Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Glaukoma Absolute Dan Keratopati Bulosa Dan Katarak Afrina

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26

1

MINI CEX
OD GLAUKOMA ABSOLUT DAN KERATOPATI BULOSA
OS GLAUKOMA SEKUNDERSUDUT TERTUTUP DAN KATARAK SENILIS
IMMATUR
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan melengkapi Salah Satu Syarat
Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit dr. Loekmono Hadi Kudus

Disusun oleh:
Afrina Lusia
01.210.6070
Pembimbing
dr. RosaliaSeptiana , Sp. M

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
GLAUKOMA
I.

Definisi
Glaukoma adalah neuropati optik yang disebabkan oleh tekanan intraocular (TIO)

yang relatif tinggi, yang ditandai oleh kelainan lapangan pandang yang khas dan atrofi papil
saraf optik. Pada keadaan ini TIO tidak harus selalu absolut tinggi, tetapi TIO relatif tinggi
untuk individu tersebut. Misalnya, untuk populasi normal, TIO sebesar 18 mmHg masih
normal, tetapi pada individu tertentu tekanan sebesar itu sudah dapat menyebabkan glaukoma
yang disebut glaukoma normotens atau glaucoma tekanan rendah.1
Glaukoma disebut sebagai pencuri penglihatan sebab pada sebagian besar kasus
glaukoma gejala sering tidak dirasakan penderita. Pada tahap awal, kerusakan terjadi pada
tepi lapang pandang sehingga penderita tidak menyadarinya, penderita akan terasa terganggu
jika kerusakan sudah mengenai lapangan pandang sentral dan pada saat itu penyakit sudah
terlanjur parah. Proses kerusakan saraf optik berjalan secara perlahan sampai akhirnya terjadi
kebutaan total. Akhirnya, penderita menjadi benar-benar buta. Glaukoma merupakan
penyebab kebutaan peringkat kedua di Indonesia setelah katarak. Kebutaan yang terjadi pada
glaucoma bersifat menetap, tidak seperti katarak yang bisa dipulihkan dengan pembedahan.
Maka hal yang sangat penting pada terapi glaucoma adalah deteksi dini sehingga tidak terjadi
kerusakan saraf optic yang semakin parah.1
II.

Anatomi dan Fisiologi


1. Bola Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. 2 Susunan bola mata
terdiri dari dinding bola mata, ruang mata dan isi bola mata. Dinding bola mata yang
tersusun atas tunika fibrosa (kornea dan sclera), tunika vaskulosa atau uvea (iris,
badan siliar dan koroid) dan tunika nervosa (retina dan epitel pigmen). Ruang mata
yaitu kamera okuli anterior, kamera okuli posterior dan ruang badan kaca. Isi bola
mata adalah humor aquous yang terdapat dalam kamera okuli anterior dan kamera
okuli posterior, korpus vitreum atau badan lirkaca dan lensa kristalina.3
2. Sudut Bilik Mata Depan

Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Sudut
kamera okuli anterior memiliki peran penting dalam drainase aqueous humor. Pada
bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan
pengaliran keluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam
bola mata sehinga tekanan bola mata meninggi atau glaukoma. Berdekatan dengan
sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schelmm, baji sklera, garis Schwalbe
dan jonjot iris.3
Lebar sudut ini berbeda pada setiap orang, dan memiliki peranan yang besar dalam
menentukan patomekanisme tipe glaukoma yang berbeda-beda. Struktur sudut ini
dapat dilihat dengan pemeriksaan gonioskopi. Hasilnya dibuat dalam bentuk grading,
dan sistem yang paling sering digunakan adalah sisten grading Shaffer.4
Berikut merupakan table yang menunjukkan grading sistem Shaffer 5
Grade

Lebar sudut

Konfigurasi

Kesempatan

Struktur

IV

35-45

Terbuka lebar

untuk menutup
Nihil

Gonioskopi
SL, TM, SS,

III
II

20-35
20

Terbuka
Sempit

Nihil
Mungkin

CBB
SL, TM, SS
SL, TM

10
0

(moderate)
Sangat sempit
Tertutup

Tinggi
Tertutup

Hanya SL
tidak tampak

I
0

pada

struktur
3. Humor Aquos
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor akueus dan
tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata.
Humor akueus adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera okuli anterior
dan posterior mata, yang berfungsi memberikan nutrisi dan oksigen pada kornea dan
lensa. Volumenya adalah sekitar 250 L dan kecepatan pembentukannya, yang
bervariasi diurnal adalah 1,5 2 L/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi
daripada plasma. Komposisi humor akueus serupa dengan plasma kecuali bahwa
cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi dan
protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.
Tabel Komposisi Humor Akuos

Sistem drainase aqueous humor terdiri dari dua jalur, yakni jalur trabekular
(konvensional) dan jalur uveoskleral. Jalur drainase terbanyak adalah trabekular yakni
sekitar 90% sedangkan melalui jalur uveoskleral hanya sekitar 10%. Pada jalur
trabekular, aliran aqueous akan melalui kamera posterior, kamera anterior, menuju
kanal Schlemm dan berakhir pada vena episkleral. Sedangkan jalur uveoskleral,
aqueous akan masuk ke ruang suprakoroidal dan dialirkan ke vena-vena pada badan
siliaris, koroid dan sklera.4

III.

Etiologi
Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi :
1. Glaukoma Primer
Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak diketahui penyebab yang jelas atau
idiopatik. Galukoma primer dibagi menjadi :

a.

