanaman. (Masud, 992). Tanah yang dikehendaki tanaman adalah yang berstruktur gembur, didalamnya terdapat ruang pori-pori yang dapat di diisi oleh air tanah dan udara. Air tanah dan udara sangat penting bagi pertumbuhan akar tanaman Struktur tanah memang ada bermacam-macam. Akan tetapi, yang kita kehendaki adalah struktur tanah yang remah. Keuntungan struktur tanah yang demikian ialah udara dan air tanah berjalan lancar, temperaturnya stabil. Kedaan tersebut sangat memacu pertumbuhan jasad renik tanah yang memegang peranan penting dalam proses pelapukan bahan organik di dalam tanah. Oleh karna itu, untuk memperbaiki struktur tanah ini dianjurkan untuk di beri pupuk organic (pupuk kandang, kompos, atau pupu hijau).(Lingga P. dan Marsono, 2005). Guna tekstur tanah secara fisik berperan pada struktur, aerasi dan suhu tanah, dan secarah kimia berperan dalam pertukaran ion-ion, sifat penyanggah kejenuhan basa dan sebagianya. Fraksi liat terglong bagian tanah yang aktif sedangkan fraksi pasir dan debu non aktif. Penetapan di lapangan dengan cara perasa. Ambil contoh tanah dan basahi dengan air sedikit demi sedikit sambil dirasakan. (kuswandi, 1993). B. TANAH TERGENANG Tanah tergenang atau tanah sawah adalah tanah yang di gunakan untuk bertanam, bertambak baik terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran. istilah tanah sawah atau tergenang bukan merupakan tanah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum seperti halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian, tanah perikanan dan sebagainya. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan atau digenangkan asalkan air cukup tersedia Tanah sawah atau tergenang dapat berasal ddari tanah kering yang dialiri kemuudian disawahkan atau dari tanah rawa-rawa yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase. Sawah yang berasal dari air irigasi disebut sawah irigasi, sedangkan yang menerima langsung dari air hujan disebut sawah hujan. Di daerah pasang surut di temukan sawah pasang surut, sedangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak. Penggenangan selama pertumbuhan padi atau ikan dan pengolahan tanah pada tanah kering yang disawahkan, dapat menyebabkan berbagai perubahan sifat tanah, baik sifat morfologi, fisika, kimia, mikrobiologi maupun sifat-sifat lain, sehingga sifat-sifat tanah sangat berbeda dengan sifat tanah asalnya. Koenigs (1950), orang yang pertama kali melakukan penelitian morfologi tanah sawah sekitar Bogor, mengemukakan adanya profil tanah sawah yang khas, pada tanah kering yang disawahkan tersebut. Namun demikian, karena perbedaan beberapa factor yang berpengaruh dalam proses pembentukan tanah sawah, ternyata profil tanah sawah yang khas tidak selamanya dapat selalu terbentuk. Pada tanah rawa yang disawahkan, atau pada tanah dengan air tanah yang dangkal, tidak terlihat profil tanah yang khas seperti yang dikemukakan Koenigs (1950), meskipun bermacam-macam perubahan sifat tanah akibat penyawahan telah terjadi. Bahkan pada tanah kering yang disawahkanpun, seperti pada Vertisol dan beberapa jenis tanah lain, tidak semuanya dapat membentuk profil tanah yang khas tersebut. Sebelum tanah digunakan sebagai tanah sawah, secara alamiah tanah telah mengalami proses pembentukan tanah sesuai factor-faktor pembentuk tanahnya, sehingga terbentuklah tanah jenis-jenis tanah tertentu yang masing-masing mempunyai sifat morfologi tersendiri. Pada waktu tanah mulai disawahkan dengan cara penggenangan air, baik aktu pengolahan tanah maupun selama proses pertambakan , melalui perataan, pembuatan teras, pembuatan pematan, pelumpuran, dan lain-lain, maka proses pembentukan tanah alami yang sedang berjalan tersebut terhenti. Semenjak itu terjadilah proses pembentukan tanah baru, dimana air genangan dipermukaan tanah dan metode pengelolaan tanah yang diterapkan, memegang peranan penting. Apabila tanah tang disawahkan tersebut pada awalnya berasal dari tanah kering, maka akan terjadi sifat morfologi-morfologi tanah yang cukup jelas, tetapi apabila berasal dari tanh basah, maka perubahan-perubahan tersebut umumnya tidak begitu tampak. Kecuali itu, karena penggunaan tanah sebagai sawah umumnya tidak dilakukan sepanjang tahu, tetapi bergiliran dengan tanaman palawija (lahan kering), maka perubahan-perubahan dapat dibedakan menjadi : perubahan sementara dan perubahanpermanen. 