Cerita Tentang Munculnya Lingga
Cerita Tentang Munculnya Lingga
Cerita Tentang Munculnya Lingga
Kata Nandikeshwara:
Suatu kali, ketika penciptaan dimulai Brahma, ia yang memiliki lima wajah duduk diatas
lotus, hingga datanglah Wisnu. Wisnu yang sangat tampan tidur diatas lingkaran ular besar
Adisesha menyambutnya dengan berbagai upachara.
Penciptaan terjadi begitu saja tanpa ada yang membuat Brahma bangga. Ketika harga-diri
memenuhinya muncullah Siwa Maya, penggoda Siwa. Itulah yang terjadi pada Brahma. Ia marah
pada Wisnu karena tidak menunjukkan rasa hormat dan karena ia tertidur. Ia berpikir, Ialah
pencipta, ayah dari semuanya. Ia mendekati Wisnu dan membangunkannya dan mengatakan
bahwa ia akan mendapat balasan atas kelalaiannya itu.
Wisnu sangat marah karena ia berpikir bahwa Brahma yang lahir dari pusarnya harus
menghormatinya. Apalagi, kemudian ia berpikir, bahwa ia adalah penjaga semuanya, pemelihara
semuanya. Dengan bibir tersenyum, tanpa menunjukkan amarahnya, Wisnu berkata pada
Brahma bahwa ialah yang akan mendapatkan balasannya. Setelah berkata seperti itu iapun
memuji dirinya.
Keduanya bertikai. Ini menjadi semakin sengit dan menjadi perang. Brahma dan Wisnu
kemudian keduanya terbelenggu oleh Siwa Maya. Masing-masing pendukungnya mendukung
junjungannya. Masing-masing mengaku ada dimana mana dan sangat kuat.
Sebagai akhirnya, Wisnu menggunakan senjata Maheswaranya. Brahma menggunakan
senjata Pashupatanya. Kedua rsi dan para bidadari tercengang. Mereka semua pergi ke Kailsasha
mencari perlindungan pada Siwa untuk mendapatkan kedamaian.
Siwa menghilang setelah memberikan mereka perlindungan dan berdiri sebagai pillar api
yang besar dan bercahaya. Dengan cahaya sucinya senjata Brahma dan Wisnu terserap. Dalam
cahaya yang gemerlap itu baik Brahma atau Wisnu sangat terpukau. Semua yang hadir disana
terkesima. Cahaya ini tak tertahankan olehnya. Pilar cahaya ini juga adalah pilar api. Tidak
berawal dan tidak berakhir. Untuk menemukan pangkalnya Wisnu menjadi Sweta Varaha, babi
hutan putih, dan pergi menyelami awal semuanya. Brahma dalam pencarian yang sama juga
mencari ujung pillar itu. Keduanya gagal menjalankan misinya. Ketika itu pula Brahma melihat
bunga Ketaki yang jatuh, ia meminta bunga untuk menjadi saksi bahwa ia melihat ujung pilar itu.
Bunga Ketaki dan Brahma menuju medan perang. Wisnu disana dengan muka yang malu.
Brahma telah mendapatkan kemenangan dengan bunga Ketaki sebagai saksinya. Wisnu
menerimanya dan menerima kesuperioran Brahma. Kemudian Wisnu memberikan hormat serta
menghaturkan upacara pada Brahma.
Siwa yang memiliki tubuh bagaikan kristal menjanjikan Sri Hari dengan tubuh berkilai
bagai safir.
Wahai Narayana! Seandainya engkau berbohong seperti Brahma, engkau akan menang.
Tetapi kau tidak mau melakukan kebohongan itu. Dengan kebenaran engkau membuatku sangat
berkenan. Kebenaran itu abadi. Ia yang memagang teguh Kebenaran akan abadi. Mulai saat ini
engkau akan dipuja di ketiga dunia, di surga, di bumi dan di alam bawah, seperti Aku. Banyak
tempat suci dipersembahkan padamu seperti aku sebagai kshetra. Pemujaan juga akan banyak
diadakan untukmu. Siwa memberkahi Wisnu dan menghukum Brahma untuk dipenggal.
