Tesis Dewi Murni
Tesis Dewi Murni
Tesis Dewi Murni
OLEH
NAMA
NPM
PROGRAM STUDI
:
:
:
DEWI MURNI
06/PS/1005
AGRONOMI
ABSTRAK
DEWI MURNI, respon tanaman okra (Abelmoschus esculantus L Moench)
terhadap beberapa jenis tanah dan pupuk amazing bio-growth, dibawah bimbingan
SITI ZAHRAH dan TENGKU EDI SABLI.
Okra dapat tumbuh pada ketinggian tempat 0-800 meter di atas permukaan laut
dan tidak memerlukan jenis tanah yang khusus, namun faktor tanah sangat
berpengaruh terhadap pertubuhan okra. Tanah sebagai media tumbuh tanaman
berfungsi sebagai tempat persediaan unsur hara, air, udara dan unsur-unsur mineral
lainnya yang dibutuhkan oleh tanaman. Maka jenis tanah sangat mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi suatu tanaman.
Salah satu dari sekian banyak pupuk organik yang sekarang beredar di
pasaran adalah Amazing Bio Growth yang lebih dikenal dengan pupuk ABG. Pupuk
ABG merupakan konsentrat organik dan nutrisi tanaman hasil ekstraksi secara
mikrobiologis melalui proses fermentasi berbagai bahan organik berkualitas tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi jenis tanah dan pupuk
Amazing Bio Growth pada tanaman okra, mengetahui respon tanaman okra terhadap
beberapa jenis tanah dan mengetahui respon tanaman okra terhadap berbagai
konsentrasi pupuk Amazing Bio Growth.
Penelitian ini telah dilaksanakan di kebun percobaan Balai Benih Induk
Hortikultura Padang Marpoyan Pekanbaru selama 4 (empat) bulan, dari bulan Maret
2007 sampai Juni 2008. Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap faktorial
dalam dua faktor percobaan, faktor pertama yaitu faktor pupuk ABG dengan empat
taraf perlakuan, antara lain : tanpa pemberian pupuk ABG, pemberian pupuk ABG
1,0 cc/ liter, pemberian pupuk ABG 2,0 cc/ liter dan pemberian pupuk ABG 3,0 cc/
liter. Faktor kedua yaitu faktor jenis tanah dengan tiga taraf perlakuan antara lain :
tanah gambut, tanah podzolik merah kuning dan tanah alluvial. Pengamatan meliputi
Umur Berbunga (UB), Jumlah Buah per tanaman (JB), Berat Buah per tanaman (BB),
Indeks Panen (IP), Laju Pertumbuhan Relatif (LPR), Kerapatan Berat Akar (KBA)
dan Nisbah Tajuk Akar (NTA).
Dari hasil penelitian didapatkan hasil : Umur Berbunga terjadi pada rata-rata
hari ke-47,83 , Jumlah Buah adalah 3.83 buah/tanaman , Berat Buah Basah adalah
26.57 gr/batang , Indeks Panen adalah 0.0697 , Laju Pertumbuhan relatif adalah
137,955 mg/hari , Kerapatan Berat Akar adalah 19.81 gr/cm3 dan Nisbah Tajuk Akar
adalah 2.42.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlakuan interaksi pemberian pupuk
ABG dengan jenis tanah yang terbaik terhadap pertumbuhan tanaman Okra
( Abelmoschus esculantus L ) adalah pada perlakuan pemberian pupuk ABG 3 cc/l
jenis tanah gambut (A3T1), perlakuan pemberian pupuk ABG yang terbaik terhadap
pertumbuhan tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L ) adalah pemberian pupuk
ABG 3 cc/l dan perlakuan jenis tanah yang terbaik terhadap pertumbuhan tanaman
Okra ( Abelmoschus esculantus L ) adalah Tanah Gambut.
I.PENDAHULUAN
Menurut Saefuddin (1986) sifat tanah gambut antara lain mengandung unsur
hara rendah dimana kandungan nitrogen total terdapat sangat bervariasi, dari rendah
hingga tinggi dan bila dibandingkan dengan kandungan C total khususnya tanah
gambut, C/N nya adalah tinggi, oleh karena fiksasi nitrogen oleh jasad hidup dalam
proses dekomposisi bahan organik adalah besar. Kandungan unsur (P) dan Kalium
(K), alkali tanah lainnya serta unsur-unsur mikro juga rendah.
Munir (1998), menjelaskan bahwa tanah Podzolik Merah Kuning (PMK) atau
tanah Ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur tetapi sesungguhnya
bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian potensial, asalkan dilakukan pengolahan
tanah yang baik. Untuk meningkatkan produktivitasnya dapat dilakukan melalui
pemberian kapur, pemupukan, penambahan bahan organik, penerapan tekhnik
budidaya tanaman lorong (tumpang sari), terasering dan pengaturan drainase.
Tanah Alluvial sepanjang aliran sungai merupakan campuran mengandung
cukup banyak hara tanaman, sehingga umumnya dianggap tanah subur sejak dulu.
Yang jadi masalah pada tanah ini adalah pengawasan tata air termasuk perlindungan
terhadap banjir, drainase dan irigasi. Tekstur tanahnya sangat variabel, baik vertikal
maupun horizontal, jika banyak mengandung lempung tanahnya sukar diolah dan
menghambat drainase tanah (Munir, 1998).
Selain dengan penetapan jenis tanah yang cocok terhadap suatu jenis tanaman
untuk peningkatan produksi, maka faktor jenis dan cara pemupukan yang cocok juga
sangat berpengaruh. Pemberian pupuk alami atau organik sangat dianjurkan untuk
tanaman hortikultura karena selain dapat menambah unsur hara bagi tanaman juga
1.2.TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh interaksi jenis tanah dan pupuk ABG terhadap
tanaman okra.
2. Mengetahui respon tanaman okra terhadap beberapa jenis tanah.
3. Mengetahui respon tanaman okra terhadap berbagai konsentrasi pupuk
ABG.
1.3.HIPOTESIS
Ho :
1. Tidak adanya respon yang berbeda dari tanaman okra dengan interaksi
beberapa jenis tanah dan pemberian pupuk ABG.
2. Tidak adanya respon tanaman okra terhadap jenis tanah yang berbeda.
3. Tidak adanya respon tanaman okra dengan pemberian berbagai dosis
pupuk ABG.
H1 :
1. Adanya respon tanaman okra terhadap jenis tanah yang berbeda dan
berbagai dosis pupuk ABG.
2. Adanya respon tanaman okra dengan beberapa jenis tanah.
3. Adanya respon tanaman okra dengan pemberian pupuk ABG.
(rosella),
melekat pada batang. Bunga hanya mekar sehari kemudian layu dan tinggal kepala
putik yang akan membesar jadi buah. Bunga yang lain akan mekar pada hari
berikutnya karena itu panen buah okra dapat dilakukan 2 (dua) hari sekali (Wiguna,
2007).
Buah okra berbentuk bulat beralur meruncing ke ujungnya, panjangnya
dapat mencapai 20 cm dan diameter 1 1,5 cm. Buah okra berwarna hijau dan hijau
muda, tergantung jenisnya. Jenis okra yang berbatang besar, buahnya lebih panjang
dan agak melengkung, warnanya agak pucat dan rasanya agak alot. Sedangkan jenis
okra yang berbatang pendek, warna buahnya lebih hijau, pendek dan rasanya lebih
renyah. Buah okra memiliki 5 7 ruang sebagai tempat untuk bijinya dan tersusun
membujur, memanjang. Bila buah tersebut sudah kering akan pecah dengan
sendirinya dan biji-bijinya akan keluar. Buah okra yang masih muda banyak
mengandung lendir, demikian juga bunga, batang dan daunnya (Rachman dan
Sudarto, 1991).
Menurut Susanti (2006), ada 3 (tiga) varitas okra yang sudah dikenal di
Indonesia, yaitu:
-
Green star. Buahnya berwarna hijau tua, panjangnya sekitar 8 cm, bentuknya
segi lima tapi seginya tidak terlalu tajam. Tanamannya ompak, teguh dan
ukurannya sedang.
Better five. Bentuk buahnya segi lima dengan segi yang gajam, warnanya
sedikit lebih muda dari green star, panjangnya sekitar 8 cm. Tanamannya
kompak dan pendek.
10
permukaan laut. Bila ditanam pada ketinggian kurang dari 600 meter umur lebih
pendek yaitu 3 (tiga) bulan , yang mana kalau di dataran tinggi umur okra mencapai 4
6 bulan ( Setiawan, 1995)
Okra menghendaki tempat terbuka yang mendapat sinar matahari secara
penuh, bila terlindung maka pembentukan polong tidak sempurna dan buah jadi
sedikit. Okra dapat di tanam pada segala musim, namun tidak tahan terhadap
genangan air. Pertumbuhan okra yang baik adalah pada curah hujan antar 1.700
3.000 mm. Suhu udara yang ideal untuk pertumbuhan okra adalah sekitar 28 32o C
sedangkan pH tanah yang rendah (masam) pertumbuhan okra kurang baik maka
perlu diberi kapur untuk mencapai pH 6 7. Di Kalimantan Barat pada tanah yang
pHnya 4,5 5 ternyata okra dapat tumbuh dengan baik dan berbuah banyak.
