Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Lapbes Bab 5 Argentometri

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

PRAKTIKUM KE-4

ARGENTOMETRI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan
endapan dari garam yang tidak mudah larut antara titran dan analit. Hal dasar
yang diperlukan dari titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan
pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada analit, tidak
adanya interferensi yang mengganggu titrasi, dan titik akhir titrasi yang mudah
diamati. Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah
melibatkan reaksi pengendapan antara ion halida ( Cl-, I-, Br- ) dengan ion
perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut sebagai argentometri, yaitu titrasi
penentuan analit yang berupa ion halida dengan menggunakan larutan standar
perak nitrat AgNO3.
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah
larut antara titrant dan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi
penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari
analit membentuk garam yang tidak mudah larut.
Metode Mohr juga dapat diterapkan untuk titrasi ion bromida dengan
perak, dan juga ion sianida dalam larutan yang sedikit agak basa. Efek absorbsi
menyebabkan titrasi ionida dan tiosianat tidak layak. Perak tidak dapat dititrasi
langsung dengan ion klorida, dengan menggunakan indikator kromat. Endapan
perak kromat yang telah ada sejak awal, pada titik kesetaraan melarut kembali
dengan lambat. Tetapi, orang dapat menambahkan larutan klorida standar
secara berlebih, dan kemudian mentitrasi balik dengan menggunakan indikator
kromat.
1.2 Tujuan Praktikum
1. Dapat menentukan kadar KBr secara Argentometri Mohr.

2. Dapat menentukan kadar KI secara Argentometri Fajans.

3. Dapat menentukan kadar NH4CNS secara Argentometri Volhard.

48
ARGENTOMETRI

BAB 2

DASAR TEORI

2.1 Argentometri Metode Mohr


Istilah argentometri diturunkan dari bahasa latin argentum, yang berarti
perak. Jadi argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar
zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan
endapan dengan ion Ag+. Argentometri adalah penetapan kadar suatu zat dalam
larutan berdasarkan pengendapan dengan memakai larutan
AgNO3 sebagai standar. Pada reaksi argentometri terbentuk endapan AgCl
(perak klorida). Endapan adalah padatan yang tidak larut dan terpisah dari
larutan. Analisa argentometri ini biasanya digunakan untuk penentuan kadar
senyawa yang mengandung unsur halogen (SPU golongan VII A, yaitu Cl, Br,
I) karena reaksi antara ion Ag+ dan ion dari senyawa
tersebut dapat menghasilkan suatu endapan. Satu grek dalam metode ini adalah
kemampuan suatu zat untuk mengikat atau melepas 1 ion perak
(Ag+) (Ershanggono, 1996). Dalam argentometri, yang dimaksud dengan
larutan normal adalah larutan yang ekivalen dengan 1 mol ion Ag+ tiap 1 mol
AgNO3 (Day & Underwood, 1992).
Argentometri merupakan bagian dari prepitimetri, yakni titrasi-titrasi yang
menyangkut penggunaan larutan AgNO3 yang dapat menimbulkan
endapan. Respitimetri merupakan suatu cara titrasi di mana terjadi
pengendapan (Harjadi, 1986), dengan reaksi sebagai berikut:
AgNO3 + CaCl2 → AgCl(s) + Ca(NO3)2
(Chang, 1991).
Endapan terbentuk karena beberapa faktor. Antara lain adalah kelarutan
dari hasil reaksi yang kecil, adanya efek ion senama, dan larutan sudah
melewati titik jenuhnya saat pencampuran (Khopkar, 2002).
Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi
netralisasi, yaitu
1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-
function dari reagen/analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi
untuk analit.(Skoog et al.,1996)

Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator


dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan
mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+
dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat
ditentukan (Isnawati, 2010).