Bhava, yang juga disebut sebagai Sambasiwa, menciptakan Bhairawa untuk memberikan
pelajaran pada Brahma. Ia memerintahkan:
Bhairawa! Hukum Brahma dengan memenggal kepalanya!
Bhairawa kemudian menajamkan pedangnya dan memegang kepala Brahma. Ia
memotong kepala pertamanya. Ketika kepalanya yang lain juga akan menemui nasib yang sama,
Brahma memohon ampun pada Siwa.
Kesedihan pencipta Brahma sangat menyentuh hati karena ia juga lahir dari pusar Wisnu.
Brahma memohon hidup pada Siwa. Wisnu juga memohon pada Siwa. Siwa mengabulkan
permohonan itu.
Siwa mengijinkan Brahma menjalankan kewajibannya sebagai pencipta tetapi
mengutuknya bahwa ia tidak akan dipuja lagi. Pada akhirnya Brahma juga mendapatkan
pengampunan lain. Pada semua upacara api Brahma dihormati sebagai pencipta. Ritual yang
tidak memberikan penghormatan pada Brahma tidak akan mendatangkan hasil.
Keagungan Siwaratri
Setelah Siwa melakukan itu semua, Iapun menjadi dewa yang dipuja bahkan oleh Sang
Pencipta, Brahma dan juga dewa pemelihara, Wisnu. Mereka semua menghaturkan sembah
padanya.
Siwa sangat berkenan. Ia mengumumkan bahwa hari hari tertentu akan di ingat
selamanya sebagai Siwaratri. Malam itu akan diingat sebagai Siwaratri (Malam Siwa). Pada hari
itu, siapun yang memuja Nya dan juga berpuasa serta begadang (melakukan jagarana) akan
mendapatkan pahala yang setara dengan pemujaan biasa yang dilakukan dalam setahun. Hari itu
adalah hari suci bagi pratishtha (pengukuhan) Lingga Siwa dan merayakan Siwa Kalyana, utuk
membangun kuil. Hari keempat belas, bulan Margashira dibawah naungan bintang Arudra akan
sangat baik untuk memuja Siwa. Tempat dimana Siwa berubah wujud menjadi sebuah linggam
api dan cahaya akan dikenal dengan nama Linggastanatempat lingga. Tempat api itu menyala
juga akan menjadi Lingga Siwa. Tempat darimana api itu keluar atau berkobar akan disebut
dengan Arunacala- yang berarti gunung merah. Ini akan menjadi peziarahan terkemuka diantara
Kshetra Siwa (peziarahan suci Siwa). Bagi mereka yang memuja Siwa tentu akan mendapatkan
tempat si Siwaloka misalnya di Sallokya, Samipya dan Sayujya (tempat pada loka yang sama,
kedekatan dan penyatuan. Pada saat akhir pemujaan pada hari Siwaratri, Siwa memberitahu
Brahma dan Wisnu bahwa ia bemanifestasi menjadi pilar api yang besar hanya untuk
memperlihatkan pada mereka Parama Tatwa- sifat Kenyataan Mutlak. Ia juga bisa bermanifestasi
dengan sifat atau bahkan tanpa wujud, tidak bisa dibandingkan dengan apapun dan dalam wujud
yang tidak terbatas. Dualitas kualitas dengan apa yang disebut dengan Nirakara Nirguna dan
Sakara Nirguna. Yang pertama adalah Niskala dan yang kedua adalah Sekala. Dewa Siwa adalah
keduanya. Ia kemudian lebih jauh lagi mengatakan pada mereka bahwa tidak ada bedanya antara
Ia dan lingga. Ia menyarankan kepada mereka berdua untuk melanjutkan tugasnya tanpa saling
bertikai lagi. Ia berkata bahwa Ia akan tinggal disebuah tempat. Ia menyerap dalam segala hal.
Mereka yang memasang lingga Siwa akan tinggal di Kailasa seperti Siwa sendiri. Itulah
Sayujya. Hal yang paling banyak mendatangkan pahala adalah memasang Lingga Siwa. Ini
disebut dengan Pratisthana. Jika tidak memiliki lingga, maka patungnyapun bisa dipasang, dan
tempat dimana patung itu dipasang akan menjadi Siwa Kshetra.