(Rachman dan Yudo, 1991)
Anonimus (2007), penanaman tanaman okra tidak memerlukan persemaian,
jadi benih bisa langsung ditanam. Lahan yang akan di tanami di olah dan diberi
pupuk dasar berupa pupuk kandang 5 6 ton per hektar. Benih yang akan ditanam
adalah biji okra yang sudah tua dan telah diseleksi terlebih dulu. Sebaiknya biji
direndam selama semalam atau lebih kurang 12 jam guna mempercepat proses
perkecambahan.
11
12
13
kemampuan menjerap unsur hara (kation-kation) yang tinggi, sedangkan kohesi dan
plastisitasnya agak rendah.
Di Indonesia tanah gambut tersebar cukup luas terutama di lahan rawa dan
kawasan pasang surut Pulau Sumatra dan Kalimantan. Di daerah tropika, ada kirakira 30 juta ha tanah gambut dan dua pertiga diantaranya (20 juta ha) tersebar
sepanjang pantai Asi Tenggara. Pemanfaatan tanah gambut di Indonesia untuk
pertanian telah banyak dilakukan, baik untuk perkebunan maupun untuk tanaman
pangan. Akan tetapi tingkat produksi rata-rata dari hampir semua tanaman yang
diusahakan masih tergolong rendah. Untuk meningkatkan produktivitas tanah gambut
tersebut perlu dilakukan upaya-upaya pengelolaannya, baik yang berkaitan dengan
aspek kimia maupun fisik tanah gambut (Zahrah,2007).
Berdasarkan lokasi pembentukannya, tanah gambut dapat dibedakan atas
gambut pantai, peralihan (transisi) dan pedalaman. Gambut pantai atau pasang surut
yaitu gambut yang dominan dipengaruhi oleh pasang surut air laut; gambut
pedalaman, yaitu gambut yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut; gambut
peralihan (transisi), yaitu gambut yang terdapat diantara gambut pantai dan gambut
pedalaman (Zahrah,2004).
Bila dilihat dari sifat kimia tanah gambut umumnya miskin unsur hara,
bersifat asam sampai sangat asam ( pH < 4 ) kecuali yang mendapat genangan
langsung dari air sungai atau air laut. Keasaman atau reaksi tanah ini dan kandungan
unsur haranya banyak tergantung kepada bahan induk dan bentuk wilayahnya .
Kandungan nitrogen total terdapat sangat beragam (rendah sampai tinggi) dan bila
14
dibandingkan dengan C total maka C/N nya tinggi, oleh karena itu fiksasi nitrogen
oleh jasad hidup dalam proses dekomposisi bahan organik adalah besar. Kandungan
fosfor, kalium, dan unsur mikro juga rendah.
Tanah aluvial sering dijumpai di dataran rendah di sepanjang aliran sungai,
rawa air tawar, pasang surut, teras sungai sampai ke daerah dengan ketinggian
mencapai 1.000 meter di atas permukaan laut, sepanjang lembah-lembah aliran
sungai di pegunungan (Hakim, 1986).
Hardjowigeno (1987), menjelaskan bahwa tanah alluvial berasal dari endapan
baru, berlapis-lapis, bahan organik jumlahnya tidak teratur dengan kedalaman
berbeda dan kandungan pasirnya kurang dari 60 %.
Tanah aluvial biasanya dimanfaatkan untuk bertanam padi (persawahan)
palawija, nanas dll. pH yang rendah diusahakan tanah selalu jenuh air. Untuk
penggunaan lahan kering, pH rendah, kejenuhan basa rendah, struktur jelek, C/N
bervariasi diatasi dengan memberikan sejumlah bahan kapur dan pemeliharaan bahan
organik tanah ( Mulyani dan Kartasapoetra, 1991).
Saefuddin (1986), menjelaskan bahwa tanah alluvial disebut juga tubuh tanah
endapan, atau recent deposis, yang belum memiliki perkembagan profil yang baik.
Tanah berwarna keabu-abuan sampai kecoklatan. Tekstur tanahnya liat atau liat
berpasir dengan kandungan pasir kurang dari 50 %. Struktur pejal atau tanpa struktur,
sedangkan konsistensinya keras waktu kering dan teguh pada waktu lembab
Kandungan unsur haranya relatif kaya dan banyak tergantung pada bahan
induknya. Bahan induknya banyak berasal dari bahan alluvial dan koluvial dari
15
berbagai macam asalnya. Bahan organik umumnya rendah sampai rendah sekali,
sedangkan reaksi tanahnya sangat bervariasi dari asam netral sampai basa. Secara
keseluruhan tanah alluvial ini mempunyai sifat fisika kurang baik sampai sedang,
sifat kimianya sedang sampai baik, oleh karena itu produktivitas tanahnya rendah
sampai tinggi. Pada tanah alluvial tumbuhan yang tumbuh sangat beraneka ragam,
pada umumnya merupakan daerah pertanian utama dan merupakan pusat penyebaran
penduduk. Untuk petanian antara lain dipakai persawahan, kebun kelapa,
perladangan, perkebunan tebu, sayur-sayuran, palawija dan untuk daerah perikanan
darat.
Menurut Munir (1988), tanah aluvial meliputi lahan yang dipengaruhi oleh
aktivitas sungai/ mengalami banjir, sehingga dapat dianggap masih muda dan belum
ada diferensiasi horizon. Karena terbentuk akibat banjir di musim hujan, maka sifat
bahan-bahannya juga tergantung pada kekuatan banjir dan asal serta macam bahan
yang diangkut sehingga penampakkan ciri morfologi berlapis-lapis atau berlembarlembaran yang bukan horizon karena bukan hasil perkembangan tanah.
Menurut Buol, Hole dan Mc Crzcken, 1980 dalam Rangkuti, M Y 1986
menjelaskan tanah Podzolik Merah Kuning tergolong dalam tanah yang sudah
mengalami pencucian lanjut, perkembangan profil sedang, punya horizon A, B, dan
C, bagian permukaan berwarna pucat hingga kekuningan, bagian terbawah terbentuk
akumulasi liat yang berwarna merah dan tebal solum 1 2 m. Tanah bertekstur berat
mempunyai permeabilitas, kemantapan agregat, kapasitas tukar kation dan kejenuhan
basa rendah serta bereaksi masam. Tanah tersebut terbentuk dari endapan tuf masam,
16
batu pasir, batu liat dan batu metamorf. Podzolik Merah Kuning termasuk dalam
klasifikasi USDA disebut Ultisol.
Jenis tanah Podzolik Merah Kuning memiliki solum tanah yang agak tebal,
yaitu dari 90 180 cm dengan batas-batas antara horizon yang nyata. Warna tanah ini
kemerah-merahan hingga kuning atau kekuning-kuningan. Struktur B horizonnya
agak gumpal, sedangkan teksturnya dari lempung berpasir hingga liat sedangkan
kebanyakan adalah lempung berliat. Konsistensinya adalah gembur dibagian atas (top
soil) dan teguh di lapisan tanah bawah (sub soil). Kandungan bahan organik pada
lapisan olah (top soil) adalah < 9 %, umumnya < 5 %. Kandungan unsur hara
tanaman seperti N, P, K dan Ca umumnya rendah dan reaksi tanahnya (pH) sangat
rendah, yaitu perkolasinya adalah sedang hingga lambat, pada lapisan permukaan
umumnya sedang dan makin ke bawah makin lambat. Tanah ini memiliki sifat kimia
yang kurang baik, sedangkan sifat fisiknya mudah terkena bahaya erosi akibat
gerakan air. Pembentukan struktur cukup baik tapi tidak mantap. Kandungan mineral
liat kaolinitnya tinggi, sehingga jumlah air yang tersedia bagi tanaman agak
berkurang. Dengan demikian produkstivitas tanah ini adalah rendah sampai sedang
( Saifuddin, 1986).
Gateway (2007), menjelaskan bahwa pupuk Amazing Bio Growth merupakan
proses fermentasi berbagai bahan organik berkualitas tinggi. Pupuk ABG
mengandung mikroba meguntungkan (pengurai, penambat N, pelarut fosfat dan
penghasil fitohormon) serta diperkaya dengan hara esensil. Pupuk ABG sangat efektif
untuk merevitalisasi kesehatan tanah (soil health) dan kualitas ekosistem tanah.
17
Sebagai pupuk pelengkap untuk akar, daun, bunga dan buah untuk
meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman. Menambah
pasokan unsur hara dan pupuk ABG juga dapat meningkatkan efisiensi
pemupukan sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk NPK sekitar 25
30 %.
18
19
kandang ayam, pupuk Urea, SP-36 dan KCl, dolomit, insektisida, fungisida dan
polybag. Adapun alat yang digunakan adalah: cangkul, hand sprayer, timbangan,
meteran, gembor, pH meter dan alat tulis.
3.3.Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) faktorial 4 x 3 dengan 3 ulangan.
