Sejarah Teater Jawa Barat
Sejarah Teater Jawa Barat
Sejarah Teater Jawa Barat
ini
masyarakat
secara
mulai
karena
perlahan
ditinggalkan
dianggap
menarik
tak
lagi.
ini
sangat
populer
dan
digemari
masyarakat
Yogyakarta.
Ketoprak Ringkes merupakan upaya memberi warna dalam kesenian ketoprak yang
sudah ada. Lakon cerita diambil dengan mengadaptasi situasi politk sosial yang sedang
menjadi perbincangan masyarakat sementara gaya pementasan dibawakan secara santai,
penuh dengan improvisasi. Kemasan pementasan ini membuat kesenian ini menjadi
sangat segar, lucu dan menarik.Tentu saja dengan sangat interaktif. Sedangkan
celotehan penonton dianggap sebagai apresiasi yang dapat direspon pemain diatas
panggung.
Antusias dan apresiasi terhadap kesenian ketoprak masih tinggi tetapi sponsor memang
belum melirik kesenian tradisional ini. Karena sudah banyak tergerus oleh budaya
elektronik
yang
serba
mudah
dan
instan.
tukang
kritik.
ujar
Susilo,
seorang
aktor
teater.
Senada dengan Susilo, seniman Ketoprak Nano Asmorondono juga menyatakan bahwa
dilihat dari asalnya, kesenian ketoprak lahir dari masyarakat bawah. Seiring dengan
perkembangan jaman, maka kesenian ini juga berubah sesuai dengan kondisi sosial
masyarakat. Oleh karena itu, pihaknya menyatakan bahwa keberlangsungan kesenian ini
tergantung bagaimana ia mampu beradaptasi dengan jamannya. Saya pikir lahirnya
banyak komunitas ketoprak dengan ciri masing-masing akan membuat kesneian ini akan
semakin dinamis, ujar Nano.
Nano tidak setuju jika lahirnya banyak komunitas Ketoprak Garapan seperti
Komunitas Tjontong dianggap melanggar pakem kesenian ketoprak. Sebab, dalam
pandangannya pakem ketoprak itu terletak pada roh kesenian itu sendiri. Pakem
ketoprak itu menurut saya terletak pada roh kesenian itu. Kalau ternyata ada komunitas
yang satu dengan yang lain berbeda, itu menurut saya hanya merupakan kemasan atau
gaya pementasan. Yang paling penting apapun gaya yang dimainkan, kesenian ini dapat
diterima dan dinikmati masyarakat. Jika itu sudah terpenuhi, saya rasa sudah cukup
Akan tetapi, perjuangan pekerja seni ketoprak dalam ngugemi (menjaga) nilainilai kearifan lokal (local wisdom) dan rekaman sejarah tak sebanding dengan apresiasi
yang diterima. Penggiat ketoprak senantiasa asing dari gelegar penghargaan kesenian
dan kebudayaan negeri ini.
Padahal, besarnya insentif (upah) penggiat ketoprak ditentukan banyaknya
pagelaran yang dijalani. Tanpa adanya panggilan pertunjukan, penghasilan penggiat
ketoprak akan berhenti total. Inilah tragedi kehidupan pekerja kesenian negeri, di tengah
agenda nasional dalam mengapresiasi khazanah kebudayaan bangsa.
Kesenian Ketoprak tumbuh di berbagai daerah di pulau Jawa. Umumnya, grup
kesenian ketoprak dapat ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Solo, Jogkakarta,
Semarang , Pati, Kediri dan Tulungagung menjadi lumbung grup kesenian ketoprak.
Grup ketoprak di berbagai daerah ini selain pentas di tobong (arena pertunjukan)
juga bermain menurut panggilan dari warga. Biasanya, panggilan pentas ketoprak
diadadakan dalam rangka sedekah bumi, slametan (upacara rasa syukur atas berkah
Tuhan), khitanan ataupun agenda haul tokoh desa (memberi penghormatan pada tokoh
desa) dan momentum lain. Agenda-agenda inilah yang menjadikan grup ketoprak dapat
bernafas lega.