Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Bab 2 - Tinjauan Pustaka Farmakologi Anti Diabetik

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 OBAT ANTI DIABETES ORAL

Penggunaan intervensi farmakologik penyakit diabetes mellitus tipe 2


dipilih berdasarkan fase mana diagnosis ditegakkan yaitu sesuai dengan kelainan
dasar yang terjadi yaitu resistensi insulin pada jaringan lemak, otot dan hati,
kenaikan produksi glukosa oleh hati atau kekurangan sekresi insulin oleh
pancreas2. Ada berbagai macam agen anti diabetes oral yang dapat diberikan pada
penderita diabetes mellitus tipe 2. Golongan anti diabetes oral yang dapat
digunakan untuk DM dan telah dipasarkan di Indonesia ada 5 golongan yakni
golongan sulfonylurea, meglitinid, biguanid, penghambat -glikosidase dan
tiazolidinedion. Kelima golongan ini dapat diberikan pada DM tipe 2 yang tidak
dapat dokontrol hanya dengan diet dan latihan fisik saja5.

2.1.1 Golongan Sulfonilurea

Golongan sulfonilurea merupakan obat hipoglikemik oral yang


paling dahulu ditemukan. Sampai beberapa tahun yang lalu, dapat
dikatakan hampir semua obat hipoglikemik oral merupakan golongan
sulfonilurea. Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea merupakan
obat pilihan (drug of choice) untuk penderita diabetes dewasa baru dengan
berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis
sebelumnya. Senyawa-senyawa sulfonilurea sebaiknya tidak diberikan
pada penderita gangguan hati, ginjal dan tiroid. Obat-obat kelompok ini
bekerja merangsang sekresi insulin di kelenjar pancreas, oleh sebab itu
hanya efektif apabila sel-sel Langerhans pankreas masih dapat
berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah
pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan
sekresi insulin oleh kelenjar pancreas. Sifat perangsangan ini berbeda
dengan perangsangan oleh glukosa, karena ternyata pada saat glukosa
(atau kondisi hiperglikemia) gagal merangsang sekresi insulin, senyawa-
senyawa obat ini masih mampu meningkatkan sekresi insulin. Oleh sebab
itu, obat-obat golongan sulfonilurea sangat bermanfaat untuk penderita
diabetes yang kelenjar pankreasnya masih mampu memproduksi insulin,
tetapi karena sesuatu hal terhambat sekresinya. Pada penderita dengan
kerusakan sel-sel Langerhans kelenjar pancreas, pemberian obat-obat
hipoglikemik oral golongan sulfonilurea tidak bermanfaat. Pada dosis
tinggi, sulfonilurea menghambat degradasi insulin oleh hati. Absorpsi
senyawa-senyawa sulfonilurea melalui usus cukup baik, sehingga dapat
diberikan per oral. Setelah diabsorpsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan
ekstrasel. Dalam plasma sebagian terikat pada protein plasma terutama
albumin (70-90%)12.

Hipoglikemi merupakan efek samping terpenting dari SU terutama


bila asupan pasien tidak adekuat. Untuk mengurangi kemungkinan
hipoglikemia, apalagi pada orang tua dipilih obat yang masa kerjanya
paling singkat. Obat SU dengan masa kerja panjang sebaiknya tidak
dipakai pada usia lanjut. Selain pada orang tua, hipoglikemia juga lebih
sering terjadi pada pasien dengan gagal ginjal, gangguan fungsi hati berat
dan pasien dengan supan makanan yang kurang dan jika dipakai bersama
obat sulfa. Obat yang mempunyai metabolit aktif tentu akan lebih
mungkin menyebabkan hipoglikemia yang berkepanjangan jika diberikan
pada pasien dengan gagal ginjal atau gagal hati5.