49
ARGENTOMETRI

Reaksi pengendapan ialah apakah reaksi ini dapat terjadi pada suatu
keadaan tertentu. Jika Q adalah nilai hasil kali ion-ion yang terdapat dalam
larutan, maka kesimpulan yang lebihumum mengenai pengendapan dasar
larutan adalah :
Pengendapan terjadi jika Q > Ksp
Pengendapan tak terjadi jika Q < Ksp
Larutan tepat jenuh jika Q = Ksp
(Petrucci, 1989).
Jika suatu garam memiliki tetapan hasil kali larutan yang besar, maka
dikatakan garam tersebut mudah larut. Sebaliknya jika harga tetapan hasil kali
larutan dari suatu garam tertentu sangat kecil, dapat dikatakan bahwa garam
tersebut sukar untuk larut. Harga tetapan hasil kali kelarutan dari suatu garam
dapat berubah dengan perubahan temperatur.Umumnya kenaikan temperatur
akan memperbesar kelarutan suatu garam, sehingga harga tetapan hasil kali
kelarutan garam tersebut juga akan semakin besar (Petrucci, 1989).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah:
1. pH
2. Temperatur
3. Jenis pelarut
4. Bentuk dan ukuran partikel
5. Konstanta dielektrik pelarut
6. Adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk komplek ion sejenis,
dll.
(Pantang,2010)
Metode Mohr adalah salah satu cara dalam argentometri yang merupakan
metode paling baik untuk menentukan kadar klorida dari suatu larutan. Metode
mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromide. Indikator
yang digunakan adalah K2CrO4 dan titran yang digunakan
AgNO3. Indikator menunjukan tercapainya titik akhir titrasi, dengan perubahan
warna larutan yang telah dicampur dengan indikator K2CrO4 terbentuk endapan
yang berwarna merah-bata (Fritz, 1979). Pada metode ini, titrasi halide dengan
AgNO3 dilakukan dengan K2CrO4. Pada titrasi ini akan terbentuk endapan baru
yang berwarna. Pada titik akhir titrasi, ion Ag+ yang berlebih diendapkan
sebagai Ag2CrO4 yang berwarna merah bata. Larutan harus bersifat netral atau
sedikit basa, tetapi tidak boleh terlalu basa sebab Ag akan diendapkan sebagai
Ag(OH)2. Jika larutan terlalu asam maka titik akhir titrasi tidak terlihat sebab
konsentrasi CrO4- berkurang.

Pada kondisi yang cocok, metode mohr cukup akurat dan dapat digunakan
pada konsentrasi klorida yang rendah. Pada jenis titrasi ini, endapan indikator
berwarna harus lebih larut disbanding endapan utama yang terbentuk selama
titrasi. Indikator tersebut biasanya digunakan pada titrasi sulfat dengan BaCl2,

50
ARGENTOMETRI

dengan titik akhir akhir terbentuknya endapan garam Ba yang berwarna merah.
(Khopkar, 1990).
Cara Mohr menggunakan ion kromat untuk mengendapkan Ag2CrO4
berwarna merah kuning.
Larutan baku primer berfungsi untuk membakukan atau untuk memastikan
konsentrasi larutan tertentu, yaitu larutan atau peraksi yang
ketepatan/kepastiannya sukar diperoleh melalui pembuatannya secara
langsung. Larutan yang telah dibakukan tersebut selanjutnya disebut larutan
baku sekunder. Larutan baku primer harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut; kemurniannya tinggi, stabil, berat molekulnya besar dan larutannya
bersifat stabil (Mulyono, 2001).

Pada titrasi suatu larutan netral dari, misalnya, ion klorida dengan larutan
perak nitrat, sedikit larutan kalium kromat ditambahkan untuk berfungsi
sebagai indikator. Pada titik akhir titrasi, ion kromat ini bergabung dengan ion
perak untuk membentuk perak kromat merah, yang sangat sedikit sekali dapat
larut (Bassett, dkk, 1994).

51
ARGENTOMETRI

2.2 Argentometri Metode Fajans


Argentometri merupakan titrasi pengendapan sampel yang
dianalisis dengan menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan
dalam titrasi ini adalah ion halida (Cl-, Br-, I-) (Khopkar,1990).
Pada metode ini digunakan indikator adsorbsi, sebagai kenyataan
bahwa pada titik ekuivalen indikator teradsorbsi oleh endapan.
Indikator ini tidak memberikan perubahan warna kepada larutan, tetapi pada
permukaan endapan. Endapan harus dijaga sedapat mungkin dalam bentuk
koloid (Estie,2010).
Metode ini adalah suatu halogen dengan AgNO3 membentuk endapan
perak halogenida yang pada titik equivalen dapat mengabsorpsi berbagai zat
warna, dengan demikian terjadi perubahan warna. Klorida dapat dititrasi
dengan indikator flourescen bromida,iodide dan thiosianat yang dapat dititrasi
dalam suasana asam lemah (Prof.Dr.Ibnu Gholib Gandjar,DEA.,Apt,2009).
Prinsip reaksi penentuan konsentrasi sampel natrium klorida metode fajans
adalah sebagai berikut :
NaCl (aq) + AgNO3 (aq) → AgCl (s) + NaNO3 (aq)
Ag+ + Fl- → AgFl (s)
(Christian, 1994).
Senyawa organik yang berwarna digunakan untuk mengadsorpsi pada
permukaan suatu endapan sehingga mengubah struktur organiknya dan warna
tersebut masih memungkinkan untuk mengubah diri menjadi lebih tua lagi
sehingga sering digunakan sebagai pendeteksi titik akhir titrasi pada endapan
perak disebut sebagai indikator adsorpsi (Underwood, 1999).
Ditemukan fakta bahwa fluoresein tersubstitusi dapat bertindak sebagai
indikator untuk titrasi perak dengan memanfaatkan kelebihan elektron/ion pada
klorida jika perak nitrat ditambahkan kedalam larutan natrium klorida. Ion-ion
klorida ini dikatakan membentuk lapisan teradsorpsi primer dan dengan
demikian menyebabkan partikel koloidal perak klorida itu bermuatan negatif.
Partikel negatif ini kemudian cenderung menarik ion-ion positif dari dalam
larutan untuk membentuk lapisan adsorpsi skunder yang terikat lebih longgar.
Jika perak nitrat terus-menerus ditambahkan sampai ion peraknya berlebih,
ion-ion inilah akan menggantikan ion klorida dalam lapisan primer. Maka
partikel-partikel menjadi bermuatan positif, dan anion adalam larutan ditarik
untuk membentuk lapisan skunder (Underwood, 1999).
Metode Fajans menggunakan indikator senyawa organik yang dapat
diserap pada permukaan endapan yang terbentuk selama titrasi argentometri
berlangsung. Indikator yang biasa digunakan yaitu indiator adsorbsi
diiododimetilfluoresen dan fluorescein AgNO3 juga distandarisasi dengan
NaCl dengan menggunakan indicator fluorescein. Metode ini disebut dengan
metode Fajans. Metode ini menggunakan adsorbsi yaitu merupakan zat yang
dapat diserap pada permukaan endapan sehingga dapat menimbulkan warna.

