Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Makalah Sensor Bab 5 Kelompok 2

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH SENSOR DAN INSTRUMENTASI SISTEM HAYATI

Sensor Elektrokimia dan Biosensor

Oleh:
Kelompok 2
1. Khanza Jamalina Bodi 11213004
2. Rifki Muhammad Rizki 11213005
3. Tuah Fredy Yap 11213006
4. Elisa Frederica Siburian 11213007

Tanggal Pengumpulan : 24 November 2015


Dosen : Dr. Eng. M. Miftahul Munir

PROGRAM STUDI REKAYASA HAYATI


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2015
Sensor Elektrokimia dan Biosensor

5.1 Sensor Potensiometri Elektroda Selektif Ion (ESI)


5.1.1 Konsentrasi dan Aktivitas
Elektroda Selektif Ion (ESI) atau Ion Selective Electrode (ISE) bekerja berdasarkan
prinsip konsentrasi sel elektrokimia. Sel elektrokimia yang terhubung pada sebuah membran
mengandung setengah-sel elektroda pada masing-masing sel, dan merespon secara berbeda
pada berbagai konsentrasi analit . Membran bersifat selektif, artinya merespon lebih pada ion
analit daripada ion lainnya. Hubungan antara emf (electromotive force) sel dan konsentrasi
analit digambarkan pada persamaan Nernst, sacara umum dituliskan sebagai berikut:

E merupakan nilai emf dari sel dan S adalah kemiringan dari kurva kalibrasi. Untuk
menggambarkan respon Nernstian secara termodinamika, parameter yang harus digunakan
adalah aktifitas ion, bukan konsentrasi ion. Hubungan antara konsentrasi ion dan aktivitas
ion adalah:

dihitung berdasarkan teori Debye-Huckel. Teori dapat menjelaskan efek dari interaksi
ion di dalam larutan. Persamaan Debye-Huckel adalah sebagai berikut:

A dan B merupakan konstanta yang bernilai 0,51 dan 3,3 x 107 pada suhu 298 K, a
adalah parameter dari ukuran ion yang dapat dilihat pada tabel 5.1, dan z adalah muatan ion.
Kekuatan ion (ionic strength), I, adalah total semua ion yang berada pada larutan yang
dibobotkan berdasarkan besar muatan. I dinyatakan dengan persamaan:
5.1.2 Kurva Kalibrasi
Ketika akan menggunakan kurva kalibrasi dalam mempelajari ESI, beberapa hal penting
yang harus diperhatikan adalah:
1. Kemiringan dari kurva kalibrasi bersifat Nernstian apabila S bernilai 59.l/z mV(( 1-
2) mV). Untuk nilai yang lebih kecil, S disebut bersifat sub-Nernstian dan untuk nilai
yang lebih besar disebut hyper-Nernstian. Untuk meningkatkan kinerja elektroda,
dapat dilakukan dengan mengkondisikan elektroda selama 1 sampai 2 jam pada
larutan berisi ion yang akan diukur.
2. Rentang nilai linear pada kurva biasanya berada antara 10-5 M dan 10-1 (tergantung
dengan jenis ion), hal ini menyebabkan ESI cocok pada berbagai lingkungan,
termasuk lingkungan biologis.
3. Apabila nilai berada dibawah 10-5 M, maka akan terdapat lekukan pada kurva, karena
ESI mencapai batas kesensitifan terhadap analit, atau ESI dapat mendeteksi
gangguan dari ion lainnya.
4. Untuk meningkatkan kinerja elektroda, sebelum membuat kurva kalibrasi ESI
terlebih dahulu diletakkan pada larutan yang akan dideteksi dengan konsentrasi 0,01
M selama 1 sampai 2 jam, diikuti dengan deionisasi menggunakan air selama
setengah jam.
5. Kriteria stabilitas ESI adalah tegangan yang tidak bervariasi lebih dari 0,1 mV
selama 60 detik. Pada saat konsentrasi larutan rendah, dibutuhkan standarisasi
kriteria yang lebih baik, seperti stabilitas tegangan yang tidak bervariasi lebih dari
0,1 mV selama 120 s. Sebagai contohnya elektroda fluorida yang membutuhkan
waktu 15 hingga 30 menit untuk mencapai kondisi steady state dengan konsentrasi
0,1 mg dm-3.
6. Efek dari interferensi ion lain dapat dideksripsikan dengan persamaan Nicholskii-
Eisenman.

5.1.3 Contoh Elektroda Selektif Ion (ESI)


5.1.3.1 ESI Membran Kaca
Tipe ini merupakan ESI yang paling umum digunakan, biasanya untuk mengukur pH,
skemanya dapat dilihat pada gambar 5.1. Membran kaca sangat selektif terhadap ion
hidrogen dengan jangkauan konsentrasi yang cukup bervariasi. Komposisi kaca pada
membran sangat penting dalam menentukan kinerja elektroda. Jika komposisi tersebut
diganti, elektroda akan menjadi selektif terhadap ion lain. Komposisi gelas yang biasa
digunakan untuk mendeteksi ion hidrogen adalah 22% Na2O, 6% CaO, dan 72% SiO2,
dengan reaksi:

Gambar 5.1. Skema ESI membran kaca


Pada ESI jenis ini, elektroda referensi berada pada tabung kaca disekeliling elektroda
utama. Kontak antara elektroda dan larutan yang akan diuji coba terjadi pada bagian
ujung elektroda. Dua elektroda yang biasanya digunakan adalah tipe Ag/AgCl.
Elektroda untuk mendeteksi ion hidrogen biasanya disebut elektroda pH dan
dikalibrasi dalam parameter pH bukan berdasarkan aktivitas ion hidrogen, dimana pH
adalah:

Jadi, emf sel dapat dituliskan:

Terdapat jenis ESI membran kaca lainnya yang berfungsi untuk mengukur Na+, Li+,
K+, dan Ag+.