1. Perubahan sementara adalah perubahan-perubahan sifat fisik,morfologi dan kimia tanah sebagai akibat penggenangan tanah musiman, baik pada waktu pengolahan tanah maupun selama pertumbuhan ikan ditambak atau padi sawah. Perubahan-perubahan tersebut terjadi dipermukaan tanah dan hanaya nersifat sementara. Perubahan sementara sifat fisik dan morfologi tanah sewaktu penyawan adalah berkaitan dengan pelumpuran/pengolahan tanah dalam keadaan tergenang,sedangkan perubahan-perubahan dalam sifat kimia adalah berkaitan dengan proses reduksi dan oksidasi. Perubahan- perubahan sifat kimia tanah tersebut secara kumulatif,dapat menyebabkan perubahan yang permanen terhadap sifat morfologi tanah. 2. Perubahan permanen adalah perubahan yang terjadi akibat efek kumulatif perubahan sementara karena penggenangan tanah musiman, atau praktek pengolahan tanah sawah, seperti pembuatan teras, perataan tanah, pembuatan pematang dan lain sebagainya. Perubahan permanen pada tanah yang disawahkan, dapat dilihat pada sifat morfologi profil tanahny, yang seringkali sangat berbeda dengan profil tanah asalnya yang tidak disawahkan. Praktek pengolahan tanah sawah dalam keadaan tergenang, dapat menghasilkan lapisan tapak bajak dibawah lapisan olah. Sedangkan penggenangan tanah selama pertumbuhan padi, dapat mereduksi Fe dan Mn sehingga menjadi larut dan meresap dalam air.perkolaso kelapisan-lapisan bawah, sehingga terbentuk horizon iluviasi Fe di atas horizon iluviasi Mn. Tanah sawah merupakan tanah buatan manusia. Karena itu sifat-sifat tanahnya sangat dipengaruhi oleh erbuatan manusia. Kegiatan manusia yang sangat berpengaruh dalam proses pembentukan profil tanah sawah, anatara lain cara pembuatan sawah dan cara pembuatan tanah sawah. Pada lahan sawah beririgasi dimana pengelolaan tanah dilakukan dengan cara dilumpurkan, akan berpengaruh pada berat volume tanah. Intensitas pelumpuran memberikan pengaruh yang berbeda terhadap berat volume tanah. Dari hasil penelitian pada tanah sawah bukaan baru, Subagyono et al., (2001) pelumpuran menurunkan berat volume tanah bertektur liat, liat berdebu, dan lempung berliat dengan 11%, 16%, 10% dan 27%, 23%, 12% berturut-turut pada tanah yang dilumpurkan sekali dan dua kali.
Menurut Ghildyal (1978) pelumpuran pada tanah dengan agregat yang mantap dan porus menghasilkan agregat yang masif dengan berat volume yang meningkat. Dengan demikian tanah yang disawahkan berat volume tanah cenderung menurun dibandingkan dengan tanah tidak disawahkan.
Tanah sawah beririgasi umumnya memiliki ketahanan penetrasi yang relatif rendah di lapisan tanah atas dan meningkat pada lapisan tanah lebih dalam. Pengolahaan tanah dengan pelumpuran sangat mempengaruhi variabilitas vertikal ketahanan penetrasi. Subagyono et al., (2001) melaporkan bahwa tanah yang dilumpurkan memiliki ketahanan penetrisi yang lebih rendah hingga kedalaman kurang lebih 25cm dibandingkan dengan tanah tidak diolah. Penurunan ketahanan tanah terhadap penetrasi pada tanah yang dilumpurkan disebabkan oleh kandungan air yang lebih tinggi dibanding dengan tanah tanpa diolah. Hasil yang sama telah dilaporkan oleh peneliti sebelumnya, bahwa ketahanan tanah terhadap penetrasi (soil strength) berubah dengan berubahnya tegangan air dan kandungan air tanah (Nearing et al., 1988; Williams and Shaykewish, 1970; Twoner, 1961; Gill, 1959; Gerard, 1965; Camp and Gill, 1969).