Glaucoma sudut terbuka

Glaucoma sudut terbuka primer (glaukoma sudut terbuka kronik, glaukoma


sederhana kronik)

Glaucoma tekanan normal (galukoma tekanan rendah)

b. Glaucoma sudut tertutup

Akut

Subakut

Kronik

Iris plateu

2. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebabnya. Dapat disebabkan
atau dihubungkan dengan keadaan-keadaan atau penyakit yang telah diderita
sebelumnya atau pada saat itu.6
3. Glaukoma Kongenital

Primer atau infantile : epifora, fotofobia, mata besar, kornea buram

Menyertai penyakit congenital lainnya

4. Glaukoma Absolut
Merupakan stadium akhir glaucoma (sempit atau terbuka)

dimana sudah terjadi

kebutaan total akibat tekanan bola mata. Kornea keruh, bilik mata depan dangkal, papil
atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit

Patofisiologi Glaukoma
Tingginya tekanan intraokuler tergantung pada besarnya produksi aquoeus humor oleh
badan siliar dan pengaliran keluarnya. Besarnya aliran keluar aquoeus humor melalui
sudut bilik mata depan juga tergantung pada keadaan sudut bilik mata depan, keadaan
jalinan trabekulum, keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan vena episklera.

Gambar 2. Aliran Aqueous Humor


Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang daripada 20 mmHg pada pemeriksaan
dengan tonometer aplanasi. Pada tekanan lebih tinggi dari 20 mmHg yang juga disebut
hipertensi oculi dapat dicurigai adanya glaukoma. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg
pasien menderita glaukoma (tonometer Schiotz).3,6
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion
difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan
berkurangnya akson di saraf optikus. Iris dan korpus siliar juga menjadi atrofi, dan
prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin.6
Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cekungan optikus diduga disebabkan
oleh gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi berkas serabut saraf
pada papil saraf optik (gangguan terjadi pada cabang-cabang sirkulus Zinn-Haller),
diduga gangguan ini disebabkan oleh peninggian tekanan intraokuler. Tekanan
intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang merupakan
tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil saraf optik
relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi cekungan pada papil saraf optik
3,6

IV.

Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/ terbuka)
dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan
fungsi lanjut. Pada glaukoma absolut bilik mata dangkal, papil atrofi dengan
ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit
Dengan timbulnya setiap serangan yang tidak mendapat pengobatan, keadaan
menjadi bertambah buruk dan buta. Pada stadium ini tanda tanda kongesti tidak ada,
terkecuali injeksi episklera dan ijeksi perikornea. Kornea jernih dan keruh oleh
selpigmen dari iris endotel, sedikit insensitive. Pupil sangat lebar, warna kehijauan,

tak bergerak pada penyinaran. Iris mengalami atrofi, tipis dan berwarna kelabu. Pada
lensa dimungkinkan muncul katarak. Bilik mata depan dangkal dan mungkin keruh
dikarenakan sel pigmen iris. Pada tekanan intraokuler menjadi sangat tinggi. Fundus
ditemukan penggaungan dan atrofi dari papil syaraf optik.
Setelah glaukoma ini diderita beberapa lama, mata menjadi degenratif. Pada
sclera timbul stafiloma skllera anterior, pada daerah sclera antara korneadan ekuator
bola mata, yang berwarna biru. Korneanya keruh tertutup vesikel, yang kemudian
menjadi bleb. Bila bleb ini pecah, kemudian akan menjadi ulkus kornea, karena
terjadi infeksi sekunder dapat terjadi perforasi kornea, iridosiklitis endoftalmitis,
panoftalmitis, dan berakhir menjadi ptisis bulbi
Pengobatan glaukoma absolut dapat memberikan sinar beta pada badan siliar
untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan pengangkatan
bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit. Jika tidak
menimbulkan rasa sakit, dibiarkan saja. Pengobatan umumnya simtomatis, tekanan
bola mata diturunkan dengan diamox, pilokarpin, sedang untuk rasa sakitnya
diberikan analgetika dengan sedative
V.

Pemeriksaan

a) Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan


Bukan merupakan cara yang khusus untuk glaukoma, tetapi tetap penting, karena
ketajaman pengelihatan yang baik misalnya 6/6 belum berarti tidak ada glaukoma. Pada
glaukoma sudut terbuka, kerusakan saraf mata dimulai dari tepi lapang pandangan dan
lambat laun meluas ketengah. Dengan demikian pengelihatan sentral ( fungsi makula )
bertahan lama, walaupun pengelihatan perifer sudah tidak ada, sehingga penderita
tersebut seolah olah melihat melalui teropong ( tunnel vision )7
Pada glaukoma sudut tertutup, biasanya ditemukan penurunan visus, mata yang merah
b) Tonometri.
Alat ini berguna untuk menilai tekanan intraokular. Tekanan bola mata normal berkisar
antara 10-21 mmHg.8
Ada 3 macam Tonometri :7
a. Cara Digital
b. Cara Mekanis dengan Tonometer Schiotz
c. Tonometri dengan tonometer aplanasi dari Goldman
c) Gonioskopi.

