Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
352 tayangan70 halaman

Tesis Dewi Murni

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1/ 70

TESIS

RESPON TANAMAN OKRA (Abelmoschus esculantus L


Moench) TERHADAP BEBERAPA JENIS TANAH DAN
PUPUK AMAZING BIO-GROWTH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


Magister Pertanian (MP)

OLEH

NAMA
NPM
PROGRAM STUDI

:
:
:

DEWI MURNI
06/PS/1005
AGRONOMI

PROGRAM MAGISTER (S2) AGRONOMI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2009

ABSTRAK
DEWI MURNI, respon tanaman okra (Abelmoschus esculantus L Moench)
terhadap beberapa jenis tanah dan pupuk amazing bio-growth, dibawah bimbingan
SITI ZAHRAH dan TENGKU EDI SABLI.
Okra dapat tumbuh pada ketinggian tempat 0-800 meter di atas permukaan laut
dan tidak memerlukan jenis tanah yang khusus, namun faktor tanah sangat
berpengaruh terhadap pertubuhan okra. Tanah sebagai media tumbuh tanaman
berfungsi sebagai tempat persediaan unsur hara, air, udara dan unsur-unsur mineral
lainnya yang dibutuhkan oleh tanaman. Maka jenis tanah sangat mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi suatu tanaman.
Salah satu dari sekian banyak pupuk organik yang sekarang beredar di
pasaran adalah Amazing Bio Growth yang lebih dikenal dengan pupuk ABG. Pupuk
ABG merupakan konsentrat organik dan nutrisi tanaman hasil ekstraksi secara
mikrobiologis melalui proses fermentasi berbagai bahan organik berkualitas tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi jenis tanah dan pupuk
Amazing Bio Growth pada tanaman okra, mengetahui respon tanaman okra terhadap
beberapa jenis tanah dan mengetahui respon tanaman okra terhadap berbagai
konsentrasi pupuk Amazing Bio Growth.
Penelitian ini telah dilaksanakan di kebun percobaan Balai Benih Induk
Hortikultura Padang Marpoyan Pekanbaru selama 4 (empat) bulan, dari bulan Maret
2007 sampai Juni 2008. Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap faktorial
dalam dua faktor percobaan, faktor pertama yaitu faktor pupuk ABG dengan empat
taraf perlakuan, antara lain : tanpa pemberian pupuk ABG, pemberian pupuk ABG
1,0 cc/ liter, pemberian pupuk ABG 2,0 cc/ liter dan pemberian pupuk ABG 3,0 cc/
liter. Faktor kedua yaitu faktor jenis tanah dengan tiga taraf perlakuan antara lain :
tanah gambut, tanah podzolik merah kuning dan tanah alluvial. Pengamatan meliputi
Umur Berbunga (UB), Jumlah Buah per tanaman (JB), Berat Buah per tanaman (BB),
Indeks Panen (IP), Laju Pertumbuhan Relatif (LPR), Kerapatan Berat Akar (KBA)
dan Nisbah Tajuk Akar (NTA).
Dari hasil penelitian didapatkan hasil : Umur Berbunga terjadi pada rata-rata
hari ke-47,83 , Jumlah Buah adalah 3.83 buah/tanaman , Berat Buah Basah adalah
26.57 gr/batang , Indeks Panen adalah 0.0697 , Laju Pertumbuhan relatif adalah
137,955 mg/hari , Kerapatan Berat Akar adalah 19.81 gr/cm3 dan Nisbah Tajuk Akar
adalah 2.42.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlakuan interaksi pemberian pupuk
ABG dengan jenis tanah yang terbaik terhadap pertumbuhan tanaman Okra
( Abelmoschus esculantus L ) adalah pada perlakuan pemberian pupuk ABG 3 cc/l
jenis tanah gambut (A3T1), perlakuan pemberian pupuk ABG yang terbaik terhadap
pertumbuhan tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L ) adalah pemberian pupuk
ABG 3 cc/l dan perlakuan jenis tanah yang terbaik terhadap pertumbuhan tanaman
Okra ( Abelmoschus esculantus L ) adalah Tanah Gambut.

I.PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Okra, disebut okura di Jepang atau bendi di Malaysia atau je thew di Cina, di
Riau terkenal dengan kacang lendir. Sedangkan di Kalimantan Barat dikenal dengan
nama kacang mia, kacang mekah, kacang arab adalah jenis sayuran yang mulai
populer dalam lingkungan keluarga, pasar swalayan, rumah makan, restoran dan hotel
bahkan dapat menjadi komoditas ekspor non migas yang potensial. Dengan demikian
okra dapat menjadi bisnis usaha tani yang mendatangkan keuntungan besar bagi
petani sayur.
Tanaman okra berasal dari Benua Afrika bagian tropik. Bagian yang
dikonsumsi adalah buahnya yang masih muda. Buah tersebut dapat dimakan mentah,
dibuat sup, asinan atau masak kari, sedangkan bijinya yang sudah tua merupakan
bahan campuran bubuk kopi yang berkhasiat dan memberikan aroma tersendiri.
Okra dapat tumbuh pada ketinggian tempat 0-800 meter di atas permukaan laut
dan tidak memerlukan jenis tanah yang khusus, namun faktor tanah sangat
berpengaruh terhadap pertubuhan okra. Tanah sebagai media tumbuh tanaman
berfungsi sebagai tempat persediaan unsur hara, air, udara dan unsur-unsur mineral
lainnya yang dibutuhkan oleh tanaman. Maka jenis tanah sangat mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi suatu tanaman.
Buah okra muda mengandung protein, karotin dan beberapa mineral yang
sangat diperlukan oleh tubuh manusia. Dari hasil penelitian mengenai nilai gizi

sayuran di daerah Kalimantan Barat ternyata okra mengandung karotin (pro-vitain A)


dan zat basi yang tidak kalah dengan jenis sayuran lain yaitu Karotin Total sebesar
116 g dan Zat Besi sebesar 1,0 mg tiap 100 gram bahan makanan (Informasi
Pertanian Ciawi Bogor 1983/1984).
Hasil analisis kadar gizi polong okra muda yang dilakukan di Sekolah
Teknologi Menengah Industri (STMI) Pontianak (1990) dalam Rachman A.kadir dan
Yudo Sudarto 1991, didapat kandungan gizi sebagai berikut : kadar air 85,70 %,
protein 3,90 %, lemak 2,05 %, kalium 6,68 %, phosfor 0,77 %, karbohidrat 1,4 %
dan kalori 39,97 / 100 gr.
Indonesia adalah negara keempat yang mempunyai lahan gambut terluas di
dunia, tapi pemanfaatan dan pengembangannya masih sangat terbatas. Di kawasan
Asia, termasuk Indonesia, lahan gambut lebih banyak dimanfaatkan untuk
pengembangan pertanian. Dibalik potensinya yang cukup besar, lahan gambut
sebagai piasan (marginal) dan mudah mengalami degradasi (Noor,2001).
Menurut Zahrah (2007), pengembangan lahan gambut untuk pertanian terus
meningkat akibat makin berkurangnya areal pertanian lahan kering karena
dikonversikan untuk penggunaan lain, sedangkan kebutuhan lahan untuk produksi
pangan semakin meningkat. Walaupun perluasan areal pertanian masih dapat
dilakukan pada lahan kering, tetapi perluasan areal pertanian di lahan gambut pada
saat ini telah mendapat perhatian para penentu kebijakan dan peneliti karena arealnya
yang cukup luas di Indonesia.

Menurut Saefuddin (1986) sifat tanah gambut antara lain mengandung unsur
hara rendah dimana kandungan nitrogen total terdapat sangat bervariasi, dari rendah
hingga tinggi dan bila dibandingkan dengan kandungan C total khususnya tanah
gambut, C/N nya adalah tinggi, oleh karena fiksasi nitrogen oleh jasad hidup dalam
proses dekomposisi bahan organik adalah besar. Kandungan unsur (P) dan Kalium
(K), alkali tanah lainnya serta unsur-unsur mikro juga rendah.
Munir (1998), menjelaskan bahwa tanah Podzolik Merah Kuning (PMK) atau
tanah Ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur tetapi sesungguhnya
bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian potensial, asalkan dilakukan pengolahan
tanah yang baik. Untuk meningkatkan produktivitasnya dapat dilakukan melalui
pemberian kapur, pemupukan, penambahan bahan organik, penerapan tekhnik
budidaya tanaman lorong (tumpang sari), terasering dan pengaturan drainase.
Tanah Alluvial sepanjang aliran sungai merupakan campuran mengandung
cukup banyak hara tanaman, sehingga umumnya dianggap tanah subur sejak dulu.
Yang jadi masalah pada tanah ini adalah pengawasan tata air termasuk perlindungan
terhadap banjir, drainase dan irigasi. Tekstur tanahnya sangat variabel, baik vertikal
maupun horizontal, jika banyak mengandung lempung tanahnya sukar diolah dan
menghambat drainase tanah (Munir, 1998).
Selain dengan penetapan jenis tanah yang cocok terhadap suatu jenis tanaman
untuk peningkatan produksi, maka faktor jenis dan cara pemupukan yang cocok juga
sangat berpengaruh. Pemberian pupuk alami atau organik sangat dianjurkan untuk
tanaman hortikultura karena selain dapat menambah unsur hara bagi tanaman juga

dapat memperbaiki struktur tanah, mempertahankan kesuburan tanah serta


mempunyai sifat dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam mengikat air.
Dengan tingkat kesuburan tanah yang berbeda tentunya akan membuat
produktivitas tanah itu berbeda pula. Hal ini mengakibatkan cara pengolahan tanaman
di lapangan juga tidak akan sama. Semua permasalahan tanah tersebut akan dapat
diatasi dengan pemilihan jenis tanah yang sesuai dengan tanamannya dan diiringi
dengan tekhnik budidaya yang tepat. Salah satunya adalah pemilihan jenis pupuk
dengan konsentrasi yang tepat.
Salah satu dari sekian banyak pupuk organik yang sekarang beredar di pasaran
adalah Amazing Bio Growth yang lebih dikenal dengan pupuk ABG. Pupuk ABG
merupakan konsentrat organik dan nutrisi tanaman hasil ekstraksi secara
mikrobiologis melalui proses fermentasi berbagai bahan organik berkualitas tinggi.
ABG-daun yang digunakan pada fase vegetatif tanaman agar tanaman cepat tumbuh
dan berkembang serta memiliki perakaran yang baik karena mengandung asam
amino, enzim dan mineral. Sedangkan ABG-bunga buah adalah ABG yang
diformulasikan untuk membantu mempercepat pembungaan/pembuahan dan menjaga
agar buah yang terbentuk tidak mudah rontok. ABG-bunga buah juga dapat
meningkatkan pengisian karbohidrat dalam biji buah dan umbi batang dalam kisaran
25 %.
Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik melakukan penelitian ini dengan
judul Respon Tanaman Okra (Abeloschus esculanthus.L Moench) terhadap beberapa
jenis tanah dan pupuk Amazing Bio-Growth.

1.2.TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh interaksi jenis tanah dan pupuk ABG terhadap
tanaman okra.
2. Mengetahui respon tanaman okra terhadap beberapa jenis tanah.
3. Mengetahui respon tanaman okra terhadap berbagai konsentrasi pupuk
ABG.

1.3.HIPOTESIS
Ho :
1. Tidak adanya respon yang berbeda dari tanaman okra dengan interaksi
beberapa jenis tanah dan pemberian pupuk ABG.
2. Tidak adanya respon tanaman okra terhadap jenis tanah yang berbeda.
3. Tidak adanya respon tanaman okra dengan pemberian berbagai dosis
pupuk ABG.

H1 :
1. Adanya respon tanaman okra terhadap jenis tanah yang berbeda dan
berbagai dosis pupuk ABG.
2. Adanya respon tanaman okra dengan beberapa jenis tanah.
3. Adanya respon tanaman okra dengan pemberian pupuk ABG.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman okra (Abelmoschus esculanthus.L Moench) sudah dikenal


diberbagai negara di Asia, namun di Indonesia belum banyak orang mengenalnya.
Yang dimanfaatkan sebagai sayuran adalah buah udanya yang berbentuk seperti jari
sehingga di Cina disebut jari lentik (Wiguna, 2007).
Tanaman okra termasuk kedalam Divisi : Magnoliophyta, Kelas:
Magnoliopsida, Ordo: Malvales, Famili : Malvaceae, Genus : Abelmoschus dan
Species : Abelmoschus esculanthus.L Moench. Species Hibiscus dari famili
Malvaceae umumnya menghasilkan serat, seperti Hibiscus Sabdariffa

(rosella),

Hibiscus Tillaceus (Waru), Hibiscus Cannabinus (yute) dan Hibiscus Rosasinensis


(kembang sepatu). Tanaman okra termasuk tanaman herba berkeping dua (dikotil)
dan dapat bercabang membentuk dahan baru terutama pada batang bagian bawah,
namun kadang-kadang penampilannya tidak bercabang (Wiguna, 2007).
Batang okra berwarna hijau tapi ada pula yang berwarna hijau kemerahmerahan. Tunas-tunas pada ketiak daun dapat tumbuh menjadi bahan baru. Rata-rata
batangnya bergaris tengah 1,5 2 Cm. Tanaman okra yang subur tingginya mencapai
lebih dari 2 (dua) meter. Kedudukan daun terletak pada batang, posisinya berselang
seling teratur dan setiap buku terdapat satu daun. Daun okra berbentuk jari. Tangkai
daun mencapai 20 30 cm berwarna merah kehijau-hijauan (Susanti, 2006)
Bunga okra berbentuk terompet, warnanya kuning dan bagian dalamnya
berwarna gelap kemerahan. Tangkai bunga pendek (4-6 mm) yang letaknya hampir

melekat pada batang. Bunga hanya mekar sehari kemudian layu dan tinggal kepala
putik yang akan membesar jadi buah. Bunga yang lain akan mekar pada hari
berikutnya karena itu panen buah okra dapat dilakukan 2 (dua) hari sekali (Wiguna,
2007).
Buah okra berbentuk bulat beralur meruncing ke ujungnya, panjangnya
dapat mencapai 20 cm dan diameter 1 1,5 cm. Buah okra berwarna hijau dan hijau
muda, tergantung jenisnya. Jenis okra yang berbatang besar, buahnya lebih panjang
dan agak melengkung, warnanya agak pucat dan rasanya agak alot. Sedangkan jenis
okra yang berbatang pendek, warna buahnya lebih hijau, pendek dan rasanya lebih
renyah. Buah okra memiliki 5 7 ruang sebagai tempat untuk bijinya dan tersusun
membujur, memanjang. Bila buah tersebut sudah kering akan pecah dengan
sendirinya dan biji-bijinya akan keluar. Buah okra yang masih muda banyak
mengandung lendir, demikian juga bunga, batang dan daunnya (Rachman dan
Sudarto, 1991).
Menurut Susanti (2006), ada 3 (tiga) varitas okra yang sudah dikenal di
Indonesia, yaitu:
-

Green star. Buahnya berwarna hijau tua, panjangnya sekitar 8 cm, bentuknya
segi lima tapi seginya tidak terlalu tajam. Tanamannya ompak, teguh dan
ukurannya sedang.