Selain itu terjadi kenaikan berat badan, gangguan pencernaan,


fotosensitifitas, gangguan enzim hati dan flushing. Pemakaiannya
dikontraindikasikan pada DM tipe 1, hipersensitif terhadap sulfa, hamil
dan menyusui5.
Penggunaan obat-obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea
harus hatihati pada pasien usia lanjut, wanita hamil, pasien dengan
gangguan fungsi hati, dan atau gangguan fungsi ginjal. Klorpropamida dan
glibenklamida tidak disarankan untuk pasien usia lanjut dan pasien
insufisiensi ginjal. Untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal masih
dapat digunakan glikuidon, gliklazida, atau tolbutamida yang kerjanya
singkat. Wanita hamil dan menyusui, porfiria, dan ketoasidosis merupakan
kontra indikasi bagi sulfonilurea. Tidak boleh diberikan sebagai obat
tunggal pada penderita diabetes yuvenil, penderita yang kebutuhan
insulinnya tidak stabil, dan diabetes melitus berat. Obat-obat golongan
sulfonilurea cenderung meningkatkan berat badan12.

Obat Hipoglikemik Oral Golongan Sulfonilurea:

a. Gliburida (Glibenklamida)

Contoh Sediaan: Glibenclamide (generik) Abenon (Heroic) Clamega


(Emba Megafarma) Condiabet (Armoxindo) Daonil (Aventis)
Diacella (Rocella) Euglucon (Boehringer Mannheim, Phapros)
Fimediab (First Medipharma) Glidanil (Mersi) Gluconic (Nicholas)
Glimel (Merck) Hisacha (Yekatria Farma) Latibet (Ifars) Libronil
(Hexpharm Jaya) Prodiabet (Bernofarm) Prodiamel (Corsa)
Renabetic (Fahrenheit) Semi Euglucon (Phapros, Boeh. Mannheim)
Tiabet (Tunggal IA)

Memiliki efek hipoglikemik yang poten sehingga pasien perlu


diingatkan untuk melakukan jadwal makan yang ketat. Gliburida
dimetabolisme dalam hati, hanya 25% metabolit diekskresi melalui ginjal,
sebagian besar diekskresi melalui empedu dan dikeluarkan bersama tinja.
Gliburida efektif dengan pemberian dosis tunggal. Bila pemberian
dihentikan, obat akan bersih keluar dari serum setelah 36 jam.
Diperkirakan mempunyai efek terhadap agregasi trombosit. Dalam batas-
batas tertentu masih dapat diberikan pada beberapa pasien dengan kelainan
fungsi hati dan ginjal12.

b. Glipizida

Contoh Sediaan: Aldiab (Merck) Glucotrol (Pfizer) Glyzid (Sunthi


Sepuri) Minidiab (Kalbe Farma) Glucotrol

Mempunyai masa kerja yang lebih lama dibandingkan dengan


glibenklamid tetapi lebih pendek dari pada klorpropamid. Kekuatan
hipoglikemiknya jauh lebih besar dibandingkan dengan tolbutamida.
Mempunyai efek menekan produksi glukosa hati dan meningkatkan
jumlah reseptor insulin. Glipizida diabsorpsi lengkap sesudah pemberian
per oral dan dengan cepat dimetabolisme dalam hati menjadi metabolit
yang tidak aktif. Metabolit dan kira-kira 10% glipizida utuh diekskresikan
melalui ginjal12.

c. Glikazida

Contoh Sediaan: Diamicron (Darya Varia) Glibet (Dankos) Glicab


(Tempo Scan Pacific) Glidabet (Kalbe Farma) Glikatab (Rocella Lab)
Glucodex (Dexa Medica) Glumeco (Mecosin) Gored (Bernofarm)
Linodiab (Pyridam) Nufamicron (Nufarindo) Pedab (Otto) Tiaglip
(Tunggal IA) Xepabet (Metiska Farma) Zibet (Meprofarm)
Zumadiac (Prima Hexal)

Mempunyai efek hipoglikemik sedang sehingga tidak begitu sering


menyebabkan efek hipoglikemik. Mempunyai efek anti agregasi trombosit
yang lebih poten. Dapat diberikan pada penderita gangguan fungsi hati dan
ginjal yang ringan12.