Merupakan suatu cara untuk melihat lebar sempitnya sudut bilik mata depan. Dengan
gonioskopi dapat dibedakan glaukoma sudut tertutup atau sudut terbuka, juga dapat
dilihat apakah terdapat perlekatan iris bagian perifer, kedepan (peripheral synechiae
anterior). Dengan alat ini dapat pula diramalkan apakah suatu sudut akan mudah tertutup
dikemudian hari.7
d) Penilaian Diskus Optikus.
Dengan menggunakan opthalmoskop kita bisa mengukur rasio cekungan-diskus (cup per
disc ratio-CDR). Yang harus diperhatikan adalah papil, yang mengalami perubahan
penggaungan (cupping) dan degenerasi saraf optik (atrofi) Yang mungkin disebabkan oleh
beberapa faktor :
a. Peninggian TIO, mengakibatkan gangguan perdarahan pada papil, sehingga terjadi
degenerasi berkas-berkas serabut saraf pada papil saraf optik.
b. TIO, menekan pada bagian tengah optik yang mempunyai daya tahan terlemah
dari bola mata. Bagian tepi papil relatif lebih kuat dari bagian tengah sehingga
terjadi penggaungan pada papil ini.7
Tanda penggaungan ( Cupping ) :
Pinggir papil bagian temporal menipis. Ekskavasi melebar dan mendalam tergaung
sehingga dari depan tampak ekskavasi melebar, diameter vertikal, lebih besar dari
diameter horizontal. Bagian pembuluh darah ditengah papil tak jelas, pembuluh darah
seolah-olah menggantung di pinggir dan terdorong kearah nasal. Jika tekanan cukup
tinggi, akan terlihat pulsasi arteri.7
Tanda atrofi papil :
Termasuk atrofi primer, warna pucat, batas tegas. Lamina fibrosa tampak jelas.7
e)

Pemeriksaan Lapang Pandang.


Kelainan lapangan pandang pada glaukoma disebabkan adanya kerusakan serabut saraf.
Yang paling dini berupa skotoma relatif atau absolut yang terletak pada daerah 30 derajat
sentral. Bermacam macam skotoma dilapangan pandangan sentral ini bentuknya sesuai
dengan bentuk kerusakan dari serabut saraf.7

f)

Tes Provokasi
a. Untuk glaukoma sudut terbuka :

Tes minum air

Pressure congestion test

Kombinasi tes air minum dengan pressure congestion

Tes Steroid

b. Untuk glaukoma sudut tertutup :

Tes kamar gelap

Tes membaca

Tes midriasis

Tes bersujud

Perbedaan tekanan 8 mmHg antara sebelum test dan sesudah test dianggap menderita
glaukoma, harus mulai diberi terapi 7
Pada pemeriksaan glaukoma sudut tertutup didapatkan palpebra sapsme, konjungtiva
bulbi hiperemis, kornea keruh dan edema, KOA dangkal pada pemeriksaan
gonioskopi, pupil melebar (midriasis), refleks cahaya (-), lensa keruh (katarak
fleckten). TIO meningkat lebih dari 21mmHg, serta kehilangan lapang pandang yang
dimulai dari perifer ke sentral, sehingga penderita tersebut seolah olah melihat melalui
teropong (tunnel vision).
VI.

Terapi

Medika Mentosa
a) Menurunkan Produksi Humor Akuos
1. Beta blocker

Timolol Maleat
Obat ini tergolong dalam penyekat reseptor -2 yang menurunkan TIO dengan cara
mengurangi produksi cairan akuos oleh badan siliaris. Timolol merupakan penyekat -2
yang tidak selektif, bekerja juga pada resepor di jantung sehingga memperlambat denyut
jantung dan menurunkan tekanan darah serta menyebabkan konstriksi bronkus.Efek
samping pada mata dapat berupa conjungtivitis, blefaritis, keratititism sensitifitas kornea
yang menurun, gangguan penglihatan, keratopati pungtata superfisial, gejala sindroma
mata kering, diplopia, dan ptosis.Obat ini tidak boleh diberikan jika telah diketahui alergi
atau mempunyai kelainan yang merupakan kontraindikasi penyekat pada umumnya.
Obat yang tersedia dengan konsentrasi 0.1% (bentuk gel) diberikan sekali sehari dan
dengan konsentrasi 0.25%-0.5% (bentuk tetes mata), diberikan 2 kali sehari.9

Betaxolol

10

Betaxolol merupakan penyekat reseptor -1 selektif sehingga tidak menimbulkan efek


samping terhaap bronkus dan tidak menyebabkan bronkokonstriksi.Obat ini aman
digunakan pada penderita asma. Obat yang tersedia dalam benuk betaxolol hidroklorid
tetes mata dengan konsenrasi 0.25% dan 0.5% yang diberikan satu tetes, dua kali sehari.9
Efek samping penghambat beta antara lain hipotensi, bradikardi, brokokonstriksi
sehingga tidak boleh diberikan pada orang dengan riwayat asma.