Better five. Bentuk buahnya segi lima dengan segi yang gajam, warnanya
sedikit lebih muda dari green star, panjangnya sekitar 8 cm. Tanamannya
kompak dan pendek.

10

Sun star. Buahnya berwarna hijau,bentuknya segi lima, panjangnya sekitar 8


cm. Tanamannya sangat teguh dan cukup tinggi
Okra dapat tumbuh baik di daerah dataran rendah sampai 800 meter di atas

permukaan laut. Bila ditanam pada ketinggian kurang dari 600 meter umur lebih
pendek yaitu 3 (tiga) bulan , yang mana kalau di dataran tinggi umur okra mencapai 4
6 bulan ( Setiawan, 1995)
Okra menghendaki tempat terbuka yang mendapat sinar matahari secara
penuh, bila terlindung maka pembentukan polong tidak sempurna dan buah jadi
sedikit. Okra dapat di tanam pada segala musim, namun tidak tahan terhadap
genangan air. Pertumbuhan okra yang baik adalah pada curah hujan antar 1.700
3.000 mm. Suhu udara yang ideal untuk pertumbuhan okra adalah sekitar 28 32o C
sedangkan pH tanah yang rendah (masam) pertumbuhan okra kurang baik maka
perlu diberi kapur untuk mencapai pH 6 7. Di Kalimantan Barat pada tanah yang
pHnya 4,5 5 ternyata okra dapat tumbuh dengan baik dan berbuah banyak.
(Rachman dan Yudo, 1991)
Anonimus (2007), penanaman tanaman okra tidak memerlukan persemaian,
jadi benih bisa langsung ditanam. Lahan yang akan di tanami di olah dan diberi
pupuk dasar berupa pupuk kandang 5 6 ton per hektar. Benih yang akan ditanam
adalah biji okra yang sudah tua dan telah diseleksi terlebih dulu. Sebaiknya biji
direndam selama semalam atau lebih kurang 12 jam guna mempercepat proses
perkecambahan.

11

Tanaman okra sebenarnya tidak memerlukan jenis tanah khusus untuk


pertumbuhannya, namun faktor tanah tetap mempunyai pengaruh terhadap
pertumbuhannya. Menurut Jumin (2005), pengertian tanah sangat beragam tergantung
dari segi orang melihatnya. Ahli pertanian menyebutkan bahwa tanah merupakan
medium alam tempat tumbuhnya tumbuhan dan tanaman yang terususn dari bahan
padat, cair dan gas. Bahan penyusun tanah dapat dibedakan atas partikel mineral,
bahan organik, jasad hidup, air dan gas.
Semua macam tanah secara umum terdiri dari tiga bahan, yaitu butiran
tanahnya sendiri, air dan udara yang terdapat dalam ruangan antar butir-butir tersebut.
Komposisi ketiga bahan penyusun tanah selalu berbeda untuk setiap jenis tanah dan
kondisi lingkungan. Hubungan ketiga bahan penyusun tanah ini dapat menunjukkan
sifat fisika tanah.
Titiek dan Utomo (1996) menjelaskan bahwa fungsi tanah untuk kehidupan
tanaman adalah sebagai tempat berdiri tegak dan bertumpunya tanaman, sebagai
medium tumbuh yang meyediakan hara dan pertukaran hara antara tanaman dan tanah
juga sebagai penyediaan dan gudangnya air bagi tanaman. Tanaman tidak hanya
memerlukan unsur-unsur hara mineral maupun bahan organik, tapi juga lingkungan
fisik tanah yang cocok sangat diperlukan oleh tanaman untuk tumbuh dan
berkembang dengan baik dan berproduksi tinggi karena akar tanaman dapat
berkembang dengan bebas. Selain itu proses-proses fisiologi Bagian Tanaman yang
ada di dalam tanah dapat berlangsung dengan baik dan tanaman dapat berdiri tegak.

12

Sejalan dengan pertambahan penduduk dan keterbatasan lahan pertanian


menyebabkan pilihan diarahkan pada lahan gambut baik untuk kepentingan pertanian
maupun untuk pemukiman penduduk. Penggunaan lahan gambut dengan semestinya
dan efisien akan memberikan sumbangan bagi kelangsungan pertumbuhan ekonomi
suatu negara. Gambut dibentuk oleh timbunan bahan sisa tanaman purba yang
berlapis-lapis hingga mencapai ketebalan lebih dari 30 cm.
Di Asia Tenggara terdapat 70 % dari total gambut di dunia terutama di
Indonesia dan Malaysia. Di Indinesia lahan gambut tersebar di Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi dan Irian Jaya (Noor, 2001)
Menurut Andriesse (1988) , diantara sifat inheren dari tanah gambut di daerah
tropis adalah bahan penyusun berasal dari kayu-kayuan. Dalam keadaan tergenang
sifat meyusut dan subsidence (penurunan permukaan gambut) karena drainase kering
tidak balik, pH yang sangat rendah dan status kesuburan tanah yang rendah.
Sifat fisik tanah gambut tropik menurut Ambak dan Melling (2000),
umumnya berwarna coklat kemerahan hingga coklat tua (gelap) tergantung tahapan
dekomposisinya. Kandungan air yang tinggi dan kapasitas memegang air 15-30 kali
dari berat kering, rendahnya bulk density (0,05 0,4 g/ cm3) dan porositas total
diantara 75 95 % menyebabkan terbatasnya penggunaan mesin-mesin pertanian dan
pemilihan komoditas yang akan ditanami. Sarief (1986), menambahkan bahwa
gambut yang berserat atau berkayu keadaan fisiknya biasanya cukup baik. Bahan
organik yang telah melapuk sebagian besar bersifat koloidal sehingga mempunyai

13

kemampuan menjerap unsur hara (kation-kation) yang tinggi, sedangkan kohesi dan
plastisitasnya agak rendah.
Di Indonesia tanah gambut tersebar cukup luas terutama di lahan rawa dan
kawasan pasang surut Pulau Sumatra dan Kalimantan. Di daerah tropika, ada kirakira 30 juta ha tanah gambut dan dua pertiga diantaranya (20 juta ha) tersebar
sepanjang pantai Asi Tenggara. Pemanfaatan tanah gambut di Indonesia untuk
pertanian telah banyak dilakukan, baik untuk perkebunan maupun untuk tanaman
pangan. Akan tetapi tingkat produksi rata-rata dari hampir semua tanaman yang
diusahakan masih tergolong rendah. Untuk meningkatkan produktivitas tanah gambut
tersebut perlu dilakukan upaya-upaya pengelolaannya, baik yang berkaitan dengan
aspek kimia maupun fisik tanah gambut (Zahrah,2007).
Berdasarkan lokasi pembentukannya, tanah gambut dapat dibedakan atas
gambut pantai, peralihan (transisi) dan pedalaman. Gambut pantai atau pasang surut
yaitu gambut yang dominan dipengaruhi oleh pasang surut air laut; gambut
pedalaman, yaitu gambut yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut; gambut
peralihan (transisi), yaitu gambut yang terdapat diantara gambut pantai dan gambut
pedalaman (Zahrah,2004).
Bila dilihat dari sifat kimia tanah gambut umumnya miskin unsur hara,
bersifat asam sampai sangat asam ( pH < 4 ) kecuali yang mendapat genangan
langsung dari air sungai atau air laut. Keasaman atau reaksi tanah ini dan kandungan
unsur haranya banyak tergantung kepada bahan induk dan bentuk wilayahnya .
Kandungan nitrogen total terdapat sangat beragam (rendah sampai tinggi) dan bila

14

dibandingkan dengan C total maka C/N nya tinggi, oleh karena itu fiksasi nitrogen
oleh jasad hidup dalam proses dekomposisi bahan organik adalah besar. Kandungan
fosfor, kalium, dan unsur mikro juga rendah.
Tanah aluvial sering dijumpai di dataran rendah di sepanjang aliran sungai,
rawa air tawar, pasang surut, teras sungai sampai ke daerah dengan ketinggian
mencapai 1.000 meter di atas permukaan laut, sepanjang lembah-lembah aliran
sungai di pegunungan (Hakim, 1986).
Hardjowigeno (1987), menjelaskan bahwa tanah alluvial berasal dari endapan
baru, berlapis-lapis, bahan organik jumlahnya tidak teratur dengan kedalaman
berbeda dan kandungan pasirnya kurang dari 60 %.
Tanah aluvial biasanya dimanfaatkan untuk bertanam padi (persawahan)
palawija, nanas dll. pH yang rendah diusahakan tanah selalu jenuh air. Untuk
penggunaan lahan kering, pH rendah, kejenuhan basa rendah, struktur jelek, C/N
bervariasi diatasi dengan memberikan sejumlah bahan kapur dan pemeliharaan bahan
organik tanah ( Mulyani dan Kartasapoetra, 1991).
Saefuddin (1986), menjelaskan bahwa tanah alluvial disebut juga tubuh tanah
endapan, atau recent deposis, yang belum memiliki perkembagan profil yang baik.
Tanah berwarna keabu-abuan sampai kecoklatan. Tekstur tanahnya liat atau liat
berpasir dengan kandungan pasir kurang dari 50 %. Struktur pejal atau tanpa struktur,
sedangkan konsistensinya keras waktu kering dan teguh pada waktu lembab
Kandungan unsur haranya relatif kaya dan banyak tergantung pada bahan
induknya. Bahan induknya banyak berasal dari bahan alluvial dan koluvial dari

15

berbagai macam asalnya. Bahan organik umumnya rendah sampai rendah sekali,
sedangkan reaksi tanahnya sangat bervariasi dari asam netral sampai basa. Secara
keseluruhan tanah alluvial ini mempunyai sifat fisika kurang baik sampai sedang,
sifat kimianya sedang sampai baik, oleh karena itu produktivitas tanahnya rendah
sampai tinggi. Pada tanah alluvial tumbuhan yang tumbuh sangat beraneka ragam,
pada umumnya merupakan daerah pertanian utama dan merupakan pusat penyebaran
penduduk. Untuk petanian antara lain dipakai persawahan, kebun kelapa,
perladangan, perkebunan tebu, sayur-sayuran, palawija dan untuk daerah perikanan
darat.
Menurut Munir (1988), tanah aluvial meliputi lahan yang dipengaruhi oleh
aktivitas sungai/ mengalami banjir, sehingga dapat dianggap masih muda dan belum
ada diferensiasi horizon. Karena terbentuk akibat banjir di musim hujan, maka sifat
bahan-bahannya juga tergantung pada kekuatan banjir dan asal serta macam bahan
yang diangkut sehingga penampakkan ciri morfologi berlapis-lapis atau berlembarlembaran yang bukan horizon karena bukan hasil perkembangan tanah.
Menurut Buol, Hole dan Mc Crzcken, 1980 dalam Rangkuti, M Y 1986
menjelaskan tanah Podzolik Merah Kuning tergolong dalam tanah yang sudah
mengalami pencucian lanjut, perkembangan profil sedang, punya horizon A, B, dan
C, bagian permukaan berwarna pucat hingga kekuningan, bagian terbawah terbentuk
akumulasi liat yang berwarna merah dan tebal solum 1 2 m. Tanah bertekstur berat
mempunyai permeabilitas, kemantapan agregat, kapasitas tukar kation dan kejenuhan
basa rendah serta bereaksi masam. Tanah tersebut terbentuk dari endapan tuf masam,

16

batu pasir, batu liat dan batu metamorf. Podzolik Merah Kuning termasuk dalam
klasifikasi USDA disebut Ultisol.
Jenis tanah Podzolik Merah Kuning memiliki solum tanah yang agak tebal,
yaitu dari 90 180 cm dengan batas-batas antara horizon yang nyata. Warna tanah ini
kemerah-merahan hingga kuning atau kekuning-kuningan. Struktur B horizonnya
agak gumpal, sedangkan teksturnya dari lempung berpasir hingga liat sedangkan
kebanyakan adalah lempung berliat. Konsistensinya adalah gembur dibagian atas (top
soil) dan teguh di lapisan tanah bawah (sub soil). Kandungan bahan organik pada
lapisan olah (top soil) adalah < 9 %, umumnya < 5 %. Kandungan unsur hara
tanaman seperti N, P, K dan Ca umumnya rendah dan reaksi tanahnya (pH) sangat
rendah, yaitu perkolasinya adalah sedang hingga lambat, pada lapisan permukaan
umumnya sedang dan makin ke bawah makin lambat. Tanah ini memiliki sifat kimia
yang kurang baik, sedangkan sifat fisiknya mudah terkena bahaya erosi akibat
gerakan air. Pembentukan struktur cukup baik tapi tidak mantap. Kandungan mineral
liat kaolinitnya tinggi, sehingga jumlah air yang tersedia bagi tanaman agak
berkurang. Dengan demikian produkstivitas tanah ini adalah rendah sampai sedang
( Saifuddin, 1986).
Gateway (2007), menjelaskan bahwa pupuk Amazing Bio Growth merupakan
proses fermentasi berbagai bahan organik berkualitas tinggi. Pupuk ABG
mengandung mikroba meguntungkan (pengurai, penambat N, pelarut fosfat dan
penghasil fitohormon) serta diperkaya dengan hara esensil. Pupuk ABG sangat efektif
untuk merevitalisasi kesehatan tanah (soil health) dan kualitas ekosistem tanah.

17

Meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman (pangan, sayuran, buah-buahan,


perkebunan, kehutanan dan tanaman hias).
Menurut Gateway (2007), tanaman pupuk ABG berfungsi antara lain:
-

Sebagai pupuk pelengkap untuk akar, daun, bunga dan buah untuk
meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman. Menambah
pasokan unsur hara dan pupuk ABG juga dapat meningkatkan efisiensi
pemupukan sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk NPK sekitar 25
30 %.

Sebagai pupuk biologis, pupuk ABG dapat meningkatkan pertumbuhan dan


perkembangan organisme tanah yang menguntungkan bagi tanaman
(beneficial microflora) dalam tanah (bakteri penambat, pelarut fosfat,
penghasil hormon tumbuh maupun pada daun (phylosphir).

Sebagai ion katalisator, pupuk ABG dapat meningkatkan ketersediaan hara


dan meningkatkan kelarutan deposit (sisa-sisa pupuk) yang terikat (terfiksasi)
dalam tanah.

Sebagai pembenah tanah, pupuk ABG dapat meningkatkan pertumbuhan dan


perkembangan organisme tanah yang menguntungkan bagi tanaman
(beneficial incloflora) dalam tanah.