Akibat agregat tanah yang hancur oleh pengelolaan tanah dengan pelumpuran, porositas dan distribusi pori juga berubah. Hal ini berakibat pada menurunnya kemampuan tanah melakukan air. Pada tabel disajikan data konduktivitas hidrolik beberapa jenis tanah oleh pengaruh pengelolaan tanah dengan cara dilumpurkan.
Pelumpuran dua kali menurunkan permeabilitas tanah relatif lebih tinggi dibanding pelumpuran sekali. Tingkat kehancuran agregat tanah dan porositas serta distribusi pori sangat ditentukan oleh intensitas pengelolaan tanah dengan cara pelumpuran. Intensitas pelumpuran juga berpengaruh pada permeabilitas tanah. Konduktivitas hidrolik jenuh menurun dengan meningkatnya intensitas pelumpuran (energi pelumpuran meningkat). Secara umum tanah disawahkan akan menurunkan nilai konduktivitas hidroliknya dan relatif lebih rendah daripada nilai konduktivitas hidrolik tanah yang tidak disawahkan. Hal ini disebabkan oleh menurunnya ruang pori total akibat pengelolaan tanah dengan cara pelumpuran.
Pengolahan dengan pelumpuran pada tanah sawah menurunkan total porositas tanah. Subagyono et al., (2001) melaporkan bahwa pelumpuran menurunkan porositas tanah dengan tekstur liat berdebu dan lempung liar berpasir. Hal ini menunjukan bahwa tanah yang disawahkan akan menurunkan roang pori total dan relatif lebih rendah dibanding dengan tanah tidak disawahkan. Penurunan porositas total ini sangat ditentukan oleh struktur tanah sebelum dilumpurkan. Jika pelumpuran merubah struktur tanah dari struktur yang mantap ke struktur tanah yang lebih kompak, porositas tanah akan berkurang.
Perubahan pada sifat fisik tanah akibat pengolahan tanah dengan cara dilumpurkan, memberikan indikasi sangat penting dalam penyusunan strategi pengolahan tanah dan air di lahan sawah. Pelumpuran sebagai suatu cara pengolahan tanah yang spesifik untuk tanah sawah tidak saja memberikan pengaruh positif dalam menekan laju perkolasi karena lapisan tampak bajak yang terbentuk, tetapi juga harus diperhatikan pengaruh negatifnya. Dengan demikian beberapa integrasi komponen teknologi yang mampu mengurangi akibat buruk pelumpuran bias dilakukan, sebagai contoh dengan cara pemberian bahan organik. Pengikatan secara fisik butir-butir primer oleh miselia jamur dan actinomycetes. Dengan cara ini pembentukan struktur tanpa adanya fraksi lempung terjadi di dalam tanah. Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan bagian-bagian pada senyawa organik yang berbentuk rantai panjang. Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antar bagian negatif lempung dengan bagian negatif (karboksil) dari senyawa organik dengan perantara basa dan ikatan hidrogen (Stevenson, 1994)
Greenland dan Dart (1972) menunjukkan beberapa keuntungan bahan organik tanah berikut ini bagi pertanian tanpa pupuk : bahan organik menyediakan sebagian besar nitrogen dan belerang serta setengah dari fosfor yang diserap oleh tanaman yang tidak di pupuk. Pola laju bebas lambat dari pemineralan nitrogen dan belerang memberikan keuntungan yang pasti, melebihi pupuk yang larut. Bahan organik menyediakan sebagian besar daya tukar kation tanah sangat lapuk yang asam. Penurunan bahan organik dengan cepat mengakibatkan penurunan DTK-nya secara tajam..