52
ARGENTOMETRI

Pada metode fajans, dapat digunakan untuk menetapkan kadar halide dengan
menggunakan indikator adsorbsi. Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCl yang
mengandung zat berpendar fluor (ditambahkan indicator fluorescein), titik
akhir ditentukan dengan berubahnya warna dari kuningmenjadi merah jingga
dengan endapan berwarna merah muda. Pada saat itulah tercapai titik ekivalen.
Reaksi yang terjadi adalah :
AgNO3(aq) + NaCl(aq) AgCl + NaNO3(aq)
(Day & Underwood, 1990).
Endapan berwarna merah muda dengan endapan berwarna orange
disebabkan karena pengaruh warna fluorescein dan adanya adsorbsi indikator
pada endapan AgCl. Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorbsi
pada permukaan (Day & Underwood, 1990).
Jika AgNO3 ditambahkan pada NaCl yang mengandung zat berpendar
fluor, titik akhir ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning menjadi
merah jingga. Jika didiamkan, tampak endapan berwarna, sedangkan larutan
tidak berwarna disebabkan adanya adsorbsi indikator pada endapan
AgCl.Warna yang terbentuk dapat berubah akibat adsorbs pada permukaan.
Dengan indikator anion, reaksi tersebut :
Jika Cl yang berlebih : (AgCl) Cl- + FL tidak bereaksi
(jika FL = C20H11O5 yaitu zat berpendar flour)
Jika Ag+ yang berlebihan (AgCl) Ag+ + FL (AgCl)(AgFL) adsorbsi
(S.M.Khopkar, 2007).
Jika suatu garam memiliki tetapan hasil kali larutan yang besar, maka
dikatakan garam tersebut mudah larut. Sebaliknya jika harga tetapan hasil kali
larutan dari satu garam tertentu sangat kecil, dapat dikatakan bahwa garam
tersebut sukar untuk larut. Harga tetapan hasil kali kelarutan dari suatu
garam dapat berubah dengan perubahan temperatur. Umumnya kenaikan
temperatur akan memperbesa rkelarutan suatu garam, sehingga harga tetapan
hasil kali kelarutan garam tersebut juga akan semakin besar (Petrucci, 1989).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah:
1. pH
2. Temperatur
3. Jenis pelarut
4. Bentuk dan ukuran partikel
5. Konstanta dielektrik pelarut
6. Adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks ion
sejenis,dll.
(Pantang, 2010).