5.1.3.2 ESI Padat


Skema ESI tipe ini dapat dilihat pada gambar 5.2. Pada sistem ini biasanya terdapat
elektroda terpisah yang dicelupkan pada larutan uji. Membran padat dapat berupa
kristal seperti LaF3 pada elektroda fluorida, atau pelet yang dipadatkan dari material
tepung, seperti AgS pada elektroda sulfida.
Kristal dari LaF3 telah digunakan pada ESI fluorida sejak tahun 1966, dengan emf sel
sebagai berikut:

Gambar 5.2. Skema ESI Padat


Elektroda fuorida biasanya digunakan pada pabrik pengolahan air untuk mengukur
kadar fuorida pada air yang akan diminum. Tetapi, kebanyakan ESI padat
menggunakan pelet yang telah dipadatkan dari material bubuk, seperti perak sulfida
pada sulfida dan perak elektroda. Contoh dari ESI tipe ini adalah Ag+, Cl-, Br-, SCN-
dan S2-.

5.1.3.3 ESI Membran Cairan Penukar Ion (Ion-Exchange Liquid)


Membran ESI tipe ini terbuat dari materi yang hidrofobik seperti PVC, kemudian
cairan penukar ion seperti vallinomycin (untuk Kalium) diserap ke dalam membran.
Untuk mengatur konsentrasi pada membran, terdapat reservoir cair yang dilarutkan ke
dalam pelarut organik. Skema dari ESI ini dapat dilihat pada gambar. Contoh dari ESI
ini adalah NO3-, Cu2+, Cl-,BF4-, ClO4-, dan K+. Elektroda nitrat biasanya digunakan
pada pengukuran nitrat di air dan tanah.

5.1.4 Sensor Gas Elektroda Pendeteksi Gas (Gas Sensing Electrodes)


Umumnya dibuat berdasarkan elektroda pengukur pH dan dapat mendeteksi gas yang
terdapat pada sistem cairan yang bersifat basa ataupun asam. Pada elektroda ini terdapat
membran yang bersifat permeabel terhadap gas, seperti yang ditunjukkan pada gambar 5.3.

Gambar 5.3. Skema elektroda pendeteksi gas


Antara membran dan kaca yang selektif terhadap hidrogen terdapat material elektrolit
yang akan memberntuk buffer dengan materi gas. Contohnya, untuk elektroda amonia,
amonium klorida digunakan dan persamaan kesetimbangannya adalah sebagai berikut:

Jadi, konstanta keseimbangannya adalah:

Konsentrasi amonium klorida yang tinggi akan menjaga konsentrasi ion amonium tetap
konstan. Jadi logaritma dari konsenttrasi amonia berbanding lurus dengan pH larutan. Hal ini
juga berlaku bagi elektroda lainnya seperti elektroda untuk SO2, NO2, dan H2S.
Pada biosensor, elektroda yang paling sering digunakan adalah elektroda H+, NH4+, dan
NH3, yang semuanya dibuat berdasarkan prinsip pengukuran pH. Terkadang juga digunakan
elektroda lainnya seperti CO2, I- dan S2-. Pada tabel 5.2 terdapat beberapa ontoh sensor gas.
5.2 Biosensor Potensiometri
5.2.1 Biosensor Potensiometri yang Berkaitan dengan pH
Biosensor tipe ini merupakan biosensor potensiometri yang paling sederhana, dan dapat
diaplikasikan pada setiap sistem yang melibatkan perubahan pH akibat suatu reaksi kimia.
Enzim yang cocok dengan analit harus diimobilisasi terlebih dahulu pada elektroda pH untuk
membuat sensor. Terdapat banyak contoh dari sensor ini. Sama seperti elektroda pH yang
konvensional, Tipe biosensor ini diadaptasi untuk digunakan bersamaan dengan field-effect
transistors (FETs).
5.2.1.1 Penisilin

5.2.1.2 Glukosa
Karena asam glukonat terdapat pada produk, maka terjadi perubahan pH dalam reaksi
ini. Sehingga pengukuran pH dapat dilakukan melalui reaksi:

5.2.1.3 Urea
Urea merupakan analit penting pertama yang dapat dideteksi oleh biosensor
potensiometri. Pada sistem ini, urea dihidrolisis oleh enzim urease yang ditemukan
pada kacang polong, dengan reaksi kimia:

Analisis dapat dilakukan dengan banyak cara. Dengan bantuan buffer yang cocok,
seperti histidin, pH dapat diukur dengan menggunakan elektroda pH ataupun pH
meter. Enzim dapat diimobilisasi pada elektroda pH dengan menggunakan gelatin dan
glutaraldehid. Metode yang lebih sederhana, meskipun kurang bisa terpercaya, adalah
dengan menggunakan elerktroda platina yang dilapisi polipirol.

