Makalah Sensor Bab 5 Kelompok 2
Makalah Sensor Bab 5 Kelompok 2
Makalah Sensor Bab 5 Kelompok 2
Oleh:
Kelompok 2
1. Khanza Jamalina Bodi 11213004
2. Rifki Muhammad Rizki 11213005
3. Tuah Fredy Yap 11213006
4. Elisa Frederica Siburian 11213007
E merupakan nilai emf dari sel dan S adalah kemiringan dari kurva kalibrasi. Untuk
menggambarkan respon Nernstian secara termodinamika, parameter yang harus digunakan
adalah aktifitas ion, bukan konsentrasi ion. Hubungan antara konsentrasi ion dan aktivitas
ion adalah:
dihitung berdasarkan teori Debye-Huckel. Teori dapat menjelaskan efek dari interaksi
ion di dalam larutan. Persamaan Debye-Huckel adalah sebagai berikut:
A dan B merupakan konstanta yang bernilai 0,51 dan 3,3 x 107 pada suhu 298 K, a
adalah parameter dari ukuran ion yang dapat dilihat pada tabel 5.1, dan z adalah muatan ion.
Kekuatan ion (ionic strength), I, adalah total semua ion yang berada pada larutan yang
dibobotkan berdasarkan besar muatan. I dinyatakan dengan persamaan:
5.1.2 Kurva Kalibrasi
Ketika akan menggunakan kurva kalibrasi dalam mempelajari ESI, beberapa hal penting
yang harus diperhatikan adalah:
1. Kemiringan dari kurva kalibrasi bersifat Nernstian apabila S bernilai 59.l/z mV(( 1-
2) mV). Untuk nilai yang lebih kecil, S disebut bersifat sub-Nernstian dan untuk nilai
yang lebih besar disebut hyper-Nernstian. Untuk meningkatkan kinerja elektroda,
dapat dilakukan dengan mengkondisikan elektroda selama 1 sampai 2 jam pada
larutan berisi ion yang akan diukur.
2. Rentang nilai linear pada kurva biasanya berada antara 10-5 M dan 10-1 (tergantung
dengan jenis ion), hal ini menyebabkan ESI cocok pada berbagai lingkungan,
termasuk lingkungan biologis.
3. Apabila nilai berada dibawah 10-5 M, maka akan terdapat lekukan pada kurva, karena
ESI mencapai batas kesensitifan terhadap analit, atau ESI dapat mendeteksi
gangguan dari ion lainnya.
4. Untuk meningkatkan kinerja elektroda, sebelum membuat kurva kalibrasi ESI
terlebih dahulu diletakkan pada larutan yang akan dideteksi dengan konsentrasi 0,01
M selama 1 sampai 2 jam, diikuti dengan deionisasi menggunakan air selama
setengah jam.
5. Kriteria stabilitas ESI adalah tegangan yang tidak bervariasi lebih dari 0,1 mV
selama 60 detik. Pada saat konsentrasi larutan rendah, dibutuhkan standarisasi
kriteria yang lebih baik, seperti stabilitas tegangan yang tidak bervariasi lebih dari
0,1 mV selama 120 s. Sebagai contohnya elektroda fluorida yang membutuhkan
waktu 15 hingga 30 menit untuk mencapai kondisi steady state dengan konsentrasi
0,1 mg dm-3.
6. Efek dari interferensi ion lain dapat dideksripsikan dengan persamaan Nicholskii-
Eisenman.
Terdapat jenis ESI membran kaca lainnya yang berfungsi untuk mengukur Na+, Li+,
K+, dan Ag+.
Konsentrasi amonium klorida yang tinggi akan menjaga konsentrasi ion amonium tetap
konstan. Jadi logaritma dari konsenttrasi amonia berbanding lurus dengan pH larutan. Hal ini
juga berlaku bagi elektroda lainnya seperti elektroda untuk SO2, NO2, dan H2S.
Pada biosensor, elektroda yang paling sering digunakan adalah elektroda H+, NH4+, dan
NH3, yang semuanya dibuat berdasarkan prinsip pengukuran pH. Terkadang juga digunakan
elektroda lainnya seperti CO2, I- dan S2-. Pada tabel 5.2 terdapat beberapa ontoh sensor gas.
5.2 Biosensor Potensiometri
5.2.1 Biosensor Potensiometri yang Berkaitan dengan pH
Biosensor tipe ini merupakan biosensor potensiometri yang paling sederhana, dan dapat
diaplikasikan pada setiap sistem yang melibatkan perubahan pH akibat suatu reaksi kimia.