Faktor A adalah pupuk ABG yang terdiri dari 4 (empat) taraf yaitu:
A0
20
A1
A2
A3
Faktor T adalah jenis tanah yang terdiri dari tanah 3 (tiga) taraf yaitu
T1
: Tanah Gambut
T2
T3
: Tanah Alluvial
Tabel .3.1.: Kombinasi Perlakuan
Perlakuan
Faktor A
(Pupuk ABG)
A0
A1
A2
A3
T2
T3
A0T1
A1T1
A2T1
A3T1
A0T2
A1T2
A2T2
A3T2
A0T3
A1T3
A2T3
A3T3
3.4.Pelaksanaan Penelitian
1.Persiapan dan pengisian polybag.
Sebelum dilakukan penelitian terlebih dulu dilakukan pembersihan tempat
penelitian, membuang gulma atau sampah lainnya yang ada di tempat penelitian.
21
Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag berwarna hitam
ukuran 40 x 50 cm. Polybag diisi dengan tanah sesuai perlakuan dengan
perbandingan tanah dan pupuk kandang adalah 2 : 1. Diberikan 2 minggu setelah
tanam. Oleh karena pH berbagai jenis tanah <5 maka dilakukan pengapuran
dengan dolomit dengan dosis 1 ton/ha. Kapur diberikan seminggu sebelum tanam.
2.Pemasangan label
Pemasangan label dilakukan sebelum penanaman. Pemasangan label disesuaikan
dengan daftar penelitian.
3.Penanaman
Penanaman okra dapat dilakukan dengan menanam biji secara langsung. Biji
dimasukkan 2 butir biji per polybag dengan dalamnya penanaman adalah 4 cm.
Setelah umur satu minggu ditinggalkan satu tanaman yang baik pertumbuhannya.
4.Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan tanaman okra meliputi:
A. Penyiangan
Penyiangan
dilakukan
bersamaan
dengan
kegiatan
pemupukan
dan
pembubunan, yaitu pada saat tanaman okra umur 15 hari, 35 hari dan 45 hari.
Penyiangan yang efektif dilakukan pada saat gulma masih muda, sehingga
tidak sempat bersaing/ mengganggu tanaman okra.
B. Penggemburan
Penggemburan dilakukan bersamaan dengan penyiangan dan pemupukan.
Penggemburan bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah disekitar akar
22
23
Urea
KCL
S P36
Kg /ha
Gr/tan
Kg /ha
Gr/tan
Kg /ha
Gr/tan
30
25
25
20
100
0,6
0,5
0,5
0,4
2,0
255,56
255,56
5,11
5,11
30
25
25
20
100
0,6
0,5
0,5
0,4
2,0
E. Panen
Panen okra dilakukan setelah tanaman berumur 60 70 hari. Buah okra yang
dipanen adalah yang masih muda karena rasanya renyah dan gurih,
panjangnya sekitar 7 cm dengan tanda ujung buah mudah di patahkan, bijinya
berwarna putih dan berlendir. Panen dilakukan dengan menggunakan pisau
tajam karena tangkai buah okra cukup alot. Panen dapat dilakukan setiap 2
hari sekali sampai tanaman okra tidak produktif lagi. Buah yang dipanen
kemudian dikumpulkan sesuai dengn perlakuan.
2.5.Parameter Pengamatan
Adapun parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah :
1. Umur Berbunga ( hari ke -)
Pengamatan Umur Berbunga ditentukan pada saat seluruh tanaman pada
masing-masing satuan percobaan sudah berbungan 50%.
2. Jumlah Buah Pertanaman (buah)
24
BeratBuah
BeratTanam an
Ln W 2 Ln W1
T 2 T1
25
BD
BA
26
perlakuan jenis tanah (T) dan interaksi pupuk ABG dan jenis tanah (AT) tidak
berpengaruh nyata terhadap Umur Berbunga. Hasil pengamatan Umur Berbunga
disajikan pada Tabel 4.1. dan Gambar 4.1.
Tabel 4.1. : Umur Berbunga (UB) Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L
) Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan Pupuk ABG ( Hari ke.. ).
Perlakuan
Faktor A
(Pupuk ABG)
A0
A1
A2
A3
rerata
T2
T3
rerata
46.67
47.67
49.33
47.00
47.67
46.67
48.67
49.67
49.00
48.50
45.33
48.00
47.67
48.33
47.33
46.22
48.11
48.89
48.11
47.83
49.00
48.00
47.00
46.00
49. 67
49. 33
50.00
49. 00
48. 67
47. 67
48. 00
47. 00
46. 67
47. 67
46. 67
48. 33
A0
A1
45. 33
A2
45.00
44.00
A3
43.00
T1
T2
Jenis Tanah
T3
27
49. 33
48. 67
49. 00
48. 00
47. 67
46. 67
49. 67
47. 67
46. 67
48. 33
47. 00
T1
T2
45. 33
45.00
T3
44.00
43.00
A0
A1
A2
A3
Pupuk ABG
28
dan organ generatif. Akar, batang, dan daun dikelompokkan sebagai organ vegetatif;
sedangkan bunga, buah, dan biji digolongkan sebagai organ generatif. Organ-organ
vegetatif akan terbentuk lebih awal dibandingkan dengan organ-organ generatif. Fase
dimana tanaman hanya membentuk organ-organ vegetatif disebut fase pertumbuhan
vegetatif.
Pertumbuhan vegetatif dicirikan dengan berbagai aktivitas pertumbuhan
dan perkembangan tanaman yang berhubungan dengan pembentukan dan pembesaran
daun, pembentukan meristem apikal atau lateral dan pertumbuhannya menjadi
cabang-cabang dan ekspansi sistem perakaran tanaman. Sedangkan pertumbuhan
generatif atau pertumbuhan reproduktif dimulai dengan pembentukan bunga. Bunga
kemudian berkembang menjadi buah. Biji terbentuk bersama dengan perkembangan
buah. Biji terbentuk bersama dengan perkembangan buah. Pada beberapa spesies,
bunga mulai terbentuk hanya dalam waktu beberapa bulan setelah ditanam.
Kelompok tanaman ini secara agronomis digolongkan sebagai tanaman semusim.
Pada beberapa spesies lainnya, bunga baru terbentuk setelah tanaman berumur
beberapa tahun. Malah pada tanaman duku (Lansium domesticum) yang diperbanyak
secara generatif, bunga terbentuk setelah tanaman berumur lebih dari 5 tahun.
Kelompok tanaman yang berbunga setelah berumur beberapa tahun digolongkan
sebagai tanaman tahunan (Lakitan, 1995).
Pada Gambar 4.1.a. untuk perlakuan jenis tanah terlihat bahwa perlakuan
T3 (tanah alluvial) rata-rata munculnya bunga lebih cepat daripada perlakuan T1
(tanah gambut) diikuti perlakuan T2 (tanah PMK). Untuk perlakuan dosis pupuk
29
ABG terlihat bahwa rata-rata munculnya bunga pada perlakuan A0 lebih cepat
daripada perlakuan A3 diikuti perlakuan A1 dan perlakuan A2. Secara keseluruhan
perlakuan A0 (tanpa pemberian dosis ABG) ternyata rata-rata kemunculan bunganya
lebih cepat daripada perlakuan A1 (pemberian pupuk ABG dosis 1 cc/l) diikuti
perlakuan A3 (pemberian pupuk ABG dosis 3 cc/l) dan yang terlama adalah
perlakuan A2 (pemberian pupuk ABG dosis 2 cc/l).
Inisiasi bunga merupakan tahap yang sangat penting pada beberapa
tanaman, karena merupakan awal yang menentukan terbentuknya organ hasil dan
jumlahnya per tanaman. Perubahan tunas apikal atau aksilar dari vegetatif menjadi
tunas bunga merupakan hasil dari aktivitas hormonal yang berlangsung pada tanaman
tersebut yang umumnya dirangsang oleh kondisi lingkungan tertentu, misalnya suhu
dan perubahan panjang hari (lama penyinaran). Kepekaan tanaman terhadap
rangsangan faktor eksternal tersebut bertambah dengan bertambahnya umur tanaman.
Tanaman semusim lebih cepat terangsang, sehingga mulai berbunga setelah berumur
beberapa bulan atau beberapa hari; sedangkan tanaman tahunan membutuhkan waktu
yang lebih lama. Tanaman okra termasuk tanaman semusim sehingga waktu
berbunganya lebih cepat. Tanaman tahunan mungkin mulai peka terhadap rangsangan
untuk berbunga setelah berumur beberapa tahun.
Dari Gambar 4.1. terlihat bahwa pola peningkatan atau penurunan grafik
batang tidak terjadi penaikan atau penurunan yang drastis atau secara matematis nilai
asimtotnya mendekati nol (0) atau jauh dari satu (1). Hal ini berarti parameterparameter perlakuan pada penelitian ini tidak berpengaruh nyata.