Sebagai agen pengendali hayati (Biological Control Agents), pupuk ABG


dapat meningkatkan populasi dan nominasi mikroba yang antagonis dengan
mikroba pathogen dalam tanah (rhizosfir) maupun pada daun (phylosfir)
sehingga dapat mengurangi penggunaan pestisida secara signifikan.

18

Komposisi pupuk ABG daun adalah: 6,15 % C-organik, 13,54 % N, 5,96 %


K2O, 0,8 % CaO, 0,49 % MgO, 1,02 % S dan unsur hara mikro (B, Fe, zn, Mn, Mo,
Cu, Cl), asam-asam amino (asam aspatat, theonine, serine, glutamine, glysie, valine,
methionine, tryptophan, cystine) asam humat dan senyawa bioaktif (gibrellin GA 346
ppm). Sedangkan komposisi pupuk ABG bunga-buah adalah: 6,63 % C-Organik, 6,68
% N, 7,47 % P2O5, 8,93 % K2), 1 % CaO, 0,8 % MgO, 1 % S dan unsur hara mikro
(B, Fe, Zn, Mn, Mo, Cu, Cl), asam-asam amino (asam aspatat, theonine, serine,
glutamine, glysine, alamine, valine, methilonine, isoleusine, leusine, thyrosine,
phenylalanine, lysine, arginineproline, tryptophan, cystine), asam humat dan senyawa
bioaktif Gibrelin Acid (GA) 800 ppm. Pemakaian pupuk ABG pada Teknologi
Peningkatan Produksi Padi ABG (TP2 padi-ABG) berbasis organik secara baik dan
benar di lapangan telah dapat meningkatkan produksi 8 15 ton/ ha (Gateway, 2007).

19

III. BAHAN DAN METODE

3.1.Tempat dan Waktu


Penelitian ini telah dilakukan di kebun percobaan Balai Benih Induk
Hortikultura Padang Marpoyan Pekanbaru selama 4 (empat) bulan, dari bulan Maret
2007 sampai Juni 2008. Jadwal kegiatan penelitian disajikan pada Lampiran 1.

3.2. Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Benih okra dari distributor
benih okra kompleks singgasana Bandung, tanah gambut (top soil) (diambil dari
Desa Palas, Kelurahan Palas Kecamatan Rumbai Pesisir), tanah Podzolik Merah
Kuning (diambil dari desa Tampan Pekanbaru), tanah alluvial (diambil dari desa
Buatan Kabupaten siak), pupuk organik

Amazing Bio Growth (ABG), pupuk

kandang ayam, pupuk Urea, SP-36 dan KCl, dolomit, insektisida, fungisida dan
polybag. Adapun alat yang digunakan adalah: cangkul, hand sprayer, timbangan,
meteran, gembor, pH meter dan alat tulis.

3.3.Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) faktorial 4 x 3 dengan 3 ulangan.
Faktor A adalah pupuk ABG yang terdiri dari 4 (empat) taraf yaitu:
A0

: Tanpa pemberian ABG

20

A1

: 1,0 cc/ liter

A2

: 2,0 cc/ liter

A3

: 3,0 cc/ liter

Faktor T adalah jenis tanah yang terdiri dari tanah 3 (tiga) taraf yaitu
T1

: Tanah Gambut

T2

: Tanah Podzolik Merah Kuning

T3

: Tanah Alluvial
Tabel .3.1.: Kombinasi Perlakuan

Perlakuan
Faktor A
(Pupuk ABG)
A0
A1
A2
A3

Faktor T (Jenis tanah)


T1

T2

T3

A0T1
A1T1
A2T1
A3T1

A0T2
A1T2
A2T2
A3T2

A0T3
A1T3
A2T3
A3T3

Dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan masing-masing perlakuan


terdiri dari 3 ulangan, sehingga terdapat 36 polybag. Data hasil pengamatan dari
masing-masing perlakuan dianalisa secara statistik. Jika F hitung lebih besar dari F
tabel maka dilakukan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %.

3.4.Pelaksanaan Penelitian
1.Persiapan dan pengisian polybag.
Sebelum dilakukan penelitian terlebih dulu dilakukan pembersihan tempat
penelitian, membuang gulma atau sampah lainnya yang ada di tempat penelitian.

21

Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag berwarna hitam
ukuran 40 x 50 cm. Polybag diisi dengan tanah sesuai perlakuan dengan
perbandingan tanah dan pupuk kandang adalah 2 : 1. Diberikan 2 minggu setelah
tanam. Oleh karena pH berbagai jenis tanah <5 maka dilakukan pengapuran
dengan dolomit dengan dosis 1 ton/ha. Kapur diberikan seminggu sebelum tanam.
2.Pemasangan label
Pemasangan label dilakukan sebelum penanaman. Pemasangan label disesuaikan
dengan daftar penelitian.
3.Penanaman
Penanaman okra dapat dilakukan dengan menanam biji secara langsung. Biji
dimasukkan 2 butir biji per polybag dengan dalamnya penanaman adalah 4 cm.
Setelah umur satu minggu ditinggalkan satu tanaman yang baik pertumbuhannya.
4.Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan tanaman okra meliputi:
A. Penyiangan
Penyiangan

dilakukan

bersamaan

dengan

kegiatan

pemupukan

dan

pembubunan, yaitu pada saat tanaman okra umur 15 hari, 35 hari dan 45 hari.
Penyiangan yang efektif dilakukan pada saat gulma masih muda, sehingga
tidak sempat bersaing/ mengganggu tanaman okra.
B. Penggemburan
Penggemburan dilakukan bersamaan dengan penyiangan dan pemupukan.
Penggemburan bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah disekitar akar

22

tanaman dan untuk mendekatkan unsur hara pada pangkal batang.


Penggemburan ini dilakukan pada umur tanaman 15 hari, 35 hari dan 45 hari.
C. Pengendalian Hama dan Penyakit
Tanaman okra jarang sekali diserang hama. Namun jika ada gejala dan tanda
serangan hama dan penyakit dapat dilakukan penyemprotan pestisida sesuai
dengan gejala serangan, seperti Dursban 20 EC dengan konsentrasi 2 cc/ liter
air ataupun Dithane M-45 dengan dosis 2 gram/ liter air.
D. Pemupukan
Pemupukan awal diberikan yaitu berupa pupuk kandang ayam yang diberikan
dengan cara mencampur dengan jenis tanah sesuai perlakuan, kemudian
dilanjutkan dengan pemberian pupuk ABG Bunga-buah sesuai konsentrasi
pada perlakuan sebanyak 3 (tiga) kali aplikasi mulai umur tanaman 30 (tiga)
hari dengan interval waktu 10 (sepuluh) hari.
Dalam penelitian ini juga digunakan pupuk anorganik sebanyak 100 kg Urea,
200 kg SP-36 255,56 kg dan 100 kg

KCl per hektar atau dengan

menggunakan jarak tanam 40 x 50 cm, maka dosis pemupukan adalah 2,0


gram urea, 5,11 gram SP-36 dan 2,0 gram KCl per tanaman.

23

Tabel .3.2.: Daftar Waktu Pemberian Pupuk Anorganik Tanaman Okra


Umur
Tanaman
(hari)
0
15
30
45
Jumlah

Urea

KCL

S P36

Kg /ha

Gr/tan

Kg /ha

Gr/tan

Kg /ha

Gr/tan

30
25
25
20
100

0,6
0,5
0,5
0,4
2,0

255,56
255,56

5,11
5,11

30
25
25
20
100

0,6
0,5
0,5
0,4
2,0

E. Panen
Panen okra dilakukan setelah tanaman berumur 60 70 hari. Buah okra yang
dipanen adalah yang masih muda karena rasanya renyah dan gurih,
panjangnya sekitar 7 cm dengan tanda ujung buah mudah di patahkan, bijinya
berwarna putih dan berlendir. Panen dilakukan dengan menggunakan pisau
tajam karena tangkai buah okra cukup alot. Panen dapat dilakukan setiap 2
hari sekali sampai tanaman okra tidak produktif lagi. Buah yang dipanen
kemudian dikumpulkan sesuai dengn perlakuan.

2.5.Parameter Pengamatan
Adapun parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah :
1. Umur Berbunga ( hari ke -)
Pengamatan Umur Berbunga ditentukan pada saat seluruh tanaman pada
masing-masing satuan percobaan sudah berbungan 50%.
2. Jumlah Buah Pertanaman (buah)

24

Pengamatan jumlah buah dilakukan dengan menghitung jumlah buah


pertanaman setiap kali panen selama 3 (tiga) kali panen.
3. Berat Buah per tanaman ( gram)
Pengamatan berat buah dengan menimbang berat buah dilakukan
sebanyak 3 (tiga) kali panen. Berat buah yang disajikan merupakan berat
total buah selama tiga kali panen.
4. Indeks Panen
Pengukuran indeks panen dilakukan pada saat akhir penelitian dengan
membagi berat basah buah per tanaman dengan berat basah tanaman
dengan rumus:
IndeksPanen =

BeratBuah
BeratTanam an

5. Laju Pertumbuhan Relatif (LPR) (g/hari)


Laju pertumbuhan relatif adalah bahwa pertumbuhan biomassa tanaman
tidak konstan tetapi tergantung pada berat awal tanaman. Pengamatan
dilakukan pada selang waktu 2 (dua minggu) sekali yaitu umur 15, 30 dan
45 hari setelah tanam.
LPR =

Ln W 2 Ln W1
T 2 T1

Dimana: W1 : Berat kering tanaman 1 (satu)


W2 : Berat kering tanaman 2 (dua)
T 1 : Waktu/ hari pengamatan 1 (satu)

25

T 2 : Waktu/ hari pengamatan 2 (dua)


6. Kerapatan Berat Akar (KBA) (g/cm3)
Pengukuran Kerapatan Berat Akar dilakukan pada akhir penelitian dengan
mengukur berat kering total akar dibagi dengan volume tanah.
KBA =

Berat Kering Total Akar


Volume Tanah

7. Nisbah Tajuk Akar (NTA) :


Pengukuran nisbah tajuk akar dilakukan setiap 2 (dua) minggu sekali yaitu
perbandingan berat batang tanaman dengan berat akar tanaman.
NTA =

BD
BA

Dimana : BD = Berat daun, batang tanaman (g)


BA = Berat akar (g)

26

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Umur Berbunga (UB) (Hari ke..)


Hasil analisis sidik ragam (anova) terhadap Umur Berbunga (UB) Respon
Tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan
Pupuk ABG (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan

pupuk ABG (A),

perlakuan jenis tanah (T) dan interaksi pupuk ABG dan jenis tanah (AT) tidak
berpengaruh nyata terhadap Umur Berbunga. Hasil pengamatan Umur Berbunga
disajikan pada Tabel 4.1. dan Gambar 4.1.
Tabel 4.1. : Umur Berbunga (UB) Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L
) Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan Pupuk ABG ( Hari ke.. ).
Perlakuan
Faktor A
(Pupuk ABG)
A0
A1
A2
A3
rerata

Faktor T (Jenis Tanah)


T1

T2

T3

rerata

46.67
47.67
49.33
47.00
47.67

46.67
48.67
49.67
49.00
48.50

45.33
48.00
47.67
48.33
47.33

46.22
48.11
48.89
48.11
47.83

Umur Berbunga (hari ke..)

GRAFIK UMUR BERBUNGA

49.00
48.00
47.00
46.00

49. 67

49. 33

50.00

49. 00

48. 67

47. 67

48. 00
47. 00

46. 67

47. 67

46. 67

48. 33

A0
A1

45. 33

A2

45.00
44.00

A3

43.00
T1

T2
Jenis Tanah

T3

27

Umur Berbunga (hari ke..)

GRAFIK UMUR BERBUNGA


50.00
49.00
48.00
47.00
46.00

49. 33

48. 67

49. 00

48. 00

47. 67
46. 67

49. 67
47. 67

46. 67

48. 33

47. 00

T1
T2

45. 33

45.00

T3

44.00
43.00
A0

A1

A2

A3

Pupuk ABG

T1 = Tanah gambut, T2 = Tanah PMK , T3 = Tanah alluvial


A0 = Tanpa pemberian pupuk ABG , A1 = Pemberian pupuk ABG 1 cc/l ,
A2 = Pemberian pupuk ABG 2 cc/l , A3 = Pemberian pupuk ABG 3 cc/l

Gambar 4.1. : a) Histogram Umur Berbunga (UB) Perlakuan jenis Tanah. b)


Histogram Umur Berbunga (UB) Perlakuan Pupuk ABG Tanaman
Okra (Abelmoschus esculantus L) Terhadap Beberapa Jenis Tanah
dan Pupuk ABG (Hari ke ).
Dari Tabel 4.1. di atas terlihat bahwa bunga pada tanaman sayur okra
sudah mulai muncul pada hari ke-45,33 atau bulan ke-2 setelah tanam. Tetapi
kebanyakan muncul pada hari ke-48 dan paling lambat bunga muncul pada hari ke49,67. Dalam perlakuan pupuk ABG (A), bunga tercepat muncul pada perlakuan A0
(tanpa pupuk ABG) yaitu hari 46,22 sedangkan bunga terlama muncul pada
perlakuan A2 ( pupuk ABG 2 cc/l ) yaitu hari 48,89. Dalam perlakuan jenis tanah (T)
bunga tercepat muncul pada perlakuan T3 (tanah alluvial) yaitu hari 47,33 sedangkan
bunga terlama muncul pada perlakuan T2 ( tanah PMK ) yaitu hari ke-48,50.
Selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan membentuk
bermacam-macam organ. Secara umum, organ tanaman terdiri dari organ vegetatif

28

dan organ generatif. Akar, batang, dan daun dikelompokkan sebagai organ vegetatif;
sedangkan bunga, buah, dan biji digolongkan sebagai organ generatif. Organ-organ
vegetatif akan terbentuk lebih awal dibandingkan dengan organ-organ generatif. Fase
dimana tanaman hanya membentuk organ-organ vegetatif disebut fase pertumbuhan
vegetatif.
Pertumbuhan vegetatif dicirikan dengan berbagai aktivitas pertumbuhan
dan perkembangan tanaman yang berhubungan dengan pembentukan dan pembesaran
daun, pembentukan meristem apikal atau lateral dan pertumbuhannya menjadi
cabang-cabang dan ekspansi sistem perakaran tanaman. Sedangkan pertumbuhan
generatif atau pertumbuhan reproduktif dimulai dengan pembentukan bunga. Bunga
kemudian berkembang menjadi buah. Biji terbentuk bersama dengan perkembangan
buah. Biji terbentuk bersama dengan perkembangan buah. Pada beberapa spesies,
bunga mulai terbentuk hanya dalam waktu beberapa bulan setelah ditanam.
Kelompok tanaman ini secara agronomis digolongkan sebagai tanaman semusim.
Pada beberapa spesies lainnya, bunga baru terbentuk setelah tanaman berumur
beberapa tahun. Malah pada tanaman duku (Lansium domesticum) yang diperbanyak
secara generatif, bunga terbentuk setelah tanaman berumur lebih dari 5 tahun.
Kelompok tanaman yang berbunga setelah berumur beberapa tahun digolongkan
sebagai tanaman tahunan (Lakitan, 1995).
Pada Gambar 4.1.a. untuk perlakuan jenis tanah terlihat bahwa perlakuan
T3 (tanah alluvial) rata-rata munculnya bunga lebih cepat daripada perlakuan T1
(tanah gambut) diikuti perlakuan T2 (tanah PMK). Untuk perlakuan dosis pupuk

