Formulasi Dan Uji Evaluasi Tablet Antalgin 500mg
Formulasi Dan Uji Evaluasi Tablet Antalgin 500mg
Formulasi Dan Uji Evaluasi Tablet Antalgin 500mg
Disusun Oleh:
1) Istanti (16811085)
2) Martina Cahya Pratiwi (16811108)
3) Nanda Selatyasari (16811120)
4) Dina Nur Upizah (16811123)
5) Arman Fasyihin (16811141)
1.1.Latar Belakang
Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang paling populer di masyarakat
dengan segala kelebihannya dibandingkan dengan bentuk sediaan lain seperti,
kenyamanan pasien dalam menggunakan obat, praktis, mudah dibuat, efisien dalam
pengobatan, dan mudah dalam proses distribusi. Namun satu kelemahan penting untuk
bentuk sediaan ini adalah masalah untuk beberapa pasien yang kesulitan dalam menelan.
Air sangat berperan penting dalam proses menelan sediaan oral. Oleh karena itu, tablet
yang cepat larut atau hancur menjadi perhatian yang sangat menarik untuk meningkatkan
efisiensi pengobatan.
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannnya kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lembaga
Farmasi Angkatan Laut (Lafial) Drs. Mochamad Kamal adalah untuk:
1. Mengetahui dan memahami pelaksanaan produksi tablet antalgin di industri
farmasi
2. Mengetahui dan memahami hasil uji evaluasi tablet antalgin dengan metode
granulasi basah
1.4.Manfaat Penelitian
Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lembaga Farmasi Angkatan Laut
Drs. Mochamad Kamal yaitu mahasiswa mampu memahami pelaksanaan produksi
tablet antalgin di industri farmasi dan memahami hasil uji evaluasi tablet antalgin
dengan metode granulasi basah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Tablet
2.1.1. Definisi
Tablet merupakan sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi (Anonim, 1995). Tablet dapat dibedakan berdasarkan cara
pembuatannya yaitu tablet kempa dan tablet cetak. Tablet kempa adalah tablet yang
dibuat dengan memberikan tekanan yang tinggi terhadap serbuk atau granul
menggunakan cetakan baja. Tablet cetak adalah tablet yang dibuat dengan menekan
massa serbuk yang lembap dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan
(Hadisoewignyo, 2012).
2.3.3 Primojel
Rumus Molekul C2H4O3xNax
Fungsi Penghancur luar
Serbuk berwarna putih atau hampir putih yang
Pemerian Bahan
mengalir bebas dan sangat higroskopis.
Data Kelarutan Praktis tidak larut dalam metilen klorida
Kerapatan/BJ Higroskopis
3
Titik lebur/leleh 0,81 g/cm
Stabilitas terhadap air Higroskopis
Penyimpanan Disimpan pada wadah tertutup rapat di tempat
kering dan sejuk
Rumus Struktur
2.3.5 Amilum
Rumus Molekul (C6H10O5)n
Rumus Struktur
Sinonim Compressible starch; Instastarch; Lycatab C;
Lycatab PGS; Merigel; National 78-1551;
Pharma-Gel; Prejel; Sepistab ST 200; Spress
B820; Starch 1500 G; Tablitz; Unipure LD;
Unipure WG220.
Fungsi Pengikat dan disintegran
pH 4,5 7,0
Inkompatibilitas -
2.3.6 PVP
Rumus Molekul (C6H9NO)n
Rumus Struktur
pH 3,0 7,0
2.3.7 Talkum
Rumus Molekul Mg6(Si2O5)4(OH)4
Fungsi Pelincir
Serbuk yang sangat halus, berwarna putih
Pemerian Bahan hingga putih keabuan, tidak berbau, manis, dan
berbentuk kristal.
Data Kelarutan Praktis tidak larut dalam asam dilutan dan
alkali, pelarut organic, serta air.