30
31
Gambar 4.2.: a) Bunga pada tanah gambut hari ke-46. b) Bunga pada tanah
PMK hari ke-47. c) Bunga pada tanah Alluvial hari ke-47
T2
T3
5.00
4.67
3.00
3.33
3.33
3.33
rerata
3.78
3.78
32
A2
A3
rerata
4.67
6.00
5.08 a
3.00
3.00
3.33
3.33
3.17 b
3.25 b
BNJ T = 0.5849
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata
Uji BNJ taraf 5%.
berdasarkan
3.56
4.22
3.83
6. 00
5. 00
4. 67 4. 67
A0
3. 33
3. 00 3. 33 3. 00
4
3
3. 33 3. 33
3. 00
3. 33
A1
A2
A3
1
0
T1
T2
T3
Jenis Tanah
6. 00
5. 00
4. 67
5
4
3. 00
3. 33
4. 67
3. 33 3. 33
3. 00 3. 00
3. 33 3.33
T1
T2
T3
1
0
A0
A1
A2
A3
Pupuk ABG
Gambar 4.3. : a) Histogram Jumlah Buah (JB) Perlakuan jenis Tanah. b) Histogram
Jumlah Buah (JB) Perlakuan Pupuk ABG Respon Tanaman Okra
( Abelmoschus esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan
Pupuk ABG (buah/tan).
33
34
Gambar 4.4.: a) Buah okra yang masih melekat di batangnya. b) Buah okra yang telah
dipanen.
Besaran pengaruh faktor lingkungan terhadap perkembangan buah dan biji
berkaitan dengan selang waktu terbentuknya masing-masing organ tersebut pada tiap
individu tanaman. Lakitan (1995) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman
mempunyai pola pertumbuhan determinate dan indeterminate. Pola pertumbuhan
determinate adalah pertumbuhan organ tanaman yang mempunyai batas ukuran organ
yang maksimal, kemudian pertumbuhan berhenti dan organ menjadi tua (senescence)
dan akhirnya rontok. Organ tanaman yang memiliki pola pertumbuhan tanaman
determinate adalah buah, daun dan batang. Sedangkan pola pertumbuhan
indeterminate adalah pola pertumbuhan organ tanaman yang tidak mempunyai batas
ukuran maksimal. Organ pertumbuhan indeterminate seperti akar dan batang.
Untuk tanaman determinate seperti bunga matahari (Helianthus annuus),
dimana seluruh bunga mencapai anthesis pada waktu yang bersamaan atau hampir
bersamaan, maka pengaruh faktor lingkungan menjadi lebih dominan; sebaliknya
35
pada tanaman dimana bunga mencapai anthesis tidak pada waktu yang berbarengan,
seperti pada kecipir (Psophocarpus tetragonolobus), maka pengaruh lingkungan
menjadi kurang berarti.
4.3. Berat Buah Per Tanaman (BB) (g/tan)
Hasil analisis sidik ragam (anova) terhadap Berat Buah (BB) Respon
Tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan
Pupuk ABG (lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan jenis tanah (T) berpengaruh
nyata terhadap Berat Buah (BB). Hasil pengamatan berat buah per tanaman disajikan
pada Tabel 4.3. dan Gambar 4.5.
Dari Tabel 4.3. di atas terlihat bahwa berat buah tanaman okra pada
penilitian ini berkisar antara 16,77 g/tanaman sampai 43,67 g/tanaman. Berat buah
terendah 16,77 g/tanaman diperoleh pada perlakuan A0T2 dan berat buah terbesar
43,67 g/tanaman diperoleh pada perlakuan A3T1. Besar kecilnya nilai berat
buah/tanaman sangat berkaitan dengan jumlah buah/tanaman. Semakin banyak
jumlah buah/tanaman maka semakin besar pula nilai berat buah/tanaman. Berat buah
terkecil pada penelitian ini adalah 16,77 g/tanaman yaitu pada perlakuan A0T2, hal
ini sama dengan parameter jumlah buah per tanaman terkecil yaitu pada perlakuan
A0T2, A2T2 dan A2T3 yaitu 3 buah/tanaman. Untuk berat buah/tanaman tertinggi
terjadi sedikit penyimpangan dimana berat buah/tanaman tertinggi diperoleh pada
perlakuan A3T1, sama dengan parameter jumlah buah/tanaman tertinggi pula yaitu
diperoleh pada perlakuan A3T1 yaitu 43,67 g/tanaman.
36
Tabel 4.3. : Berat Buah (BB) Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L )
Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan Pupuk ABG ( g/tan ).
Perlakuan
Faktor A
(Pupuk ABG)
A0
A1
A2
A3
rerata
T2
T3
rerata
40.58
32.58
38.57
43.67
38.85 a
16.77
19.89
25.74
22.55
23.22
26.12
17.68
18.97
25.07
23.37
20.98
29.34
20.09 b
20.77 b
26.57
BNJ T = 6.2286
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan
Uji BNJ taraf 5%.
40. 58
40.00
38. 57
43. 67
32. 58
A0
30.00
22. 55
16. 77
20.00
23. 37
17. 68
19. 89
23. 22
18. 97 20. 98
A1
A2
A3
10.00
0.00
T1
T2
T3
Jenis Tanah
40. 58
40.00
32. 58
30.00
20.00
43. 67
38. 57
16. 77
19. 89
22. 55 23. 22
17. 68 18. 97
23. 37
20. 98
T1
T2
T3
10.00
0.00
A0
A1
A2
Pupuk ABG
A3
37
Gambar 4.5. : a) Histogram Berat Buah (BB) Perlakuan jenis Tanah. b) Histogram
Berat Buah (BB) Perlakuan Pupuk ABG} Respon Tanaman Okra (
Abelmoschus esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan
Pupuk ABG ( g ).
Pertumbuhan embrio dan ovule menjadi biji dan ovary menjadi buah
berlangsung secara berbarengan. Akan tetapi pertumbuhan ovary berhenti lebih awal
dibandingkan dengan embrio dan ovule. Sebagai contoh yang mudah dilihat adalah
pertumbuhan polong tanaman kacang-kacangan. Ukuran polong maksimal tercapai
lebih dahulu, sementara biji masih terus tumbuh membesar. Pada fase akhir
menjelang penuaan biji, akan terjadi translokasi bahan kering dari bagian kulit polong
ke biji. Hal ini terbukti dengan penurunan berat kering kulit polong dan penambahan
berat kering biji. Laju fotosintesis pada kulit polong pada fase akhir perkembangan
buah menjadi lebih rendah dibandingkan dengan laju respirasinya atau laju
fotosintesis bersihnya menjadi negatif.
Ukuran dan laju pembesaran ovary umumnya bervariasi tergantung pada
posisinya pada batang. Hal ini menyebabkan perbedaan ukuran buah dan biji setelah
organ-organ ini matang. Ukuran biji rata-rata untuk kultivar tanaman tertentu
umumnya tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tetapi jumlah biji per
individu tanaman dapat terpengaruh secara nyata. Ukuran biji agaknya lebih
dikendalikan oleh faktor genetik daripada faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang
diketahui dapat mempengaruhi ukuran biji adalah kondisi kekeringan. Ukuran buah,
berbeda
dengan
biji,
lebih
dipengaruhi
oleh
kondisi
lingkungan
selama
38
39
Selama proses perkembangan embrio dan ovule menjadi biji dan ovary
menjadi buah berlangsung secara berbarengan, berbagai perubahan kimia dan
anatomi akan berlangsung. Sukrosa, glukosa, dan fruktosa sering terakumulasi pada
ovule sampai inti endosperma terbalut oleh dinding sel. Sukrosa dan monosakarida
ini berasal dari organ tanaman yang lain yang diangkut melalui floem. Kandungan
gula-gula ini kemudian berkurang karena dipakai untuk sintesis senyawa-senyawa
penyusun dinding sel, sintesis pati dan sintesis lemak.
T2
T3
rerata
0.0774
0.0510
0.0684
0.0655
0.0656
0.0530
0.1124
0.0539
0.0672
0.0716
0.0482
0.0966
0.0748
0.0676
0.0718
0.0595
0.0867
0.0657
0.0668
0.0697
40
0.12
Indeks Panen
0.10
0.08
0. 0966
0. 0774
0. 0684
0. 0510
0.06
0. 0655
0. 0530
0. 0748
0. 0539 0. 0672
0. 0676
0. 0482
A0
A1
A2
0.04
A3
0.02
0.00
T1
T2
T3
Jenis Tanah
0.12
Indeks Panen
0.10
0.08
0.06
0. 0966
0. 0774
0. 0530
0. 0482
0. 0748
0. 0672 0. 0676
0. 0684 0. 0539
0. 0655
0. 0510
T1
T2
0.04
T3
0.02
0.00
A0
A1
A2
A3
Pupuk ABG
Gambar 4.6. : a) Histogram Indeks Panen (IP) Perlakuan jenis Tanah. b) Histogram
Indeks Panen (IP) Perlakuan Pupuk ABG Respon Tanaman Okra
( Abelmoschus esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan
Pupuk ABG .
Dari Tabel 4.4. terlihat bahwa indeks panen tanaman okra pada penelitian
ini berkisar antara 0,0482 0,1124 atau 4,82 % - 11,24 % dengan kata lain bernilai
dibawah 50% atau 0,5. Hal ini berarti bahwa hasil penelitian ini menghasilkan
41
biomassa yang besar. Indeks panen terendah 4,82 % diperoleh pada perlakuan A0T3
dan indeks panen tertinggi 11,24 % diperoleh pada perlakuan A1T2. Dalam perlakuan
A (dosis pupuk ABG) indeks panen terendah bernilai 0,0595 dan indeks panen
tertinggi bernilai 0,0867. Tingginya indeks panen ini karena adanya pembagian
asimilat yang cenderung lebih besar ke daerah tajuk dibandingkan ke daerah akar.