Panchakritya
Baik Wisnu dan Brahma, mendengarkan dengan penuh perhatian semua yang telah
dijelaskan oleh Dewa Siwa mengenai lima perbuatan atau Kriya.
Dewa Siwapun menjelaskan pada Brahma dan Wisnu hal berikut ini:
Penciptaan berarti bertumbuh dengan ikatan dan aturan. Menjaga semuanya teratur dan
melindungi semua ciptaan dari ketidakteraturan adalah bisa dilakukan dengan menjaganya.
Membagi dunia makro dan menjadikannya dalam bentuk mikro adalah samhara- penghancuran.
Dan kemudian menjaganya hingga penciptaan yang berikutnya adalah thirodhana, atau terkadang
disebut dengan thirodhana sankalpa (mengalami kemunduran, atau kembali). Keempat kriya ini
saling berhubungan. Yang paling akhir dan paling utama adalah Anugraha berkah suci yang
membebaskan persembahan mukti (pembebasan). Hanya Siwa yang mampu memberikan
anugraha- berkah. Semuanya terlahir dari bumi, hanya dengan air semuanya bisa tumbuh. Hanya
melalui cahaya dan kehangatan mereka akan pergi. Dengan udara dan kedalam udara mereka
akan menghilang. Hanya akashalah yang nyata- yang berarti ia dengan wujud Dewa Siwa.
Untuk menjalankan kelima fungsi ini, Ia memiliki lima wajah. Dengan berkahnya,
sementara Dewa Brahma dan Wisnu menciptakan dan menjaga, penghancuran dan penarikan
kembali penciptaan dilakukan oleh Dewa Rudra atau Maheswara. Dewa Siwa sendiri mampu
melakukan rangkaian kriya yang kelima- Anugraha. Karena Rudra dan Maheswara melampaui
Ahamkara dan mentransendenkan egoisme- mereka tidak memiliki bentuk atau wujud selain
Siwa. Mereka memiliki kendaraan (wahana) yang sama, tempat duduk yang sama (asana) dan
juga wujud eksternal yang sama (vesha).
Dengan bertikai, Dewa Brahma dan Wisnu telah merendahkan diri mereka sendiri. Siwa
menyarankan agar Dewa Brahma dan Wisnu memberikan Shivapanchakshari mantra Om
Namahsiwaya dan Pranawa, Om yang berada dalam diri Siwa dan Shakti. Dari keduanya
muncullah pengucapan mantra. Dengan mengucapkan dan melakukan pengulangan mantra,
manfaat tertentu akan diperoleh. Semua mantra memberikan kebahagiaan dan juga kesenangan.
Tetapi Panchaksari mantra akan memberikan semua kesenangan dan kenyamanan dan bahkan
mukti (pelepasan diri).
Dengan menyuruh Dewa Brahma dan Wisnu menghadap ke utara, Dewa Siwa
memberikan mantra kepada mereka. Kemudian Ia juga memberkahi mereka dengan yantra dan
juga tantra. Yantra mengacu pada cara pemujaan dengan rancangan geometris dan juga aturan
tertentu yang sesuai dengan tantranya.
Kemudian keduanya Brahma dan Wisnu menyimpan Vrushakapi (perlambangan Siwa) di
tempat guru (guru sthana). Sebagai persembahan pada guru, mereka melakukannya dengan
sepenuh jiwa.
Kata Muni Suta:
Dengan mengulangi Panchakshari lima crore kali maka manusia akan menjadi sama
dengan Dewa Siwa.
Dengan empat crore maka manusia akan sama dengan seorang Brahmana; jika seseorang
mengulangi mantra Gayatri seribu kali Siwa akan berkenan, dan akan menghadiahkan tempad di
kediamannya Kailasha.
Haruslah diingat bahwa pemujaan Siwa pada malam hari akan menghasilkan buah pahala
yang amat baik.
Setelah mendengar semua ini semua suta, pencerita purana (pauranik), para rsi dan juga
para orang suci ingin mendengar dan mengetahui lebih jauh lagi tentang Siwa Kshetra, kediaman
Dewa Siwa.