29

ABG terlihat bahwa rata-rata munculnya bunga pada perlakuan A0 lebih cepat
daripada perlakuan A3 diikuti perlakuan A1 dan perlakuan A2. Secara keseluruhan
perlakuan A0 (tanpa pemberian dosis ABG) ternyata rata-rata kemunculan bunganya
lebih cepat daripada perlakuan A1 (pemberian pupuk ABG dosis 1 cc/l) diikuti
perlakuan A3 (pemberian pupuk ABG dosis 3 cc/l) dan yang terlama adalah
perlakuan A2 (pemberian pupuk ABG dosis 2 cc/l).
Inisiasi bunga merupakan tahap yang sangat penting pada beberapa
tanaman, karena merupakan awal yang menentukan terbentuknya organ hasil dan
jumlahnya per tanaman. Perubahan tunas apikal atau aksilar dari vegetatif menjadi
tunas bunga merupakan hasil dari aktivitas hormonal yang berlangsung pada tanaman
tersebut yang umumnya dirangsang oleh kondisi lingkungan tertentu, misalnya suhu
dan perubahan panjang hari (lama penyinaran). Kepekaan tanaman terhadap
rangsangan faktor eksternal tersebut bertambah dengan bertambahnya umur tanaman.
Tanaman semusim lebih cepat terangsang, sehingga mulai berbunga setelah berumur
beberapa bulan atau beberapa hari; sedangkan tanaman tahunan membutuhkan waktu
yang lebih lama. Tanaman okra termasuk tanaman semusim sehingga waktu
berbunganya lebih cepat. Tanaman tahunan mungkin mulai peka terhadap rangsangan
untuk berbunga setelah berumur beberapa tahun.
Dari Gambar 4.1. terlihat bahwa pola peningkatan atau penurunan grafik
batang tidak terjadi penaikan atau penurunan yang drastis atau secara matematis nilai
asimtotnya mendekati nol (0) atau jauh dari satu (1). Hal ini berarti parameterparameter perlakuan pada penelitian ini tidak berpengaruh nyata.

30

Perubahan tunas vegetatif menjadi tunas generatif merupakan perubahan


yang sangat besar, karena struktur jaringannya menjadi berbeda sama sekali.
Perubahan yang besar ini merupakan cerminan dari pemacuan kelompok gen-gen
tertentu (yang terpendam dalam pembentukan bunga)
Beberapa spesies tanaman hanya akan memasuki fase pertumbuhan
generatif jika mendapat perlakuan lama penyinaran (panjang hari) tertentu atau suhu
rendah. Dari Tabel 4.1. diatas terlihat bahwa perlakuan jenis tanah, perlakuan pupuk
ABG dan interaksi pupuk tanah dengan jenis tanah pada penelitian ini tidak
berpengaruh secara nyata. Perbedaan munculnya bunga dalam perlakuan jenis tanah
hanya berselang 1 hari saja, begitu juga pada perlakuan pupuk ABG dan interaksi
keduanya. Jadi tanaman okra pada penelitian ini termasuk pada golongan ini yaitu
tanaman yang akan memasuki pertumbuhan generatif jika mendapat perlakuan lama
penyinaran atau suhu rendah. Secara umum, bunga akan berkembang menjadi buah
setelah bunga tersebut mengalami penyerbukan, yakni peristiwa dimana tepung sari
jatuh pada kepala putik. Walaupun perlu diingat bahwa buah pada spesies tanaman
tertentu akan tetap tumbuh membesar walaupun tidak terjadi penyerbukan. Tidak
semua bunga pada satu individu tanaman akan berkembang menjadi buah, karena
keberhasilan pembentukan buah ini tergantung pada proses penyerbukan dan kondisi
lingkungan.

31

Gambar 4.2.: a) Bunga pada tanah gambut hari ke-46. b) Bunga pada tanah
PMK hari ke-47. c) Bunga pada tanah Alluvial hari ke-47

4.2. Jumlah Buah (JB) (Buah)


Hasil analisis sidik ragam (anova) terhadap Jumlah Buah (JB) Respon
Tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan
Pupuk ABG (lampiran 5) menunjukkan bahwa perlakuan jenis tanah (T) berpengaruh
nyata terhadap Jumlah Buah (JB). Hasil pengamatan jumlah buah disajikan pada
Tabel 4.2. dan Gambar 4.3.
Dari Tabel 4.2. terlihat bahwa jumlah buah tanaman okra pada penelitian
ini rata-rata berjumlah 3 buah/ tanaman diperoleh pada perlakuan A0T2, A2T2 dan
A2T3 yaitu 3 buah/tanaman. Jumlah buah terbanyak diperoleh pada perlakuan A3T1
yaitu 6 buah/tanaman. Jumlah buah untuk perlakuan A (pupuk ABG) rata-rata
berjumlah 3 buah/tanaman dan jumlah buah untuk perlakuan T (jenis tanah) adalah
sama yaitu, rata-rata berjumlah 3 buah/tanaman.
Tabel 4.2. : Jumlah Buah (JB) Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L )
Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan Pupuk ABG ( buah/tan ).
Perlakuan
Faktor A
(Pupuk ABG)
A0
A1

Faktor T (Jenis Tanah)


T1

T2

T3

5.00
4.67

3.00
3.33

3.33
3.33

rerata
3.78
3.78

32

A2
A3
rerata

4.67
6.00
5.08 a

3.00
3.00
3.33
3.33
3.17 b
3.25 b
BNJ T = 0.5849
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata
Uji BNJ taraf 5%.

Jumlah Buah ( buah/tan )

berdasarkan

GRAFIK JUMLAH BUAH


7

3.56
4.22
3.83

6. 00
5. 00

4. 67 4. 67

A0
3. 33
3. 00 3. 33 3. 00

4
3

3. 33 3. 33

3. 00

3. 33

A1
A2

A3

1
0
T1

T2

T3

Jenis Tanah

Jumlah Buah ( buah/tan )

GRAFIK JUMLAH BUAH


7
6

6. 00
5. 00

4. 67

5
4

3. 00

3. 33

4. 67
3. 33 3. 33

3. 00 3. 00

3. 33 3.33

T1

T2

T3

1
0
A0

A1

A2

A3

Pupuk ABG

T1 = Tanah gambut, T2 = Tanah PMK , T3 = Tanah alluvial


A0 = Tanpa pemberian pupuk ABG , A1 = Pemberian pupuk ABG 1 cc/l ,
A2 = Pemberian pupuk ABG 2 cc/l , A3 = Pemberian pupuk ABG 3 cc/l

Gambar 4.3. : a) Histogram Jumlah Buah (JB) Perlakuan jenis Tanah. b) Histogram
Jumlah Buah (JB) Perlakuan Pupuk ABG Respon Tanaman Okra
( Abelmoschus esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan
Pupuk ABG (buah/tan).

33

Zigot, kantong embrio dan ovule berkembang menjadi biji sedangkan


ovary berkembang menjadi buah. Pertumbuhan ovary berlangsung sebelum dan
sesudah anthesis. Setelah serbuk sari mencapai ovule (fertilisasi), maka pertumbuhan
buah dan biji menjadi lebih terpacu. Pada beberapa spesies, bunga akan segera gugur
jika fertilisasi gagal terjadi; tetapi ada juga spesies yang tetap membentuk buah,
walaupun demikian biji tetap tidak akan terbentuk.
Dalam perlakuan T (jenis tanah) (Gambar 4.3.) terlihat bahwa jumlah
buah tanaman okra yang diberi perlakuan pupuk ABG dosis 3 cc/l (A3) ternyata
memberikan jumlah buah tertinggi dibandingkan dengan perlakuan A0 (tanpa pupuk
ABG), A1 (pupuk ABG dosis 1 cc/l) dan A2 (pupuk ABG dosis 2 cc/l) sedangkan
jumlah buah terkecil rata-rata untuk perlakuan A0, A1 dan A2 adalah sama. Dalam
perlakuan T (jenis tanah) terlihat bahwa jumlah buah untuk tiap perlakuan jenis tanah
adalah sama yaitu 3 buah/tanaman tetapi pada perlakuan T1 (tanah gambut) jumlah
buah lebih bervariasi yaitu ada yang 6 buah/tanaman, ada 5 buah/tanaman dan ada
yang 4 buah/tanaman. Hal ini terjadi karena karakteristik tanaman okra dan
karakteristik tanah gambut itu sendiri. Tanaman okra merupakan tanaman dataran
rendah yang biasa dibudidayakan di daerah terbuka
Pada Gambar 4.3. terlihat bahwa jumlah buah pada perlakuan T1 (tanah
gambut) tampak lebih tinggi daripada jumlah buah pada T2 (tanah PMK) dan jumlah
buah pada T3 (tanah alluvial). Tampak puncak batang menurun pada perlakuan T2
dan mendatar pada perlakuan T3. Tetapi pada grafik disebelahnya terlihat bahwa
pada perlakuan A0 (tanpa pemberian pupuk ABG), perlakuan A1 (pemberian pupuk

34

ABG 1 cc/l), perlakuan A2 (pemberian pupuk ABG 2 cc/l) membentuk garis


mendatar dan garis linear menanjak pada perlakuan A3 (pemberian pupuk ABG 3
cc/l).
a

Gambar 4.4.: a) Buah okra yang masih melekat di batangnya. b) Buah okra yang telah
dipanen.
Besaran pengaruh faktor lingkungan terhadap perkembangan buah dan biji
berkaitan dengan selang waktu terbentuknya masing-masing organ tersebut pada tiap
individu tanaman. Lakitan (1995) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman
mempunyai pola pertumbuhan determinate dan indeterminate. Pola pertumbuhan
determinate adalah pertumbuhan organ tanaman yang mempunyai batas ukuran organ
yang maksimal, kemudian pertumbuhan berhenti dan organ menjadi tua (senescence)
dan akhirnya rontok. Organ tanaman yang memiliki pola pertumbuhan tanaman
determinate adalah buah, daun dan batang. Sedangkan pola pertumbuhan
indeterminate adalah pola pertumbuhan organ tanaman yang tidak mempunyai batas
ukuran maksimal. Organ pertumbuhan indeterminate seperti akar dan batang.
Untuk tanaman determinate seperti bunga matahari (Helianthus annuus),
dimana seluruh bunga mencapai anthesis pada waktu yang bersamaan atau hampir
bersamaan, maka pengaruh faktor lingkungan menjadi lebih dominan; sebaliknya

35

pada tanaman dimana bunga mencapai anthesis tidak pada waktu yang berbarengan,
seperti pada kecipir (Psophocarpus tetragonolobus), maka pengaruh lingkungan
menjadi kurang berarti.
4.3. Berat Buah Per Tanaman (BB) (g/tan)
Hasil analisis sidik ragam (anova) terhadap Berat Buah (BB) Respon
Tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan
Pupuk ABG (lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan jenis tanah (T) berpengaruh
nyata terhadap Berat Buah (BB). Hasil pengamatan berat buah per tanaman disajikan
pada Tabel 4.3. dan Gambar 4.5.
Dari Tabel 4.3. di atas terlihat bahwa berat buah tanaman okra pada
penilitian ini berkisar antara 16,77 g/tanaman sampai 43,67 g/tanaman. Berat buah
terendah 16,77 g/tanaman diperoleh pada perlakuan A0T2 dan berat buah terbesar
43,67 g/tanaman diperoleh pada perlakuan A3T1. Besar kecilnya nilai berat
buah/tanaman sangat berkaitan dengan jumlah buah/tanaman. Semakin banyak
jumlah buah/tanaman maka semakin besar pula nilai berat buah/tanaman. Berat buah
terkecil pada penelitian ini adalah 16,77 g/tanaman yaitu pada perlakuan A0T2, hal
ini sama dengan parameter jumlah buah per tanaman terkecil yaitu pada perlakuan
A0T2, A2T2 dan A2T3 yaitu 3 buah/tanaman. Untuk berat buah/tanaman tertinggi
terjadi sedikit penyimpangan dimana berat buah/tanaman tertinggi diperoleh pada
perlakuan A3T1, sama dengan parameter jumlah buah/tanaman tertinggi pula yaitu
diperoleh pada perlakuan A3T1 yaitu 43,67 g/tanaman.

36

Tabel 4.3. : Berat Buah (BB) Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L )
Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan Pupuk ABG ( g/tan ).
Perlakuan
Faktor A
(Pupuk ABG)
A0
A1
A2
A3
rerata

Faktor T (Jenis Tanah)


T1

T2

T3

rerata

40.58
32.58
38.57
43.67
38.85 a

16.77
19.89
25.74
22.55
23.22
26.12
17.68
18.97
25.07
23.37
20.98
29.34
20.09 b
20.77 b
26.57
BNJ T = 6.2286
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan
Uji BNJ taraf 5%.