Kondisi lingkungan abiotik yang optimal menyebabkan hasil panen yang tinggi.
Namun karena faktor lingkungan biotik seperti gulma, kualitas panen dapat turun.
Pada tingkat serangan yang tinggi kuantitas panen pun akan terpengaruh.
Kondisi lingkungan abiotik yang optimal menyebabkan hasil panen yang
tinggi. Namun karena faktor lingkungan biotik seperti gulma, kualitas panen dapat
turun. Pada tingkat serangan yang tinggi kuantitas panen pun akan terpengaruh.
Manurung dan Ismunadji (1988) menyatakan bahwa Indeks Panen dipengaruhi oleh
besarnya translokasi asimilat dari tempat penumpukannya yaitu buah. Penumpukan
asimilat mencapai puncaknya pada saat anthesis dan setelah itu akan berkurang
bersamaan
berlangsung sejak tanaman mulai tumbuh tetapi tidak semua bahan kering dapat
dikonversikan menjadi karbohidrat yang ditranslokasikan ke buah ditentukan dengan
banyaknya bahan kering yang diproduksi oleh tanaman.
Dari Gambar 4.6. terlihat bahwa indeks panen tanaman okra perlakuan A1
(pemberian pupuk ABG 1 cc/l) memberikan nilai indeks panen terbesar pada T2 dan
T3 tetapi pada perlakuan T1 memberikan nilai indeks panen terkecil. Pada perlakuan
A0 (tanpa peberian pupuk ABG), nilai indeks panen tertinggi diperoleh pada
42
43
panen dilakukan hanya tiga kali panen sehingga saat pemanenan dilakukan bukan saat
pertumbuhan generatif mencapai puncaknya. Pertumbuhan generatif mencapai
puncaknya mungkin pada pemanenan selanjutnya yaitu pemanenan keempat atau
pemanenan yang kelima.
Pada Gambar 4.6.a. terlihat bahwa perlakuan A1 membentuk puncak
batang yang lebih berpencar daripada pada perlakuan A0, A2 dan A3. Pada perlakuan
A1, puncak batang awalnya menaik tajam kemudian menurun sedikit. Pada perlakuan
A0,A2 dan A3 membentuk puncak batang lebih mendatar. Pada grafik 4.6.b. terlihat
bahwa nilai indeks panen pada perlakuan T1, T2 dan T3 membentuk puncak batang
yang lebih bervariasi. Pada perlakuan T2 dan T3 pola puncak batangnya awalnya
menaik kemudian menurun tajam dan menaik sedikit pada perlakuan T2 dan menurun
perlahan pada perlakuan T3. Pada grafik T1, grafik batangnya awalnya menurun
kemudian menaik perlahan kembali.
44
Tabel 4.5. : Laju Pertumbuhan Relatif (LPR) Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus
esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan Pupuk ABG
(mg/hari).
Perlakuan
Faktor A
(Pupuk ABG)
A0
A1
A2
A3
rerata
T1
139.84
215.85
95.92
178.69
157.57
T2
152.84
227.78
202.14
150.84
183.40
30-45
T3
152.16
104.31
196.48
169.74
155.68
T1
109.96
48.56
146.44
38.09
85.76
T2
135.18
47.39
98.13
147.89
107.15
LPR 15-30
150.00
Rerata
T2
144.01
137.58
150.14
149.37
145.27
15-30
150. 8430
152. 8417
139. 8350
196. 4843
202. 1444
178. 6882
169. 7376
152. 1647
A0
A1
104. 3141
95. 9233
100.00
T1
55.05
24.39
73.27
19.13
42.96
227. 7791
215. 8464
200.00
T3
169.98
175.51
85.33
121.82
138.16
A2
A3
50.00
0.00
T1
T2
T3
Jenis Tanah
LPR 15-30
200.00
150.00
139. 8350
100.00
15-30
178. 6882
169. 7376
150. 8430
95. 9233
T1
T2
T3
50.00
0.00
A0
A1
A2
Pupuk ABG
A3
T3
161.07
139.91
140.91
145.78
146.92
45
150.00
147. 8903
135. 1776
109. 9649
30-45
98. 1276
100.00
48. 5559
50.00
85. 3328
A1
A2
47. 3900
38. 0877
A0
A3
0.00
T1
T2
T3
Jenis Tanah
LPR 30-45
150.00
30-45
175. 5132
169. 9757
147. 8903
146. 4394
135. 1776
121. 8226
109. 9649
98. 1276
85. 3328
100.00
48. 5559
50.00
47. 3900
T1
T2
38. 0877
T3
0.00
A0
A1
A2
A3
Pupuk ABG
46
30 dan 45 hari setelah tanam. Pengamatan LPR pada hari ke-15 dan hari ke-30 atau
LPR 15-30 berkisar antara 959-227,8 atau 9,59 %-22,78 % sedangkan pengamatan LPR
pada hari ke-30 dan hari ke-45 atau LPR 30-45 berkisar antara 381-175,5 atau 3,81 %17,55 %. Jadi terlihat bahwa Laju Pertumbuhan Relatif hari ke-15 sampai hari ke-30
(LPR 15-30) lebih besar daripada Laju Pertumbuhan Relatif hari ke-30 sampai hari ke45 (LPR 30-45).
Laju pertumbuhan relatif menunjukkan kemampuan tanaman untuk
menumpuk bahan kering (biomasa) yang mengakibatkan pertambahan berat.
Pembentukan biomasa tanaman meliputi semua bahan tanaman yang berasal dari
hasil fotosintesis dan serapan unsur hara dan air yang diolah dalam proses biosintesis
(Salisbury dan Ross,1995). Penyerapan unsur hara dan air sangat berkaitan dengan
media tanam, dimana media tanam T1, T2 dan T3 ( tanah gambut, tanah PMK dan
tanah alluvial) dapat memperbaiki sifat fisik tanah berupa peningkatan ruang pori,
perbaikan aerasi tanah, pori air tersedia permeabilitas tanah dan menurunkan
ketahanan penetrasi (Syam, 2003).
Jadi lebih tingginya nilai LPR
15-30
dibandingkan LPR
30-45
disebabkan
karena pembentukan biomassa pada minggu kedua sampai minggu keempat lebih
banyak daripada pembentukan biomassa pada minggu keempat dan keenam karena
nutrisi tanah atau hara untuk tanaman pada minggu kedua dan keempat lebih banyak
tersedia daripada nutrisi atau hara untuk tanaman pada minggu keempat dan keenam.
Sebelum penaman, tanah sebagai penopang hidup tanaman terlebih dahulu diberi
pupuk dasar 2 minggu sebelum tanam sehingga pada selang minggu kedua dan
47
keempat tanah masih banyak mengandung unsur hara sedangkan pada minggu
keempat dan keenam kandungan unsur hara tanah sudah mulai berkurang yang bisa
disebabkan karena sudah banyak diserap tanaman atau bisa juga karena leaching atau
pencucian hara karena hujan atau faktor lainnya.
Pada Gambar 4.7.a dan 4.7.b. terlihat bahwa Laju Pertumbuhan Relatif
hari ke-15 dan hari ke-30 (LPR
15-30)
30-45)
bagian atas terlihat bahwa grafik yang berbentuk batang rata-rata lebih panjang
daripada rata-rata Gambar grafik batang di bawah. Ini artinya nilai rata-rata LPR
bagian atas lebih tinggi dari nilai rata-rata LPR bagian bawah. Pada Gambar bagian
atas, terlihat bahwa nilai LPR rata-rata pada perlakuan jenis tanah PMK (T2) > jenis
tanah gambut (T1) > jenis tanah alluvial (T3), sedangkan nilai LPR rata-rata pada
perlakuan pupuk ABG ternyata pemberian pupuk ABG 1 cc/l (A1) ternyata
mempunyai nilai rata-rata LPR tertinggi kemudian diikuti nilai rata-rata LPR pada
perlakuan pupuk ABG 3 cc/l (A3) kemudian nilai rata-rata LPR pada perlakuan
pupuk ABG 2 cc/l (A2) dan yang terkecil adalah nilai rata-rata LPR perlakuan kontrol
atau tanpa pemberian pupuk ABG (A0).
Pada Gambar 4.7 bagian bawah terlihat bahwa grafik yang berbentuk
batang rata-rata lebih pendek daripada parameter hasil di bagian atas. Ini berarti
bahwa parameter hasil dibawah mempunyai nilai LPR yang lebih rendah daripada
nilai LPR parameter hasil bagian atas. Pada Gambar bagian bawah, terlihat bahwa
nilai LPR rata-rata pada perlakuan jenis tanah alluvial (T3) > jenis tanah gambut
48
(T2) > jenis tanah PMK (T1), sedangkan nilai LPR rata-rata pada perlakuan pupuk
ABG ternyata perlakuan kontrol (tanpa pemberian pupuk ABG (A0) memberikan
nilai LPR tertinggi kemudian diikuti nilai rata-rata LPR pada perlakuan pupuk ABG
2 cc/l (A2) kemudian nilai rata-rata LPR pada perlakuan pupuk ABG 3 cc/l (A3) dan
yang terkecil adalah nilai rata-rata LPR perlakuan pupuk ABG 1 cc/l (A1).