5.2.2 Biosensor Potensiometri yang Berkaitan dengan Amonia


5.2.2.1 Urea
Sesuai dengan reaksi yang telah dijelaskan pada segmen 5.2.1.3, untuk pengukuran
amonia dapat dilakukan dengan cara menggunakan elektroda yang selektif terhadap
amonia, atau biasanya dengan cara membuat larutan alkalin dan menentukan
banyaknya amonia bebas dengan menggunakan elektroda yang selektif terhadap gas
amonia. Metode ini menjadi metode yang paling berhasil. Urease diimobilisasi pada
membran polipropilen dalam ESI amonia. Elektroda ini memiliki sensiitivitas yang
besar, dan batas terkecil yang bisa dideteksi adalah 10-6 M.
5.2.2.2 Kreatin

Kreatinase diimobilisasi pada membran polipropilen sebuah elektroda amonia dapat


stabil sampai 8 bulan dapat mendeteksi analit hingga batas 8 x 10-6 M
5.2.2.3 Fenilalanin

Sensor ini sangat selektif, namun memiliki jangkauan yang rendah dan respon yang
lambat.
5.2.2.4 Adenosin

Pada sistem sensor ini, terdapat ikatan silang (cross link) enzim adenosin-deaminase
dengan glutaraldehid pada elektrode amonia.
5.2.2.5 Aspartam

5.2 Potentiometric Biosensors


Potensiometric sensor adalah sensor kimia yang dapat digunakan untuk menentukan
konsentrasi analit dari beberapa komponen analit gas dan larutan. Sensor ini mengukur
potensial dari seuah elektrode ketika tidak ada daya.
Prinsip kerjanya, sinya diukur dari perbedaan potensial diantara elektrode yang bekerja
dengan elektrode referensi. Potensial elektrode yang bekerja bergantung pada konsentrasi
analit pada fase gas atau larutan. Elektroda referensi digunakan untuk mendefinisikan
referensi potensial yang sesuai.
Petensiometri biosensor menggunakan ion-selektif elektrode untuk mentransduksika
reaksi biologis menjadi sinyal elektrik. Pada istilah yang paling sederhana alat ini terdiri dari
membran dengan immobilised enzim (enzim yang menempel pada logam inert dan tidak
larut) di sekitar lubang pH meter.
5.2.3 Carbon Dioxide-Linked
Ion selektif permeabel sensor Karbon Dioksida dapat terdiri dari beberapa jenis analit
diantaranya :

Gambar 5.23 Potensiometri biosensor sederhana. membran semi permeabel (a)


mengelilingi biokatalis (b) menjaga aktif membran gelas (c) lubang pH (d) potensial
elektrik (e) pembangkit diantara internal Ag/AgCl elektrode (f) tercelup oleh larutan HCL
(g) elektrode referensi luar (h).

5.2.3.1 Urea

CO(NH2)2 + 2H2O 2NH4+ + C032


Pada reaksi di atas kita dapat menentukan jumlah karbon dioksida yang di lepaskan
menggunkan elektrode gas elektif karbon dioksida.
5.2.3.2 Oksalat
Oksatal terdapat pada urin :


5.2.3.2 Digoxin
Digosin adalah glikosida jantung yang telah dimurnikan mirip dengan ekstrak digitoxin dari
tanaman foxglove. Digoxin kadang-kadang digunakan dalam pengobatan penyakit jantung,
yaitu atrial fibrilasi, atrial flutter dan kadang-kadang gagal jantung yang tidak dapat
dikendalikan oleh obat lain.
Digoxin adalah manik-manik polistrirena. Sampel digosin di tambahankan bersamaan dengan
antibodi peroksidase. Kompleks peroksidase lalu bereaksi dengan pyrogallol dan hidrogen
peroksida dan diukur jumlah karbon dioksida yang dihasilkannya :


5.2.4 Iodine-Selective
Analit yang digunkan untuk Ion selektif iodin adalah sebagai berikut :
5.2.4.1 Glukosa


5.2.4.2 Penilalanin
L-aminooxidase (LAO) dan peroksidase (PO) adalah co-immobilize pada gel poliacrilamid
pada permukaan elektrode iodid.


5.2.4.3 Oestradiol
Oestradiol adalah potensiometrik immunoassay (tes biokimia untuk mengukur konsentrasi
makromolekul dalam larutan menggunakan antibodi). Anti-17 -oestradiol adalah
immobilized pada membran gelatin dengan permukaan elektrode ion selektif iodid.
.
Gambar 5.24 Menentukan Oestradiol-17 menggunakan modifikasi elektrode iodid antibodi :
(a) mekanisme reaksi , (b) grafik kalibrasi hasil yang sesuai dengan potensi pada fungsi
konsentrasi.