C. TANAH SULFAT MASAM
Bahan sulfidik (pirit) merupakan hasil endapan marin. pirit terbentuk melalui serangkaian proses kimia, geokimia, dan biokimia secara bertahap. Ion-ion sulfat yang banyak terkandung dalam air laut oleh ayunan pasang diendapkan pada dataran-dataran pantai dan sebagian menjorok memasuki mintakat pasang surut. Besi yang merupakan penyusun mineral silikat dalam bahan induk tanah bersenyawa dengan sulfat. Pada dasarnya, persenyawaan antara sulfat dengan besi inilah yang membentuk pirit (Noor, 2004). Pembentukan pirit dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain (1) tingginya kandungan bahan organik, (2) suasana yang anaerob, (3) jumlah sulfat terlarut, da, (4) kadar besi terlarut (Dent, 1986). Pada tanah-tanah mineral rawa sering terjadi keracunan, antara lain oleh alumunium (Al), besi (Fe3+), sulfida (H2S), karbondioksida (CO2), dan asam-asam organik yang tinggi. Kadar Al pada tanah mineral rawa berkaitan dengan oksidasi pirit. Suasana yang sangat masam mempercepat pelapukan mineral alumino-silikat akibat perusakan kisi dari mineral tipe 2:2 (seperti monmorilonit) menjadi mineral tipe 1:1 (kaolinit) dengan membebaskan dan melarutkan Al yang lebih banyak (Notohadikusumo, 2000). Menurut klasifikasi tanah Badan Makanan dan Pertanian Dunia (FAO Unesco, 1994), tanah sulfat masam dibagi menjadi tiga jenis yaitu Thionic Fluvisol, Thionic Gleysol, dan Thionic Histosol. Istilah fluvi (fluviatil) menunjukkan arti sebagai hasil endapan (marin), gley menunjukkan kadar lempung yang tinggi, sedangkan histo menunjukkan adanya lapisan gambut diatas permukaan. Tanah sulfat masam ditandai warna tanah yang kelabu, bersifat mentah, dan kemasaman sedang sampat tinggi (Breemen dan Pons, 1978). Identifikasi dan mengenal tanah sulfat masam dapat dilakukan di lapangan secara cepat, mudah dan sederhana (Notohadiprawiro, 1985). Warna matriks tanah pada lahan sulfat masam umumnya cokelat gelap untuk lapisan atas dan abu-abu (grey) untuk lapisan bawah yang menunjukkan adanya pirit. Warna coklat gelap menunjukkan tingginya kadar bahan organik, sedangkan warna abu-abu mencerminkan tingginya kadar mineral kaolinit (Breemen, 1982). Warna matriks tanah sulfat masam mempunyai hubungan dengan ada tidaknya pirit. Warna abu-abu gelap kehijauan (5Y 4/1) menunjukkan adanya pirit dan warna semakin gelap menunjukkan kadar pirit yang semakin tinggi (Noor, 2004). Ameliorasi tanah sulfat masam untuk memperbaiki sifat kimia dan fisik tanah harus dilakukan terlebih dahulu sebelum pemupukan dilaksanakan. Pemupukan tanpa perbaikan tanah tidak akan efisien bahkan tidak respon. Produktivitas tanah sulfat masam biasanya rendah, disebabkan oleh tingginya kemasaman (pH rendah), kelarutan Fe, Al, dan Mn serta rendahnya ketersediaan unsur hara terutama P dan K dan kejenuhan basa yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman (Dent, 1986).
Oleh karena itu tanah seperti ini memerlukan bahan pembenah tanah (amelioran) untuk memperbaiki kesuburan tanahnya sehingga produktivitas lahannya meningkat. Bahan amelioran yang dapat digunakan adalah kaptan dan Rock Phosphate. Kaptan digunakan untuk meningkatkan pH tanah sedangkan Rock Phosphate untuk memenuhi kebutuhan hara P-nya.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan kebutuhan kapur menurut (Mc Lean, 1982, dalam Al-Jabri, 2002) adalah 1) derajat pelapukan dari tipe bahan induk, 2) kandungan liat, 3) kandungan bahan organik, 4) bentuk kemasaman, 5) pH tanah awal, 6) penggunaan metode kebutuhan kapur, dan 7) waktu. Penetapan kebutuhan kapur untuk tanah sulfat masam dapat dilakukan melalui beberapa metode, yaitu : 1) kebutuhan kapur berdasarkan metode inkubasi, 2) metode titrasi, dan 3) berdasarkan Al-dd. Penetapan kebutuhan kapur dengan metode inkubasi dilakukan dengan mencampurkan kapur dan tanah serta air dalam beberapa dosis kapur selama beberapa waktu tertentu, biasanya dari satu minggu sampai beberapa minggu. Lalu kebutuhan kapur ditentukan pada nilai pH tertentu. Menurut Mc. Lean (1982 dalam Al-Jabri 2002), kelemahan metode ini adalah terjadinya akumulasi garam (Ca, Mg, dan K) sehubungan dengan aktivitas mikroba sehingga takaran kapurnya lebih tinggi. Penetapan kebutuhan kapur berdasarkan metode titrasi dengan NaOH 0,05 N untuk mencapai pH tertentu lebih rendah jika dibandingkan dengan metode inkubasi dan Al-dd KCl 1 N, tetapi cara ini lambat tidak sesuai untuk analisis rutin (Al-Jabri, 2002). Walaupun kebutuhan kapur dengan metode titrasi lebih rendah, tetapi sebagian besar dari kemasaman tanah tidak dinetralisir oleh basa. Hal ini disebabkan reaksi antara kation-kation asam yang dapat dititrasi berlangsung sangat lambat. Penetapan kebutuhan kapur berdasarkan Al-dd KCl 1,0 N banyak dipertanyakan, sebab tingkat keracunan Al bervariasi dengan tanaman dan tanah. Karena tingkat keracunan untuk suatu jenis tanaman mempunyai variasi lebar dalam tanah yang berbeda maka Al-dd tidak digunakan sebagai parameter yang menentukan keracunan tetapi persentase kejenuhannya.