d. Glimepirida

Contoh Sediaan: Amaryl


Memiliki waktu mula kerja yang pendek dan waktu kerja yang
lama, sehingga umum diberikan dengan cara pemberian dosis tunggal.
Untuk pasien yang berisiko tinggi, yaitu pasien usia lanjut, pasien dengan
gangguan ginjal atau yang melakukan aktivitas berat dapat diberikan obat
ini. Dibandingkan dengan glibenklamid, glimepirid lebih jarang
menimbulkan efek hipoglikemik pada awal pengobatan12.

e. Glikuidon

Contoh Sediaan: Glurenorm (Boehringer Ingelheim)

Mempunyai efek hipoglikemik sedang dan jarang menimbulkan


serangan hipoglikemik. Karena hampir seluruhnya diekskresi melalui
empedu dan usus, maka dapat diberikan pada pasien dengan gangguan
fungsi hati dan ginjal yang agak berat12.

2.1.2 Golongan Meglitinid

Obat-obat hipoglikemik oral golongan glinida ini merupakan obat


hipoglikemik generasi baru yang cara kerjanya mirip dengan golongan
sulfonilurea. Kedua golongan senyawa hipoglikemik oral ini bekerja
meningkatkan sintesis dan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas.
Umumnya senyawa obat hipoglikemik golongan meglitinida dan turunan
fenilalanin ini dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat
antidiabetik oral lainnya.

Obat Antidiabetik Oral Golongan Meglitinid

a. Repaglinida

Contoh Sediaan: Prandin/NovoNorm/ GlucoNorm (Novo Nordisk)


Merupakan turunan asam benzoat. Mempunyai efek hipoglikemik
ringan sampai sedang. Diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian per oral,
dan diekskresi secara cepat melalui ginjal. Efek samping yang mungkin
terjadi adalah keluhan saluran cerna12.

b. Nateglinida

Contoh Sediaan: Starlix (Novartis Pharma AG)

Merupakan turunan fenilalanin, cara kerja mirip dengan


repaglinida. Diabsorpsi cepat setelah pemberian per oral dan diekskresi
terutama melalui ginjal. Efek samping yang dapat terjadi pada penggunaan
obat ini adalah keluhan infeksi saluran nafas atas (ISPA)12.

2.1.3 Golongan Biguanid

Obat hipoglikemik oral golongan biguanida bekerja langsung pada


hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa
golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak
pernah menyebabkan hipoglikemia12.

Satu-satunya senyawa biguanida yang masih dipakai sebagai obat


hipoglikemik oral saat ini adalah metformin. Metformin masih banyak
dipakai di beberapa negara termasuk Indonesia, karena frekuensi
terjadinya asidosis laktat cukup sedikit asal dosis tidak melebihi 1700
mg/hari dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati12.

Efek samping gastrointestinal tidak jarang (~50%) didapatkan pada


pemakaian awal metformin dan ini dapat dikurangi dengan memberikan
obat dimulai dengan dosis rendah dan diberikan bersamaan dengan
makanan8.
Efek samping lain yang dapat terjadi adalah asidosis laktat, meski
kejadiannya cukup jarang (0.03 per 1000 pasien) namun dapat berakibat
fatal pada 30-50% kasus. Pada gangguan fungsi ginjal yang berat,
metformin dosis tinggi akan berakumulasi di mitokondria dan
menghambat proses fosforilasi oksidatif sehingga mengakibatkan asidosis
laktat (yang diperberat dengan alcohol). Untuk menghindarinya sebaiknya
tidak diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin >1,3
mg/dL pada perempuan dan >1,5 mg/dL pada laki-laki). Metformin juga
dikontraindikasikan pada gangguan fungsi hati, infeksi berat, penggunaan
alcohol berlebihan serta penyandang gagal jantung yang memerlukan
terapi. Pemberian metformin perlu pemantauan ketat pada usia lanjut (>80
tahun) dimana massa otot bebas lemaknya sudah berkurang. Pada pasien
yang akan menggunakan radiokontras disarankan untuk menghentikan
metformin 24 jam sebelum dan 48 jam sesudah tindakan8.