pH 7,0 10,0
Penyimpanan Disimpan pada wadah tertutup rapat di tempat
kering dan sejuk
2.3.8 Nipagin
Rumus Struktur
Fungsi Pengawet
Serbuk Kristal putih sampai tak berwarna, tidak
Pemerian Bahan
berasa
Data Kelarutan Larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam
minyak dan air
pH 3-6
Titik Lebur 125-128 oC
Penyimpanan Disimpan pada wadah tertutup rapat di tempat
kering dan sejuk
Tartrazine
Rumus Struktur -
pH -
Titik Lebur >300 oC
Penyimpanan Disimpan pada wadah tertutup rapat di tempat
kering dan sejuk
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.2. Bahan
1. Antalgin standar
2. Aquadest
3. Serbuk antalgin hasil mixing
4. HCl 0,1 N
5. Tablet antalgin
3.2 Formula Tablet Antalgin
Jumlah Jumlah per
Persentase
No Bahan Fungsi per tablet batch (50.000
(%)
(mg) tablet) (kg)
1. Antalgin Zat aktif - 500,000 25,000
2. Amilum Disintegran dalam 10 62,500 3,125
b. Pembuatan masa
Masukkan 25 kg Antalgin, 3,125 kg amilum, dan 0,725 kg ke dalam mesin pengaduk
bubuk dan aduk selama 30 menit. Masukkan larutan pengikat PVP ke dalam bahan
tersebut dan aduk selama 30 menit.
e. Lubrikasi
Masukkan masa granul kering, 0,313 kg magnesium stearat, 0,313 kg talkum, dan 0,781
kg primojel ke dalam mesin pengaduk bubuk dan aduk selama 45 menit. Tampung masa
di dalam drum plastik dan catat bobotnya.
massa (gram)
Kecepatan alir
waktu (detik)
Kecepatan alir yang baik 100 gram/10 detik atau 10 gram/detik.
iii. Kompresibilitas
Masukkan granul antalgin hasil mixing ke dalam gelas ukur. Letakkan pada alat
tapping dan atur tapping sebanyak 500 kali. Hitung volume setelah tapping dan
timbang granul hasil mixing setelah ditapping.
(Vo vf )
Compressib ility index 100
Vo
Lembaga Farmasi Industri TNI Angkatan Laut (Lafial) Drs. Moch. Kamal merupakan
unit pelaksana dari Diskesal (Dinas Kesehatan Angkatan Laut). Diskesal akan memberikan Surat
Perintah Produksi kepada Lafial untuk melakukan proses produksi. Produksi sediaan farmasi
dilakukan setelah mendapat Surat Perintah Produksi (SPP) dari Diskesal. SPP terdiri dari nama
obat, kekuatan sediaan, dan bentuk sediaan yang diproduksi, jumlah batch, bahan bahan yang
digunakan dalam produksi dari proses preparasi hingga proses pengemasan. Setelah proses
produksi selesai dan obat dapat dirilis maka akan segera didistribusikan ke seluruh TNI AL di
seluruh Indonesia. Obat yang diproduksi di Lafial tidak bertujuan untuk profit yang dapat dijual
bebas di pasaran, melainkan untuk memenuhi dan mendukung kesehatan para anggota TNI AL
beserta keluarganya.
Tugas khusus yang didapatkan pada mahasiswa pkpa adalah formulasi dan evaluasi tablet
antalgin dengan menggunakan metode granulasi basah. Alasan pemilihan metode granulasi
basah karena karakterisitik zat aktif dari antalgin yaitu tahan terhadap panas dan kelembaban.
Selain itu, antalgin memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang kurang baik sehingga dengan
pemilihan metode granulasi basah dapat memperbaiki sifat alir dan kompresibilitasnya. Produksi
antalgin sebanyak 1 batch yang terdiri dari 50.000 tablet dengan bobot total 31,25 kg dan bobot
per tablet yaitu 625 mg.