53
ARGENTOMETRI

2.3 Argentometri Metode Volhard


Istilah argentometri diturunkan dari bahasa latin argentum, yang berarti
perak. Jadi argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat
dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasarkan pembentukan
endapan dengan ion Ag+. Argentometri adalah penetapan kadar suatu zat dalam
larutan berdasarkan pengendapan dengan memakai larutan
AgNO3 sebagai standard. Pada reaksi argentometri terbentuk endapan AgCl
(perak klorida). Endapan adalah padatan yang tidak larut dan terpisah dari
larutan. Analisa argentometri ini biasanya digunakan untuk penentuan kadar
senyawa yang mengandung unsur halogen (SPU golongan VII A, yaitu Cl, Br, I)
karena reaksi antara ion Ag+ dan ion dari senyawa tersebut dapat menghasilkan
suatu endapan. Satu grek dalam metode ini adalah kemampuan suatu zat untuk
mengikat atau melepas 1 ion perak (Ag+) (Ershanggono, 1996). Dalam
argentometri, yang dimaksud dengan larutan normal adalah larutan yang ekivalen
dengan 1 mol ion Ag+ tiap 1 mol AgNO3 (Day & Underwood, 1992).
Argentometri merupakan bagian dari prepitimetri, yakni titrasi-titrasi yang
menyangkut penggunaan larutan AgNO3yang dapat menimbulkan
endapan. Respitimetri merupakan suatu cara titrasi di mana terjadi
pengendapan (Harjadi, 1986), dengan reaksi sebagai berikut:
AgNO3 + CaCl2 → AgCl(s) + Ca(NO3)2
(Chang, 1991).
Endapan terbentuk karena beberapa faktor. Antara lain adalah kelarutan dari
hasil reaksi yang kecil, adanya efek ion senama, dan larutan sudah melewati titik
jenuhnya saat pencampuran (Khopkar, 2002).
Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi
netralisasi, yaitu
3. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari
reagent/analit.
4. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk
analit.
(Skoog et al.,1996).

54
ARGENTOMETRI

Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator


dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur
volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat
diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Isnawati,
2010).

Reaksi pengendapan ialah apakah reaksi ini dapat terjadi pada suatu
keadaan tertentu.Jika Q adalah nilai hasil kali ion-ion yang terdapat dalam larutan,
maka kesimpulan yang lebihumum mengenai pengendapan dasar larutan adalah :
Pengendapan terjadi jika Q > Ksp
Pengendapan tak terjadi jika Q < Ksp
Larutan tepat jenuh jika Q = Ksp
(Petrucci, 1989).
Jika suatu garam memiliki tetapan hasil kali larutan yang besar, maka
dikatakan garam tersebut mudah larut. Sebaliknya jika harga tetapan hasil kali
larutan dari suatu garam tertentu sangat kecil, dapat dikatakan bahwa garam
tersebut sukar untuk larut. Harga tetapan hasil kali kelarutan dari suatu garam
dapat berubah dengan perubahan temperatur.Umumnya kenaikan temperatur akan
memperbesar kelarutan suatu garam, sehingga harga tetapan hasil kali kelarutan
garam tersebut juga akan semakin besar (Petrucci, 1989).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah:
1. pH
2. Temperatur
3. Jenis pelarut
4. Bentuk dan ukuran partikel
5. Konstanta dielektrik pelarut
6. Adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk komplek ion sejenis, dll.
(Pantang, 2010)
Titrasi argentometri dengan cara Volhard didasarkan atas pengendapan perak
tiosianat dalam larutan asam nitrat dengan menggunakan ion besi (III) untuk
mengetahui adanya ion tiosianat berlebih. Cara ini digunakan untuk titrasi
langsung atau tidak langsung. Cara titrasi langsung digunakan untuk menentukan
kadar perak dan cara titrasi tidak langsung digunakan untuk menentukan kadar

55
ARGENTOMETRI

klorida. Cuplikan yang mengandung klorida direaksikan dengan perak nitrat


berlebih, selanjutnya kelebihan perak nitrat dititrasi dengan larutan tiosianat
standar yang diketahui konsentrasinya. Titik akhir titrasi dapat diketahui dengan
terbentuknya warna merah dari kompleks besi (III) tiosianat (Selamat, 2004).
Metode Volhard pertama kali diperkenalkan oleh Jacobus Volhard, ahli
kimia dari Jerman pada tahun 1874. Dengan metode ini, larutan standar AgNO3
berlebih ditambahkan ke dalam larutan yang mengandung ion halogen (misalnya
Cl-). Kelebihan ion Ag+ dalam suasana asam dititrasi dengan standar garam
tiosianat (KSCN atau NH4SCN) menggunakan indikator larutan Fe3+. Sampai
titik ekivalen, terjadi reaksi antara titran dan Ag+ membentuk endapan putih.
Kelebihan titran menyebabkan reaksi dengan indikator membentuk senyawa
kompleks tiosianato ferrat (III) yang berwarna merah.
Konsentrasi ion klorida, iodide, bromide dan yang lainnya dapat ditentukan
dengan menggunakan larutan standar perak nitrat. Larutan perak nitrat
ditambahkan secara berlebih kepada larutan analit dan kemudian kelebihan
konsentrasi larutan Ag+ dititrasi dengan menggunakan larutan standar tiosianida
(SCN-) dengan menggunakan indikator ion Fe3+. Ion besi (III) ini akan bereaksi
dengan ion tiosianat membentuk kompleks yang berwarna merah.
Reaksi yang terjadi dalam titrasi argentometri dengan metode volhard adalah
sebagai berikut:

Ag+(aq) + Cl-(aq) → AgCl(s) (endapan putih)

Ag+(aq) + SCN-(aq) → AgSCN(s) (endapan putih)

Fe3+(aq) + SCN(aq) → Fe(SCN)2+ (kompleks berwarna merah)

Aplikasi dari argentometri dengan metode Volhard ini adalah penentuan


konsentrasi ion halide. Kondisi titrasi denga metode Volhard harus dijaga dalam
kondisi asam disebabkan jika larutan analit bersifat basa maka akan terbentuk
endapat Fe(OH)3. Jika kondisi analit adalah basa atau netral maka sebaiknya
titrasi dilakukan dengan metode Mohr atau fajans. Konsentrasi indikator dalam
titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang,karena titrant bereaksi dengan titrat
maupun dengan indikator, sehingga keduareaksi itu saling mempengaruhi.

56
ARGENTOMETRI

Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak


langsung ion-ion halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui
jumlahnya ditambahkan sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan
titrasi kembali dengan tiosianat baku. Keadaan larutan yang harus asam
sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-
cara lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat
tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan asam. Metoda ini
didasarkan atas terbentuknya endapan berwarna, setelah pengendapan sempurna
ion yang sedang ditentukan. misalnya saja untuk titrasi ion klorida, ke dalam
larutan ditambahkan sedikit ion kromat, yang mampu membentuk endapan merah
coklat dengan ion perak (I) berlebih. dengan mengamati hasil kali kelarutan perak
(I) kromat dan ion perak (I) klorida, dapat diketahui bahwa perak (I) kromat
sedikit lebih besar dibandingkan kelarutan perak (I) klorida. dengan demikian jika
pada larutan campuran ion klorida dan ion kromat, seperti di atas, ditambahkan
larutan perak (I) nitrat, perak (I) klorida akan mengendap terlebih dahulu. Titarsi
ini akan berlangsung baik, jika pH larutan diatur antara 6,5 - 9,0. dalam larutan
asam dapat terjadi perubahan kromat menjadi dikromat, sedangkan dalam larutan
terlalu basa dapat terjadi pengendapan dari perak (I) oksida. Cara Volhard
menggunakan indikator Fe3+ untuk membentuk kompleks berwarna dengan ion
tiosianat.

57
ARGENTOMETRI

BAB 3

METODE PRAKTIKUM

3.1 Metode Mohr


3.1.1 Alat dan Bahan
 Alat yang digunakan :  Bahan yang digunakan :
1. Erlenmeyer 1. Larutan AgNO3 0,1 N
2. Beaker glass 2. Larutan NaCl 0,1 N
3. Statip 3. Larutan indikator K2CrO4
4. Pipet tetes 5%
5. Buret 4. Larutan KBr
6. Pipet volume
7. Corong
8. Bola penghisap
9. Labu Takar

3.1.2 Cara Kerja


 Menstandarisasi larutan AgNO3 dengan larutan NaCl
a. Memipet 5 ml larutan NaCl dan memasukkannya ke dalam erlenmayer
b. Menambahkan 3 tetes larutan indikator K2CrO4 5 %
c. Menitrasinya secara pelan-pelan dengan larutan AgNO3 sampai terjadi
endapan coklat merah muda yang permanen
 Menetapkan kadar larutan KBr
a. Memipet 5 ml larutan KBr dan memasukkannya ke dalam erlenmayer
b. Menambahkan 3 tetes indikator K2CrO4 5 %
c. Menitrasinya secara pelan-pelan dengan larutan AgNO3 sampai terjadi
endapan coklat merah muda yang permanen

58
ARGENTOMETRI

3.2 Metode Fajans


3.2.1 Alat dan Bahan
 Alat yang digunakan :  Bahan yang digunakan :
1. Erlenmeyer 1. Larutan AgNO3 0,1 N
2. Beaker glass 2. Larutan NaCl 0,1 N
3. Statip 3. Larutan indikator K2CrO4
4. Pipet tetes 5%
5. Buret 4. Larutan KI
6. Pipet volume 5. Indikator eosin
7. Corong 6. Aquadest
8. Bola penghisap
9. Labu takar
3.2.2 Cara Kerja
 Menstandarisasi larutan AgNO3 dengan larutan NaCl
a. Memipet 5 ml larutan NaCl dan memasukkannya ke dalam erlenmayer
b. Menambahkan 3 tetes larutan indikator K2CrO4 5 %
c. Menitrasinya secara pelan-pelan dengan larutan AgNO3 sampai terjadi
endapan coklat merah muda yang permanen
 Menetapkan kadar larutan KI
a. Memipet 5 ml larutan KI dan memasukkannya ke dalam erlenmayer
b. Menambahkan 15 ml Aquadest
c. Menambahkan 2 tetes indikator eosin
d. Menitrasi secara pelan-pelan dengan larutan AgNO3 sampai terjadi
warna merah