2. Penghambat Anhidrase Carbonat (CAI)

Dorzolamide
Merupakan golongan carbonik anhidrase inhibitor topikal yang bersifat hidrofilik dan
dapat menembus kornea dan menuju badan siliar untuk menekan produksi cairan akuous.
Obat ini merupakan derivat sulfonamid non-bakteriostatik yang akan menghambat kerja
anhidrase karbonat pada badan siliar, memperlambat produksi bikarbonat, menurunkan
kadar sodium dan transport cairan sehingga produksi cairan aquous akan berkurang.
Dapat digunakan pada pasien dengan glaukoma sudut tertutup dan terbuka. Dapat
ditambahkan juga pada pasien yang tidak respon pada timolol maleat. Dosis yang
tersedia adalah Dorzolamide Hydrocloride 2% dalam bentuk tetes mata yang diberikan
sampai 3 kali sehari. Sediaan kombinasi dengan timolol maleat 0.5% dan bentuk tetes
mata dan diberikan dua kali sehari. Efek samping obat ini yang tercatat antara lain
gangguan pada indra pengecap, rasa terbakar dan gatal pada mata, hiperemis
kongjungtiva, mata kabur, keratitis pungtata superficial, rasa melayang, pusing,
insomnia, perubahan tingkah laku, vertigo, nyeri abdomen, nausea, alopesia, nyeri dada,
diare dan infeksi saluran kemih.

Brinzolamid
Obat ini juga tergolong dalam penghambat anhidrase karbonat yang bersifat sama dengan
dorsolamide, tetapi efek samping baik yang local maupun sistemik yang timbul lebih
ringan dibandingkan dengan dorsolamid. Dosis yang tersedia adalah brinzolamid 1%
tetes mata yang diberikan tiga kali sehari, dan obat ini tidak dapat diberikan bila pasien
ternyata hipersensitif terhadap brinzolamid atau zat pembawanya.

Metazolamide
Cara kerja sama seperti Asetazolamid tetapi lebih poten dan dapat menembus barier
darah 50 kali dibanding asetazolamid. Dapat digunakan juga sebagai terapi tambahan

11

obat anti glaukoma lain. Dosis yang tersedia 25mg, 50mg dalam bentuk tablet diberikan
3 kali sehari. Efek samping : rasa melayang, lelah yang berlebihan, gangguan GIT.
3. Agonis Adrenergik

Brimonidin
Obat ini menurunkan TIO dengan jalan mengurangi produksi humor akuos dan
menaikkan outflow uveusklera, sediaan yang tersedia adalah brimonidine 0,2% diberikan
2 kali setetes sehari. Obat ini kadang-kadang memberikan efek samping mulut kering,
hiperemi konjungtiva dan rasa panas dimata, sering digunakan sebagai pencegah
kenaikan TIO setelah tindakan laser trabekuloplasty, obat ini dapat diberikan bersama
timolol atau sebagai pengganti timolol, efek samping terhadap system kardiopulmonar
lebih kecil dibandingkan penghambat beta sehingga dapat diberikan kepada pasien
dengan kelainan paru atau kelainan jantung.

b) Menambah Pembuangan Humor Akuos


1. Pilokarpin
Pilokarpin merupakan obat golongan kolinergik yang menurunkan TIO dengan cara
menaikkan kemampuan aliran keluar cairan akuos melalui trabekulum meshwork.
Obat ini merangsang saraf parasimpatik sehingga menyebabkan kontraksi
m.longitudinalis ciliaris yang menarik taji sklera. Hal ini akan membuka anyaman
trabekulum sehingga meningkatkan aliran keluar. Selain itu, agen ini juga
menyebabkan kontraksi m.sfingter pupil sehingga terjadi miosis. Efek miosis ini akan
meyebabkan terbukanya sudut iridokornea pada glaukoma sudut tertutup. Pilokarpin
tidak boleh diberikan pada galukoma yang disebabkan oleh uveitis, glaukoma maligna
dan kasus alergi terhadap obat terebut. Efek samping penggunaan obat ini adalah
keratitis superfisialis pungtata, spasme otot siliaris yang menyebabkan rasa sakit pada
daerah alis, miopisasi, ablasio retina, katarak, toksik terhadap endotel kornea.
Pilokarpin tersedia dalam bentuk pilokarpin hidrokloride 0.25%-10% dan pilokarpin
nitrat 1%-4%.Pemberian dengan diteteskan 1-2 tetes, 3-4 kali sehari. Durasi obat ini
selama 4-6 jam.

2. Prostaglandin

12

Obat ini merupakan obat yang paling baru dengan titik tangkap pada aliran uveasklera
dengan menyebabkan relaksasi otot siliaris dan melebarkan celah antar fibril otot
sehingga aliran keluar humor akuos melalui jalur ini lebih banyak yang berakibat TIO
turun, obat ini sekarang merupakan terapi first line karena tidak mempunyai efek
samping sistemik dan mempunyai efektivitas tinggi dalam menurunkan TIO, hanya
masalah harga masih cukup tinggi. Pemakaian obat ini cukup satu kali tetes per hari,
efek samping terhadap mata yang sering adalah hiperemi konjungtiva, pemanjangan
bulu mata, pigmentasi iris dan warna kulit kelopak menjadi lebih gelap, obat yang
termasuk golongan ini adalah : Latanaprost 0,005%. Travaprost 0,004%, Bimatoprost
0,03% dan Unoprostone isopropyl 0,15%.
VII.

Komplikasi
Glaucoma absolute merupakan fase terakhir pada glaucoma, karena sudah terjadi
kebutaan irreversible. Sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan
pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris,
keadaan ini memberika rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.

VIII.

Prognosis
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir dari semua glaukoma maka pasien tidak
dapat disembuhkan namun pemberian obat tetes anti glaukoma dapat mengontrol tekanan
intraokular pada mata yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis
akan baik. Apabila proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar pasien glaukoma dapat
ditangani dengan baik.

KERATOPATI BULOSA

13

I.