Pada lampiran 3 hasil analisis tanah di laboratorium pengujian BPTP
RIAU terlihat bahwa ketiga jenis tanah pada penelitian ini yaitu tanah gambut, tanah
PMK dan tanah alluvial ternyata memiliki nilai pH di bawah 5 yaitu tanah alluvial
4,25, tanah PMK 4,28 dan tanah gambut 3,5. Ini artinya tanah yang digunakan pada
penelitian ini bersifat asam semua. Menurut Rachman dan Yudo (1991) menyatakan
bahwa pertumbuhan okra yang baik adalah pada curah hujan antar 1700 3.000 mm.
Suhu udara yang ideal untuk pertumbuhan okra adalah sekitar 28 32o C sedangkan
pH tanah yang rendah (masam) pertumbuhan okra kurang baik maka perlu diberi
kapur, pada penelitian ini jenis kapur yang diberikan adalah dolomit untuk mencapai
pH 6 7.
Untuk kandungan N, tanah gambut memiliki kandungan N terbesar yaitu
0,68 % sedangkan tanah alluvial dan tanah PMK memiliki nilai N sama yaitu 0,04 %.
Untuk kandungan P, tanah gambut juga memiliki kandungan P terbesar yaitu 30,69
% sedangkan tanah alluvial ternyata memiliki kandungan P terbesar kedua yaitu
20,71 % dan yang terkecil yaitu tanah PMK yaitu 19,21 %. Untuk kandungan K,
tanah gambut ternyata juga memiliki kandungan K terbesar yaitu 0,73 % diikuti tanah
alluvial yaitu 0,41 % dan yang terkecil adalah tanah PMK yaitu 0,31 % sedangkan
49
untuk kandungan air tanah gambut juga mengandung air terbesar diikuti tanah
alluvial dan tanah PMK dengan nilai 30,69 %, 20,71 % dan 19,21 %. Dari hasil
analisis tanah tersebut dapat disimpulkan bahwa tanah gambut lebih subur dari tanah
alluvial dan tanah alluvial lebih subur dari tanah PMK.
Dari komposisi tekstur tanah juga dapat dilihat seberapa suburnya tanah
tersebut. Dari lampiran 3 terlihat bahwa untuk tanah gambut memiliki komposisi
tekstur pasir 81%, debu 11 % dan liat 8 %. Untuk tanah PMK komposisi teksturnya
adalah pasir 65 %, debu 18,5 % dan liat 16,5 %. Sedangkan tanah alluvial komposisi
teksturnya adalah pasir 30 %, debu 40 % dan liat 30 %. Dari komposisi tekstur
tersebut terlihat tanah gambut dan tanah PMK ternyata memiliki kandungan pasir
tertinggi sedangkan kandungan debu dan liat terendah. Ini berkebalikan dengan tanah
alluvial yang ternyata kandungan debunya tertinggi dan kandungan pasir dan liatnya
terendah. Tanah yang kandungan pasirnya tinggi berarti mempunyai daya aerasi dan
porositas tinggi sehingga sirkulasi udara lebih lancar sehingga tanah tersebut lebih
subur sedangkan pada tanah alluvial kandungan debunya tertinggi, debu tidak
mempunyai daya ikat air dan aerasi yang jelek sehingga tanah alluvial ini kurang
subur.
Laju pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh laju asimilasi bersih dan
indeks luas daun. Laju asimilasi bersih yang tinggi dan indeks luas daun yang
optimum akan meningkatkan laju pertumbuhan tanaman (Gardner et al., 1991). Pada
Gambar 4.7 terlihat bahwa tanaman okra pada hari ke-15 pada tanah gambut ternyata
memiliki tinggi tanaman, jumlah daun dan berat akar terbesar diikuti tanaman okra
50
yang ditanam pada tanah alluvial dan yang terkecil pada tanah PMK. Begitupun pada
tanaman okra hari ke-45. Tanaman okra yang ditanam pada tanah gambut tetap
memiliki tinggi tanaman, jumlah daun dan berat akar terbesar tetapi tanaman okra
yang ditanam pada tanah PMK dan tanah alluvial ternyata memiliki tinggi tanaman,
jumlah daun dan berat akar yang hampir sama.
Dari Gambar 4.7 di atas terlihat bahwa LPR
puncak batang yang lebih seragam daripada LPR
30-45.
15-30
yang bertipe menurun dan dua garis yang bertipe menaik. Pada LPR
15-30
grafik T
(kiri) perlakuan yang bertipe puncak batang menaik adalah pada perlakuan A2 dan
A0, perlakuan yang bertipe puncak batang menurun adalah pada perlakuan A1
sedangkan perlakuan A3, awalnya puncak batang menurun kemudian menaik
kembali. Pada grafik A (kanan), perlakuan T1, T2 dan T3 mempunyai tipe puncak
batang yang sama yaitu ada yang menaik dan ada yang menurun.
Pada LPR
30-45
menaik adalah pada perlakuan A1 dan A0, perlakuan yang bertipe puncak batang
menurun adalah pada perlakuan A2 sedangkan perlakuan A3, awalnya puncak batang
menurun pelan kemudian menaik kembali secara tajam. Pada grafik A (kanan),
perlakuan T1, T2 dan T3 mempunyai tipe puncak batang yang sama yaitu ada yang
menaik dan ada yang menurun.
51
Hasil analisis sidik ragam (anova) terhadap Kerapatan Berat Akar (KBA)
Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis Tanah
dan Pupuk ABG (lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan pupuk ABG (A),
perlakuan jenis tanah (T) dan interaksi pupuk ABG dan jenis tanah (AT) tidak
berpengaruh nyata terhadap Kerapatan Berat Akar (KBA). Hasil pengamatan
Kerapatan Berat Akar disajikan pada Tabel 4.6. dan Gambar 4.8.
Dari Tabel 4.6. terlihat bahwa nilai Kerapatan Berat Akar tanaman okra
pada penilitian ini berkisar antara 15,75 g/cm3 sampai 27,35 g/cm3. Kerapatan Berat
Akar terendah 15,75 g/cm3 diperoleh pada perlakuan A1T2 dan Kerapatan Berat Akar
tertinggi 27,35 g/cm3 tanaman diperoleh pada perlakuan A0T2. Dalam perlakuan A
(pupuk ABG), nilai Kerapatan Berat Akar A2>A1>A3>A0 dengan nilai
17,92>19,22>19,82>22,27 g/cm3. Sedangkan dalam perlakuan T (jenis tanah), nilai
Kerapatan Berat Akar T1>T2>T3 dengan nilai 18,78>20,31>20,33 /cm3.
Tabel 4.6. : Kerapatan Berat Akar (KBA) Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus
esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan Pupuk ABG
(g/cm3).
Perlakuan
Faktor A
(Pupuk ABG)
A0
A1
A2
A3
rerata
T2
T3
rerata
16.88
19.70
19.97
18.58
18.78
27.35
15.75
17.85
20.29
20.31
22.59
22.20
15.94
20.59
20.33
22.27
19.22
17.92
19.82
19.81
52
mendorong pembelahan sel dan membentuk sel-sel baru dalam jaringan. Dengan
perakaran yang baik diharapkan unsur hara dan kelembaban menjadi lancar dan
tanaman dapat melakukan pertumbuhan dengan baik.
a
30.00
27. 35
25.00
20.00
16. 88
19. 70
19. 97 18. 58
15. 75
17. 85
20. 29
22. 59
22. 20
20. 59
15. 94
15.00
A0
A1
A2
10.00
A3
5.00
0.00
T1
T2
T3
Jenis Tanah
30.00
27. 35
22. 59
25.00
20.00
16. 88
22. 20
19. 70
19. 97
15. 75
17. 85
15. 94
18. 58
20. 29 20. 59
T1
15.00
T2
10.00
T3
5.00
0.00
A0
A1
A2
A3
Pupuk ABG
Gambar 4.8. : a) Histogram Kerapatan Berat Akar (KBA) Perlakuan jenis Tanah. b)
Histogram Kerapatan Berat Akar (KBA) Perlakuan Pupuk ABG
Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L ) Terhadap
Beberapa Jenis Tanah dan Pupuk ABG (g/cm3).
53
54
perlakuan A3, tertinggi ketiga perlakuan A2 dan yang terendah adalah perlakuan A1.
Pada tanah Alluvial (T3) parameter hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan A0 dan
A1, tertinggi kedua diperlakuan A3 dan yang terendah diperoleh pada perlakuan A2.
Dari parameter hasil ini dapat disimpulkan bahwa ternyata pemberian dosis pupuk
ABG tidak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan akar tanaman okra ini dibuktikan
dengan nilai KBA tertinggi mayoritas (2 dari 3 ) perlakuan selalu diperoleh pada
perlakuan A0 yaitu tanpa pemberian pupuk ABG (kontrol).
Dari Gambar 4.8. di atas (kanan) untuk perlakuan T (jenis tanah) terlihat
bahwa dengan tanpa pemberian pupuk ABG (A0) parameter hasil tertinggi diperoleh
pada perlakuan T2 kemudian diikuti perlakuan T3 dan yang terkecil perlakuan T1.