5.2.5 Silver SulJide-Linked


5.2.5.1 Cysteine


membran ini lebih spesifik, tapi pada kasus ini sianida mengganggu kerja elektrode.
5.3 Amperometric Sensors
Amperometri dalam kimia dan biokimia berfungsi untuk mendeteksi ion dalam
larutan berdasarkan aliran arus atau perubahan arus listrik.

Gambar 5.6. Sekema kerja dari biosensor amperometri. Tegangan diberikan di antara katoda
platinium yang ada di tengah dan anoda perak yang berbentuk gelang. Hal ini menghasilkan
arus listrik antara elektroda yang membuat larutan menjadi jenuh oleh KCl. Elektoda yang
berbeda ini terpisahkan dari biokatasi (di sini adalah glukosa oksidasi, GOD) oleh membran
plastik tipis, hanya permeabel terhadap oksigen. Larutan analit terpisahkan juga dari
biokatalis oleh membran lain, permeabel terhadap suatu substrat dan produk.

5.3.1 Direct Electrolytic Methods


Voltametri (amperometri) sensor memiliki selektivitas terhadap tegang reduksi (oksidasi) dari
spesies yang akan di analisis berdasarkan karakteristiknya.
Gambar 5.7 Perbedaan impuls polarogram campuran 6 kation (Cu(II), Pb(II), Tl(II), In(III),
Cd(II) dan Zn(II)).

5.3.2 The Three Generations of Biosensors


Beberapa generasi biosensor :
1. Generasi pertama : elektroda oksigen berbasis sensor
2. Generasi kedua : mediator berbasis sensor
3. Generasi ketiga : pasangan enzim elektroda langsung.
5.3.3 First Generation - The Oxygen Electrode
Pada umumnya elektroda enzim glukosa menggunakan oksigen sebagai agen oksidasi.


Beberapa jenis biosensor yang telah di kembangkan menggunakan oksidasi dan oksigen
terdapat pada tabel 5.3
Tabel 5.3 Beberapa contoh oksidasi yang digunakan dalam biosensor.
No. Analit Enzim Waktu Respons Stability (hari)
1 Glukos Glukosa oksidasi 2 >30
2 Cholesterol Cholesterol Oksidase 3 7
3 Monoamines Monoamines Oksidase 4 14
4 Oksalat Oksalat oksidasi 4 60
5 Laktat Laktat Oksidase - -
6 Formaldehid Aldehidy oksidasi - -
7 Etanol Alkohol Oksidase - -
8 Glikollat Glycollat oksidasi - -
9 NADH NADH Oksidase - -

Meskipun alat ini bekerja cukup baik, ketika pengoperasiannya memunculkan


beberapa masalah. Masalah pertama adalah, kita harus mampu mengontrol dan membuat
konstan tingkat ambient oksigen yang di butuhkan -Sebaliknya respons elektroda untuk
penurunan konsentrasi oksigen tidak akan sebanding dengan penurunan konsentrasi glukosa.
Masalah lain adalah pada saat tegangan reduksi yang cukup tinggi ditubuhkan pengurangan
oksigen.

Gambar 5.8 Skema elektroda glukosa tipe Clark, yang menggunakan dua membran; a.
Anoda Ag; Katoda Pt; c dan d cingcin karet; e. Gel elektrolit; f. Membran teflon; g.
Glukosa oksidasie pada hasil nylon.
5.3.4 Second Generation Mediators
Mediator adalah reduktor yang reversibel, memiliki potensial oksidasi yang tepat dan
konsentrasinya dapat di kontrol. Banyak Mediator Perbasi besi, baik itu berbentuk ion atau
pun kompleks :
( ) ( )
Ion besi (III) bukan mediator yang baik, tapi semua mediator berawal dari sini.
Banyak kompleks yang digunkan sebagai mediator, namun Mediator paling baik adalah
kompleks ferrocene (Fc) yang memiliki struktur pada gambar 5.9. Contoh operasi mediator
tipe ferrocene :

Gambar 5.26 Mekanisme operasi biosensor untuk glukosa yang di mediasi oleh ferrocene
Sebenarnya glukosa di oksidasi oleh FAD yang akan berubah menjadi FADH2. Re-
oksidasi FAd dilakukan oleh Fc+ yang sebelumnya di oksidasi langsung oleh elektroda dari
Fc menjadi Fc+ sesuai dengan gambar.
Mediator dapat di klasifikasikan menjadi mediator alami dan mediator buatan. Jenisa-jenis
mediator ini di terangkan oleh tabel 5.3

5.3.4.1 Rate Constant


Mekanisme laju dapat1di tulis sebagai :

Efek dari mediator dapat dipelajari dari siklus siklik voltammetry, dan bisa mendapatkan
estimasi konstanta laju reaksi

Gambar 5.10 Beberapa contoh mediator alami dan buatan menggunakan reaksi oksidasi.
Gambar 5.11 siklus kataltik siklik voltamogram dari (A) ferrocene asam monokarboksilat
dengan adanya glukosa, dan (B) sistem yang sama, tapi dengan tambahan glukosa oksidasi.
5.3.4.1 Formaso Biosensor menggunakan mediator

Gambar 5.12 Skema elektroda pasta karbon, untuk digunakan sebagai mediator untuk
aplikasi biosensor.