Enzim yang cocok dengan analit harus diimobilisasi terlebih dahulu pada elektroda pH untuk
membuat sensor. Terdapat banyak contoh dari sensor ini. Sama seperti elektroda pH yang
konvensional, Tipe biosensor ini diadaptasi untuk digunakan bersamaan dengan field-effect
transistors (FETs).
5.2.1.1 Penisilin
5.2.1.2 Glukosa
Karena asam glukonat terdapat pada produk, maka terjadi perubahan pH dalam reaksi
ini. Sehingga pengukuran pH dapat dilakukan melalui reaksi:
5.2.1.3 Urea
Urea merupakan analit penting pertama yang dapat dideteksi oleh biosensor
potensiometri. Pada sistem ini, urea dihidrolisis oleh enzim urease yang ditemukan
pada kacang polong, dengan reaksi kimia:
Analisis dapat dilakukan dengan banyak cara. Dengan bantuan buffer yang cocok,
seperti histidin, pH dapat diukur dengan menggunakan elektroda pH ataupun pH
meter. Enzim dapat diimobilisasi pada elektroda pH dengan menggunakan gelatin dan
glutaraldehid. Metode yang lebih sederhana, meskipun kurang bisa terpercaya, adalah
dengan menggunakan elerktroda platina yang dilapisi polipirol.
Sensor ini sangat selektif, namun memiliki jangkauan yang rendah dan respon yang
lambat.
5.2.2.4 Adenosin
Pada sistem sensor ini, terdapat ikatan silang (cross link) enzim adenosin-deaminase
dengan glutaraldehid pada elektrode amonia.
5.2.2.5 Aspartam
5.2.3.1 Urea
5.2.3.2 Digoxin
Digosin adalah glikosida jantung yang telah dimurnikan mirip dengan ekstrak digitoxin dari
tanaman foxglove. Digoxin kadang-kadang digunakan dalam pengobatan penyakit jantung,
yaitu atrial fibrilasi, atrial flutter dan kadang-kadang gagal jantung yang tidak dapat
dikendalikan oleh obat lain.
Digoxin adalah manik-manik polistrirena. Sampel digosin di tambahankan bersamaan dengan
antibodi peroksidase. Kompleks peroksidase lalu bereaksi dengan pyrogallol dan hidrogen
peroksida dan diukur jumlah karbon dioksida yang dihasilkannya :
5.2.4 Iodine-Selective
Analit yang digunkan untuk Ion selektif iodin adalah sebagai berikut :
5.2.4.1 Glukosa
5.2.4.2 Penilalanin
L-aminooxidase (LAO) dan peroksidase (PO) adalah co-immobilize pada gel poliacrilamid
pada permukaan elektrode iodid.
5.2.4.3 Oestradiol
Oestradiol adalah potensiometrik immunoassay (tes biokimia untuk mengukur konsentrasi
makromolekul dalam larutan menggunakan antibodi). Anti-17 -oestradiol adalah
immobilized pada membran gelatin dengan permukaan elektrode ion selektif iodid.
.
Gambar 5.24 Menentukan Oestradiol-17 menggunakan modifikasi elektrode iodid antibodi :
(a) mekanisme reaksi , (b) grafik kalibrasi hasil yang sesuai dengan potensi pada fungsi
konsentrasi.
membran ini lebih spesifik, tapi pada kasus ini sianida mengganggu kerja elektrode.
5.3 Amperometric Sensors
Amperometri dalam kimia dan biokimia berfungsi untuk mendeteksi ion dalam
larutan berdasarkan aliran arus atau perubahan arus listrik.
Gambar 5.6. Sekema kerja dari biosensor amperometri. Tegangan diberikan di antara katoda
platinium yang ada di tengah dan anoda perak yang berbentuk gelang. Hal ini menghasilkan
arus listrik antara elektroda yang membuat larutan menjadi jenuh oleh KCl. Elektoda yang
berbeda ini terpisahkan dari biokatasi (di sini adalah glukosa oksidasi, GOD) oleh membran
plastik tipis, hanya permeabel terhadap oksigen. Larutan analit terpisahkan juga dari
biokatalis oleh membran lain, permeabel terhadap suatu substrat dan produk.
Beberapa jenis biosensor yang telah di kembangkan menggunakan oksidasi dan oksigen
terdapat pada tabel 5.3
Tabel 5.3 Beberapa contoh oksidasi yang digunakan dalam biosensor.