DEFINISI
Keratopati Bulosa adalah pembengkakan kornea yang paling sering terjadi pada
usia lanjut.
Ada 2 macam keratopati bulosa:
1. Keratopati Bulosa Afakik : jika lensa alami telah diangkat dan tidak diganti
dengan lensa buatan
2. Keratopati Bulos Pseudofakik: jika lensa alami telah diganti oleh lensa
buatan.

II.

ANATOMI KORNEA

Gambar 1: Gambaran Kornea


Kornea adalah jaringan transparan tembus cahaya, menutupi bola mata bagian depan.
Kornea menempati 1/6 dari jaringan fibrosa bagian depan dari bola mata. Bagian anterior
dari kornea berbentuk elips dengan diameter horizontal 11,7 mm dan diameter vertikal 11
mm. Bagian posterior berbentuk sirkular dengan diameter rata-rata 11,5 mm. Kornea dewasa
rata-rata mempunyai tebal 0,52 mm di bagian tengah dan 0,65 mm di bagian perifer. Dari
anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda : lapisan epitel,
lapisan Bowman, stroma, membran Descment dan lapisan endotel.
Lapisan kornea
1. Epitel
- Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
-

tindih yang terdiri dari satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal

14

berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui
desmosom dan makula okluden.Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan
-

glukosa yang merupakan barrier.


Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi

gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.


Epitel berasal dari ektoderm permukaan.

2. Membran Bowman
- Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
-

tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Stroma
- Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur, sedangkan di bagian perifer
serat kolagen ini bercabang; terbentuknya serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma.
4. Membran Descement
- Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
-

dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.


Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
m.

5. Endotel
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, besar 20-40 m.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula
okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel
dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk
sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan
mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi

15

edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Pembiasan sinar terkuat dilakukan
oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk dilakukan oleh kornea.
III.

FISIOLOGI KORNEA

Kornea mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai medium refraksi dan untuk
memproteksi lensa intraokular. Kornea menjalankan dua fungsi utama ini dengan cara
mempertahankan sifat transparansi kornea dan pergantian dari jaringannya. Transparansi
kornea dimungkinkan oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur yang uniform yang
sifat deturgescence nya. Transparansi stroma dibentuk oleh pengaturan fisis special dari
komponen komponen fibril. Walaupun indeks refraksi dari masing masing fibril kolagen
berbeda dari substansi infibrilar, diameter yang kecil (300 A) dari fibril dan jarak yang kecil
diantara mereka (300 A) mengakibatkan pemisahan dan regularitas yang menyebabkan
sedikit

pembiasan

cahaya

dibandingkan

dengan

inhomogenitas

optikalnya.

Sifat

deturgescence di jaga dengan pompa bikarbonat aktif dari endotel dan fungsi barrier dari
epitel dan endotel. Kornea di jaga agar tetap berada pada keadaan basah dengan kadar air
sebanyak 78%.
Peran kornea dalam proses refraksi cahaya bagi penglihatan seseorang sangatlah penting.
Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 43,25 dioptri dari total 58,6 kekuatan
dioptri mata normal manusia, atau sekitar 74% dari seluruh kekuatan dioptri mata normal.
Hal ini mengakibatkan gangguan pada kornea dapat memberikan pengaruh yang cukup
signifikan dalam fungsi visus seseorang. Kornea merupakan struktur vital dari mata dan oleh
karenanya kornea sangat sensitif. Saraf saraf kornea masuk dari stroma kornea melalui
membran bowman dan berakhir secara bebas diantara sel sel epithelial serta tidak memiliki
selebung myelin lagi sekitar 2 3 mm dari limbus ke sentral kornea, sehingga menyebabkan
sensitifitas yang tinggi pada kornea.
Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus. Sensasi taktil
yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata. Setiap kerusakan pada kornea
(erosi, penetrasi benda asing atau keratokonjungtivitis ultraviolet) mengekspose ujung saraf
sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan
bola mata involunter. Trias yang terdiri atas penutupan mata involunter (blepharospasme),
refleks lakrimasi (epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya
cedera kornea.

16

Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur jaringan yang
braditrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti penyembuhannya juga lambat.
Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa) diperoleh dari 3 sumber, yaitu :

Difusi dari kapiler kapiler disekitarnya

Difusi dari humor aquous

Difusi dari film air mata

Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap lembut dan membantu
nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan kasar dan pasien akan melihat
gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat pada film air mata juga melindungi mata
dari infeksi.

IV. PENYEBAB
Kesehatan kornea berhubungan erat dengan jumlah sel endotelial. Sel endotelial
adalah sel sel yang terletak di kornea bagian belakang dan berfungsi memompa cairan dari
kornea sehingga kornea relatif tetap kering dan bersih. Sejalan dengan bertambahnya usia,
terjadi pengikisan sel-sel endotel yang terjadi secara bertahap. Kecepatan hilangnya sel
endotel ini berbeda pada setiap orang. Setiap pembedahan mata (termasuk operasi katarak
dengan atau tanpa pencangkokan lensa buatan), bisa menyebabkan berkurangnya jumlah sel
endotel. Jika cukup banyak sel endotel yang hilang, maka kornea bisa membengkak.
Peradangan intraokuler (uveitis) dan trauma pada mata juga bisa menyebabkan
hilangnya sel endotel sehingga meningkatkan resiko terjadinya keratopati bulosa.