Berat Buah Basah (gr/btg)

GRAFIK BERAT BUAH BASAH


50.00

40. 58

40.00

38. 57

43. 67

32. 58

A0

30.00

22. 55
16. 77

20.00

23. 37
17. 68

19. 89

23. 22

18. 97 20. 98

A1
A2
A3

10.00
0.00
T1

T2

T3

Jenis Tanah

Berat Buah Basah (gr/btg)

GRAFIK BERAT BUAH BASAH


50.00

40. 58

40.00

32. 58

30.00
20.00

43. 67

38. 57

16. 77

19. 89

22. 55 23. 22

17. 68 18. 97

23. 37

20. 98

T1
T2
T3

10.00
0.00
A0

A1

A2
Pupuk ABG

T1 = Tanah gambut, T2 = Tanah PMK , T3 = Tanah alluvial


A0 = Tanpa pemberian pupuk ABG , A1 = Pemberian pupuk ABG 1 cc/l ,
A2 = Pemberian pupuk ABG 2 cc/l , A3 = Pemberian pupuk ABG 3 cc/l

A3

37

Gambar 4.5. : a) Histogram Berat Buah (BB) Perlakuan jenis Tanah. b) Histogram
Berat Buah (BB) Perlakuan Pupuk ABG} Respon Tanaman Okra (
Abelmoschus esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan
Pupuk ABG ( g ).
Pertumbuhan embrio dan ovule menjadi biji dan ovary menjadi buah
berlangsung secara berbarengan. Akan tetapi pertumbuhan ovary berhenti lebih awal
dibandingkan dengan embrio dan ovule. Sebagai contoh yang mudah dilihat adalah
pertumbuhan polong tanaman kacang-kacangan. Ukuran polong maksimal tercapai
lebih dahulu, sementara biji masih terus tumbuh membesar. Pada fase akhir
menjelang penuaan biji, akan terjadi translokasi bahan kering dari bagian kulit polong
ke biji. Hal ini terbukti dengan penurunan berat kering kulit polong dan penambahan
berat kering biji. Laju fotosintesis pada kulit polong pada fase akhir perkembangan
buah menjadi lebih rendah dibandingkan dengan laju respirasinya atau laju
fotosintesis bersihnya menjadi negatif.
Ukuran dan laju pembesaran ovary umumnya bervariasi tergantung pada
posisinya pada batang. Hal ini menyebabkan perbedaan ukuran buah dan biji setelah
organ-organ ini matang. Ukuran biji rata-rata untuk kultivar tanaman tertentu
umumnya tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tetapi jumlah biji per
individu tanaman dapat terpengaruh secara nyata. Ukuran biji agaknya lebih
dikendalikan oleh faktor genetik daripada faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang
diketahui dapat mempengaruhi ukuran biji adalah kondisi kekeringan. Ukuran buah,
berbeda

dengan

biji,

lebih

dipengaruhi

oleh

kondisi

lingkungan

selama

38

perkembangannya, terutama buah yang mengandung banyak biji (multi-seedes) dan


buah berdaging (fleshy fruit).
Pada Gambar 4.5. di atas terlihat bahwa berat buah pada perlakuan T1
(tanah gambut) berada pada titik tertinggi kemudian puncak batang menurun pada
perlakuan T2 (tanah PMK) dan puncak batang agak menaik sedikit pada perlakuan
T3 (tanah alluvial). Sedangkan pada grafik batang disebelahnya terlihat bahwa pola
garis linearnya berbeda. Pada perlakuan A0 (tanpa peberian pupuk ABG) berada di
posisi kedua tertinggi kemudian puncak batang menurun pada perlakuan A1
(pemberian pupuk ABG 1 cc/l) tetapi hanya pada perlakuan T1 sedangkan pada
perlakuan T2 dan T3 puncak batang menaik pada perlakuan A1 kemudian menurun
kembali pada perlakuan A2 (pemberian pupuk ABG 2 cc/l) dan puncak batang
kembali menaik pada perlakuan A3 (pemberian pupuk ABG 3 cc/l).
Sebagian besar nitrogen pada biji dan buah muda adalah dalam bentuk
protein, asam-asam amino atau amida (glutamin dan asparagin). Konsentrasi amida
dan asam-asam amino ini kemudian berkurang karena digunakan untuk sintesis
protein selama proses pematangan biji dan buah.
Komposisi kimia daging buah, terutama transformasi karbohidrat, selama
perkembangan buah telah banyak diteliti. Pada buah apel, kandungan pati terus
meningkat selama perkembangan buah sampai menjelang matang, dimana setelah
matang pati tersebut dikonversi menjadi gula. Pada apel dan pir, fruktosa merupakan
jenis gula yang paling dominan; sedangkan glukosa, sukrosa dan gula alkohol
terkandung dalam konsentrasi yang rendah.

39

Selama proses perkembangan embrio dan ovule menjadi biji dan ovary
menjadi buah berlangsung secara berbarengan, berbagai perubahan kimia dan
anatomi akan berlangsung. Sukrosa, glukosa, dan fruktosa sering terakumulasi pada
ovule sampai inti endosperma terbalut oleh dinding sel. Sukrosa dan monosakarida
ini berasal dari organ tanaman yang lain yang diangkut melalui floem. Kandungan
gula-gula ini kemudian berkurang karena dipakai untuk sintesis senyawa-senyawa
penyusun dinding sel, sintesis pati dan sintesis lemak.

4.4. Indeks Panen (IP)


Hasil analisis sidik ragam (anova) terhadap Indeks Panen (IP) Respon
Tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan
Pupuk ABG (lampiran 7) menunjukkan bahwa perlakuan pupuk ABG (A), perlakuan
jenis tanah (T) dan interaksi pupuk ABG dan jenis tanah (AT) tidak berpengaruh
nyata terhadap Indeks Panen (IP). Hasil pengamatan indeks panen disajikan pada
Tabel 4.4. dan Gambar 4.6.
Tabel 4.4. : Indeks Panen (IP) Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L )
Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan Pupuk ABG .
Perlakuan
Faktor A
(Pupuk ABG)
A0
A1
A2
A3
rerata

Faktor T (Jenis Tanah)


T1

T2

T3

rerata

0.0774
0.0510
0.0684
0.0655
0.0656

0.0530
0.1124
0.0539
0.0672
0.0716

0.0482
0.0966
0.0748
0.0676
0.0718

0.0595
0.0867
0.0657
0.0668
0.0697

40

GRAFIK INDEKS PANEN


0. 1124

0.12
Indeks Panen

0.10
0.08

0. 0966
0. 0774

0. 0684

0. 0510

0.06

0. 0655

0. 0530

0. 0748

0. 0539 0. 0672

0. 0676

0. 0482

A0
A1
A2

0.04

A3

0.02
0.00
T1

T2

T3

Jenis Tanah

GRAFIK INDEKS PANEN


0. 1124

0.12
Indeks Panen

0.10
0.08
0.06

0. 0966
0. 0774
0. 0530

0. 0482

0. 0748
0. 0672 0. 0676
0. 0684 0. 0539
0. 0655

0. 0510

T1
T2

0.04

T3

0.02
0.00
A0

A1

A2

A3

Pupuk ABG

T1 = Tanah gambut, T2 = Tanah PMK , T3 = Tanah alluvial


A0 = Tanpa pemberian pupuk ABG , A1 = Pemberian pupuk ABG 1 cc/l ,
A2 = Pemberian pupuk ABG 2 cc/l , A3 = Pemberian pupuk ABG 3 cc/l

Gambar 4.6. : a) Histogram Indeks Panen (IP) Perlakuan jenis Tanah. b) Histogram
Indeks Panen (IP) Perlakuan Pupuk ABG Respon Tanaman Okra
( Abelmoschus esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan
Pupuk ABG .
Dari Tabel 4.4. terlihat bahwa indeks panen tanaman okra pada penelitian
ini berkisar antara 0,0482 0,1124 atau 4,82 % - 11,24 % dengan kata lain bernilai
dibawah 50% atau 0,5. Hal ini berarti bahwa hasil penelitian ini menghasilkan

41

biomassa yang besar. Indeks panen terendah 4,82 % diperoleh pada perlakuan A0T3
dan indeks panen tertinggi 11,24 % diperoleh pada perlakuan A1T2. Dalam perlakuan
A (dosis pupuk ABG) indeks panen terendah bernilai 0,0595 dan indeks panen
tertinggi bernilai 0,0867. Tingginya indeks panen ini karena adanya pembagian
asimilat yang cenderung lebih besar ke daerah tajuk dibandingkan ke daerah akar.
Kondisi lingkungan abiotik yang optimal menyebabkan hasil panen yang tinggi.
Namun karena faktor lingkungan biotik seperti gulma, kualitas panen dapat turun.
Pada tingkat serangan yang tinggi kuantitas panen pun akan terpengaruh.
Kondisi lingkungan abiotik yang optimal menyebabkan hasil panen yang
tinggi. Namun karena faktor lingkungan biotik seperti gulma, kualitas panen dapat
turun. Pada tingkat serangan yang tinggi kuantitas panen pun akan terpengaruh.
Manurung dan Ismunadji (1988) menyatakan bahwa Indeks Panen dipengaruhi oleh
besarnya translokasi asimilat dari tempat penumpukannya yaitu buah. Penumpukan
asimilat mencapai puncaknya pada saat anthesis dan setelah itu akan berkurang
bersamaan

dengan berkurangnya produksi bahan kering. Produksi bahan kering

berlangsung sejak tanaman mulai tumbuh tetapi tidak semua bahan kering dapat
dikonversikan menjadi karbohidrat yang ditranslokasikan ke buah ditentukan dengan
banyaknya bahan kering yang diproduksi oleh tanaman.
Dari Gambar 4.6. terlihat bahwa indeks panen tanaman okra perlakuan A1
(pemberian pupuk ABG 1 cc/l) memberikan nilai indeks panen terbesar pada T2 dan
T3 tetapi pada perlakuan T1 memberikan nilai indeks panen terkecil. Pada perlakuan
A0 (tanpa peberian pupuk ABG), nilai indeks panen tertinggi diperoleh pada

42

perlakuan T1 tetapi pada perlakuan T2 dan T3 memberikan nilai indeks panen


terkecil. Pada perlakuan A2 (pemberian pupuk ABG 2 cc/l), nilai indeks panen
tertinggi diperoleh pada perlakuan T3 diikuti pada perlakuan T1 dan T2. Pada
perlakuan A3 (pemberian pupuk ABG 3 cc/l), indeks panen tertinggi diperoleh pada
perlakuan T3 diikuti pada perlakuan T2 dan T1.
Secara keseluruhan pada perlakuan tanah ternyata tanah alluvial
memberikan nilai indeks panen terbesar, yang kedua adalah pada tanah PMK dan
yang terkecil pada tanah gambut. Sedangkan pada perlakuan peberian pupuk ABG
ternyata nilai indeks panen terbesar diperoleh pada dosis 1 cc/l, yang kedua terbesar
adalah pada dosis 3 cc/l, yang ketiga terbesar adalah dosis 2 cc/l dan yang terkecil
adalah tanpa pemberian pupuk ABG.
Nilai indeks panen merupakan perbandingan berat hasil bersih dengan
berat biomassa. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa indeks panen secara
keseluruhan adalah kecil dalam artian semua indeks panen untuk tiap perlakuan
nilainya di bawah 50% atau 0,05. Hal ini berarti bahwa hasil asimilat atau hasil
fotosintat lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan organ-organ tanaman daripada
digunakan untuk penyimpanan hasil. Hal ini bisa dikarenakan pertumbuhan generatif
tanaman okra pada penelitian ini belum sampai maksimal. Kita ketahui bahwa
pertumbuhan generatif (pertumbuhan bunga, buah, serbuksari, putik) terjadi jika
pertumbuhan vegetatif (pertumbuhan organ tanaman seperti batang, akar, daun )
sudah maksimal dan berakhir baru memasuki pertumbuhan generatif. Tanaman okra
merupakan tanaman musiman yang bisa beberapa kali panen. Pada penelitian ini

43

panen dilakukan hanya tiga kali panen sehingga saat pemanenan dilakukan bukan saat
pertumbuhan generatif mencapai puncaknya. Pertumbuhan generatif mencapai
puncaknya mungkin pada pemanenan selanjutnya yaitu pemanenan keempat atau
pemanenan yang kelima.
Pada Gambar 4.6.a. terlihat bahwa perlakuan A1 membentuk puncak
batang yang lebih berpencar daripada pada perlakuan A0, A2 dan A3. Pada perlakuan
A1, puncak batang awalnya menaik tajam kemudian menurun sedikit. Pada perlakuan
A0,A2 dan A3 membentuk puncak batang lebih mendatar. Pada grafik 4.6.b. terlihat
bahwa nilai indeks panen pada perlakuan T1, T2 dan T3 membentuk puncak batang
yang lebih bervariasi. Pada perlakuan T2 dan T3 pola puncak batangnya awalnya
menaik kemudian menurun tajam dan menaik sedikit pada perlakuan T2 dan menurun
perlahan pada perlakuan T3. Pada grafik T1, grafik batangnya awalnya menurun
kemudian menaik perlahan kembali.

4.5. Laju Pertumbuhan Relatif (LPR) (mg/hari)


Hasil analisis sidik ragam (anova) terhadap Laju Pertumbuhan Relatif
(LPR) Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis
Tanah dan Pupuk ABG (lampiran 8) menunjukkan bahwa perlakuan pupuk ABG
(A), perlakuan jenis tanah (T) dan interaksi pupuk ABG dan jenis tanah (AT) tidak
berpengaruh nyata terhadap Laju Pertumbuhan Relatif (LPR). Hasil pengamatan laju
pertumbuhan relatif disajikan pada Tabel 4.5. dan Gambar 4.7.

44

Tabel 4.5. : Laju Pertumbuhan Relatif (LPR) Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus
esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan Pupuk ABG
(mg/hari).
Perlakuan
Faktor A
(Pupuk ABG)
A0
A1
A2
A3
rerata

Faktor T (Jenis Tanah)


15-30

T1
139.84
215.85
95.92
178.69
157.57

T2
152.84
227.78
202.14
150.84
183.40

30-45

T3
152.16
104.31
196.48
169.74
155.68

T1
109.96
48.56
146.44
38.09
85.76

T2
135.18
47.39
98.13
147.89
107.15

GRAFIK LAJU PERTUMBUHAN RELATIF


250.00

LPR 15-30

150.00

Rerata
T2
144.01
137.58
150.14
149.37
145.27

15-30

150. 8430

152. 8417

139. 8350

196. 4843

202. 1444

178. 6882

169. 7376

152. 1647

A0
A1

104. 3141

95. 9233

100.00

T1
55.05
24.39
73.27
19.13
42.96

227. 7791

215. 8464

200.00

T3
169.98
175.51
85.33
121.82
138.16

A2
A3

50.00
0.00
T1

T2

T3

Jenis Tanah

GRAFIK LAJU PERTUMBUHAN RELATIF


250.00

215. 8464 227. 7791

LPR 15-30

200.00
150.00

139. 8350

202. 1444 196. 4843

152. 8417 152. 1647


104. 3141

100.00

15-30

178. 6882

169. 7376
150. 8430

95. 9233

T1
T2
T3

50.00
0.00
A0

A1

A2
Pupuk ABG

A3

T3
161.07
139.91
140.91
145.78
146.92

45

GRAFIK LAJU PERTUMBUHAN RELATIF


200.00
146. 4394
LPR 30-45

150.00

147. 8903

135. 1776

109. 9649

30-45

169. 9757 175. 5132


121. 8226

98. 1276

100.00
48. 5559

50.00

85. 3328

A1
A2

47. 3900

38. 0877

A0

A3

0.00
T1

T2

T3

Jenis Tanah

GRAFIK LAJU PERTUMBUHAN RELATIF


200.00

LPR 30-45

150.00

30-45

175. 5132

169. 9757

147. 8903

146. 4394

135. 1776

121. 8226

109. 9649

98. 1276
85. 3328

100.00

48. 5559

50.00

47. 3900

T1
T2
38. 0877

T3

0.00
A0

A1

A2

A3

Pupuk ABG

T1 = Tanah gambut, T2 = Tanah PMK , T3 = Tanah alluvial


A0 = Tanpa pemberian pupuk ABG , A1 = Pemberian pupuk ABG 1 cc/l ,
A2 = Pemberian pupuk ABG 2 cc/l , A3 = Pemberian pupuk ABG 3 cc/l