Setelah mendengarkan perintah Dewa Siwa, Bumi telah menyangga berat ribuan gunung
dan juga sungai-sungai yang sangat banyak. Untuk memberkahi mereka yang hidup di bumi,
Siwa membuat Kshetranya, tempatnya, di suatu tempat. Dari kshetra-kshetra itu ada yang
muncul sendiri atau yang didirikan oleh para pemuja (para bidadari dan dewa) dan juga oleh
orang suci atau para rsi. Terdapat banyak pantai di lautan dan tepian sungai.
Kashi, misalnya, berada di tepian Sungai Gangga. Bagi mereka yang mandi di Narmada
dan melakukan puasa, maka ia akan menjadi pemimpin yang baik.
Sungai yang lain, yang juga dipuja adalah Govadari. Hanya dengan mengucapkan
namanya saja, Govadari akan menghancurkan dosa-dosa mereka. Varanasi telah menjadi tempat
yang terkenal karena menjadi Siwa Kshetra. Mandi di sungai Gangga akan menghasilkan pahala
ratusan Sandhya wandana (pemujaan pada saat matahari terbenam dan matahari terbit). Mandi
ratusan kali akan menjadi langkah pertama untuk belajar yoga. Tidak ada yang mampu
menggambarkan pahala kebajikan yang bisa diperoleh dengan mandi setiap hari di sungai
Govadari. Sungai Govadari memiliki kekuatan untuk membebaskan seseorang dari semua dosa-
dosanya dan memberkahinya dengan tinggal di Kailasha.
Pada semua kshetra, kediaman mulia, sangatlah penting untuk selalu berbakti dan tulus.
Dosa apapun yang dilakukan di tempat ini akan membuat seseorang menderita di neraka.
Baik punia (pahala yang baik) atau neraka (dosa) memiliki tiga aspek:
1. Aspek benih (bija)- ini bisa dihancurkan dengan jnana (pengetahuan dan kebijaksanaan).
2. Aspek pertumbuhan (vriddhi) ketertarikan untuk berbuat dosa dengan hal ini bisa dikendalikan
dengan melakukan perbuatan yang mendatangkan pahala.
3. Aspek pengalaman (anubawa) dengan Jnananamsa dan vriddhayamsa walaupun dosa sudah
sudah dihapus, beberapa pahala baik dan juga dosa harus dinikmati harus dilalui oleh orang
yang melakukannya. Itulah anubawa.
Jenis-jenis Yadnya
Menghaturkan samagri (benda atau materi) pada api dalam havana disebut dengan
yadnya. Havana yang dilakukan untuk menghormati dewa tertentu misalnya Indra disebut
dengan dewa yagna. Brahma yadnya adalah ilmu yang mempelajari weda. Selain dari Agni (api)
ada dewa lain juga yang dipuja pada saat yadnya.
Tujuh hari yang ada memiliki dewa tersendiri. Memuja mereka akan mendatangkan
pahala seperti berumur panjang, kesehatan, kekayaan dan juga ilmu pengetahuan. Mantra, japa,
havana adalah ketiga hal yang berkaitan dengan ritual api. Dana (sedekah) dan memberikan
makanan pada pemuja dan orang yang tak punya juga adalah yadnya. Ada tiga jenis yadnya yang
berbeda untuk mencapai hasil tertentu. Semua ini dilakukan sesuai dengan prosedur dalam kitab
suci, akan meningkatkan kesehatan seseorang. Bahkan dengan mendengarkan pada cerita tetang
yadnya ini akan menghasilkan pahala saat melakukan dewa yadnya.
BinduNada Lingga
Bindu adalah titik, atau tetes adalah shakti. Nada adalah suara yang adalah Siwa- dan
seluruh jagat raya menyerap ke dalam nada. Nada adalah dasar dari penciptaan dan lingga adalah
kesatuan dari keduanyaShiva dan Shakti. Maka tidak ada bedanya antara Siwa dan Shakti.
Lingga Siwa bermanifestasi dalam enam cara dan masing-masing memiliki dua aspek.
Suara A adalah lingga achara dan Lingga Guru; suara u adalah guru lingga dan chara
lingga. Suara m adalah suara dari Lingga Siwa dan Lingga Yantra. Bindu adalah Lingga Chara
dan Lingga Bindu. Nada adalah prasada mantra lingga dan lingga pranawa. Terdapat empat cara
kunci untuk mendapatkan berkah: memakai rudraksha, menggunakan abu suci, mengulangi
panchakshari Siwa dan memuja Siwa ( di kuil, di rumah atau di Khsetra). Pemuja yang
sebenarnya memuja dengan tulus. Orang yang seperti itu akan mencapai mukti dan mendapatkan
Sayujya Siwa.