Dengan pemberian pupuk ABG 1 cc/l (A1) parameter hasil tertinggi diperoleh pada
perlakuan T3 kemudian diikuti perlakuan T1 dan yang terkecil perlakuan T2. Dengan
pemberian pupuk ABG 2 cc/l (A2) parameter hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan
T1 kemudian diikuti perlakuan T2 dan yang terkecil perlakuan T3. Dengan
pemberian pupuk ABG 3 cc/l (A3) parameter hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan
T3 kemudian diikuti perlakuan T2 dan yang terkecil perlakuan T1. Dari hasil ini
dapat disimpulkan bahwa nilai Kerapatan Berat Akar (KBA) ternyata lebih
dipengaruhi oleh jenis tanah daripada pemberian pupuk ABG ini dapat dilihat dari
parameter hasil yang selalu memberikan nilai KBA yang lebih beragam dengan
perlakuan jenis tanah ketimbang dengan perlakuan pupuk ABG.
Berat kering total merupakan akibat efisiensi penyerapan dan pemanfaatan
energi matahari yang tersedia sepanjang musim tanam (Gardner et al., 1991). Pada
55
Gambar 4.9. di bawah terlihat akar tanaman okra tumbuh subur dan mempunyai
banyak cabang pada tanah gambut. Nilai Kerapatan Berat Akar (KBA) dihitung
dengan membandingkan berat akar basah dengan volume tanah basah. Semakin besar
nilai KBA berarti semakin berat akar, semakin kecil volume tanah dan sebaliknya jika
semakin kecil nilai KBA maka semakin kecil juga berat akar, semakin besar volume
tanah. Jelasnya jika volume tanahnya besar berarti jumlah akar yang berada dalam
tanah tersebut sedikit sebaliknya jika kecil volume tanahnya berarti semakin besar
volume akarnya. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa nilai KBA terbesar diperoleh
pada tanah gambut dan nilai KBA terendah diperoleh pada tanah alluvial. Hal ini
dapat dijelaskan dengan melihat nilai pH, kadar air tanah dan komposisi tekstur tanah
(lampiran 3). Disitu terlihat bahwa nilai pH, kadar air dan komposisi tekstur tanah
gambut mempunyai nilai lebih tinggi daripada tanah PMK dan tanah alluvial, hal ini
berarti tanah gambut lebih subur daripada tanah PMK dan tanah alluvial untuk
pertumbuhan dan produksi okra.
Gambar 4.9.: Kerapatan Berat Akar Tanaman Okra Pada Tanah Gambut
4.7. Nisbah Tajuk Akar (NTA)
56
Hasil analisis sidik ragam (anova) terhadap Nisbah Tajuk Akar (NTA)
Hari ke-15 dan Hari ke-45 Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L )
Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan Pupuk ABG (lampiran 10) menunjukkan bahwa
perlakuan pupuk ABG (A), perlakuan jenis tanah (T) dan interaksi pupuk ABG dan
jenis tanah (AT) tidak berpengaruh nyata terhadap Nisbah Tajuk Akar (NTA)
sedangkan analisis sidik ragam (anova) terhadap Nisbah Tajuk Akar (NTA) Hari ke30 Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis
Tanah dan Pupuk ABG (lampiran 10) menunjukkan bahwa perlakuan jenis tanah (T)
berpengaruh nyata terhadap Nisbah Tajuk Akar (NTA). Hasil pengamatan Nisbah
Tajuk Akar disajikan pada Tabel 4.7. dan Gambar 4.10.
Tabel 4.7. : Nisbah Tajuk Akar (NTA) Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus
esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan Pupuk ABG .
Perlakuan
Faktor A
(Pupuk
ABG)
A0
A1
A2
A3
rerata
T1
15
30
45
15
30
45
15
30
rerata
45
15
1.05
0.95
0.07
1.82
0.97
30
3.66
2.03
1.13
2.68
3.66
0.87
2.51
2.23 1.02 2.95
5.93
1.89
1.07
3.14
2.36
2.08
2.15
3.23 1.37 3.74
3.58
2.34
0.07
3.81
2.14
0.07
2.39
1.73 0.07 3.26
11.17 1.13
1.89
2.22
2.80
0.76
3.60
2.84 1.49 5.67
6.09a 1.85a 1.04
2.9b 2.74b 0.94
2.6b 2.51b 0.99 3.91
BNJ30 T = 2.0497 , BNJ45 T = 0.8741 Rerata total = 2.42
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan
Uji BNJ taraf 5%.
Pada Tabel 4.7 terlihat bahwa Nisbah Tajuk Akar (NTA) tanaman okra
pada penelitian ini berkisar antara 0,07 11,17. Pengamatan NTA dilakukan pada
hari ke-15, hari ke-30 dan hari ke-45 setelah tanam. Pengamatan NTA pada hari ke15 berkisar antara 0,07 2,08 sedangkan pengamatan NTA pada hari ke-30 berkisar
45
2.64
2.49
2.07
2.26
2.37
57
antara 2,15 11,7 dan pengamatan NTA hari ke-45 berkisar antara 1,13 - 3,66. Dari
ketiga interval nilai NTA ketiga selang waktu pengamatan maka dapat dibandingkan
bahwa nilai NTA pengamatan hari ke-30 ternyata memberikan nilai NTA tertinggi
dibandingkan dengan nilai NTA pengamatan hari ke-15 dan hari ke-30. Nilai NTA
pengamatan hari ke-45 memberikan nilai NTA tertinggi kedua dan yang terkecil
adalah nilai NTA pengamatan hari ke-15.
Rasio tajuk-akar merupakan perbandingan berat kering tajuk dan akar
tanaman. Parameter ini dapat digunakan sebagai petunjuk adanya peristiwa
kekurangan air pada tanaman. Kekurangan air lebih menghambat pertumbuhan tajuk
dibandingkan pertumbuhan akar. Pertumbuhan tajuk lebih tinggi apabila kelembaban
tanah banyak, pertumbuhan akar lebih tinggi apabila kelembaban tanah sedikit
(Gardner et al., 1991).
1.50
A0
1. 05
1. 13
0. 95
A1
1. 07
0. 87
1.00
0.50
2. 08
1. 89
1. 82
2.00
0. 76
A2
A3
0. 07
0. 07
0. 07
0.00
T1
T2
Jenis Tanah
T3
58
2. 08
1. 82 1. 89
NTA 15 hari
2.00
1.50
1. 05 1. 13
0. 95
0. 87
1.00
T1
1. 07
0. 76
T2
T3
0.50
0. 07 0. 07 0. 07
0.00
A0
A1
A2
A3
Pupuk ABG
12.00
NTA 30 hari
10.00
A0
8.00
6.00
4.00
5. 93
3. 66
A1
3. 58
2. 68 3. 14
3. 81
2. 51 2. 15 2. 39
2. 22
3. 60
A2
A3
2.00
0.00
T1
T2
T3
Jenis Tanah
d
11. 17
12.00
NTA 30 hari
10.00
8.00
6.00
4.00
T1
5. 93
3. 66
2. 68 2. 51
3. 14
3. 58
3. 81
2. 39
2. 15
2. 22
2.00
0.00
A0
A1
A2
Pupuk ABG
A3
3. 60
T2
T3
59
NTA 45 hari
3. 66
3. 23
2. 84
2. 80
2. 03 1. 89
2. 36
2. 34
A0
2. 23
2. 14
1. 73
1. 13
A1
A2
A3
T1
T2
T3
Jenis Tanah
NTA 45 hari
3. 66
3. 23
2. 23
2. 03
2. 36
1. 89
2. 80 2. 84
2. 34
2. 14
T1
1. 73
T2
1. 13
A0
A1
A2
T3
A3
Pupuk ABG
Gambar 4.10. : a) Histogram NTA hari 15 Perlakuan jenis Tanah. b) Histogram NTA
hari 15 Perlakuan Pupuk ABG. c) Histogram NTA hari 30 Perlakuan
jenis Tanah d) Histogram NTA hari 30 Perlakuan Pupuk ABG. e)
Histogram NTA hari 45 Perlakuan jenis Tanah. f) Histogram NTA hari
45 Perlakuan Pupuk ABG Respon Tanaman Okra ( Abelmoschus
esculantus L ) Terhadap Beberapa Jenis Tanah dan Pupuk ABG .
Pada Gambar 4.10 terlihat bahwa Nisbah Tajuk Akar (NTA) hari ke-15
berada di bagian atas dan Nisbah Tajuk Akar (NTA) hari ke-30 berada di bagian
60
tengah dan Nisbah Tajuk Akar (NTA) hari ke-45 berada di bagian bawah. Pada
Gambar bagian atas (kiri) NTA hari ke-15 untuk perlakuan A (pupuk ABG) terlihat
bahwa pada tanah gambut (T1) parameter hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan A3
kemudian diikuti perlakuan A0 dan A1 dan yang terkecil perlakuan A2. Pada tanah
PMK (T2) parameter hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan A3, yang tertinggi
kedua
perlakuan
perlakuan A2. Pada tanah Alluvial (T3) parameter hasil tertinggi diperoleh pada
perlakuan A1, tertinggi kedua diperlakuan A0, tertinggi ketiga diperoleh pada
perlakuan A3 dan yang terendah diperoleh pada perlakuan A2.