Metformin juga dapat mengganggu absorbs vitamin B12 dan dapat


menurunkan konsetrasi vitamin B12 serum dengan mekanisme yang
belum diketahui sepenuhnya. Pada suatu uji klinik didapatkan anemia pada
7% pengguna metformin dan kondisi ini membaik dengan cepat dengan
penghentian obat. Oelh karena itu disarankan untuk melakukan monitor
hematologi8.

Obat Hipoglikemik Oral Golongan Biguanid

a. Metformin

Contoh Sediaan: Metformin (generic) Benoformin (Benofarma)


Bestab (Yekatria) Diabex (Combiphar) Eraphage (Guardian) Formell
(Alpharma) Glucotika (Ikapharmindo) Glucophage (Merck)
Gludepatic (Fahrenheit) Glumin (Dexa Medica) Methpica (Tropica
Mas) Neodipar (Aventis) Rodiamet (Rocella) Tudiab (Meprofarm)
Zumamet (Prima Hexal)
Satu-satunya golongan biguanida yang masih dipergunakan
sebagai obat hipoglikemik oral. Bekerja menurunkan kadar glukosa darah
dengan memperbaiki transport glukosa ke dalam sel-sel otot. Obat ini
dapat memperbaiki uptake glukosa sampai sebesar 10-40%. Menurunkan
produksi glukosa hati dengan jalan mengurangi glikogenolisis dan
glukoneogenesis12.

2.1.4 Golongan Tiazolidinedion

Insulin merangsang pembentukan dan translokasi GLUT ke


membrane sel organ perifer. Ini terjadi karena insulin
merangsang Peroxisome proliferators-activated reseptor- (PPAR) di inti
sel dan mengaktivasi insulin-responsive genes, gen yang berperan dalam
metabolism karbohidrat dan lemak. PPAR terdapat di target insulin, yakni
di jaringan adipose, pankreas, hepar, keberadaannya di otot skelet masih
meragukan. Tiazolidinedion merupakan agonist potent dan selektif PPAR
membentuk kompleks PPAR-RXR dan terbentuklah GLUT baru. Di
jaringan adipose PPAR mengurangi keluarnya asam lemak ke otot, dan
karenanya dapat mengurangi resistensi insulin5.

Senyawa golongan tiazolidindion bekerja meningkatkan kepekaan


tubuh terhadap insulin dengan jalan berikatan dengan PPAR (peroxisome
proliferator activated receptor-gamma) di otot, jaringan lemak, dan hati
untuk menurunkan resistensi insulin. Senyawa-senyawa TZD juga
menurunkan kecepatan glikoneogenesis12.

Obat Antidiabetik Oral Golongan Tiazolidinedion

a. Rosiglitazone

Contoh Sediaan: Avandia (GlaxoSmithKline)


Cara kerja hampir sama dengan pioglitazon, diekskresi melalui
urin dan feses. Mempunyai efek hipoglikemik yang cukup baik jika
dikombinasikan dengan metformin. Pada saat ini belum beredar di
Indonesia12.

b. Pioglitazone

Contoh Sediaan: Actos (Takeda Chemicals Industries Ltd)

Mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan


meningkatkan jumlah protein transporter glukosa, sehingga meningkatkan
uptake glukosa di sel-sel jaringan perifer. Obat ini dimetabolisme di hepar.
Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien gagal jantung karena dapat
memperberat edema dan juga pada gangguan fungsi hati. Saat ini tidak
digunakan sebagai obat tunggal12.

2.1.5 Golongan Penghambat Enzim -glikosidase

Senyawa-senyawa inhibitor -glukosidase bekerja menghambat


enzim alfa glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Enzim-
enzim -glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase)
berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida, pada dinding usus halus.
Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi pencernaan
karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi
peningkatan kadar glukosa post prandial pada penderita diabetes. Senyawa
inhibitor -glukosidase juga menghambat enzim -amilase pankreas yang
bekerja menghidrolisis polisakarida di dalam lumen usus halus. Obat ini
merupakan obat oral yang biasanya diberikan dengan dosis 150-600
mg/hari. Obat ini efektif bagi penderita dengan diet tinggi karbohidrat dan
kadar glukosa plasma puasa kurang dari 180 mg/dl. Obat ini hanya
mempengaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan dan tidak
mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Obat-obat inhibitor -
glukosidase dapat diberikan sebagai obat tunggal atau dalam bentuk
kombinasi dengan obat hipoglikemik lainnya. Obat ini umumnya
diberikan dengan dosis awal 50 mg dan dinaikkan secara bertahap sampai
150-600 mg/hari. Dianjurkan untuk memberikannya bersama suap pertama
setiap kali makan12.