Para rsi dan orang suci bertanya pada Maharsi Suta untuk memberikan mereka
pencerahan tentang Siwa Panchakshari.
Kata Suta Pauranik:
Hanya Siwa yang bisa menjelaskan tentang Panchaksari secara lengkap tetapi aku akan
berusaha sebaik mungkin.
Siwa sendiri adalah yang bisa membantu kita untuk melewati lautan kehidupan duniawi.
Nava adalah perahu; Pranawa itu ada dua jenis: yang makro (sthula) dan mikro (suksma).
Suksma memiliki satu huruf dan sthula memiliki lima huruf. Terdapat tiga tahap, tingkatan yaitu:
kriya yoga, tapa yoga dan japa yoga. Satu tapoyogi lebih agung dari sepuluh kriya yogi dan
sebuah japa yogi lebih agung daripada sepuluh tapoyogi. Bagi mereka yang adalah pemuja Siwa,
walaupun ada grihasta (tahap hidup berumahtangga), Panchakshari sendiri adalah sthula
pranawa, wujud makro pranawa seseorang.
Dari semuanya lingga yang terbuat dari tanah liat adalah yang terbaik. Hanya melalui
pemujaan Parthivalingga, Brahma, Wisnu dan Indra bisa memperoleh berkah. Pada jaman
Kritayuga, lingga dari permatalah yang digunakan, dan pada jaman Tretayuga lingga yang
terbuat dari emaslah yang dipuja. Pada jaman Dwapara yuga, Rasalinggalah yang dipakai dan
pada jaman Kaliyuga, Parthivalinggalah yang dikatakan sebagai yang terbaik. Dalam pembuatan
Parthivalingga tidak ada pantangan tertentu dari panca sutra. Tanah liat ini dipakai untuk
membuat lingga, secara keseluruhan. Tetapi mereka yang memasangkannya (meletakkannya)
pada suatu tempat haruslah dua orang. Bagi mereka yang mengetahui lingga mahawidya,
linggam sendiri adalah Mahadewa.
Sebuah prosedur telah ditetapkan dalam kitab suci dan sastra dalam melaksanakan atau
menghaturkan ritual dengan enam belas upachara.
Mereka yang menginginkan kemajuan dalam bidang pendidikan harus memuja ribuan
parthivalingga. Mereka yang menginginkan kekayaan harus memuja lima ratus lingga, mereka
yang menginginkan keturunan laki-laki harus memuja seribu lima ratus lingga, mereka yang
menginginkan pembebasan harus memuja ribuan lingga dan bagi mereka yang menginginkan
tanah (properti), lima ratus buah dan yang seterusnya. Hanya dengan menghaturkan sembah pada
lingga, seseorang akan bebas dari kesedihan dan juga keraguan.
Tidak ada cara yang lebih baik ataupun lebih mudah selain menyeberangi gelombang
kehidupan yang amat besar sengan memuja Siwa. Dikatakan hanya dengan melakukan pemujaan
yang bisa membuka mata mereka yang buta atas kebodohan dan kesenangan duniawi. Tiga
material penting dalam memuja Siwa adalah i) Abu Suci ii) Rudraksha dan iii) daun bilwa (bilwa
patra).
Daun Bel (bilwa) adalah perwujudan Dewa Siwa. Dipercaya bahwa pada akar pohon ini,
semua tempat suci atau peziarahan berada. Jika seseorang melakukan pemujaan di bawah pohon
ini, akan merangsang pertumbuhan Vamsha (keturunan). Mereka yang menyalakan lampu pada
pohon ini akan mendapatkan Jnana Siwa. Jika seorang Brahmana diberikan makanan di bawah
pohon ini maka akan memberikan pahala sama seperti memberikan makanan pada seribu orang
lebih. Mereka yang memberkan nasi (nasi yang dimasak dengan susu paramaanna dan ghee,
tidak akan pernah menderita kemiskinan.