No. Analit Enzim Waktu Respons Stability (hari)
1 Glukos Glukosa oksidasi 2 >30
2 Cholesterol Cholesterol Oksidase 3 7
3 Monoamines Monoamines Oksidase 4 14
4 Oksalat Oksalat oksidasi 4 60
5 Laktat Laktat Oksidase - -
6 Formaldehid Aldehidy oksidasi - -
7 Etanol Alkohol Oksidase - -
8 Glikollat Glycollat oksidasi - -
9 NADH NADH Oksidase - -
Gambar 5.8 Skema elektroda glukosa tipe Clark, yang menggunakan dua membran; a.
Anoda Ag; Katoda Pt; c dan d cingcin karet; e. Gel elektrolit; f. Membran teflon; g.
Glukosa oksidasie pada hasil nylon.
5.3.4 Second Generation Mediators
Mediator adalah reduktor yang reversibel, memiliki potensial oksidasi yang tepat dan
konsentrasinya dapat di kontrol. Banyak Mediator Perbasi besi, baik itu berbentuk ion atau
pun kompleks :
( ) ( )
Ion besi (III) bukan mediator yang baik, tapi semua mediator berawal dari sini.
Banyak kompleks yang digunkan sebagai mediator, namun Mediator paling baik adalah
kompleks ferrocene (Fc) yang memiliki struktur pada gambar 5.9. Contoh operasi mediator
tipe ferrocene :
Gambar 5.26 Mekanisme operasi biosensor untuk glukosa yang di mediasi oleh ferrocene
Sebenarnya glukosa di oksidasi oleh FAD yang akan berubah menjadi FADH2. Re-
oksidasi FAd dilakukan oleh Fc+ yang sebelumnya di oksidasi langsung oleh elektroda dari
Fc menjadi Fc+ sesuai dengan gambar.
Mediator dapat di klasifikasikan menjadi mediator alami dan mediator buatan. Jenisa-jenis
mediator ini di terangkan oleh tabel 5.3
Efek dari mediator dapat dipelajari dari siklus siklik voltammetry, dan bisa mendapatkan
estimasi konstanta laju reaksi
Gambar 5.10 Beberapa contoh mediator alami dan buatan menggunakan reaksi oksidasi.
Gambar 5.11 siklus kataltik siklik voltamogram dari (A) ferrocene asam monokarboksilat
dengan adanya glukosa, dan (B) sistem yang sama, tapi dengan tambahan glukosa oksidasi.
5.3.4.1 Formaso Biosensor menggunakan mediator
Gambar 5.12 Skema elektroda pasta karbon, untuk digunakan sebagai mediator untuk
aplikasi biosensor.
5.3.6 NADH/NAD+
Nicotinamide-adenine dinucleotide adalah kofaktor yang umum digunakan dalam
proses-proses biokimia. Penambahan reaksi transfer hidrogen dengan reaksi enzim
dapat ditulis dengan persamaan reaksi:
NAD+ + RRCHOH NADH + RRC=O + H+
Struktur NADH dan bentuk redoksnya dapat dilihat pada gambar 5.14(a) dengan
reaksi oksidasi-reduksi dan dimerisasi pada gambar 5.14(b)
Gambar 5.14 (a) Struktur NAD dan Bentuk-bentuk Tereduksinya yaitu NADH, (b) Reaksi
Oksidasi-Reduksi dan Dimerisasi NADH-NAD
5.3.7.3 Kolesterol
Terlalu banyak kolesterol dalam tubuh diduga berhubungan dengan penyakit
jantung, dan karena itu pemantauan kolesterol dalam darah menjadi pemeriksaan
kesehatan yang rutin dilakukan. Prosedur yang ada saat ini cukup rumit, oleh karena
itu teknik biosensor akan sangat berguna untuk dikembangkan. Ada tiga pendekatan
yang mungkin dilakukan dan semuanya melibatkan Ferrocene sebagai mediator.
Pendekatan pertama melibatkan NAD+ - NADH, diaphorase dan Ferrocene ke dalam
elektroda (Gambar 5.17). Pendekatan kedua menggunakan oksigen yang pertama kali
dikonversi menjadi hidrogen peroksida (Gambar 5.18). Pendekatan ketiga
menambahkan kolesterol oksidase secara langsung ke Ferrocene.
Gambar 5.17 Jalur Reaksi Biosensor Menggunakan NAD+ - NADH, Diaphorase dan
Ferrocene
Gambar 5.18 Jalur Reaksi Biosensor Menggunakan Oksigen, Peroksida dan
Ferrocene untuk Analisis kolesterol
5.3.7.4 Fosfat
Glukosa-6-fosfat dihidrolisis dengan asam fosfat (AP) menjadi asam fosforik
dan glukosa, yang dapat ditentukan dengan biosensor glukosa (Gambar 5.10).