Hasil penelitian di rumah kaca dan lapangan ternyata pemberian dosis kapur berdasarkan titrasi dan inkubasi dapat diaplikasikan pada tanah sulfat masam potensial bergambut di Lamunti ex. PLG Kalimantan Tengah (Suriadikarta dan Sjamsidi, 2001), tanah sulfat masam umumnya ketersediaan hara P dan K rendah namun bila bahan organiknya tinggi maka P dan K biasanya tinggi pula.
Pada tanah sulfat masam aktual kadar P dan K dalam tanah sangat rendah sehingga pemupukan P dan K sangat diperlukan. Pemupukan P diberikan 100 kg TSP/ha atau 125 kg SP-36/ha yang setara dengan 200 kg RP/ha (Hartatik, 1999 dan Supardi et al., 2000). Rock Phosphate yang baik mutunya untuk tanah ini adalah Rock Phosphate Maroko Ground karena mempunyai kandungan Ca yang tinggi yaitu 27,65% dan kadar P2O5 total 28,8% (Suriadikarta dan Sjamsidi, 2001). Hasil penelitian di lahan rawa menunjukkan pupuk kalium cukup diberikan 100 kg KCl/ha untuk tanaman padi sawah.
Tanah sulfat masam di Pulau Petak sangat respon terhadap pemupukan P baik yang berasal dari TSP maupun dari Rock Phosphate. Hasil penelitian Manuelpillei et al. (1986) di kebun percobaan Unitatas BARIF pemberian 135 kg P2O5/ha, 1.000 kg kaptan/ha, 50 kg K2O/ha, dan 120 kg N/ha dapat meningkatkan hasil tanaman padi menjadi 2,45 t/ha GKG terjadi delapan kali lipat peningkatan bila dibandingkan dengan kontrol (tanpa P dan Kaptan). Pemberian 90 kg P2O5/ha dan kaptan 500 kg/ha menghasilkan 2,21 t/ha GKG, hasil ini tidak berbeda nyata dengan pemberian 135 kg P2O5/ha dan kaptan 1.000 kg/ha.
Pemberian Rock Phosphate pada tanah sulfat masam juga menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dengan penggunaan TSP, hal ini disebabkan terjadinya proses penyanggaan Rock Phophate dalam media yang sangat masam, menghasilkan bentuk P yang meta-stabil seperti Dicalsium phophate yang tersedia untuk tanaman. Subiksa et al. (1999), menunjukkan pemberian dolomit 2 t/ha dan SP-36 200-300 kg/ha dapat menghasilkan rata-rata 4,0 t/ha GKG pada tanah sulfat masam potensial di Kecamatan Telang, Kabupaten Muba, Sumatera Selatan.