5.3.5 Generasi Ketiga Penggabungan Enzim Elektroda secara Langsung


Sebuah mediator diperlukan untuk menambahkan enzim ke dalam sebuah elektroda. Hal
ini disebabkan protein akan mengalami denaturasi pada permukaan elektroda. Selain itu,
reaksi transfer elektron akan berlangsung lama dan reaksi tidak dapat diubah, karena itu
diperlukan suatu mediator yang memiliki nilai potensial yang sangat tinggi. Pendekatan yang
mungkin dilakukan adalah dengan memodifikasi permukaan elektroda, seperti menambahkan
4,4 bipyridyl pada elektroda emas. Bipyridyl tidak bersifat elektroaktif dan bukan juga
mediator. Bipyridyl terbentuk dari ikatan hidrogen lemah dengan residu lisin dari enzim.
Solusi yang lebih baik dikembangkan oleh Albery dan Cranston (1987) dan Barlett
(1987), menggunakan elektroda organic-conducting-salt. Pada sistem ini, tetrathiafulvalene
(TTF) dioksidasi secara bolak-balik ketika tetrasianokuinometan (TCNQ) juga direduksi
secara bolak-balik. Pasangan molekul ini membentuk transfer muatan kompleks, dan
menyebabkan reaksi dapat berlangsung secara bolak-balik, serta stabil terhadap enzim.
Gambar 5. 13 Struktur TCNQ dan TTF
5.3.5.1 Enzim Langsung (Direct Enzyme) Penambahan Elektroda
Baru-baru ini, teknik immobilisasi telah dikembangkan untuk mengikat
sebuah enzim dengan sebuah elektroda secara langsung, dengan demikian transfer
elektron menjadi cepat dan menyebabkan peningkatan densitas arus. Secara umum,
teknik ini melibatkan proses polimerisasi in situ menggunakan polimer redoks.
Contoh dari metode ini adalah penggunaan glukosa dehidrogenase (GDH) yang
mengandung pusat reaksi redoks.

5.3.6 NADH/NAD+
Nicotinamide-adenine dinucleotide adalah kofaktor yang umum digunakan dalam
proses-proses biokimia. Penambahan reaksi transfer hidrogen dengan reaksi enzim
dapat ditulis dengan persamaan reaksi:
NAD+ + RRCHOH NADH + RRC=O + H+
Struktur NADH dan bentuk redoksnya dapat dilihat pada gambar 5.14(a) dengan
reaksi oksidasi-reduksi dan dimerisasi pada gambar 5.14(b)
Gambar 5.14 (a) Struktur NAD dan Bentuk-bentuk Tereduksinya yaitu NADH, (b) Reaksi
Oksidasi-Reduksi dan Dimerisasi NADH-NAD

5.3.7 Contoh-contoh Biosensor Amperometrik


5.3.7.1 Glukosa
Lebih dari setengah penelitian yang dipublikasikan untuk biosensor difokuskan pada
glukosa. Penentuan glukosa sebagai biosensor dapat dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu:
i. Karena asam glukonik dibentuk sebagai produk menyebabkan terjadinya perubahan
pH yang dapat dilihat dari reaksi:
GOD
Glukosa + O2 Asam glukonik + H2O2
GOD : Glucose oxidase
ii. Re-oksidasi bentuk tereduksi dari GOD, langsung di elektroda, mungkin dibuat
dengan elektroda khusus (Gambar 5.6) dengan reaksi:
Glukosa + GODOx Asam Glukosnik + GODR
-
GODR 2e GODOx

Gambar 5.15 Perbedaan Jalur Oksidasi Glukosa yang Dapat Digunakan


sebagai Sensor Elektrokimia
iii. Karena oksigen dikonsumsi dalam reaksi, penurunan konsentrasi oksigen dapat dilihat
dengan Clark oxygen electrode, mengikuti persamaan:
GOD
Glukosa + O2 Asam glukonik + H2O2
O2 + 2e- O2 + 2H+
iv. Alternantif untuk memantau aktivitas hidrogen peroksida, dihasilkan oleh reduksi
oksigen. Hal ini dapat langsung dilakukan dengan elektro-oksidasi pada +0,6 V:
H2O2 2e- O2 + 2H+
v. Hidrogen peroksida dapat digunakan untuk mengoksidasi iodida menjadi iodin
dengan bantuan peroksida (PO) dan penurunan dalam konsentrasi iodin diukur dengan
elektroda selektif-iodida:
PO
H2O2+ HI H2O + I2
vi. Oksigen dapat digantikan oleh mediator, seperti Ferrocene (Fc), yang dapat dideteksi
oleh oksidasi elektrokimia:
Glukosa + Fc GOD Asam glukonik + 2Fc
5.3.7.2 Laktat
Laktat (CH3CHOHCO2H) adalah analit yang penting karena keterlibatannya
dalam kerja otot yang diikuti kenaikan konsentrasinya dalam tekanan darah. Ada
empat jenis enzim yang dapat digunakan dengan proses kerja seperti pada gambar