V.GEJALA
Penglihatan penderita menjadi kabur, yang paling buruk dirasakan pada pagi hari
tetapi akan membaik pada siang hari. Ketika tidur kedua mata terpejam sehingga cairan
tertimbun di bawah kelopak mata dan kornea menjadi lebih basah. Jika mata dibuka, cairan
berlebihan ini akan menguap bersamaan dengan air mata.

Pada stadium lanjut akan

terbentuk lepuhan berisi cairan (bula) pada permukaan kornea. Jika bula ini pecah, akan
timbul nyeri yang hebat dan hal ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi kornea
(ulserasi).

17

VI.DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata. Dengan slit
lamp bisa diketahui adanya lepuhan, pembengkakan dan pembuluh darah di dalam stroma.
Untuk menghitung jumlah sel endotel bisa dilakukan pemeriksaan mikroskopi spekuler.
VII.PENGOBATAN
Tujuan pengobatan adalah mengurangi pembengkakan kornea. Karena itu diteteskan
larutan garam (natrium klorida 5%) untuk membantu menarik cairan dari kornea.
Jika tekanan di dalam mata meningkat, diberikan obat glaukoma untuk mengurangi tekanan
yang juga berfungsi meminimalkan pembengkakan kornea.
Jika bula pecah, diberikan obat anti peradangan, larutan natrium klorida 5%,
salep/tetes mata antibiotik, zat pelebar pupil dan lensa kontak yang diperban; guna
membantu

penyembuhan

permukaan

mata

dan

mengurangi

nyeri.

Jika penyakitnya berat dan tidak dapat diatasi dengan tindakan di atas, mungkin perlu
dipertimbangkan untuk menjalani pencangkokan kornea.

KATARAK
1. DEFINISI
Setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya. Biasanya
kekruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami
perubahan dalam waktu yang lama (Ilyas, S. 2007).

18

2. FAKTOR RISIKO
- Faktor individu
Faktor individu yang mempengaruhi diantaranya ras, keturunan dan usia pasien
- Faktor lingkungan
Bahan toksik dan merokok merupakan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
- Faktor nutrisi
Orang yang tinggal di daerah pegunungan banyak mengkonsumsi protein hewani
-

yang bisa menghambat katarak dengan jalan mencegah denaturasi protein


Faktor protektif
Faktor protektif diantaranya adalah keracunan obat dan penggunaan kortikosteroid
Beberapa penelitian menyatakan, bahwa katarak senilis dipercepat oleh beberapa

faktor antara lain : penyakit diabetes melitus, hipertensi dengan sistole naik 20 mmHg,
paparan sinar ultraviolet B dengan panjang gelombang antara 280-315 m lebih dari 12
jam, indeks masa badan lebih dari 27, asap rokok lebih dari 10 batang/hari baik perokok
aktif maupun pasif (Sheila et al, 1995; Glynn et al, 1995).
4. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Kekeruhan pada lensa dapat disebabkan oleh kelainan kongenital mata, trauma,
penyakit mata, proses usia atau degenerasi lensa, kelainan sistemik seperti diabetes melitus,
riwayat penggunaan obat-obatan steroid dan lainnya. Kerusakan oksidatif oleh paparan sinar
ultraviolet, rokok dan alkohol, dapat meningkatkan risiko terjadinya katarak (Ilyas, S. 2007).

19

5. GAMBARAN KLINIS
Seorang penderita katarak mungkin tidak menyadari telah mengalami gangguan katarak.
Katarak terjadi secara perlahan-lahan, sehingga penglihatan penderita terganggu secara
berangsur, karena umumnya katarak tumbuh sangat lambat dan tidak mempengaruhi daya
penglihatan sejak awal. Daya penglihatan baru terpengaruh setelah katarak berkembang
sekitar 3-5 tahun. Karena itu, pasien katarak biasanya menyadari penyakitnya setelah
memasuki stadium kritis (Ilyas S., 2007; Daniel V. et al, 2000).
Gejala umum gangguan katarak meliputi (Ilyas, S. 2007) :
-

Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek


Peka terhadap sinar atau cahaya
Dapat melihat ganda pada satu mata
Kesulitan untuk membaca
Lensa mata berubah menjadi buram

6. KLASIFIKASI KATARAK
Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan usia, letak kelainan pada lensa maupun
berdasarkan stadiumnya (Daniel V. et al, 2000).
a. Berdasarkan Usia
1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun
2. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia > 3 bulan tetapi kurang dari 9 tahun
3. Katarak senil, katarak setelah usia 50 tahun
b. Bedasarkan Letak
1. Katarak Nuklear
Katarak yang lokasinya terletak pada bagian tengah lensa atau nukleus. Nukleus
cenderung menjadi gelap dan keras (sklerosis), berubah dari jernih menjadi kuning
sampai coklat. Biasanya mulai timbul sekitar usia 60-70 tahun dan progresiviasnya
lambat. Bentuk ini merupakan bentuk yang paling banyak terjadi. Pandangan jauh lebih
dipengaruhin daripada pandangan dekat, bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih
baik, sulit menyetir pada malam hari. Penderita juga mengalami kesulitan membedakan
warna, terutama warna biru dan ungu (Daniel V. et al, 2000).
2. Katrak Kortikal
Katarak menyerang lapisan yang mengelilingi nukleus atau korteks, biasanya mulai
timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya lambat. Terdapat wedge-shape
opacities/cortical spokes atau gambaran seperti ruji. Banyak pada penderita DM,
dengan keluhan yang paling seringa yaitu penglihatan jauh dan dekat terganggu,
disertai penglihatan merasa silau (Daniel V. et al, 2000).