Efek samping obat ini adalah perut kurang enak, lebih banyak
flatus dan kadang-kadang diare, yang akan berkurang setelah pengobatan
berlangsung lebih lama. Obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa
darah pada waktu makan dan tidak mempengaruhi kadar glukosa darah
setelah itu. Bila diminum bersama-sama obat golongan sulfonilurea (atau
dengan insulin) dapat terjadi hipoglikemia yang hanya dapat diatasi
dengan glukosa murni, jadi tidak dapat diatasi dengan pemberian gula
pasir. Obat ini umumnya diberikan dengan dosis awal 50 mg dan
dinaikkan secara bertahap, serta dianjurkan untuk memberikannya
bersama suap pertama setiap kali makan12.

Obat Anti Diabetik Oral Golongan Inhibitor -glukosidase

a. Acarbose

Contoh Sediaan: Glucobay (Bayer) Precose

Acarbose dapat diberikan dalam terapi kombinasi dengan


sulfonilurea, metformin, atau insulin12.

b. Miglitol

Contoh Sediaan: Glycet

Miglitol biasanya diberikan dalam terapi kombinasi dengan obat-


obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea12.
2.1.6 Golongan Penghambat Aldehide Reduktase

Peningkatan aktivitas aldehide reduktase dan jalur polyol


dipercayai merupakan mekanisme terjadinya komplikasi pada diabetes.
Mereka sudah terbukti berhubungan dengan terjadinya neuropati,
nefropati, retinopati dan katarak. Relevansi penghambatan aldehide
reduktase untuk perbaikan perubahan pada penyakit diabetes adalah
dengan membuat obat yang memiliki target spesifik ke jalur polyol,
aldehide reduktase, untuk menurunkan enzim yang membentuk jalur
tersebut. Penelitian telah dilakukan untuk menemukan obat-obat yang
dapat menghambat aldehide reduktase13.

Banyak penghambat aldehide reduktase yang dikembangkan


sebagai terapi pilihan, namun outcome klinisnya mengecewakan. Tolrestat
adalah penghambat aldehide reduktase oral yang dipilih untuk manajemen
beberapa komplikasi diabetes, seperti neuropati, retinopati dan nefropati,
namun obat tersebut belum di disetujui oleh FDA Amerika Serikat.
Tolrestat dihentikan oleh Badan Peneliti Wyeth-Ayrest pada tahun 1997
karena risiko terjadinya nekrosis hati berat dan kematian yang dilaporkan
di Argentina, Kanada dan Itali. Epalrestas, obat penghambat aldehide
reduktase lainnya telah disetujui untuk penggunaan di Jepang dan India.
Epalrestat dilaporkan dapat memperbaiki gejala subjektif dari neuropati,
kelainan rasa getaran dan perubahan abnormal pada detak jantung yang
berhubungan dengan neurpati diabetic perifer. Epalrestat dapat ditoleransi
dengan baik, efek samping yang sering ditemukan termasuk peningkatan
kadar enzim hati dan masalah pada gastrointestinal seperti mual dan
muntah. Penghambat aldehide reduktase lainnya seperti fidarestat,
ranirestat, ponalrestat, sorbinil dan risrestat belum memiliki uji klinis9.
2.1.7 Golongan Agonis Reseptor Amylin

Pada pasien diabetes yang ditatalaksana dengan insulin, target


HbA1c sulit dipenuhi karena glukosa darah sering mengalami fluktuasi
sehingga hipoglikemia dan kenaikan berat badan menjadi salah satu
penyulitnya. Namun, cara lain yang dapat dilakukan dalam menurunkan
kadar glukosa darah pada pasien diabetes yang diberi insulin adalah
dengan pemberian agonis amylin10.

