Otitis Media Akut
Otitis Media Akut
Otitis Media Akut
NAMA KELOMPOK 3 :
1. ABDUL QODAS (1410001)
2. ANA SULISTIYOWATI (141000)
3. FANDI FATULLAH (14100)
4. IKA RETNO PALUPI N. H (1410021)
5. LULUK BADRIYAH (1410028)
6. SYAIFUL ANAM (14100)
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmatNya sehingga penulis menyelesaikan penulisan makalah ini. Adapun tujuan
makalah kami yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
OTITIS MEDIA AKUT (OMA) ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 5
C. Tujuan ..................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi OMA.......................................................................................... 7
B. Anatomi dan Fisiologi ............................................................................. 7
C. Etiologi OMA .......................................................................................... 12
D. Faktor Risiko ........................................................................................... 13
E. Gejala Klinis ............................................................................................ 14
F. Patofisiologi ............................................................................................. 15
G. Pemeriksaan Diagnostik ........................................................................... 23
H. Penatalaksanaan ....................................................................................... 24
I. Komplikasi ................................................................................................ 28
J. Pencegahan ............................................................................................... 28
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN OMA
A. Pengkajian ............................................................................................... 30
B. Diagnosa Keperawatan ............................................................................ 31
C. Intervensi Keperawatan ........................................................................... 31
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 34
B. Saran ........................................................................................................ 34
DAFTARPUSTAKA ........................................................................................... 35
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan Otitis Media Akut (OMA)
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami pengkajian dalam asuhan keperawatan dengan
Otitis Media Akut (OMA).
b. Mahasiswa mampu mengelompokkan data sesuai dengan tanda dan gejala pada
Otitis Media Akut (OMA)
c. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan dalam asuhan
keperawatan dengan Otitis Media Akut (OMA)
d. Mahasiswa mampu membuat perencanaan dalam asuhan keperawatan Otitis
Media Akut (OMA)
e. Mahasiswa mampu melakukan intervensi/tindakan keperawatan dalam rangka
penerapan asuhan keperawatan dengan Otitis Media Akut (OMA)
f. Mahasiswa mampu mengevaluasi terhadap intervensi yang telah dilakukan
dalam asuhan keperawatan dengan Otitis Media Akut (OMA).
1.4. Manfaat
1. Manfaat bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa mendapatkan pemahaman tentang konsep Penyakit Otitis Media
Akut (OMA).
b. Mahasiswa mendapatkan pemahaman tentang asuhan keperawatan pada
Penyakit Otitis Media Akut (OMA)
2. Manfaat bagi Akademik
a. Akademik mendapatkan tambahan referensi untuk melengkapi bahan
pembelajaran.
b. Akademik mendapatkan dorongan untuk memotivasi mahasiswa tentang Otitis
Media Akut (OMA) melalui proses belajar dan praktik dilapangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan
gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, di mana
masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis
otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis
media yang lain adalah otitis media adhesiva (Djaafar, 2007).
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan
tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik
dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual,
muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada
pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah (Buchman, 2003).
Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan
membengkak pada membran timpani atau bulging, mobilitas yang terhad pada
membran timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani, dan otore (Kerschner,
2007).
3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau
bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada
mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur.
Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran
timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat
serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat
tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi
demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan
submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung
di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan
kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis
terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi.
Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani
sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka
insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi
ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani
mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi (Djaafar, 2007; Dhingra,
2007).
4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret
berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang
telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut).
Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan
tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih
tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap
berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif
subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah
sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik
(Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).
5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan
berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran
timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan
sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal.
Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih
utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani
menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis
media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani
tanpa mengalami perforasi membran timpani (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).
2.3. Etiologi
1. Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut
penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui
isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong
sebagai non- patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga
jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae
(40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis
(10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti
Streptococcus pyogenes (group A beta- hemolytic), Staphylococcus aureus, dan
organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak
ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit.
Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme
yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak
(Kerschner, 2007).
2. Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai
pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau
adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus,
rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi
tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri,
menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme
farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik polymerase
chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay
(ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang
menderita OMA pada 75% kasus (Buchman, 2003).
Menurut Dagan (2003) dalam Titisari (2005), skor OMA adalah seperti berikut:
Kemerahan Bengkak
Tarik Pada Pada
Skor Suhu Gelisah
telinga Membran Membran
Timpani Timpani
0 < 38,0 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
1 38,0 38,5 Ringan Ringan Ringan Ringan
2 38,6 39,0 Sedang Sedang Sedang Sedang
3 > 39,0 Berat Berat Berat Berat,
termasuk
otore
Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan angka 0 hingga 3,
berarti OMA ringan dan bila melebihi 3, berarti OMA berat. Pembagian OMA lainnya yaitu
OMA berat apabila terdapat otalgia berat atau sedang, suhu lebih atau sama dengan 39C
oral atau 39,5C rektal. OMA ringan bila nyeri telinga tidak hebat dan demam kurang dari
39C oral atau 39,5C rektal (Titisari, 2005).