Dalam penelitian pada tanah sulfat masam potensial di Tabung Anen Kalimantan Selatan pemberian pupuk P + kalium + bahan organik dan kapur masing-masing sebesar 43 kg P/ha, 52 kg K/ha, kapur 1 t/ha dan pupuk kandang 5 t/ha memberikan hasil 3,24 t/ha GKG, pemberian kapur didasarkan kepada metode inkubasi untuk mencapai pH 5 (Hartatik et al., 1999). Sedangkan pemupukan P berdasarkan kepada kebutuhan P untuk mencapai 0,02 ppm P dalam larutan tanah. Di Belawang kebutuhan kapurnya lebih tinggi yaitu sebesar 4 t/ha, respon pemupukan P dan K tertinggi dicapai pada perlakuan P optimum (100 kg P/ha), K 78 kg/ha, dan 4 t kapur/ha. Hasil itu dapat dipahami karena tanah sulfat masam aktual di Belawang piritnya telah mengalami oksidasi sehingga Al-dd tinggi dan P tersedia rendah. Hasil penelitian pemupukan P dan kapur pada tanah sulfat masam pada beberapa lokasi penelitian disajikan pada Tabel 4.3. P-alam yang telah dicoba untuk tanah sulfat masam dan memberikan hasil yang sama baiknya adalah P-alam Tunisia, Ciamis, Christmas, dan Aljazair.
Di Lamunti, ex PLG Kalimantan Tengah P-alam setara dengan 150 kg P2O5/ha rata-rata dapat memberikan hasil 4,5 t/ha GKG, tetapi kalau diberikan 75 kg P2O5/ha hasil yang diperoleh hanya 3,79 t/ha GKG, sedangkan di Palingkau Kalimantan Tengah dengan dosis yang sama dapat memberikan masing-masing 3,7 t/ha dan 3,4 t/ha GKG (Supardi et al., 2000). Pemupukan P-alam hingga 60% erapan maksimum P dalam tanah sulfat masam Sumber Agung dan Sumber Rejo di Pulau Rimau, Sumatera Selatan dapat meningkatkan kadar P tersedia, namun belum dapat menurunkan kadar unsur beracun Fe2+, Fe-Al oksida, dan amorf serta sulfat dalam tanah. Unsur beracun diatas ditemukan dalam jumlah yang lebih tinggi pada tanah sulfat masam potensial yang baru teroksidasi dibandingkan tanah sulfat masam aktual (Setyorini, 2001). Oleh karena itu diperlukan kehati-hatian dalam mereklamasi atau melakukan pencucian/drainase di tanah sulfat masam potensial, apalagi jika kandungan liat tinggi. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa erapan P maksimum pada tanah sulfat masam aktual mencapai 2,000 g P/g sedangkan pada sulfat masam potensial sedikit lebih rendah yaitu sekitar 1,666 g P/g. Nilai erapan maksimum yang tinggi pada sulfat masam aktual dari pada sulfat masam potensial diakibatkan perbedaan kadar dan jenis liat, kadar pirit, pH, Al dan Fe, serta bahan organik. Ditinjau dari distribusi bentuk P-anorganik pada tanah sulfat masam diatas, terlihat bahwa fraksi Fe-P dan Al-P mendominasi jumlah P anorganik pada tanah sulfat masam potensial sedangkan fraksi Al-P dan Ca-P dominan pada sulfat masam aktual. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan P pada tanah sulfat masam antara lain pH, Alo, Feo, Ald, Fed, dan pirit. Tingginya kadar Fe dan Al bentuk amorf pada tanah sulfat masam mempengaruhi distribusi fraksi Panorganik (Setyorini, 2001).
Dari hasil penelitian Konsten dan Sarwani (1990), di Pulau Petak Kalimantan Selatan, diperoleh bahwa oksidasi pirit setelah reklamasi membuat tanah di daerah tersebut sangat masam, dijenuhi oleh Al dan mempunyai pH antara 3 dan 4. Adanya garam-garam besi bebas dan Al menyebabkan keracunan tanaman dan defisiensi K dan Ca sangat sering terjadi. Kemasaman tanah aktual dari tanah sulfat masam di Pulau Petak diduga dengan titrasi cepat pada pH 5,5, jumlah Al-dd sampai 60 mmol/g. Kemasaman tanah aktual untuk tanah pH kurang dari 4 adalah 20 mmol/100 g yang setara dengan keperluan kapur 15 t/ha. Potensi kemasaman sangat tinggi dengan kandungan pirit mencapai 8%.
Selanjutnya Konsten dan Sarwani (1990) mengemukakan bahwa untuk mengatasi kemasaman aktual yang tinggi dapat dilakukan dengan drainase dangkal, pencucian intensif tanah lapisan atas, yang dikombinasikan dengan pemberian kapur dan pupuk kalium.