Gambar 5.16 Skema Penggunaan Laktat sebagai Biosensor

5.3.7.3 Kolesterol
Terlalu banyak kolesterol dalam tubuh diduga berhubungan dengan penyakit
jantung, dan karena itu pemantauan kolesterol dalam darah menjadi pemeriksaan
kesehatan yang rutin dilakukan. Prosedur yang ada saat ini cukup rumit, oleh karena
itu teknik biosensor akan sangat berguna untuk dikembangkan. Ada tiga pendekatan
yang mungkin dilakukan dan semuanya melibatkan Ferrocene sebagai mediator.
Pendekatan pertama melibatkan NAD+ - NADH, diaphorase dan Ferrocene ke dalam
elektroda (Gambar 5.17). Pendekatan kedua menggunakan oksigen yang pertama kali
dikonversi menjadi hidrogen peroksida (Gambar 5.18). Pendekatan ketiga
menambahkan kolesterol oksidase secara langsung ke Ferrocene.

Gambar 5.17 Jalur Reaksi Biosensor Menggunakan NAD+ - NADH, Diaphorase dan
Ferrocene
Gambar 5.18 Jalur Reaksi Biosensor Menggunakan Oksigen, Peroksida dan
Ferrocene untuk Analisis kolesterol

5.3.7.4 Fosfat
Glukosa-6-fosfat dihidrolisis dengan asam fosfat (AP) menjadi asam fosforik
dan glukosa, yang dapat ditentukan dengan biosensor glukosa (Gambar 5.10).

Gambar 5.19 Reaksi dalam Biosensor Glukosa

5.3.7.5 Pati
Pati dipecah oleh enzim alfa-amilase untuk menghasilkan dekstrin dan
maltosa. Glukoamilase akan memecah maltosa menjadi glukosa, yang dapat
ditentukan dengan biosensor glukosa. Metode yang biasa digunakan adalah dengan
mengukur hidrogen peroksida yang dihasilkan dari reaksi oksidasi oksigen-glukosa,
menggunakan glukosa dalam elektroda.

5.3.7.6 Etanol
Etanol merupakan target analit yang penting karena kebutuhan pemantauan
kadar alkohol darah. Beberapa metode telah dikembangkan untuk analisis etanol
seperti penggunaan sensor mikrobiologi, yaitu Acetobacter xyliniurn atau
Trichosporon brassicae. Kedua bakteri ini mengatalis oksidasi etanol menjadi asam
asetat dengan reaksi:
A.xylinium
Etanol + O2 Asam Asetat + H2O

5.3.7.7 Aspirin
Di dalam darah, aspirin (asam asetilsalisilik) dikonversi menjadi asam salisilik
oleh hati. Metode konvensional dalam penentuan asam salisilik adalah pengukuran
kompleks yang terbentuk menggunakan spektrofotometri.

5.3.7.8 Parasetamol
Parasetamol dapat dioksidasi secara langsung pada elektroda karbon. Enzim
aryl-acylamidase akan mengatalis hidrolisis parasetamol menjadi p-aminofenol, yang
kemudian dapat dioksidasi secara elektrokimia. Skema dari reaksi ini dapat dilihat
pada gambar 5.20.

Gambar 5.20 Skema reaksi untuk enzim aryl-acylamidase pada hidrolisis dan
oksidasi parasetamol

5.3.8. Sensor Gas Amperometri

5.3.8.1 Oksigen
Pengukuran oksigen banyak diaplikasikan dalam bidang medis, industri
otomotif, uji air, dan industri logam. Jenis paling sederhana dari sensor oksigen
amperometri didasarkan pada prinsip grafik dan telah dikembangkan menjadi
elektroda Clark yang telah banyak dikenal. Versi komersial dari elektroda ini
digunakan dalam industri otomotif (Gambar 5.21).

Gambar 5.21 Skema sensor yang terkontrol difusi dan dibatasi arus
Dalam sensor ini, keramik elektrolit padat dibuat dari ZrO2/Y2O3 atau CaO
yang dilapisi dengan elektroda platina. Yang diukur adalah tegangan sepanjang
elektroda dan arus terbatas difusi yang berbanding lurus dengan konsentrasi oksigen.
Sulfur dioksida memiliki potensial redoks sekitar 750 mV yang lebih katodik daripada
oksigen sehingga tidak akan menginterferensi. Namun, gas seperti nitrit oksida (NO)
atau klorin, yang memiliki potensial redoks lebih anodik daripada oksigen dapat
menginterferensi meskipun biasanya hanya ada dalam jumlah sedikit (kecuali
mungkin ketika klorin digunakan untuk mendisinfeksi air minum). Membran selektif
dapat menolong untuk memfilter gas-gas yang menginterferensi. Dalam aplikasi
medis, nitrous oxide atau halothane dapat berpotensi menginterferensi.

5.3.8.2 Nitrous Oxide


Nitrous oxide tereduksi secara elektrokimia pada -1,2 V di elektroda perak di
mana oksigen direduksi pada tegangan kurang dari -0,65 V :

Skema tersebut telah direvisi untuk mengukur nitrous oxide dan oksigen
bersama-sama, dengan menerapkan successive polarizing pulses pada -0,65 dan -1,45
V. Arus pada -0,65 V berbanding lurus dengan konsentrasi oksigen, sementara itu
pada -1,45 V berbanding lurus dengan konsentrasi total gas. Sehingga, dengan
substraksi bisa didapatkan konsentrasi nitrous oxide.