2.6. PATHWAYS Infeksi sekunder (ISPA) Bakteri Trauma, Benda Asing
Streptococcus, Hemophylus
Influenza
Ruptur Gendang Telinga
Invasi Bakteri
Kesulitan/sakit Proses peradangan Peningkatan produksi cairan Tekanan udara pd telinga Pengobatan tdk tuntas Kurangnya
menelan dan serosa tengah (-) Episode berulang Informasi
mengunyah
Nyeri Akumulasi cairan mukus Retraksi membran
dan serosa timpani Infeksi berlanjut dpt sampai
ke telinga dalam Kurang
Resiko pemenuhan
pengetahuan
kebuth nutrisi
kurang dari Ruptur membran timpani krn Hantaran suara / udara yg
kebuth desakan diterima menurun Merusak tulang krn
Tjd erosi pd kanalis adanya epitel skuamosa
Tinitus
semisirkularis di dlm rongga telinga
Penurunan fungsi
pendengaran tengah (kolesteatom)
Sekret keluar dan berbau Tuli konduktif ringan
tidak enak (otorrhoe)
Pening / vertigo
Kesimb. Tbh menurun
Tindakan operasi dgn
Ggn persepsi mastoidektomi
sensori
Ggn Body Image Resiko tjd injuri /
pendengaran
trauma
2. Analgesik
Selain antibiotik, penanganan OMA selayaknya disertai penghilang
nyeri (analgesia). Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia
sederhana seperti paracetamol atau ibuprofen. Namun perlu diperhatikan
bahwa pada penggunaan ibuprofen, harus dipastikan bahwa anak tidak
mengalami gangguan pencernaan seperti muntah atau diare karena
ibuprofen dapat memperparah iritasi saluran cerna.
3. Pembedahan
Myringotomy (myringotomy: melubangi gendang telinga untuk
mengeluarkan cairan yang menumpuk di belakangnya) juga hanya
dilakukan pada kasus-kasus khusus di mana terjadi gejala yang sangat
berat atau ada komplikasi. Cairan yang keluar harus dikultur (Brunner and
sudarth, 2002).
2.10. Komplikasi
Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, mulai
dari abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua
jenis komplikasi tersebut biasanya didapat pada otitis media supuratif kronik.
Mengikut Shambough (2003) dalam Djaafar (2005), komplikasi OMA terbagi
kepada komplikasi intratemporal (perforasi membran timpani, mastoiditis akut
, paresis nervus fasialis, labirinitis, petrositis), ekstratemporal (abses
subperiosteal), dan intracranial (abses otak, tromboflebitis). Komplikasi yang
serius adalah: Infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah (mastoiditis atau
petrositis) Labirinitis (infeksi pada kanalis semisirkuler) Kelumpuhan pada
wajah, Tuli Peradangan pada selaput otak (meningitis) (Sudoyo, 2007 &
Smelter, 2001).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaan sudah berhasil di capai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat
memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa,
perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Telinga tengah terdiri dari Membran timpani, Kavum timpani, Prosesus
mastoideus, dan Tuba eustachius
2. Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh
mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel
mastoid.
1. Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun
bakteri. Bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus
pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella
cattarhalis
2. Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa.
3. Gejala klinis otitis media akut (OMA) tergantung pada stadium penyakit
dan umur pasien.
4. Terapi bergantung pada stadium penyakitnya
5. Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk
sebagian besar anak adalah amoxicillin dan pemberian antibiotik adalah
3-7 hari atau lima hari.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Setelah mempelajari dan memahami secara lebih dalam tentang
konsep dan gambaran umum serta asuhan keperawatan dari Penyakit Otitis
Media Akut (OMA) diharapkan mahasiswa mampu mengapresiasikan apa
yang telah dipelajari dan diperolehnya dengan menerapkannya langsung
melalui praktik di lapangan terhadap pasien dengan Penyakit Otitis Media
Akut (OMA) dalam rangka memberikan Asuhan keperawatan yang
kompetitif dan terarah sehingga dapat memberikan manfaat bagi siapa saja
yang membutuhkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Buchman, C.A., Levine, J.D., Balkany, T.J., 2003. Infection of the Ear. In: Lee,
K.J., ed. Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery. 8th ed. USA:
McGraw-Hill Companies, Inc., 462-511.
Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2007. Kelainan Telinga Tengah. Dalam:
Soepardi, E.A., ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 64-86..
Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of
Pediatrics. 18th ed. USA: Saunders Elsevier, 2632-2646.
Titisari, H., 2005. Prevalensi dan Sensitivitas Haemophilus Influenzae pada Otitis
Media Akut di PSCM dan RSAB Harapan Kita. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta..
Smelter, Suzanne C., 2001 Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8.Jakarta.EGC.
Djaafar ZA, Helmi. Kelainan telinga tengah. Buku ajar Ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorok kepala dan leher.6th ed. Jakarta, 2007:p 64-8)
Brunner and sudarth, 2002 .Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Ed. 8, Vol.3,
Jakarta: EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Sudoyo, Aru W., dkk., 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Ed. IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FK UI.