Pembuatan tablet antalgin dengan menggunakan granulasi basah diawali dengan
pembuatan larutan pengikat yang terdiri dari PVP, tartrazine, dan air yang dicampur dan diaduk
selama 30 menit. Kemudian, penambahan nipagin dan alkohol 96% sebagai pelarut. Kedua
larutan tersebut yaitu larutan PVP dan nipagin dicampur dan diaduk. Selanjutnya, pembuatan
masa dengan cara mencampurkan fase dalam yaitu antalgin, laktosa, dan amilum yang kemudian
dicampurkan dengan larutan pengikat. Setelah semua tercampur maka dilakukan pembuatan
granulasi dengan menggunnakan mesh nomor 12 dan dilakukan proses pengeringan
menggunakan oven selama 20 jam. Setelah kering maka akaan dilakukan IPC (in process
control) yaitu cek kadar air oleh bagian wastu (QC) dengan kriteria 3 5%. Setelah bagian wastu
memberitahukan hasil yang baik maka proses produksi dapat dilanjutkan. Granul yang sudah
kering tersebut lalu diayak kembali menggunakan mesh nomor 49 yang selanjutnya akan
dilakukan proses lubrikasi. Proses lubrikasi menggunakan fase luar yang terdiri dari primojel,
magnesium stearat, dan talkum. Selanjutnya adalah proses pencetakan tablet. Setelah tablet
antalgin dicetak maka akan dilakukan IPC oleh bagian wastu (QC) berupa uji keseragaman
bobot, uji kekerasan, uji waktu hancur, uji kerapuhan, uji kadar air, uji sifat alir, dan uji
kompresibilitas. Uji keseragaman bobot dilakukan dengan menimbang satu per satu tablet
sebanyak 20 tablet, kemudian dihitung rata-ratanya. Uji kekerasan menggunakan 10 tablet yang
akan diletakkan pada alat hardness tester, kemudian dilihat nilai kekerasan yang tertera di alat
tersebut. Uji waktu hancur menggunakan alat disintegrant tester dengan meletakkan 6 tablet ke
dalam masing masing lubang pada alat dan terdapat cairan bersuhu 37 38C kemudian tablet
tersebut dilihat hingga tabletnya tidak utuh dan tekan tombol time untuk melihat berapa lama
tablet tersebut sudah hancur. Uji kerapuhan menggunakan 20 tablet yang sebelumnya ditimbang
terlebih dahulu bobot 20 tablet tersebut dan akan dimasukkan ke alat friability tester dengan
menggunakan kecepatan putaran sebanyak 100 rpm. Setelah itu ditimbang kembali bobot 20
tablet setelah dikeluarkan dari friability tester dan dihitung selesai bobot awal dan bobot
akhirnya. Uji kadar air diakukan dengan menimbang 5 gram granul yang akan dimasukkan ke
dalam alat moisture balance dengan kecepatan putaran sebesar 100 rpm dan dilihat berapa
persentase kadar air yang terdapat di alat moisture balance. Uji sifat alir terdiri dari uji kecepatan
alir dan sudut diam. Uji sifat alir dengan menimbang 100 g granul yang dilewatkan melalui
corong dan dihitung menggunakan stopwatch berapa lama granul tersebut dapat melalui corong
tersebut. Uji sudut diam dengan mengukur tinggi granul hasil dari pengukuran sifat alir yang
membentuk kerucut dan jari-jarinya. Uji kompresibilitas dengan memasukkan granul ke dalam
gelas ukur dan dilihat volume awal dan volume akhir setelah dimasukkan ke alat tapping.
Setelah uji fisik dilakukan maka dilanjutkan dengan uji kimia dengan menentukan
penetapan kadar tablet antalgin dengan spektrofotometer UV-Vis. Berdasarkan Farmakope
Indonesia, penetapan kadar antalgin menggunakan metode iodometri, namun dikarenakan
keterbatasan alat dan bahan sehingga metodenya diganti menggunakan spektrofotometri UV-Vis
yang telah dilakukan validasi metode analisa terlebih dahulu. Pembuatan kurva baku antalgin
menggunakan lima seri kadar yaitu 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, 25 ppm, dan 30 ppm dengan
pelarut HCl 0,1 N dan dibaca pada spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang
maksimal sebesar 258 nm. Uji yang selanjutnya adalah penetapan kadar tablet antalgin
menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan melakukan penetapan linieritas, akurasi, presisi
serta LOD dan LOQ.
Linieritas merupakan suatu metode yang bertujuan untuk melihat hubungan antara respon
(y) dengan konsentrasi (x) secara linier. Linieritas suatu metode yang baik dapat dilihat dari nilai
koefisien korelasi (r) 0,9999 (mendekati 1). Nilai koefisien korelasi (r) diperoleh dari
persamaan regresi linier antara konsentrasi (x) dengan respon yang dihasilkan (y). Hasil regresi
linier kurva baku dari standar antalgin yaitu nilai slope (b) = 0,02556, nilai intercept (a) =
0,0044, dan nilai koefisien korelasi (r) = 0,99975, sehingga persamaan kurva baku yang
dihailkan yaitu y = 0,02556x + 0,0044. Nilai a ialah tetapan regresi, nilai b ialah koefisien regresi
atau juga menyatakan kemiringan. Dari hasil yang diperoleh nilai koefisien korelasi (r) dari
antalgin adalah 0,99975 menunjukkan linieritas yang baik karena nilai koefisien korelasi (r) yang
baik ialah 0,9999, yang menunjukkan bahwa semakin meningkat konsentrasi antalgin, maka
semakin meningkat pula deteksi dari spektrofotometer yang ditunjukkan dengan nilai absorbansi.