20

3. Katarak Subkapsularis Posterior


Bentuk ini terletak pada bagian belakang dari kapsul lensa. Katarak subkapsularis
posterior lebih sering pada kelompok usia lebih muda daripada katarak kortikal dan
katarak nuklear. Biasanya timbul pada usia sekitar 40-60 tahun dan progresivitasnya cepat,
bentuk ini lebih sering menyerang orang dengan diabetes obesitas atau pemakaian steroid
jangka panjang. Katarak ini menyebabkan kesulitan membaca, sulau, pandangan kabur
pada kondisi cahaya terang (Daniel V. et al, 2000)
c.

Berdasarkan Stadium (untuk katarak senilis)

1.

Katarak Insipien

Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti bercak-bercak yang
membentuk gerigi dengan dasar di perifer dan daerah jernih diantaranya, kekeruhan
biasanya terletak di korteks anterior dan posterior. Kekeruhan ini pada awalnya hanya
nampak jika pupil dilebarkan. Pada stadium ini, terdapat keluhan poliopia yang
disebabkan oleh indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini
kadang menetap untuk waktu yang lama (Ilyas, S. 2007).
2.

Katarak Imatur
Pada katarak imatur, terjadi kekeruhan yang
lebih tebal, tetapi belum mengenai semua
lapisan

lensa

sehingga

masih

terdapat

bagian-bagian yang jernih pada lensa.


Terjadi penambahan volume lensa akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa
yang degeneratif. Pada keadaan lensa yang mencembung akan dapat menimbulkan
hambatan pupil, mendorong iris ke depan, mengakibatkan bilik mata dangkal
sehingga terjadi glaukoma sekunder. Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow
test, maka akan terlihat bayangan iris pada lensa, sehingga hasil uji shadow test (+)
(Ilyas, S. 2007).
3.

Katarak Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air.
Masuknya air ke dalam lensa menyebabkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan
mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibandingkan dalam keadaan normal.

21

Katrak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan menyebabkan
miopia lentikular (Ilyas, S. 2007).
4.

Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai
seluruh lensa. Proses degenerasi yang berjalan
terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama
hasil disintegrasi melalui kapsul, sehingga lensa
kembali ke ukuran normal. Bilik mata depan
akan berukuran kedalaman normal kembali.
Tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga bayangan iris negatif
(Ilyas, S. 2007).

5.

Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa yang mengalami
degenarsi akan mencair dan keluar melalui kapsul lensa. Lensa menjadi mengecil dan
berwarna kuning. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal., maka
korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan sekantong susu dengan nukleus yang terbenam di korteks lensa. Uji
banyangan iris memberikan gambaran pseudopositif (Ilyas, S. 2007).

22

Tabel 1. Perbandingan Katarak Berdasarkan Stadium

7. DIAGNOSIS BANDING
1. Katarak Diabetik
Merupakan katarak yang terjadi akibat adanya penyakit diabetes melitus. Katarak
bilateral dapat terjadi karena gangguan sistemik, seperti salah satnnya pada penyakit
diabetes melitus. Katarak pada diabetes meluts dapat terjadi da;am 3 bentuk (Ilyas, S.
2007) :
-

Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata, pada lensa akan
terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila dehidrasi lama akan
terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang bila terjadi rehidrasi dan kadar gula
normal kembali

Pasien diabetes juvenile dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi katarak serentak pada
kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snow flake atau bentuk piring subkapsular

Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histopatologi dan
biokimia sama dengan katarak pasien non-diabetik

2. Katarak Komplikata
Merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang dan porses degenerasi
seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor intraokular, iskemia okular,
nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata (Ilyas, S.
2007).
Katarak komplikata dapat pula disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin, seperti
diabetes melitu, hipoparatiroid, galaktosemia dan miotonia distrofi, maupun disebabkan

23

oleh keracunan obat (tiotepa intravena, steroid lokal lama, steroid sistemik, oral
kontraseptik dan miotika antikolinesterase). Katarak komplikata memberikan tanda
khusus dimana kekeruhan dimulai di daerah bawah kapsul atau pada lapis korteks,
kekeruhan dapat difus, pungtata, linier, rosete, reticulum dan biasanya terlihat vakuol
(Ilyas, S. 2007)
3. Katarak Traumatik
Katarak jenis ini paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau
trauma tumpul terhadap bola mata. Sebagian besar katarak traumatik dapat dicegah
(Ilyas, S. 2007).
Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing, karena lubang pada kapsul
lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang-kadang corpus vitreum masuk dalam
struktur lensa. Pasien mengeluh penglihatan kabur secara mendadak. Mata menjadi
merah, lensa opak dan mungkin disertai terjadinya perdarahan intraokular. Apabila
humor aqueus atau korpus vitreum keluar dari mata, mata menjadi sangat lunak. Penyulit
adalah infeksi, uveitis, ablasio retina dan glaukoma (Ilyas, S. 2007).
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada katarak adalah tindakan pembedahan. Pengobatan yang diberikan
biasanya hanya memperlambat proses, tetapi tidak menghentikan proses degenerasi
lensa. Beberapa obat-obatan yang digunakan untuk menghambat proses katarak adalah
vitamin dosis tinggi, kalsium sistein maupun iodium tetes (Ilyas, S. 2007).
Tindakan pembedahan dilakukan dengan indikasi :
a. Indikasi Optik : pasien mengeluh gangguan penglihatan yang mengganggu
kehidupan sehari-hari, dapat dilakukan operasi katarak
b. Indikasi Medis : kondisi katarak harus dioperasi diantaranya katarak hipermatur,
lensa