5.3.8.3 Halothane
Potensial reduksi halothane pada elektroda perak (-0,43 V) terlalu dekat
dengan oksigen (-0,56 V) untuk menggunakan metode yang sama seperti untuk
campuran O2 dan N2). Namun, pada waktu yang singkat reduksi halothane sangat
lambat (di bawah kontrol kinetik), sementara oksigen direduksi pada kondisi
terkontrol difusi pada semua waktu dari <20 sampai >50 ms. Pada waktu yang lebih
lama, reduksi halothane menjadi terkontrol difusi:

Pulse tunggal pada -1,45 V diterapkan dan arus disampel pada dua zona waktu dari
<20 sampai >50 ms. Analisis perolehan data konsentrasi oksigen dan halothane pada
campuran.

5.3.8.4 Biological Oxygen Demand (BOD)


BOD merupakan uji air yang mengukur seberapa banyak oksigen yang digunakan
dalam mengoksidasi semua material biologis dalam suatu sampel air. Metode
konvensional yang digunakan ialah membutuhkan waktu inkubasi selama 5 hari.
Biosensor kini dikembangkan dengan elektroda oksigen. Mikroorganisme yang
digunakan adalah Clostridium butyricum dan Trichosporon cuteneum pada temperatur
25-30oC, untuk temperatur di atas 60oC (biasanya air limbah pabrik), digunakan
bakteri termofilik yang diisolasi dari sumber mata air panas. Prinsipnya adalah
mikroorganisme dibingkaikan di depan elektroda oksigen lalu dibasuh dengan larutan
buffer jenuh oksigen kemudian arus oksigen diukur. Sampel lalu diinjeksikan dan
setelah stabil, arus oksigen diukur kembali. Perbedaan dari dua pengukuran ini
berbanding lurus dengan hasil yang didapatkan menggunakan analisis BOD
konvensional.

5.3.8.5 Karbon Monoksida


Karbon monoksida banyak di hasilkan oleh kendaraan bermotor, hasil pemanas rumah
tangg dan pemanas minyak. Alat yang sudah ada untuk mendeteksi CO sangat mahal
dan tidak selektif karena menggunakan pengukuran spektrofotmetri. CO merupakan
molekul yang sederhada dan mirip oksigen. Namun, beberapa bakteri anaerobik
ditemukan mengandung enzim yang dapat mengakatalis oksidasi CO menjadi CO2
5.4 Conductometric Sensors and Biosensors
5.4.1 Chemiresistors
Sensor yang berdasar hanya pada variasi resistensi alat terhadp analit secara
umum kurang selektif. Saat ini telah berkembang hidung elektronik. Hidung
elektronik hanya mendeteksi sedikit perbedaan resistensi, setiap elemen perasa capat
dilapisi polimer pengkonduksi yang berbeda datau dibuat dari logam oksida. Hal ini
dapat membuat tanda yang unik untuk masing-masing analit. Tanda ini didapat dari
campuran analit yang bisa digunakan untuk menguji rasa pada bir dan anggur serta
menguji aroma campuran kopi. Evaluasi dari keluaran sinyal dari array 12-20 elemen
sensor dapat membuat analisis jaringan syaraf yang menstimulasi aktivitas fungsi
otak. Dengan ini, respon array non-parametrik dan model non-linier dapat
dikonstruksi. Beberapa dari alat ini telah dikomersialisasikan.

5.4.2 Biosensor Berdasarkan Chemiresistor


Beberapa contoh biosensor berdasar chemiresistor adalah :
1. Reaksi yang melibatkan perubahan ion dan dapat secara konduktometri
meningkatkan kecepatan dan sensivitas dibandingkan dengan metode kolorimetri.
Pengukuran konduktansi tidak terpengaruh oleh warna dan kekeruhan.

2. Beberapa enzim menghasilkan perubahan konduktivitas, seperti :


a. Amidase menghasilkan gugus ionik
b. Dehidrogenase dan Dekarboksilase menghasilkan pemisahan untuk muatan
yang tidak diinginkan
c. Esterase melibatkan migrasi proton
d. Kinase menyebabkan perubahan derajan asosiasi ion
e. Fosfatase dan Sulfatase menghasilkan perubahan ukuran gugus-gugus yang
membawa muatan

5.4.3 Sensor Semikonduksi Oksida


Konduktivitas beberapa logam oksida transisi dipengaruhi oelh adsorpsi gas
pada permukaannya. Contohnya adalah seng oksida dan timah oksida. Sensor ini
dapat mendeteksi CO, CO2, etanol, dan gas organik lainnya dengan konsentrasi 1-50
ppm. Sensor ini difabrikasi menggunakan teknik deposisi uap. Lapisan timah oksida
paladium setebal 0,3 m ditumbuhkan di atas lapisan silikon oksida di atas substrat
ferit. Di permukaan lain ferit, lapisan tebal rutenium oksida berperan sebagai pemanas
untuk membuat sensor mencapai temperatur operasi semikonduktornya. Resistensi
elektrik diukur antara dua kontak emas pada lapisan timah oksida.
Dalam lapisan itu, semikonduktor tipe-n lebih disukai karena memiliki
resistensi elektrik yang berubah dari tinggi ke rendah dalam keberadaan gas analit.
Beberapa oksigen atmosfer di serap secara kimia oleh permukaan dengan reaksi
dengan elektron berlebih dari timah oksida untuk memberi anion oksigen teradsorbsi
(O-ads) yang menghasilkan konduktivitas rendah (resistensi tingi). Gas yang
teradsorbsi bereaksi dengan anion oksigen yang teradsorbsi secara kimia, berdasarkan
reaksi :