Amylin yang diketahui juga sebagai islet amyloid polypeptide


(IAPP) adalah hormone asam amino peptide yang disimpan dan
dikeluarkan bersama insulin dan disebar oleh proses enzim yang sama.
Hormone ini memiliki jalur transduksi sinyal yang mirip dengan calcitonin
(CT), calcitonin gene-related peptide (CGRP), dan adrenomedullin.
Amylin disekresi berdasarkan respon dari stimuli nutrient dan
menunjukkan profil yang sama dengan insulin. Sirkulasi peptide dalam
bentuk yang berikatan dengan glukosa dan tidak berikatan dengan glukosa.
Pada kondisi normal, konsetrasi amylin plasma puasa berada sekitar 4 25
pmol/L, dan amylin didistribusikan sama dengan insulin di plasma dan
cairan interstisial. Namun berbeda dengan insulin, amylin tidak eliminasi
secara signifikan di hati melainkan melalui metabolism ginjal10.

Amylin menghambat sekresi glucagon postprandial dan


menghambat pengosongan gaster, yang memodifikasi hiperglikemia
postprandial pada pasien diabetes, sehingga dapat mengontrol kadar
glukosa dalam darah tanpa meningkatkan risiko hipoglikemia berat.
Amylin dari manusia menunjukkan property fisikokimia yang dapat
mencetuskan agregasi hormone peptide dan membentuk fiber amyloid,
yang menyebabkannya tidak bisa digunakan dalam farmakologik.
Pramlintide adalah tatalaksana baru untuk diabetes mellitus tipe 1 dan 2.
Pramlintide merupakan derivate dari amylin, hormone yang dikeluarkan
dari sel beta pancreas ke aliran darah. Dengan mengikuti aktivitas dari
amylin, pramlintide mengontrol kadar glukosa dalam darah dengan
memodifikasi pengosongan lambung, mencegah peningkatan level
glucagon post prandial dan meningkatkan kepuasan dengan menurunkan
intake kalori dan potensi penurunan berat badan9.

2.1.8 Golongan Agen Anorektik

Benfluorex adalah agek anorektik dan hipolipidemik yang strukturnya


berhubungan dengan fenluramine, dikembangkan oleh perusahaan farmasi
Perancis Servier. Benfluorex menghambat glukoneogenesis dan dijelaskan dapat
menurunkan oksidasi beta di mitokondria. Benfluorex menurunkan konsentrasi
asetil-CoA, mengurangi aktivitas piruvat karboksilase dan mengeluarkan efek
menghambat pada piruvat dehidrogenase. Benfluorex juga menurunkan rasio
ATP/ADP dan NAD+/NADH, menimbulkan pengurangan glukoneogenik flux
pada level 3-phosphoglycerate kinase dan GAPDH. Dua studi klinis menunjukkan
bahwa Benfluorex dapat mempengaruhi control glikemik dan penurunan resistensi
insulin pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang tidak terkontrol9.

2.1.9 Golongan Gliptin

Pada metabolism normal glukosa, level glukosa postprandial menstimulasi


pengeluaran GLP 1 dan GIP dari saluran pencernaan bagian atas. Peptide ini
meregulasi pengeluaran insulin dan glucagon dari pancreas, proses ini disebut
sebagai incretin effect. Pada pasien dengan DM tipe 2, sekresi GLP 1 postprandial
agak terganggu namun aksi GLP 1 tetap terpelihara. Sekresi GIP normal pada
pasien dengan DM tipe 2, namun pasien tersebut resisten terhadap efek
insulinotropik akut dari administrasi GIP eksogen. Efek GLP 1 pada sekresi
insulin bergantung pada konsentrasi glukosa plasma, yaitu semakin besar efek
sekresi insulin pada level glukosa yang tinggi dan efek minimal pada level
normal. Terapi yang mempengaruhi aksi incretin endogen tampak memiliki risiko
efek hipoglikemia yang lebih rendah. Dua cara untuk mendapat level GLP-1 aktif
yang adekuat adalah incretinmimetics (GLP-1 agonis) dan Penghambat DPP-411.