Sedangkan Pada Gambar bagian atas (kanan) untuk perlakuan T (jenis
tanah) terlihat bahwa dengan tanpa pemberian pupuk ABG (A0) parameter hasil
tertinggi diperoleh pada perlakuan T2 kemudian diikuti perlakuan T1 dan yang
terkecil perlakuan T3. Dengan pemberian pupuk ABG 1 cc/l (A1) parameter hasil
tertinggi diperoleh pada perlakuan T3 kemudian diikuti perlakuan T2 dan yang
terkecil perlakuan T1. Dengan
memberikan nilai NTA rendah-rendah untuk semua jenis tanah, parameter hasil
tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 dan T2 dan yang terkecil perlakuan T3. Dengan
pemberian pupuk ABG 3 cc/l (A3) parameter hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan
T2 kemudian diikuti perlakuan T1 dan yang terkecil perlakuan T3. Dari hasil grafik
dapat disimpulkan bahwa nilai NTA sangat tidak berpengaruh atau merespon
terhadap pemberian pupuk ABG dosis 2 cc/l hal ini ditunjukkan dengan rendah-
61
rendahnya nilai NTA pada perlakuan ini baik pada grafik bagian kiri maupun grafik
bagian kanan.
Pada Gambar 4.10.c NTA hari ke-30 untuk perlakuan A (pupuk ABG)
terlihat bahwa pada tanah gambut (T1) parameter hasil tertinggi diperoleh pada
perlakuan A3, tertinggi kedua diperoleh pada perlakuan A1, tertinggi ketiga diperoleh
pada perlakuan A0 dan yang terkecil perlakuan A2. Pada tanah PMK (T2) parameter
hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan A2, yang tertinggi kedua perlakuan A1,
tertinggi ketiga perlakuan A0 dan yang terendah adalah perlakuan A3. Pada tanah
Alluvial (T3) parameter hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan A3, tertinggi kedua
diperoleh pada perlakuan A2, tertinggi ketiga diperoleh pada perlakuan A0 dan yang
terendah diperoleh pada perlakuan A1.
Pada Gambar 4.10.d. untuk perlakuan T (jenis tanah) terlihat bahwa
dengan tanpa pemberian pupuk ABG (A0) parameter hasil tertinggi diperoleh pada
perlakuan T1 kemudian diikuti perlakuan T2 dan yang terkecil perlakuan T3. Dengan
pemberian pupuk ABG 1 cc/l (A1) parameter hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan
T1 kemudian diikuti perlakuan T2 dan yang terkecil perlakuan T3. Dengan
pemberian pupuk ABG 2 cc/l (A2),
62
(anova) dan hasil parameter hasil yang menunjukkan bahwa pada perlakuan jenis
tanah ternyata memberikan nilai NTA yang lebih beragam.
Pada Gambar 4.10.e. NTA hari ke-45 untuk perlakuan A (pupuk ABG)
terlihat bahwa pada tanah gambut (T1) parameter hasil tertinggi diperoleh pada
perlakuan A2, tertinggi kedua diperoleh pada perlakuan A0, tertinggi ketiga diperoleh
pada perlakuan A1 dan yang terkecil perlakuan A3. Pada tanah PMK (T2) parameter
hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan A0, yang tertinggi kedua perlakuan A3,
tertinggi ketiga perlakuan A1 dan yang terendah adalah perlakuan A2. Pada tanah
Alluvial (T3) parameter hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan A1, tertinggi kedua
diperlakuan A3, tertinggi ketiga diperoleh pada perlakuan A0 dan yang terendah
diperoleh pada perlakuan A1.
Sedangkan Pada Gambar 4.10.f. NTA hari ke-45 untuk perlakuan T (jenis
tanah) terlihat bahwa dengan tanpa pemberian pupuk ABG (A0) parameter hasil
tertinggi diperoleh pada perlakuan T2 kemudian diikuti perlakuan T3 dan yang
terkecil perlakuan T1. Dengan pemberian pupuk ABG 1 cc/l (A1) parameter hasil
tertinggi diperoleh pada perlakuan T3 kemudian diikuti perlakuan T2 dan yang
terkecil perlakuan T1. Dengan pemberian pupuk ABG 2 cc/l (A2), parameter hasil
tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 diikuti perlakuan T2 dan yang terkecil
perlakuan T3. Dengan pemberian pupuk ABG 3 cc/l (A3) parameter hasil tertinggi
diperoleh pada perlakuan T3 kemudian diikuti perlakuan T2 dan yang terkecil
perlakuan T1.
63
64
meristem yang lembut dan mudah rusak. Meristem apikal pada akar memiliki 2 tugas,
yaitu ke arah bawah membentuk sel-sel pengganti tudung akar yang selalu terkelupas
akibat pergeseran dengan tanah dan ke arah atas menghasilkan sel-sel untuk
pertumbuhan primer seperti pada kuncup. Sel-sel yang bertanggung jawab terhadap
pertumbuhan primer ini tersusun oleh 3 lapisan meristem primer, dari arah luar
berturut-turut adalah protoderm, meristem dasar dan prokambium. Dalam
perkembangan selanjutnya protoderm akan berdeferensiasi menjadi epidermis akar,
meristem dasar yang merupakan lapisan paling tebal akan membentuk korteks akar,
sedangkan prokambium yang merupakan silinder paling dalam akan berkembang
menjadi jaringan vaskular.
Meristem apikal mempertahankan kelangsungan pertumbuhan akar
dengan terus menerus menambah sel pada ke 3 lapisan meristem primer tersebut.
Namun penambahan jumlah sel ini tidak secara nyata mengakibatkan pemanjangan
akar. Faktor yang lebih berperan dalam pemanjangan akar adalah pemanjangan
ukuran sel. Zona pemanjangan sel yang terletak di atas daerah meristem, sel-sel
mengalami penambahan ukuran sampai 10 kali dari panjang awalnya. Penambahan
ukuran panjang yang terjadi lebih besar dari penambahan lebar sel pada semua arah.
Ada kemungkinan hal ini berkaitan dengan posisi serabut selulosa yang merupakan
pita-pita paralel tersusun melintang pada sel. Penambahan panjang yang tidak
seimbang dengan pembesaran sel ini diduga akibat sel menyerap air sehingga
mengalami pembengkakan dan menyebabkan jarak antara pita-pita selulosa semakin
65
jarang. Hal ini menyebabkan sel bertambah panjang sementara pembesaran sel
terbatas oleh kemampuan meregang dari serabut selulosa tersebut .
Jaringan epidermis, korteks dan silinder pusat (berkas pembuluh) mulai
terbentuk pada lokasi yang disebut zona pendewasaan sel yang terletak disebelah atas
zona pemanjangan sel. Sel-sel dalam silinder pusat mengalami deferensiasi
membentuk jaringan vaskular yang terdiri dari xilem dan floem primer.
Jaringan yang terdapat pada bagian paling ujung dari tunas terminal
adalah meristem apikal yang berupa massa sel berbentuk kubah (dome). Jaringan
yang berada di bawahnya merupakan zona pemanjangan sel, akibat pemanjangan sel
di daerah ini meristem apikal terdorong ke atas. Namun dorongan tersebut tidak
mengangkut seluruh massa sel meristem apikal, sebagian sel meristem pada bagian
tepi tertinggal di bagian bawah, kemudian membentuk meristem pada tunas aksilar
yang berada pada daerah ketiak daun. Seperti juga pada akar, meristem apikal pada
batang juga berkembang membentuk 3 silinder jaringan. Sel-sel di sebelah bawah
zona pemanjangan sel mengalami deferensiasi membentuk ke 3 sistem jaringan
tumbuhan yakni jaringan epidermis, jaringan dasar serta sistem vaskular.
Pertumbuhan akar cabang lebih dominan daripada pertumbuhan tajuk. Hal
ini disebabkan karena pada hari ke-45 ini kandungan air sudah mulai berkurang
sehingga pertumbuhan tajuk terhambat dan pertumbuhan akar lebih dominan untuk
mencari dan menangkap kandungan air di dalam tanah.
66
GRAFIK BBB VS JB
60.00
BBB (g/tan)
50.00
y = 8.9057x - 7.5702
R2 = 0.8033
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
0
JB ( buah/tan)
67
5.1.KESIMPULAN :
Dari hasil penelitian yang diproses dapat disimpulkan ;
1. Perlakuan interaksi pemberian pupuk ABG dengan jenis tanah yang terbaik
terhadap pertumbuhan tanaman Okra ( Abelmoschus esculantus L ) pada penelitian
ini adalah pada perlakuan pemberian pupuk ABG 3 cc/l jenis tanah gambut
(A3T1).
2. Perlakuan pemberian pupuk ABG terhadap pertumbuhan tanaman Okra
( Abelmoschus esculantus L ) pada penelitian ini ternyata tidak berpengaruh nyata.
3. Perlakuan jenis tanah yang terbaik terhadap pertumbuhan tanaman Okra
( Abelmoschus esculantus L ) pada penelitian ini adalah Tanah Gambut.
5.2.SARAN :
Penelitian selanjutnya disarankan dengan menggunakan pemberian pupuk
ABG dengan interval dosis yang lebih tajam.
68
DAFTAR PUSTAKA
69
70