Gas kemudian menghilangkan oksigen dan teroksidasi. Gas yang merupakan


agen pereduksi dapat dideteksi. Elektron yang dihasilkan menyebabkan konduktivitas
elektrik dari timah oksida meningkat seiring dengan penurunan resistensi dan
proporsional dengan jumah gas yang hadir.
Timah oksida merupakan semikonduktor tipe n namun kurang selektif.
Meningkatkan selektivitasnya dapat memvariasi temperatur operasi dengan
menambahkan logam lain seperti platina atau paladium yang mengkatalis oksidasi
beberapa gas.
Sensor tipe ini dijual secara komersil untuk deteksi gas yang mudah menguap
di bangunan gedung dan rumah. Aplikasi lainnya pada industri otomotif. Misalnya
sensor titanium oksida untuk mengukur kandungan oksigen dari gas buang. Resistensi
lapisan aktif meningkat dengan jumlah oksigen.
Sensor semikonduktor juga merespon perubahan kelembaban atmosfer ketika molekul
air diadsorb pada permukaan sensor. Namun, mode ini belum terlalu jelas.

5.5. Aplikasi Sensor Field-Effect Transistor (FET)


5.5.1 Chemically Sensitive Field-Effect Transistors (CHEMFETs)
Aplikasi paling sederhananya ialah IFGET dengan jembatang yang terdiri dari lapisan
paladium yang menguap di atas chip silikon dan ditutupi lapisan 100 nm oksida. Ini
sangat spesifik untuk gas hidrogen sampai 0,01 ppm, responya diberikan dengan V =
kp, dengan k = 27 mV per ppm. Terdapat sensitivitas elektroda ini untuk CO, NH3,
H2S, CH4, dan C4H10. Dengan penambahan iridium, sensitivitas amonia meningkat
dan sensitivitas untuk hidrogen menurun.

5.5.2 Ion-Selective Field-Effect Transistors (ISFETs)


Material polimer yang biasa digunakan untuk ISFET adalah ionophore. ISFET
pH yang pertama menggunakan jembatan insulator kosong sebagai lapisan sensitif
ion, meskipun timah oksida tidak begitu efektif karena mudahnya hidroksilasi.
Namun, jembatan silikon nitrida (Si3N4) tidak terhidrolisis dan sangat selektif
terhadap ion H+ dengan respons 50-60 mV per dekade (pH). TiO2 dan Ge
menunjukan respons yang sama. Material semikonduktor ini dapat ditangani dengan
teknik yang sama seperti yang digunakan untuk fabrikasi chip FET. Untuk ion lain,
gelas borosilikat dapat digunakan dengan teknik fabrikasi sirkuit terintegrasi.
Membran polimer, seperti eter valinomycin bisa digunakan untuk Ca2+. Responnya
<20 40 mV per dekade kecuali membrannya lebih tebal dari 100 m.
ISFET untuk H+, Na+, K+ dan Ca+ digunakan untuk aplikasi medis dengan
Si3N4 sebagai jembatan untuk H+, gelas untuk Na+, turunan asam fosfor (ionophore)
untuk Ca2+ dan valinomycin untuk K+. Sedikit gangguan terjadi saat sensor ini bekerja
dalam kondisi klinis (sampel darah putih) karena ada gangguan dari analisis natrium.
Penggunaan membran heterogen telah berhasil dengan yang terbaik adalah
polyfluorinated phosphazine (PNF) yang dicampur dengan garam perak, biasanya
perak klorida 75% dan PNF 25%. Respons Cl- 52 mV per dekade. Mengubah
campuran termasuk Ag2S dan AgI dapat meningkatkan selektivitas beberapa ion.

5.5.3 Biosensor Berbasis FET (ENFETs)


Biasanya berupa FET untuk pH, misalnya penicilin, glukosa dan urea. Biosensor
glukosa-urea telah disebutkan menggunakan tiga jembatan FET dengan satu sebagai
referensi dan dua lainnya mencakup glukosa oksidase dan urease. Susunannya adalah
sebagai berikut :
Gambar 5.22 Jembatan dual ENFET, sensor oksida semikonduksi digunakan untuk
mendeteksi CO dan etanol.
FET Pg-MOS untuk hidrogen yang sering digunakan adalah NAD+-NADH dan dengan
hidrogen-hidrogenase yang terhubung dengan piruvat-NH3, yang dengan alanin
dehidrogenase menghasilkan alanin. Hal ini mendukung banyaknya kemungkinan reaksi yang
melibatkan NADH.

Anda mungkin juga menyukai