5.3.7.5 Pati
Pati dipecah oleh enzim alfa-amilase untuk menghasilkan dekstrin dan
maltosa. Glukoamilase akan memecah maltosa menjadi glukosa, yang dapat
ditentukan dengan biosensor glukosa. Metode yang biasa digunakan adalah dengan
mengukur hidrogen peroksida yang dihasilkan dari reaksi oksidasi oksigen-glukosa,
menggunakan glukosa dalam elektroda.
5.3.7.6 Etanol
Etanol merupakan target analit yang penting karena kebutuhan pemantauan
kadar alkohol darah. Beberapa metode telah dikembangkan untuk analisis etanol
seperti penggunaan sensor mikrobiologi, yaitu Acetobacter xyliniurn atau
Trichosporon brassicae. Kedua bakteri ini mengatalis oksidasi etanol menjadi asam
asetat dengan reaksi:
A.xylinium
Etanol + O2 Asam Asetat + H2O
5.3.7.7 Aspirin
Di dalam darah, aspirin (asam asetilsalisilik) dikonversi menjadi asam salisilik
oleh hati. Metode konvensional dalam penentuan asam salisilik adalah pengukuran
kompleks yang terbentuk menggunakan spektrofotometri.
5.3.7.8 Parasetamol
Parasetamol dapat dioksidasi secara langsung pada elektroda karbon. Enzim
aryl-acylamidase akan mengatalis hidrolisis parasetamol menjadi p-aminofenol, yang
kemudian dapat dioksidasi secara elektrokimia. Skema dari reaksi ini dapat dilihat
pada gambar 5.20.
Gambar 5.20 Skema reaksi untuk enzim aryl-acylamidase pada hidrolisis dan
oksidasi parasetamol
5.3.8.1 Oksigen
Pengukuran oksigen banyak diaplikasikan dalam bidang medis, industri
otomotif, uji air, dan industri logam. Jenis paling sederhana dari sensor oksigen
amperometri didasarkan pada prinsip grafik dan telah dikembangkan menjadi
elektroda Clark yang telah banyak dikenal. Versi komersial dari elektroda ini
digunakan dalam industri otomotif (Gambar 5.21).
Gambar 5.21 Skema sensor yang terkontrol difusi dan dibatasi arus
Dalam sensor ini, keramik elektrolit padat dibuat dari ZrO2/Y2O3 atau CaO
yang dilapisi dengan elektroda platina. Yang diukur adalah tegangan sepanjang
elektroda dan arus terbatas difusi yang berbanding lurus dengan konsentrasi oksigen.
Sulfur dioksida memiliki potensial redoks sekitar 750 mV yang lebih katodik daripada
oksigen sehingga tidak akan menginterferensi. Namun, gas seperti nitrit oksida (NO)
atau klorin, yang memiliki potensial redoks lebih anodik daripada oksigen dapat
menginterferensi meskipun biasanya hanya ada dalam jumlah sedikit (kecuali
mungkin ketika klorin digunakan untuk mendisinfeksi air minum). Membran selektif
dapat menolong untuk memfilter gas-gas yang menginterferensi. Dalam aplikasi
medis, nitrous oxide atau halothane dapat berpotensi menginterferensi.
Skema tersebut telah direvisi untuk mengukur nitrous oxide dan oksigen
bersama-sama, dengan menerapkan successive polarizing pulses pada -0,65 dan -1,45
V. Arus pada -0,65 V berbanding lurus dengan konsentrasi oksigen, sementara itu
pada -1,45 V berbanding lurus dengan konsentrasi total gas. Sehingga, dengan
substraksi bisa didapatkan konsentrasi nitrous oxide.
5.3.8.3 Halothane
Potensial reduksi halothane pada elektroda perak (-0,43 V) terlalu dekat
dengan oksigen (-0,56 V) untuk menggunakan metode yang sama seperti untuk
campuran O2 dan N2). Namun, pada waktu yang singkat reduksi halothane sangat
lambat (di bawah kontrol kinetik), sementara oksigen direduksi pada kondisi
terkontrol difusi pada semua waktu dari <20 sampai >50 ms. Pada waktu yang lebih
lama, reduksi halothane menjadi terkontrol difusi:
Pulse tunggal pada -1,45 V diterapkan dan arus disampel pada dua zona waktu dari
<20 sampai >50 ms. Analisis perolehan data konsentrasi oksigen dan halothane pada
campuran.