59
ARGENTOMETRI

3.3 Metode Volhard


3.3.1 Alat dan Bahan
 Alat yang digunakan :  Bahan yang digunakan :
1. Erlenmeyer 1. Larutan AgNO3 0,1 N
2. Beaker glass 2. Larutan NaCl 0,1 N
3. Statip 3. Larutan indikator K2CrO4
4. Pipet tetes 5%
5. Buret 4. Larutan HNO3 6N
6. Pipet volume 5. Larutan Indikator
7. Corong Amonium Ferri Alum
8. Bola penghisap 40 %
9. Labu takar 6. Larutan NH4CNS
3.3.2 Cara Kerja
 Menstandarisasi larutan AgNO3 dengan larutan NaCl
a. Memipet 5 ml larutan NaCl dan memasukkannya ke dalam erlenmayer
b. Menambahkan 3 tetes larutan indikator K2CrO4 5 %
c. Menitrasinya secara pelan-pelan dengan larutan AgNO3 sampai terjadi
endapan coklat merah muda yang permanen
 Menetapkan kadar larutan NH4CNS
a. Memipet 5 ml larutan NaCl standar dan memasukkannya ke dalam
erlenmayer
b. Menambahkan 5 ml larutan AgNO3 standar
c. Menambahkan 1 ml larutan HNO3 6N
d. Menambahkan 3 tetes Indikator Amonium Ferri Alum 40 %
e. Menitrasi larutan NH4CNS sampai terjadi warna coklat merah

60
ARGENTOMETRI

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Metode Mohr
4.1.1 Data dan Perhitungan
Diketahui :
AgNO3 : BM = 169,87 ; V = 1000 ml ; m = 16,9986 g
NaCl : BM = 58,45 ; V = 1000 ml ; m = 5,8945 g
BE Br = 79,909

Ditanya :
1. N sebenarnya
a. N baku primer = ... N
b. N baku sekunder = ... N
2. Kadar KBr = ... %

Penyelesaian :
1. Menghitung N sebenarnya
a. N baku primer (NaCl)
gram 5,8945
N= = = 0,1008 N
BM x V 58,45 𝑥 1

b. N baku sekunder (AgNO3)

NaCl = AgNO3

N1 . V1 = N2 . V2

0,1008 . 5 = N2 . 5

0,504 = 5N2

N2 = 0,1008 N

2. Menetapkan kadar larutan KBr


V1 = 5,5 ml ; V2 = 5,5 ml
5,5+5,5
Volume titrasi rata-rata = = 5,5 ml
2
Mg sampel = 5 mg
vol.titrasi x N sekunder x BE sampel
% Br = x 100%
mg sampel x 1000

5,5 x 0,1008 x 79,909


= x 100%
5 x 1000
= 0,886%

61
ARGENTOMETRI

4.1.2 Pembahasan
Pada saat melakukan standarisasi larutan AgNO3 dengan larutan NaCl,
dilakukan pemipetan larutan NaCl sebanyak 5 ml yang dimasukkan ke dalam
erlenmayer. Kemudian, dilakukan penambahan indikator K2CrO4 5%
sebanyak 3 tetes dimana penambahan ini akan membuat warna larutan
menjadi kuning. Dipilih indikator K2CrO4 karena suasana sistem cenderung
netral. Kalium kromat hanya bisa digunakan dalam suasana netral. Sebagai
indikator digunakan larutan kromat K2CrO4 5% yang dengan ion perak akan
membentuk endapan coklat merah dalam suasana netral atau agak alkalis.
Penambahan indikator menunjukan tercapainya titik akhir titrasi, dengan
perubahan warna larutan yang telah dicampur dengan
indikator K2CrO4 terbentuk endapan yang berwarna merah-bata (Fritz, 1979).
Pada praktikum yang dilakukan, TAT terjadi pada saat penitrasian 5 ml
larutan AgNO3 terhadap NaCl. N baku primer (NaCl) yang didapat dari
praktikum ini adalah 0,1008 N dan N baku sekunder (AgNO3) adalah 0,1008
N. Kesamaan nilai normalitas antara baku primer dan baku sekunder ini
disebabkan karena volume baku primer dan sekunder sama-sama 5 ml.
Pada penetapan kadar larutan KBr. Pertama-tama adalah dengan
memipet 5 ml larutan KBr dan memasukkannya ke dalam erlenmayer.
Kemudian, tambahkan 3 tetes larutan indikator K2CrO4 5 % dipilih indikator
K2CrO4 karena suasana sistem cenderung netral. Kalium kromat hanya bisa
digunakan dalam suasana netral. Sebagai indikator digunakan larutan kromat
K2CrO4 5% yang dengan ion perak akan membentuk endapan coklat merah
dalam suasana netral atau agak alkalis. Penambahan
indikator menunjukan tercapainya titik akhir titrasi, dengan perubahan warna
larutan yang telah dicampur dengan indikator K2CrO4 terbentuk endapan
yang berwarna merah-bata (Fritz, 1979). Timbulnya warna ini, terjadi setelah
dilakukan titrasi dengan larutan baku sekunder AgNO3.
Dengan menggunakan metode mohr. Larutan natrium klorida
dimasukan kedalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan indikator kalium
kromat. Larutan harus bersifat netral, tidak terlalu asam maupun basa (pH
antara 6-8). Larutan natrium klorida tersebut kemudian dititrasi dengan perak
nitrat. Pada titrasi ini akan terbentuk endapan yang berwarna putih, yaitu