Gambar 4.7. : a) Histogram LPR15-30 Perlakuan jenis Tanah. b) Histogram LPR15-30


Perlakuan Perlakuan Pupuk ABG. c) Histogram LPR30-45 Perlakuan
jenis Tanah. d) Histogram LPR30-45 Perlakuan Perlakuan Pupuk ABG
Respon Tanaman Okra (Abelmoschus esculantus L) Terhadap
Beberapa Jenis Tanah dan Pupuk ABG .
Pada Tabel 4.5 di atas terlihat bahwa Laju Pertumbuhan Relatif (LPR)
tanaman okra pada penelitian ini berkisar antara 38,1 227,8 atau 3,81 %-22,78 %.
Pengamatan LPR dilakukan pada selang waktu 2 (dua minggu) sekali yaitu umur 15,

46

30 dan 45 hari setelah tanam. Pengamatan LPR pada hari ke-15 dan hari ke-30 atau
LPR 15-30 berkisar antara 959-227,8 atau 9,59 %-22,78 % sedangkan pengamatan LPR
pada hari ke-30 dan hari ke-45 atau LPR 30-45 berkisar antara 381-175,5 atau 3,81 %17,55 %. Jadi terlihat bahwa Laju Pertumbuhan Relatif hari ke-15 sampai hari ke-30
(LPR 15-30) lebih besar daripada Laju Pertumbuhan Relatif hari ke-30 sampai hari ke45 (LPR 30-45).
Laju pertumbuhan relatif menunjukkan kemampuan tanaman untuk
menumpuk bahan kering (biomasa) yang mengakibatkan pertambahan berat.
Pembentukan biomasa tanaman meliputi semua bahan tanaman yang berasal dari
hasil fotosintesis dan serapan unsur hara dan air yang diolah dalam proses biosintesis
(Salisbury dan Ross,1995). Penyerapan unsur hara dan air sangat berkaitan dengan
media tanam, dimana media tanam T1, T2 dan T3 ( tanah gambut, tanah PMK dan
tanah alluvial) dapat memperbaiki sifat fisik tanah berupa peningkatan ruang pori,
perbaikan aerasi tanah, pori air tersedia permeabilitas tanah dan menurunkan
ketahanan penetrasi (Syam, 2003).
Jadi lebih tingginya nilai LPR

15-30

dibandingkan LPR

30-45

disebabkan

karena pembentukan biomassa pada minggu kedua sampai minggu keempat lebih
banyak daripada pembentukan biomassa pada minggu keempat dan keenam karena
nutrisi tanah atau hara untuk tanaman pada minggu kedua dan keempat lebih banyak
tersedia daripada nutrisi atau hara untuk tanaman pada minggu keempat dan keenam.
Sebelum penaman, tanah sebagai penopang hidup tanaman terlebih dahulu diberi
pupuk dasar 2 minggu sebelum tanam sehingga pada selang minggu kedua dan

47

keempat tanah masih banyak mengandung unsur hara sedangkan pada minggu
keempat dan keenam kandungan unsur hara tanah sudah mulai berkurang yang bisa
disebabkan karena sudah banyak diserap tanaman atau bisa juga karena leaching atau
pencucian hara karena hujan atau faktor lainnya.
Pada Gambar 4.7.a dan 4.7.b. terlihat bahwa Laju Pertumbuhan Relatif
hari ke-15 dan hari ke-30 (LPR

15-30)

berada di bagian atas dan Laju Pertumbuhan

Relatif hari ke-30 dan hari ke-45 (LPR

30-45)

berada di bagian bawah. Pada Gambar

bagian atas terlihat bahwa grafik yang berbentuk batang rata-rata lebih panjang
daripada rata-rata Gambar grafik batang di bawah. Ini artinya nilai rata-rata LPR
bagian atas lebih tinggi dari nilai rata-rata LPR bagian bawah. Pada Gambar bagian
atas, terlihat bahwa nilai LPR rata-rata pada perlakuan jenis tanah PMK (T2) > jenis
tanah gambut (T1) > jenis tanah alluvial (T3), sedangkan nilai LPR rata-rata pada
perlakuan pupuk ABG ternyata pemberian pupuk ABG 1 cc/l (A1) ternyata
mempunyai nilai rata-rata LPR tertinggi kemudian diikuti nilai rata-rata LPR pada
perlakuan pupuk ABG 3 cc/l (A3) kemudian nilai rata-rata LPR pada perlakuan
pupuk ABG 2 cc/l (A2) dan yang terkecil adalah nilai rata-rata LPR perlakuan kontrol
atau tanpa pemberian pupuk ABG (A0).
Pada Gambar 4.7 bagian bawah terlihat bahwa grafik yang berbentuk
batang rata-rata lebih pendek daripada parameter hasil di bagian atas. Ini berarti
bahwa parameter hasil dibawah mempunyai nilai LPR yang lebih rendah daripada
nilai LPR parameter hasil bagian atas. Pada Gambar bagian bawah, terlihat bahwa
nilai LPR rata-rata pada perlakuan jenis tanah alluvial (T3) > jenis tanah gambut

48

(T2) > jenis tanah PMK (T1), sedangkan nilai LPR rata-rata pada perlakuan pupuk
ABG ternyata perlakuan kontrol (tanpa pemberian pupuk ABG (A0) memberikan
nilai LPR tertinggi kemudian diikuti nilai rata-rata LPR pada perlakuan pupuk ABG
2 cc/l (A2) kemudian nilai rata-rata LPR pada perlakuan pupuk ABG 3 cc/l (A3) dan
yang terkecil adalah nilai rata-rata LPR perlakuan pupuk ABG 1 cc/l (A1).
Pada lampiran 3 hasil analisis tanah di laboratorium pengujian BPTP
RIAU terlihat bahwa ketiga jenis tanah pada penelitian ini yaitu tanah gambut, tanah
PMK dan tanah alluvial ternyata memiliki nilai pH di bawah 5 yaitu tanah alluvial
4,25, tanah PMK 4,28 dan tanah gambut 3,5. Ini artinya tanah yang digunakan pada
penelitian ini bersifat asam semua. Menurut Rachman dan Yudo (1991) menyatakan
bahwa pertumbuhan okra yang baik adalah pada curah hujan antar 1700 3.000 mm.
Suhu udara yang ideal untuk pertumbuhan okra adalah sekitar 28 32o C sedangkan
pH tanah yang rendah (masam) pertumbuhan okra kurang baik maka perlu diberi
kapur, pada penelitian ini jenis kapur yang diberikan adalah dolomit untuk mencapai
pH 6 7.
Untuk kandungan N, tanah gambut memiliki kandungan N terbesar yaitu
0,68 % sedangkan tanah alluvial dan tanah PMK memiliki nilai N sama yaitu 0,04 %.
Untuk kandungan P, tanah gambut juga memiliki kandungan P terbesar yaitu 30,69
% sedangkan tanah alluvial ternyata memiliki kandungan P terbesar kedua yaitu
20,71 % dan yang terkecil yaitu tanah PMK yaitu 19,21 %. Untuk kandungan K,
tanah gambut ternyata juga memiliki kandungan K terbesar yaitu 0,73 % diikuti tanah
alluvial yaitu 0,41 % dan yang terkecil adalah tanah PMK yaitu 0,31 % sedangkan

49

untuk kandungan air tanah gambut juga mengandung air terbesar diikuti tanah
alluvial dan tanah PMK dengan nilai 30,69 %, 20,71 % dan 19,21 %. Dari hasil
analisis tanah tersebut dapat disimpulkan bahwa tanah gambut lebih subur dari tanah
alluvial dan tanah alluvial lebih subur dari tanah PMK.
Dari komposisi tekstur tanah juga dapat dilihat seberapa suburnya tanah
tersebut. Dari lampiran 3 terlihat bahwa untuk tanah gambut memiliki komposisi
tekstur pasir 81%, debu 11 % dan liat 8 %. Untuk tanah PMK komposisi teksturnya
adalah pasir 65 %, debu 18,5 % dan liat 16,5 %. Sedangkan tanah alluvial komposisi
teksturnya adalah pasir 30 %, debu 40 % dan liat 30 %. Dari komposisi tekstur
tersebut terlihat tanah gambut dan tanah PMK ternyata memiliki kandungan pasir
tertinggi sedangkan kandungan debu dan liat terendah. Ini berkebalikan dengan tanah
alluvial yang ternyata kandungan debunya tertinggi dan kandungan pasir dan liatnya
terendah. Tanah yang kandungan pasirnya tinggi berarti mempunyai daya aerasi dan
porositas tinggi sehingga sirkulasi udara lebih lancar sehingga tanah tersebut lebih
subur sedangkan pada tanah alluvial kandungan debunya tertinggi, debu tidak
mempunyai daya ikat air dan aerasi yang jelek sehingga tanah alluvial ini kurang
subur.
Laju pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh laju asimilasi bersih dan
indeks luas daun. Laju asimilasi bersih yang tinggi dan indeks luas daun yang
optimum akan meningkatkan laju pertumbuhan tanaman (Gardner et al., 1991). Pada
Gambar 4.7 terlihat bahwa tanaman okra pada hari ke-15 pada tanah gambut ternyata
memiliki tinggi tanaman, jumlah daun dan berat akar terbesar diikuti tanaman okra

50

yang ditanam pada tanah alluvial dan yang terkecil pada tanah PMK. Begitupun pada
tanaman okra hari ke-45. Tanaman okra yang ditanam pada tanah gambut tetap
memiliki tinggi tanaman, jumlah daun dan berat akar terbesar tetapi tanaman okra
yang ditanam pada tanah PMK dan tanah alluvial ternyata memiliki tinggi tanaman,
jumlah daun dan berat akar yang hampir sama.
Dari Gambar 4.7 di atas terlihat bahwa LPR
puncak batang yang lebih seragam daripada LPR

30-45.

15-30

ternyata memiliki tipe

Ini terlihat dari ada dua garis

yang bertipe menurun dan dua garis yang bertipe menaik. Pada LPR

15-30

grafik T

(kiri) perlakuan yang bertipe puncak batang menaik adalah pada perlakuan A2 dan
A0, perlakuan yang bertipe puncak batang menurun adalah pada perlakuan A1
sedangkan perlakuan A3, awalnya puncak batang menurun kemudian menaik
kembali. Pada grafik A (kanan), perlakuan T1, T2 dan T3 mempunyai tipe puncak
batang yang sama yaitu ada yang menaik dan ada yang menurun.
Pada LPR

30-45

grafik T (kiri) perlakuan yang bertipe puncak batang

menaik adalah pada perlakuan A1 dan A0, perlakuan yang bertipe puncak batang
menurun adalah pada perlakuan A2 sedangkan perlakuan A3, awalnya puncak batang
menurun pelan kemudian menaik kembali secara tajam. Pada grafik A (kanan),
perlakuan T1, T2 dan T3 mempunyai tipe puncak batang yang sama yaitu ada yang
menaik dan ada yang menurun.

4.6. Kerapatan Berat Akar (KBA) (g/cm3)

51

Hasil analisis sidik ragam (anova) terhadap Kerapatan Berat Akar (KBA)
Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis Tanah
dan Pupuk ABG (lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan pupuk ABG (A),
perlakuan jenis tanah (T) dan interaksi pupuk ABG dan jenis tanah (AT) tidak
berpengaruh nyata terhadap Kerapatan Berat Akar (KBA). Hasil pengamatan
Kerapatan Berat Akar disajikan pada Tabel 4.6. dan Gambar 4.8.
Dari Tabel 4.6. terlihat bahwa nilai Kerapatan Berat Akar tanaman okra
pada penilitian ini berkisar antara 15,75 g/cm3 sampai 27,35 g/cm3. Kerapatan Berat
Akar terendah 15,75 g/cm3 diperoleh pada perlakuan A1T2 dan Kerapatan Berat Akar
tertinggi 27,35 g/cm3 tanaman diperoleh pada perlakuan A0T2. Dalam perlakuan A
(pupuk ABG), nilai Kerapatan Berat Akar A2>A1>A3>A0 dengan nilai
17,92>19,22>19,82>22,27 g/cm3. Sedangkan dalam perlakuan T (jenis tanah), nilai
Kerapatan Berat Akar T1>T2>T3 dengan nilai 18,78>20,31>20,33 /cm3.
Tabel 4.6. : Kerapatan Berat Akar (KBA) Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus
esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan Pupuk ABG
(g/cm3).
Perlakuan
Faktor A
(Pupuk ABG)
A0
A1
A2
A3
rerata

Faktor T (Jenis Tanah)


T1

T2

T3

rerata

16.88
19.70
19.97
18.58
18.78

27.35
15.75
17.85
20.29
20.31

22.59
22.20
15.94
20.59
20.33

22.27
19.22
17.92
19.82
19.81

Awal terbentuknya akar dimulai oleh adanya metabolisme cadangan


nutrisi yang berupa karbohidrat yang menghasilkan energi yang selanjutnya

52

mendorong pembelahan sel dan membentuk sel-sel baru dalam jaringan. Dengan
perakaran yang baik diharapkan unsur hara dan kelembaban menjadi lancar dan
tanaman dapat melakukan pertumbuhan dengan baik.
a

GRAFIK KERAPATAN BERAT AKAR ( gr/cm 3 )

Komponen Berat Akar


( gr/cm 3 )

30.00

27. 35

25.00
20.00

16. 88

19. 70

19. 97 18. 58

15. 75

17. 85

20. 29

22. 59

22. 20

20. 59
15. 94

15.00

A0
A1
A2

10.00

A3

5.00
0.00
T1

T2

T3

Jenis Tanah

GRAFIK KERAPATAN BERAT AKAR ( gr/cm 3 )

Komponen Berat Akar


( gr/cm 3 )

30.00

27. 35
22. 59

25.00
20.00

16. 88

22. 20

19. 70

19. 97

15. 75

17. 85

15. 94

18. 58

20. 29 20. 59

T1

15.00

T2

10.00

T3

5.00
0.00
A0

A1

A2

A3

Pupuk ABG

T1 = Tanah gambut, T2 = Tanah PMK , T3 = Tanah alluvial


A0 = Tanpa pemberian pupuk ABG , A1 = Pemberian pupuk ABG 1 cc/l ,
A2 = Pemberian pupuk ABG 2 cc/l , A3 = Pemberian pupuk ABG 3 cc/l

Gambar 4.8. : a) Histogram Kerapatan Berat Akar (KBA) Perlakuan jenis Tanah. b)
Histogram Kerapatan Berat Akar (KBA) Perlakuan Pupuk ABG
Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L ) Terhadap
Beberapa Jenis Tanah dan Pupuk ABG (g/cm3).