Tabel 4.1. Hasil uji linieritas kurva baku antalgin dalam pelarut HCl 0,1 N
Kadar (ppm) Absorbansi
10 0,259
15 0,390
20 0,518
25 0,636
30 0,775
Akurasi merupakan kesesuaian antara hasil uji yang diperoleh dengan nilai yang
sebenarnya. Tujuan dilakukannya akurasi adalah untuk mengetahui ketepatan metode analisis
atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai sebenarnya. Akurasi dari suatu metode
dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (persen recovery) jumlah analit yang ditambahkan
ke dalam sampel. Nilai persen recovery yang baik adalah 95-105 %. Hasil penetapan kadar tablet
antalgin yang dinyatakan sebagai persen recovery adalah 96,24 %. Dari hasil persen recovery
yang diperoleh menunjukkan akurasi yang baik, karena nilainya berada dalam rentang 95-105 %.
Presisi merupakan suatu prosedur analisis yang menyatakan kedekatan antar pengukuran
sampel yang diambil berulang pada sampel homogen yang sama. Hasil presisi dinyatakan
sebagai simpangan baku relatif (RSD) atau koefisien variansi (CV). Presisi yang baik dinyatakan
dengan nilai CV < 2 %.
Tabel 4.2. Hasil pengukuran presisi tablet antalgin
Kadar Antalgin (ppm) Absorbansi
25 0,622
25 0,618
25 0,622
25 0,616
25 0,619
25 0,618
Rata-rata 0,6194
SD 0,003
CV (%) 0,421
Hasil presisi yang diperoleh dinyatakan dengan nilai CV yaitu 0,421 %, yang
menunjukkan bahwa presisi yang dihasilkan sudah baik karena memiliki nilai CV < 2 %.
Batas deteksi atau limit of detection (LOD) merupakan konsentrasi terkecil suatu analit
dalam sampel yang masih memberikan respon yang dapat dapat diukur. LOD dapat dihitung
berdasarkan pada standar deviasi (SD) respon dan kemiringan (slope, S) kurva baku pada level
yang mendekati LOD sesuai dengan rumus LOD = 3,3 (SD/S).
Batas kuantifikasi atau limit of quantification (LOQ) merupakan kuantifikasi terkecil
analit dalam sampel yang masih memberikan respon. Metode perhitungan LOQ didasarkan pada
standar deviasi respon (SD) dan slope (S) kurva baku sesuai dengan rumus LOQ = 10 (SD/S).
Berdasarkan perhitungan dari persamaan regresi linier kurva baku standar antalgin, nilai
LOD (batas deteksi) yaitu 0,670 ppm, dan nilai LOQ (batas kuantifikasi) yaitu 2,030 ppm. Hasil
yang diperoleh sudah baik karena sudah berada di bawah rentang kurva baku.
Setelah semua uji fisik dan uji kimia dilakukan oleh bagian wastu dan hasilnya
memenuhi kriteria maka dapat dilakukan proses pengemasan primer dengan melakukan IPC
yaitu cek kebocoran pada strip menggunakan cairan metilen blue dan akan divacuum kemudian
dilihat apakah ada kebocoran atau tidak. Selanjutnya melakukan pengemasan sekunder. Obat
yang sudah jadi akan dilihat oleh bagian wastu dan akan dikirim ke gudang matkes.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Proses produksi tablet antalgin berdasarkan dari Surat Perintah Produksi yang dikeluarkan
oleh Diskesal (Dinas Kesehatan TNI Angkatan Laut)
2. Tablet Antalgin memiliki sifat fisik dan kimia yang baik kecuali pada sifat alir yang belum
memenuhi persyaratan pada Farmakope Indonesia.
B. Saran
Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi produksi, ada beberapa sarana yang penting
untuk diperhatikan agar kualitas produk yang dihasilkan lebih baik, antara lain:
1. Menyempurnakan penerapan CPOB yang menjadi acuan dalam pengelolaan Lembaga Farmasi
Angkatan Laut.
2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas mesin-mesin produksi agar produk yang dihasilkan
mempunyai kualitas yang lebih baik.
3. Perlu adanya bagian QA (Quality Assurance) secara terstruktur agar tidak terjadi tumpang
tindih tugas pokok antara bagian QA dan bagian Pendidikan, Penelitian, dan Pengembangan.