62
ARGENTOMETRI

endapan perak klorida. Jika ion perak ditambahkan kedalam suatu larutan
yang mengandung ion klorida dengan konsentrasi tinggi dan ion kromat
dengan konsentrasi rendah maka perak klorida akan mengendap terlebih
dahulu, endapan yang dihasilkan berwarna putih. Pada titik akhir, ion perak
yang berlebih diendapkan sebagai perak kromat yang berwarna merah bata.
Metode Mohr biasanya digunakan untuk mentitrasi ion halida seperti
natrium klorida dengan perak nitrat sebagai peniter dan kalium kromat
sebagai indikator. Ketika natrium klorida dimasukkan ke dalam erlenmeyer
dan ditambahkan indikator kalium dikromat yang kemudian dititrasi sedikit
demi sedikit dengan perak nitrat akan terbentuk endapan putih yang
merupakan perak klorida. Dan ketika natrium klorida sudah habis bereaksi
dengan perak nitrat sementara jumlah perak nitrat masih ada maka perak
nitrat akan bereaksi dengan indikator kalium kromat yang berwarna merah
bata. Dalam titrasi ini, perlu dilakukan secara cepat dan pengocokannya pun
juga kuat agar ion perak tidak teroksidasi menjadi perak oksida yang
menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit dicapai.
Pada titik akhir titrasi akan menunjukkkan perubahan warna suspensi
dari kuning manjadi kuning-coklat. Perubahan ini terjadi karena timbulnya
perak kromat saat hampir mencapai titik ekivalen, hampir semua ion klorida
berikatan manjadi perak klorida. Larutan standar yang digunakan dalam
metode ini adalah perak nitrat yang memiliki normalitas 0,1008 N, adanya
indikator kalium kromat menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir
dengan titran sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah bata, yang
menunjukkan titik akhir adalah perubahan warnanya dari warna endapan
analit dengan ion perak..
Pengaturan pH sangat diperlukan agar tidak terlalu rendah ataupun
tinggi jadi pengendalian pH sangat diperlukan untuk memberikan konsentrasi
yang tepat dari anion indikator tanpa mengendapkan zat yang tidak
diinginkan. Apabila pH terlalu tinggi maka akan tenrbentuk endapan perak
hidroksida yang selanjutnya terurai menjadi perak oksida sehingga titran
terlalu banyak terpakai. Bila pH terlalu rendah, ion kromat sebagian akan

63
ARGENTOMETRI

berubah manjadi dikromat. Reaksi inilah yang mengurangi konsentrasi


indikator dan menyebabkan tidak menimbulkan endapan atau sangat lambat.
Selama titrasi Mohr larutan harus diaduk secara baik bila tidak secara
lokal akan terjadi kelebihan titran yang menyebabkan indikator mengendap
sebelum titik ekivalen tercapai dan dioklusi oleh endapan perak klorida yang
terbentuk kemudian, akibatnya titik akhir menjadi tidak tajam.
Kelemahan titrasi Mohr adalah jika terjadi kelebihan titran akan
menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai, sehingga
titik akhir titrasi tidak akurat. Selain itu indikator kalium kromat juga harus
dengan konsentrasi tertentu, jika kelebihan warna kalium kromat akan
menjadi kuning sehingga perubahan warna pada saat titik akhir sulit dilihat
karena kalium kromat bereaksi dengan perak nitrat membentuk perak
dikromat yang berwarna krem.
Larutan baku primer berfungsi untuk membakukan atau untuk
memastikan konsentrasi larutan tertentu, yaitu larutan atau peraksi
yang ketepatan/kepastiannya sukar diperoleh melalui pembuatannya secara
langsung. Larutan yang telah dibakukan tersebut selanjutnya disebut larutan
baku sekunder. Larutan baku primer harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut; kemurniannya tinggi, stabil, berat molekulnya besar dan larutannya
bersifat stabil (Mulyono, 2001).
Pada titrasi suatu larutan netral dari, misalnya, ion klorida dengan
larutan perak nitrat, sedikit larutan kalium kromat ditambahkan untuk
berfungsi sebagai indikator. Pada titik akhir titrasi, ion kromat ini bergabung
dengan ion perak untuk membentuk perak kromat merah, yang sangat sedikit
sekali dapat larut (Bassett, dkk, 1994).