53

Karbohidrat merupakan bahan dasar pembentuk akar sehingga bagian


pangkal akar memberi kesempatan terbentuk akar lebih besar daripada bahan bagian
tengah. Rasio C/N mempunyai peranan penting dalam pembentukkan akar bahan, jika
rasio C/N tinggi maka akar akan terbentuk lebih cepat. Namun, dalam praktek
menunjukkan hasil pertumbuhan akar pada bagian pangkal sama dengan bagian
tengah. Hal ini dapat disebabkan oleh dinding sel pada bagian pangkal yang telah
dalam keadaan mengeras meskipun rasio C/N tinggi. Bahan dengan rasio C/N tinggi
akan lebih mudah dan cepat membentuk akar tetapi karena dinding selnya mulai
mengeras sehingga primordia akar sulit menembus akibatnya akar agak sulit
terbentuk. Kemungkinan yang lain adalah karena rendahnya jumlah auksin pada
bagian pangkal. Keberadaan auksin di bagian basal akan membantu translokasi
karbohidrat ke daerah basal tersebut dan respirasinya pun meningkat.
Berat kering tanaman mencerminkan akumulasi senyawa organik yang
berhasil disintesis tanaman dari senyawa anorganik, terutama air dan karbondioksida.
Unsur hara yang telah diserap akar memberi kontribusi terhadap pertambahan berat
kering tanaman. Berat kering tanaman merupakan akibat efisiensi penyerapan dan
pemanfaatan radiasi matahari yang tersedia sepanjang masa pertanaman oleh tajuk
tanaman.
Dari Gambar 4.8.a , untuk perlakuan A (pupuk ABG) terlihat bahwa pada
tanah gambut (T1) parameter hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan A1 dan A2
kemudian diikuti perlakuan A3 dan yang terkecil perlakuan A0. Pada tanah PMK
(T2) parameter hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan A0, yang tertinggi kedua

54

perlakuan A3, tertinggi ketiga perlakuan A2 dan yang terendah adalah perlakuan A1.
Pada tanah Alluvial (T3) parameter hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan A0 dan
A1, tertinggi kedua diperlakuan A3 dan yang terendah diperoleh pada perlakuan A2.
Dari parameter hasil ini dapat disimpulkan bahwa ternyata pemberian dosis pupuk
ABG tidak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan akar tanaman okra ini dibuktikan
dengan nilai KBA tertinggi mayoritas (2 dari 3 ) perlakuan selalu diperoleh pada
perlakuan A0 yaitu tanpa pemberian pupuk ABG (kontrol).
Dari Gambar 4.8. di atas (kanan) untuk perlakuan T (jenis tanah) terlihat
bahwa dengan tanpa pemberian pupuk ABG (A0) parameter hasil tertinggi diperoleh
pada perlakuan T2 kemudian diikuti perlakuan T3 dan yang terkecil perlakuan T1.
Dengan pemberian pupuk ABG 1 cc/l (A1) parameter hasil tertinggi diperoleh pada
perlakuan T3 kemudian diikuti perlakuan T1 dan yang terkecil perlakuan T2. Dengan
pemberian pupuk ABG 2 cc/l (A2) parameter hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan
T1 kemudian diikuti perlakuan T2 dan yang terkecil perlakuan T3. Dengan
pemberian pupuk ABG 3 cc/l (A3) parameter hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan
T3 kemudian diikuti perlakuan T2 dan yang terkecil perlakuan T1. Dari hasil ini
dapat disimpulkan bahwa nilai Kerapatan Berat Akar (KBA) ternyata lebih
dipengaruhi oleh jenis tanah daripada pemberian pupuk ABG ini dapat dilihat dari
parameter hasil yang selalu memberikan nilai KBA yang lebih beragam dengan
perlakuan jenis tanah ketimbang dengan perlakuan pupuk ABG.
Berat kering total merupakan akibat efisiensi penyerapan dan pemanfaatan
energi matahari yang tersedia sepanjang musim tanam (Gardner et al., 1991). Pada

55

Gambar 4.9. di bawah terlihat akar tanaman okra tumbuh subur dan mempunyai
banyak cabang pada tanah gambut. Nilai Kerapatan Berat Akar (KBA) dihitung
dengan membandingkan berat akar basah dengan volume tanah basah. Semakin besar
nilai KBA berarti semakin berat akar, semakin kecil volume tanah dan sebaliknya jika
semakin kecil nilai KBA maka semakin kecil juga berat akar, semakin besar volume
tanah. Jelasnya jika volume tanahnya besar berarti jumlah akar yang berada dalam
tanah tersebut sedikit sebaliknya jika kecil volume tanahnya berarti semakin besar
volume akarnya. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa nilai KBA terbesar diperoleh
pada tanah gambut dan nilai KBA terendah diperoleh pada tanah alluvial. Hal ini
dapat dijelaskan dengan melihat nilai pH, kadar air tanah dan komposisi tekstur tanah
(lampiran 3). Disitu terlihat bahwa nilai pH, kadar air dan komposisi tekstur tanah
gambut mempunyai nilai lebih tinggi daripada tanah PMK dan tanah alluvial, hal ini
berarti tanah gambut lebih subur daripada tanah PMK dan tanah alluvial untuk
pertumbuhan dan produksi okra.

Gambar 4.9.: Kerapatan Berat Akar Tanaman Okra Pada Tanah Gambut
4.7. Nisbah Tajuk Akar (NTA)

56

Hasil analisis sidik ragam (anova) terhadap Nisbah Tajuk Akar (NTA)
Hari ke-15 dan Hari ke-45 Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L )
Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan Pupuk ABG (lampiran 10) menunjukkan bahwa
perlakuan pupuk ABG (A), perlakuan jenis tanah (T) dan interaksi pupuk ABG dan
jenis tanah (AT) tidak berpengaruh nyata terhadap Nisbah Tajuk Akar (NTA)
sedangkan analisis sidik ragam (anova) terhadap Nisbah Tajuk Akar (NTA) Hari ke30 Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis
Tanah dan Pupuk ABG (lampiran 10) menunjukkan bahwa perlakuan jenis tanah (T)
berpengaruh nyata terhadap Nisbah Tajuk Akar (NTA). Hasil pengamatan Nisbah
Tajuk Akar disajikan pada Tabel 4.7. dan Gambar 4.10.
Tabel 4.7. : Nisbah Tajuk Akar (NTA) Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus
esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan Pupuk ABG .
Perlakuan
Faktor A
(Pupuk
ABG)
A0
A1
A2
A3
rerata

Faktor T (Jenis Tanah)


T2
T3

T1
15

30

45

15

30

45

15

30

rerata
45

15

1.05
0.95
0.07
1.82
0.97

30

3.66
2.03
1.13
2.68
3.66
0.87
2.51
2.23 1.02 2.95
5.93
1.89
1.07
3.14
2.36
2.08
2.15
3.23 1.37 3.74
3.58
2.34
0.07
3.81
2.14
0.07
2.39
1.73 0.07 3.26
11.17 1.13
1.89
2.22
2.80
0.76
3.60
2.84 1.49 5.67
6.09a 1.85a 1.04
2.9b 2.74b 0.94
2.6b 2.51b 0.99 3.91
BNJ30 T = 2.0497 , BNJ45 T = 0.8741 Rerata total = 2.42
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan
Uji BNJ taraf 5%.

Pada Tabel 4.7 terlihat bahwa Nisbah Tajuk Akar (NTA) tanaman okra
pada penelitian ini berkisar antara 0,07 11,17. Pengamatan NTA dilakukan pada
hari ke-15, hari ke-30 dan hari ke-45 setelah tanam. Pengamatan NTA pada hari ke15 berkisar antara 0,07 2,08 sedangkan pengamatan NTA pada hari ke-30 berkisar

45

2.64
2.49
2.07
2.26
2.37

57

antara 2,15 11,7 dan pengamatan NTA hari ke-45 berkisar antara 1,13 - 3,66. Dari
ketiga interval nilai NTA ketiga selang waktu pengamatan maka dapat dibandingkan
bahwa nilai NTA pengamatan hari ke-30 ternyata memberikan nilai NTA tertinggi
dibandingkan dengan nilai NTA pengamatan hari ke-15 dan hari ke-30. Nilai NTA
pengamatan hari ke-45 memberikan nilai NTA tertinggi kedua dan yang terkecil
adalah nilai NTA pengamatan hari ke-15.
Rasio tajuk-akar merupakan perbandingan berat kering tajuk dan akar
tanaman. Parameter ini dapat digunakan sebagai petunjuk adanya peristiwa
kekurangan air pada tanaman. Kekurangan air lebih menghambat pertumbuhan tajuk
dibandingkan pertumbuhan akar. Pertumbuhan tajuk lebih tinggi apabila kelembaban
tanah banyak, pertumbuhan akar lebih tinggi apabila kelembaban tanah sedikit
(Gardner et al., 1991).

GRAFIK NISBAH TAJUK AKAR 15 HARI


2.50
NTA 15 hari

1.50

A0
1. 05

1. 13

0. 95

A1

1. 07

0. 87

1.00
0.50

2. 08

1. 89

1. 82

2.00

0. 76

A2
A3

0. 07

0. 07

0. 07

0.00
T1

T2
Jenis Tanah

T3

58

GRAFIK NISBAH TAJUK AKAR 15 HARI


2.50

2. 08

1. 82 1. 89

NTA 15 hari

2.00
1.50

1. 05 1. 13

0. 95

0. 87

1.00

T1

1. 07
0. 76

T2
T3

0.50

0. 07 0. 07 0. 07

0.00
A0

A1

A2

A3

Pupuk ABG

GRAFIK NISBAH TAJUK AKAR 30 HARI


11. 17

12.00
NTA 30 hari

10.00
A0

8.00
6.00
4.00

5. 93
3. 66

A1
3. 58

2. 68 3. 14

3. 81
2. 51 2. 15 2. 39

2. 22

3. 60

A2
A3

2.00
0.00
T1

T2

T3

Jenis Tanah

GRAFIK NISBAH TAJUK AKAR 30 HARI

d
11. 17

12.00

NTA 30 hari

10.00
8.00
6.00
4.00

T1

5. 93
3. 66

2. 68 2. 51

3. 14

3. 58

3. 81
2. 39

2. 15

2. 22

2.00
0.00
A0

A1

A2
Pupuk ABG

A3

3. 60

T2
T3

59

NTA 45 hari

GRAFIK NISBAH TAJUK AKAR 45 HARI


4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00

3. 66
3. 23
2. 84

2. 80
2. 03 1. 89

2. 36

2. 34

A0

2. 23

2. 14

1. 73
1. 13

A1
A2
A3

T1

T2

T3

Jenis Tanah

NTA 45 hari

GRAFIK NISBAH TAJUK AKAR 45 HARI


4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00

3. 66
3. 23
2. 23

2. 03

2. 36
1. 89

2. 80 2. 84
2. 34

2. 14

T1
1. 73

T2
1. 13

A0

A1

A2

T3

A3

Pupuk ABG

T1 = Tanah gambut, T2 = Tanah PMK , T3 = Tanah alluvial


A0 = Tanpa pemberian pupuk ABG , A1 = Pemberian pupuk ABG 1 cc/l ,
A2 = Pemberian pupuk ABG 2 cc/l , A3 = Pemberian pupuk ABG 3 cc/l

Gambar 4.10. : a) Histogram NTA hari 15 Perlakuan jenis Tanah. b) Histogram NTA
hari 15 Perlakuan Pupuk ABG. c) Histogram NTA hari 30 Perlakuan
jenis Tanah d) Histogram NTA hari 30 Perlakuan Pupuk ABG. e)
Histogram NTA hari 45 Perlakuan jenis Tanah. f) Histogram NTA hari
45 Perlakuan Pupuk ABG Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus
esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan Pupuk ABG .
Pada Gambar 4.10 terlihat bahwa Nisbah Tajuk Akar (NTA) hari ke-15
berada di bagian atas dan Nisbah Tajuk Akar (NTA) hari ke-30 berada di bagian

60

tengah dan Nisbah Tajuk Akar (NTA) hari ke-45 berada di bagian bawah. Pada
Gambar bagian atas (kiri) NTA hari ke-15 untuk perlakuan A (pupuk ABG) terlihat
bahwa pada tanah gambut (T1) parameter hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan A3
kemudian diikuti perlakuan A0 dan A1 dan yang terkecil perlakuan A2. Pada tanah
PMK (T2) parameter hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan A3, yang tertinggi
kedua

perlakuan

A0, tertinggi ketiga perlakuan A1 dan yang terendah adalah

perlakuan A2. Pada tanah Alluvial (T3) parameter hasil tertinggi diperoleh pada
perlakuan A1, tertinggi kedua diperlakuan A0, tertinggi ketiga diperoleh pada
perlakuan A3 dan yang terendah diperoleh pada perlakuan A2.
Sedangkan Pada Gambar bagian atas (kanan) untuk perlakuan T (jenis
tanah) terlihat bahwa dengan tanpa pemberian pupuk ABG (A0) parameter hasil
tertinggi diperoleh pada perlakuan T2 kemudian diikuti perlakuan T1 dan yang
terkecil perlakuan T3. Dengan pemberian pupuk ABG 1 cc/l (A1) parameter hasil
tertinggi diperoleh pada perlakuan T3 kemudian diikuti perlakuan T2 dan yang
terkecil perlakuan T1. Dengan

pemberian pupuk ABG 2 cc/l (A2), ternyata

memberikan nilai NTA rendah-rendah untuk semua jenis tanah, parameter hasil
tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 dan T2 dan yang terkecil perlakuan T3. Dengan
pemberian pupuk ABG 3 cc/l (A3) parameter hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan
T2 kemudian diikuti perlakuan T1 dan yang terkecil perlakuan T3. Dari hasil grafik
dapat disimpulkan bahwa nilai NTA sangat tidak berpengaruh atau merespon
terhadap pemberian pupuk ABG dosis 2 cc/l hal ini ditunjukkan dengan rendah-

61

rendahnya nilai NTA pada perlakuan ini baik pada grafik bagian kiri maupun grafik
bagian kanan.
Pada Gambar 4.10.c NTA hari ke-30 untuk perlakuan A (pupuk ABG)
terlihat bahwa pada tanah gambut (T1) parameter hasil tertinggi diperoleh pada
perlakuan A3, tertinggi kedua diperoleh pada perlakuan A1, tertinggi ketiga diperoleh
pada perlakuan A0 dan yang terkecil perlakuan A2. Pada tanah PMK (T2) parameter
hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan A2, yang tertinggi kedua perlakuan A1,
tertinggi ketiga perlakuan A0 dan yang terendah adalah perlakuan A3. Pada tanah
Alluvial (T3) parameter hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan A3, tertinggi kedua
diperoleh pada perlakuan A2, tertinggi ketiga diperoleh pada perlakuan A0 dan yang
terendah diperoleh pada perlakuan A1.
Pada Gambar 4.10.d. untuk perlakuan T (jenis tanah) terlihat bahwa
dengan tanpa pemberian pupuk ABG (A0) parameter hasil tertinggi diperoleh pada
perlakuan T1 kemudian diikuti perlakuan T2 dan yang terkecil perlakuan T3. Dengan
pemberian pupuk ABG 1 cc/l (A1) parameter hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan
T1 kemudian diikuti perlakuan T2 dan yang terkecil perlakuan T3. Dengan
pemberian pupuk ABG 2 cc/l (A2),

parameter hasil tertinggi diperoleh pada

perlakuan T2 diikuti perlakuan T1 dan yang terkecil perlakuan T3. Dengan


pemberian pupuk ABG 3 cc/l (A3) parameter hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan
T1 kemudian diikuti perlakuan T3 dan yang terkecil perlakuan T2. Dari hasil grafik
dapat disimpulkan bahwa nilai NTA hari ke-30 lebih dipengaruhi oleh jenis tanah
daripada pemberian pupuk ABG. Ini dapat ditunjukkan dari hasil analisis sidik ragam