Sitagliptin adalah penghambat DPP-4 pertama yang diumumkan dan


diterima untuk penggunaan di Amerika Serikat sejak tahun 2006. Sitagliptin dapat
ditoleransi dengan baik dan tidak menimbulkan efek hipoglikemia. Setelah itu
ditemukan pula obat lainnya yaitu Vildagliptin, kombinasi Sitagliptin dan
Metformin, Aaxagliptin, Linagliptin, Gemigliptin dan Alogliptin9.

2.1.10 Golongan Agonis Reseptor Dopamine D2

Bromocriptine adalah agonis Dopamin D2 simpatolitik yang telah


disetujui digunakan sebagai salah satu terapi untuk diabetes mellitus tipe 2.
Berdasarkan uji pada hewan dan mansia, administrasi bromocriptine dalam 2 jam
dipercayai dapat meningkatkan level dopamine hipotalamus yang rendah dan
menghambat tonus simpatis berlebihan oleh system saraf pusat, menghasilkan
pengurangan kadar glukosa plasma postprandial karena adanya supresi produksi
glukosa oleh hepar. Bromocriptine tidak menunjukkan efek peningkatan sekresi
insulin atau meningkatkan sensitivitas insulin di jaringan perifer/otot.
Penambahan bromocriptine pada pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang tidak
terkontrol dengan tatalaksana hanya diet, metformin, sulfonylurea atau
tiazolidinedion menunjukkan pengurangan 0.5-0.7 HbA1c. bromocriptine juga
mengurangi kadar asam lemak bebas dan trigliserida14.
2.1.11 Golongan Penghambat Sodium-Glucose Cotransporter 2 (SGLT-2)

Menurut penelitian terbaru, salah satu cara untuk mengurangi konsentrasi


glukosa plasma pada pasien diabetes mellitus tipe 2 adalah dengan dengan
menghambat reabsorbsi glukosa di ginjal. Beberapa obat dari golongan
penghambat SGLT-2 telah disetujui sebagai terapi diabetes mellitus tipe 215.

Ekskresi glukosa akibat SGLT-2 proporsional sesuai jumlah glukosa yang


terfiltrasi oleh ginjal, sesuai fungsi laju filtrasi glomerulus dan konsentrasi
glukosa. Fenomena ini menghasilkan beberapa pertimbangan mengenai
mekanisme aksi dari penghambat SGLT-2. Pertama, peningkatan konsentrasi
glukosa plasma sepeti pada pasien DM menyebabkan terjadinya peningkatan
filtrasi glukosa dan dapat menyebabkan ekskresi yang lebih besar glukosa dengan
penghambatan SGLT-2. Kedua, karena mekanisme aksi penghambat SGLT-2
bergantung pada sekresi atau aksi dari insulin dan ikut berkurang pada penurunan
konsentrasi glukosa plasma pasien, maka risiko terjadinya hipoglikemia sangatlah
rendah. Ekskresi glukosa akibat penghambatan SGLT-2 menyebabkan tubuh
kehilangan kalori yang menimbulkan penurunan berat badan dan massa lemak,
yang merupakan keuntungan tambahan untuk dua pathogenesis terjadinya
diabetes mellitus tipe 2 yaitu intake kalori yang berlebihan dan penambahan berat
badan. Penghambat SGLT-2 juga memiliki efek diuretic ringan dan menurunkan
tekanan darah pada pasien diabetes mellitus tipe 215.
2.2 INSULIN

Insulin merupakan obat utama untuk terapi diabetes mellitus (DM) tipe 1
dan beberapa jenis diabetes mellitus tipe 2. Insulin diberikan dengan cara
disuntikkan melalui intravena, intramuskuler dan subkutan. Insulin subkutan
terutama diberikan pada DM tipe 1, DM tipe 2 yang tidak dapat diatasi hanya
dengan diet dan atau antidiabetik oral, pasien DM pascapankreatektomi atau DM
dengan kehamilan, DM dengan ketoasidosis, koma nonketosis, atau sebelum
tindakan operasi. Tujuan pemberian insulin pada keadaan tersebut bukan saja
untuk menormalkan glukosa darah tetapi juga memperbaiki semua aspek
metabolism5.