yang

menginduksi

uveitis,

dislokasi/subluksasi

lensa,

benda

asing

intraretikuler, retinopati diabetik, ablasio retina atau patologi segnen posterior


lainnya.
c. Indikasi Kosmetik : jika kehilangan penglihatan bersifat permanen karena kelainan
retina atau saraf optik, tetapi leukokoria yang diakibatkan katarak tidak dapat
diterima pasien, operasi dapat dilakukan meskipun tidak dapat mengembalikan
penglihatan.
Pembedahan katarak dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya yaitu :
a. EKIK (Ekstraksi Katarak Intra Kapsular)

24

Ekstraksi jenis ini merupakan tindakan bedah yang umum dilakukan pada
katarak senil. lensa beserta kapsulnya dikeluarkan dengan memutus zonula Zinn yang
telah mengalami degenerasi. Pada saat ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang
dilakukan (Ilyas, S. 2007).
b. EKEK (Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular)
Lensa diangkat dengan meninggalkan kapsul, untuk memperlunak lensa
sehingga mempermudah pengambilan lensa melalui sayatan yang kecil, digunakan
gelombang suara berfrekuensi tinggi (fakoemulsifikasi). Termasuk kedalam
golongan ini ekstraksi linear, aspirasi dan irigasi. Pembedahan ini dilakukan pada
pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti,
implantasi lensa intra okular, kemungkinan akan dilakukan bedah gloukoma, mata
dengan presdiposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata
mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid makular edema, pasca bedah ablasi,
untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps
badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya
katarak sekunder (Ilyas, S. 2007).
c. Fakoemulsifikasi
Ekstraksi lensa dengan fakoemulsifikasi, yaitu teknik operasi katarak modern
menggunakan gel, suara berfrekuensi tinggi dengan sayatan 3 mm pada sisi kornea.
Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3 mm) di kornea.
Getaran ultrasonik akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin
phaco akan menyedot massa katarak yang telah hancur tersebut sampai bersih.
Sebuah lensa intra ocular (IOL) yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan
tersebut. Untuk lensa lipat (foldable lens) membutuhkan insisi sekitar 2,8 mm,
sedangkan untuk lensa tidak lipat insisi sekitar 6 mm. Karena insisi yang kecil untuk
foldable lens, maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang
memungkinkan dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.
Indikasi teknik fakoemulsifikasi berupa calon terbaik pasien muda (40-50
tahun), tidak mempunyai penyakit endotel, bilik mata dalam, pupil dapat dilebarkan
hingga 7 mm. Kontraindikasinya berupa tidak terdapat hal-hal salah satu di atas,
luksasi atau subluksasi lensa. Prosedurnya dengan getaran yang terkendali sehingga
insidens prolaps menurun. Insisi yang dilakukan kecil sehingga insiden terjadinya
astigmat berkurang dan edema dapat terlokalisasi, rehabilitasi pasca bedahnya cepat,
waktu operasi yang relatif lebih cepat, mudah dilakukan pada katarak hipermatur.

25

Tekanan intraokuler yang terkontrol sehingga prolaps iris, perdarahan ekspulsif


jarang. Kerugiannya berupa dapat terjadinya katarak sekunder sama seperti pada
teknik EKEK, alat yang mahal, pupil harus terus dipertahankan lebar, endotel loss
yang besar (Ilyas, S. 2007).

26

Daftar Pustaka
1. Suhardjo. Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Jogjakarta; Bagian Ilmu Penyakit Mata FK
Universitas Gadjah Mada; 2007; pp 147-68.
2. Hartono. Buku Saku Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. Bola Mata. Jogjakarta;
Rasmedia Grafika Bagian Ilmu Penyakit Mata FK Universitas Gadjah Mada; 2012.
P3.
3. Ilyas S, Tanzil M, Salamun, Azhar Z. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. 2000. hal : 155-72
4. Khurana, A.K. Comprehensive Opthalmology. 4th edition. New Age International (P)
limited. New Delhi. 2007. Hal 205-208
5. Barbara C, Marsh, Louis B, Cantor. The speath Gonioscopic Grading System. Last
updated

maret

2014.

Available

from

http://www.glaucomatoday.com/art/0505/clinstrat.pdf.
6. Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika.
Jakarta. 2000.hal : 212-38.
7. Rosita

CE.

Glaukoma.

Last

updated

2014.

Available

from

http://www.scribd.com/doc/35013418/refrat-mata-revis
8. Glaukoma.

Last

updated

2014.

Available

from

http://www.klikdokter.com/illness/detail/36
9. Ilyas S., Mailangkay HB., Taim H., Saman RR, Simarmata, Widodo P.S. Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum Dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi 2. Jakarta;
Sagung Seto; 2010; Pp 239-62.
10. Ilyas S. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009. Hal 319
330.
11. Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. 2011. Hal 34 -36.
12. R, Melvin Bullous Keratophaty. Merck Manual Home Health Handbook. 2012

Anda mungkin juga menyukai