62

(anova) dan hasil parameter hasil yang menunjukkan bahwa pada perlakuan jenis
tanah ternyata memberikan nilai NTA yang lebih beragam.
Pada Gambar 4.10.e. NTA hari ke-45 untuk perlakuan A (pupuk ABG)
terlihat bahwa pada tanah gambut (T1) parameter hasil tertinggi diperoleh pada
perlakuan A2, tertinggi kedua diperoleh pada perlakuan A0, tertinggi ketiga diperoleh
pada perlakuan A1 dan yang terkecil perlakuan A3. Pada tanah PMK (T2) parameter
hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan A0, yang tertinggi kedua perlakuan A3,
tertinggi ketiga perlakuan A1 dan yang terendah adalah perlakuan A2. Pada tanah
Alluvial (T3) parameter hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan A1, tertinggi kedua
diperlakuan A3, tertinggi ketiga diperoleh pada perlakuan A0 dan yang terendah
diperoleh pada perlakuan A1.
Sedangkan Pada Gambar 4.10.f. NTA hari ke-45 untuk perlakuan T (jenis
tanah) terlihat bahwa dengan tanpa pemberian pupuk ABG (A0) parameter hasil
tertinggi diperoleh pada perlakuan T2 kemudian diikuti perlakuan T3 dan yang
terkecil perlakuan T1. Dengan pemberian pupuk ABG 1 cc/l (A1) parameter hasil
tertinggi diperoleh pada perlakuan T3 kemudian diikuti perlakuan T2 dan yang
terkecil perlakuan T1. Dengan pemberian pupuk ABG 2 cc/l (A2), parameter hasil
tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 diikuti perlakuan T2 dan yang terkecil
perlakuan T3. Dengan pemberian pupuk ABG 3 cc/l (A3) parameter hasil tertinggi
diperoleh pada perlakuan T3 kemudian diikuti perlakuan T2 dan yang terkecil
perlakuan T1.

63

Menurut Gardner et al.,(1995) perakaran tidak perlu tumbuh ekstensif


pada kondisi tanah yang cukup baik, sebaliknya akar akan tumbuh lebih ekstensif
pada tanah yang miskin hara dan lingkungan perakaran yang kurang kondusif.
Tanaman okra yang pada tanah gambut tampak mempunyai perakaran yang lebih
panjang dan mempunyai banyak cabang dan mempunyai tinggi dan jumlah daun
terbanyak. Sedangkan tanaman okra pada tanah PMK tampak mempunyai perakaran
paling sedikit baik tajuk maupun akar cabangnya dan mempunyai tinggi tanaman
terendah pula. Tanaman okra pada tanah alluvial tampak mempunyai perakaran yang
lebih panjang dan bercabang dibandingkan dengan tanaman okra pada tanah PMK
tetapi lebih kecil dibandingkan dengan tanaman okra pada tanah gambut.
Tajuk pada tanaman okra pada tanah gambut tampak tumbuh pesat dan
memanjang tetapi pertumbuhan akar cabangnya berkurang. Hal ini disebabkan karena
tanah gambut mempunyai kandungan air tertinggi dibandingkan tanah PMK dan
tanah Alluvial. Jika kandungan air lebih banyak maka pertumbuhan tajuk akan lebih
dominan daripada pertumbuhan akar cabang. Karena akar cabang berperanan penting
dalam menghisap air dari dalam tanah untuk diangkut ke organ atas tanaman seperti
daun, buah, batang dll.
Pertumbuhan memanjang yang terjadi sebagai akibat aktivitas meristem
apikal disebut pertumbuhan primer. Pada ujung akar, pertumbuhan primer
sesungguhnya membantu akar menembus ke dalam tanah. Pada bagian paling ujung
terdapat tudung akar (root cap) suatu struktur menyerupai kerucut yang berfungsi
untuk melindungi daerah yang aktif melakukan pembelahan yang berisi sel-sel

64

meristem yang lembut dan mudah rusak. Meristem apikal pada akar memiliki 2 tugas,
yaitu ke arah bawah membentuk sel-sel pengganti tudung akar yang selalu terkelupas
akibat pergeseran dengan tanah dan ke arah atas menghasilkan sel-sel untuk
pertumbuhan primer seperti pada kuncup. Sel-sel yang bertanggung jawab terhadap
pertumbuhan primer ini tersusun oleh 3 lapisan meristem primer, dari arah luar
berturut-turut adalah protoderm, meristem dasar dan prokambium. Dalam
perkembangan selanjutnya protoderm akan berdeferensiasi menjadi epidermis akar,
meristem dasar yang merupakan lapisan paling tebal akan membentuk korteks akar,
sedangkan prokambium yang merupakan silinder paling dalam akan berkembang
menjadi jaringan vaskular.
Meristem apikal mempertahankan kelangsungan pertumbuhan akar
dengan terus menerus menambah sel pada ke 3 lapisan meristem primer tersebut.
Namun penambahan jumlah sel ini tidak secara nyata mengakibatkan pemanjangan
akar. Faktor yang lebih berperan dalam pemanjangan akar adalah pemanjangan
ukuran sel. Zona pemanjangan sel yang terletak di atas daerah meristem, sel-sel
mengalami penambahan ukuran sampai 10 kali dari panjang awalnya. Penambahan
ukuran panjang yang terjadi lebih besar dari penambahan lebar sel pada semua arah.
Ada kemungkinan hal ini berkaitan dengan posisi serabut selulosa yang merupakan
pita-pita paralel tersusun melintang pada sel. Penambahan panjang yang tidak
seimbang dengan pembesaran sel ini diduga akibat sel menyerap air sehingga
mengalami pembengkakan dan menyebabkan jarak antara pita-pita selulosa semakin

65

jarang. Hal ini menyebabkan sel bertambah panjang sementara pembesaran sel
terbatas oleh kemampuan meregang dari serabut selulosa tersebut .
Jaringan epidermis, korteks dan silinder pusat (berkas pembuluh) mulai
terbentuk pada lokasi yang disebut zona pendewasaan sel yang terletak disebelah atas
zona pemanjangan sel. Sel-sel dalam silinder pusat mengalami deferensiasi
membentuk jaringan vaskular yang terdiri dari xilem dan floem primer.
Jaringan yang terdapat pada bagian paling ujung dari tunas terminal
adalah meristem apikal yang berupa massa sel berbentuk kubah (dome). Jaringan
yang berada di bawahnya merupakan zona pemanjangan sel, akibat pemanjangan sel
di daerah ini meristem apikal terdorong ke atas. Namun dorongan tersebut tidak
mengangkut seluruh massa sel meristem apikal, sebagian sel meristem pada bagian
tepi tertinggal di bagian bawah, kemudian membentuk meristem pada tunas aksilar
yang berada pada daerah ketiak daun. Seperti juga pada akar, meristem apikal pada
batang juga berkembang membentuk 3 silinder jaringan. Sel-sel di sebelah bawah
zona pemanjangan sel mengalami deferensiasi membentuk ke 3 sistem jaringan
tumbuhan yakni jaringan epidermis, jaringan dasar serta sistem vaskular.
Pertumbuhan akar cabang lebih dominan daripada pertumbuhan tajuk. Hal
ini disebabkan karena pada hari ke-45 ini kandungan air sudah mulai berkurang
sehingga pertumbuhan tajuk terhambat dan pertumbuhan akar lebih dominan untuk
mencari dan menangkap kandungan air di dalam tanah.

4.8. Korelasi Parameter Perlakuan

66

GRAFIK BBB VS JB
60.00
BBB (g/tan)

50.00

y = 8.9057x - 7.5702
R2 = 0.8033

40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
0

JB ( buah/tan)

JB =Jumlah Buah dan BBB = Berat Buah Basah

Gambar 4.11.: Grafik Hubungan (Korelasi) Parameter-Parameter Pengukuran Respon


Tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis
Tanah dan Pupuk ABG .
Korelasi (hubungan) antar parameter pengamatan dapat dilihat pada
Gambar 4.11. Dari Gambar 4.11. terlihat bahwa parameter berkorelasi positif BBB vs
JB, dengan nilai reesi linear yaitu y = 8.9057x - 7.5702 ,

dengan nilai R2 nya adalah

0.8033 , Parameter-parameter yang berkorelasi positif artinya kedua parameter


tersebut berbanding lurus, semakin banyak jumlah buah JB (Jumlah Buah) maka
semakin besar BBB (Berat Buah Basah).
Pada parameter-parameter berkorelasi positif, terlihat bahwa korelasi JB
vs BBB mempunyai nilai R2

yang mendekati 1 yaitu 0,8033. Ini artinya jika

peningkatan 1 nilai JB akan mempengaruhi nilai BBB sebesar 80,33%.

67

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.KESIMPULAN :
Dari hasil penelitian yang diproses dapat disimpulkan ;
1. Perlakuan interaksi pemberian pupuk ABG dengan jenis tanah yang terbaik
terhadap pertumbuhan tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L ) pada penelitian
ini adalah pada perlakuan pemberian pupuk ABG 3 cc/l jenis tanah gambut
(A3T1).
2. Perlakuan pemberian pupuk ABG terhadap pertumbuhan tanaman Okra
( Abelmoschus esculantus L ) pada penelitian ini ternyata tidak berpengaruh nyata.
3. Perlakuan jenis tanah yang terbaik terhadap pertumbuhan tanaman Okra
( Abelmoschus esculantus L ) pada penelitian ini adalah Tanah Gambut.

5.2.SARAN :
Penelitian selanjutnya disarankan dengan menggunakan pemberian pupuk
ABG dengan interval dosis yang lebih tajam.

68

DAFTAR PUSTAKA

Agdozo, SK.,T.Nishio and T.Yamamoto.Triekle irigation of okra Based on Small Pan


evaporation Schedule under Glasshouse condition. Rural and Environment
Engineering N0.33.1997.
Ah ,Q. 2007. Bendi. Jabatan Pertanian Semenanjung, Malaysia
Anonimus. 2005. Cerita Sukses Budidaya Tanaman Okra. Suara Merdeka- Nasional.
Jakarta
Anonimus.2007. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan, Okra. Portal- IPTEK
Ashari ,S. 1995. Hortikultura. Aspek Budidaya. Universitas Indonesia, Jakarta
CW,W. Produksi Sayuran di Daerah Tropika. Gajah Mada University Pres.
Yogyakarta.
Edial, H. 1997. Studi Sistem Hidrologi dan potensi Air Tanah di Dataran Aluvial
Padang Sumbar. Departemen Teknik Pertambangan FIKTM ITB.
Ernawati, H. 2007. Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Pertanian. Email Hastinwin @
Yahoo.com
Fahmi, Y. 2005. Karakteristik Fisika dan Mekanika Tanah Pada Berbagai jenis
Tanah. Thesis. IPB, Bogor.
Gardner, F.P. R.B. Pearce, dan R.L. Mitchell. 1991. Physiology of Crop Plants
(Fisiologi Tanaman Budidaya, alih bahasa oleh Susilo, H.). Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Gateway. Ekstrak Organik dan Nutrisi Amazing Bio-Growth (ABG) Jakarta.
Hakim, N. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung.
Hardiwigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. PT. Medyatama Sarana Perkasa.
Iwan, S. A. 1995.Sayuran Dataran Tinggi. Budidaya dan Pengaturan Panen. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Jumin, HB 2005. Dasar-dasar Agronomi .PT. Raja Grafindo Pesada Jakarta.

69

Lakitan,B.1995. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Grafindo


Perkasa : Jakarta.
Leina,MJ. T.K.Tan and S.M.Wong 1996. Resitance of Hibiscus esculentus. L and
Vigna sinensis (L). Endl to Pseudocercospore and Plant Peroxidase Activity
and Relation to Infektio., School of Biological Sciences, The National
University of Singapore, Lower Kent Ridge Road, Singapore.
Manurung,S.O dan M.Ismunadji.1988.Morfologi dan Fisiologi Padi.Dalam Padi
Buku 1.Pusat Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Rachman ,A. K dan Y. Sudarto, 1991. Bertanam Okra. Kanisius, Yogyakarta.
Rangkuti. M.Y. 1986. Pengaruh Kapur dan Posfat Setelah atau Sebelum Pemberian
Kapur Pada Podzolik Merah Kuning Terhadap Beberapa Ciri Kimia Tanah,
Bobot Kering dan Serapan Posfor serta Mangan Tanaman Kedelai. Thesis.
Fakultas Pasca Sarjana, IPB , Bogor.
Salisbury, F.B. dan Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan II. Ed. 4. Terjemahan:
D.R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung.
Solehuddin, 1990. Pengaruh Pemberian SekamPadi dan Posfor terhadap Kandungan
Hara Serta Produksi Kedelai Pada Tanah Podzolik Merah Kuning. Fakultas
Pasca Sarjana, IPB, Bogor.
Sunarjono, H. 2006. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Susanti, D. 2006. Studi Penggunaan Asam Gibrelat Untuk Meningkatkan Kualitas
Polong Tanaman Okra (Abelmoschus esculentus). Thesis. Universitas
lampung.
Syam, A., 2003. Efektivitas pupuk organik dan anorganik terhadap produktivitas padi
di lahan sawah. Jurnal Agrivigor 3(3): 232 244.
Untitled Document, 2007. Anggaran Kos dan Pulangan Tanaman Bendi Bagi
Sehektar Semusim. Untitled Document, htm.. Malaysia.
Yemenicioglu, A.1998. Partial Purification and Thermal Chasacterization of
Peroidase From Okra ( Hibiscus esculentum). Angkasa University, Faculty of
Agriculture, Departemen Of Food Engineering Diskapi, Ankara, Turkey.

70

Zahrah,S.2007.Pemberian Amelioran Cu+2 pada Tanah Gambut Pantai, Transisi dan


Pendalaman Untuk Meningkatkan Serapan Hara Tanaman Padi Sawah. Jurnal
TEROKA RIAU.Volume VII No.3, Juni 2007.
Zahrah,S.2004.Penentuan Nilai Zpc Bahan Tanah Gambut Pantai, Transisi dan
Pedalaman. Jurnal DINAMIKA PERTANIAN Vol XIX No.2.Agustus 2004.

Anda mungkin juga menyukai