Klasifikasi

Preparat insulin dapat dibedakan berdasarkan lama kerja yaitu kerja cepat, sedang
dan panjang5.
Jenis - Sediaan Buffer Mulai Kerja Puncak Masa Kerja

Kerja Cepat

Regular soluble (Kristal) - 0.1-0.7 1.5-4 5-8

Lispro Fosfat 0.25 0.5-1.5 2-5

Kerja Sedang

NPH (isophan) Fosfat 1-2 6-12 18-24

Lente Asetat 1-2 6-12 18-24


Kerja panjang Fosfat asetat 4-6 14-20 24-36

Protamin Zinc - 4-6 16-18 20-36

Ultralente - 2-5 5-24 18-24

Glargin

Farmakodinamik Insulin

Target organ utama insulin dalam mengatur glukosa adalah hepar, otot dan
adipose. Peran utamanya antara lain uptake, utilisasi dan penyimpanan nutrient di
sel. Efek anabolic insulin meliputi stimulasi, utilisasi dan penyimpanan glukosa,
asam amino, asam lemak intrasel; sedangkan proses katabolisme (pemecahan
glikogen, lemak dan protein) dihambat. Semua efek ini dilakukan dengan
stimulasi transport substrat dan ion ke dalam sel, menginduksi translokasi protein,
emngaktifkan dan menonaktifkan enzim spesifik, merubah jumlah protein dengan
mempengaruhi kecepatan transkripsi gen dan translasi mRNA spesifik5.

Farmakokinetik Insulin

Pada orang normal dan pasien DM tanpa komplikasi, masa paruh insulin
di plasma sekitar 5-6 menit, pada DM yang mempunyai antibody anti-insulin nilai
tersebut memanjang. Degradasinya terjadi di hepar, ginjal dan otak. Sekitar 50%
insulin di hepar akan dirusak dan tidak akan mencapai sirkulasi sistemik. Klirens
C-peptide di hepar lebih rendah, karenanya masa paruhnya lebih panjang (30
menit). Hormone ini mengalami filtrasi glomeruli dan reabsorpsi serta degradasi
di tubuli ginjal. Gangguan fungsi ginjal yang berat dapat mempengaruhi
kecepatan eliminasi insulin5.
Preparat dan Dosis

Dosis insulin dibakukan dalam unit dan terdapat sediaan 40,80 atau 100
unit.mL. Dosis awal pada basal insulin biasanya dimulai dari 10 unit per hari atau
0.1-0.2 unit/kgBB/hari, tergantung derajat hiperglikemia. Beberapa penderita DM
tipe 2 membutuhkan bolus insulin saat makan sebagai tambahan dari basal insulin.
Insulin yang sering dipilih adalah insulin kerja cepat karena onsetnya yang segera
setelah pemberian. Dosis yang direkomendasikan adalah mulai dari 4 unit per
hari, 0.1 unit.kgBB/hari, atau 10% dari dosis basal6.

Interaksi

Beberapa hormone bersifat antagonis terhadap efek hipoglikemik insulin,


antara lain hormone pertumbuhan, kortikotropin, glukokortikoid, tiroid, estrogen,
progestin dan glucagon. Adrenalin menghambat sekresi insulin dan merangsang
glikogenolisis. Peningkatan kadar hormone ini perlu diperhitungkan dalam terapi
insulin. Salisilat meningkatkan sekresi insulin, mungkin menyebabkan
hipoglikemia. Hipoglikemia cenderung terjadi pada pasien dengan penghambat
adrenoreseptor beta akibat penghambatan efek katekolamin pada glukoneogenesis
dan glikogenolisis, obat ini juga mengaburkan takikardia akibat hipoglikemia5.

Anda mungkin juga menyukai