64
ARGENTOMETRI

4.2 Metode Fajans


4.2.1 Data dan Perhitungan
Diketahui :
AgNO3 : BM=169,87 ; V=1000 ml ; m=16,9986 g
NaCl : BM=58,45 ; V=1000 ml ; m=5,8945 g
BE I = 126,9

Ditanya :
1. N sebenarnya
c. N baku primer = ... N
d. N baku sekunder = ... N
2. Kadar KI = ... %

Penyelesaian :
1. Menghitung N sebenarnya
a. N baku primer (NaCl)
gram 5,8945
N= = 58,45 𝑥 1 = 0,1008 N
BM x V

b. N baku sekunder (AgNO3)


NaCl = AgNO3
N1 . V1 = N2 . V2
0,1008 . 5 = N2 . 5
0,504 = 5N2
N2 = 0,1008 N
2. Menetapkan kadar larutan KI

V1 = 3,4 ml ; V2 = 1,6 ml
3,4+1,6
Volume titrasi rata-rata = = 2,5 ml
2

Mg sampel = 5 mg
𝑉𝑜𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 .𝑁 𝑠𝑒𝑘𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟 .𝐵𝐸
%I = . 100%
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 .1000
2,5 .0.1008 .126,9
= . 100%
5 .1000
= 0,6396 %

65
ARGENTOMETRI

4.2.2 Pembahasan
Untuk menetapkan kadar larutan KI, dilakukan pemipetan 5 ml larutan
KI ke dalam erlenmayer dan ditambahkan 15 ml aquadest. Penambahan
aquadest ini berfungsi untuk mengencerkan larutan KI agar warna yang
dihasilkan pada TAT lebih tajam. Kemudian, menambahkan pula 2 tetes
indikator eosin yang dapat memberikan warna pada TAT, yaitu merah.
Volume rata-rata titrasi yang didapat pada praktikum ini adalah sebesar 2,5
ml. N baku sekundernya 0,1008 N, BE dari I adalah 126,9 dan berat sampel
adalah 5 mg. Setelah dilakukan perhitungan, maka didapatlah bahwa kadar I
pada larutan KI sebesar 0,6396%.

66
ARGENTOMETRI

4.3 Metode Volhard


4.3.1 Data dan Perhitungan
Diketahui :
AgNO3 : BM = 169,87 ; V = 1000 ml ; m = 16,9986 g
NaCl : BM = 58,45 ; V = 1000 ml ; m = 5,8945 g
BE CNS = 48,09

Ditanya :
1. N sebenarnya
a. N baku primer = ... N
b. N baku sekunder = ... N
2. Kadar NH4CNS = ... %

Penyelesaian :
1. Menghitung N sebenarnya
a. N baku primer (NaCl)
gram 5,8945
N= = 58,45 𝑥 1 = 0,1008 N
BM x V

b. N baku sekunder (AgNO3)


NaCl = AgNO3
N1 . V1 = N2 . V2
0,1008 . 5 = N2 . 5
0,504 = 5N2
N2 = 0,1008 N
2. Menetapkan kadar larutan KI
Volume titrasi = 1,2 ml
mg sampel = 5 mg
vol.titrasi x N sekunder x BE CNS
% CNS = x 100%
mg sampel x 1000
1,2 x 0,1008 x 48,09
= x 100%
5 𝑥 1000
= 0,1163%

67
ARGENTOMETRI

4.3.2 Pembahasan

Pada penetapan kadar larutan NH4CNS atau KSCN sebagai titrant, dan larutan
Fe3+ sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara
titrant dan Ag, membentuk endapan putih. Sedikit kelebihan titrant kemudian
bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks yang sangat kuat warnanya
(merah) yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna. Karena
titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara
Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN-
sedang untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan
X-ditambahkan Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi
untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan
Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan endapan AgX.

Yang menjadi larutan baku sekunder adalah larutan NH4CNS dengan


indikator Amonium Ferri Alum 40 %. Pertama-tama adalah dengan memipet 5 ml
larutan NaCl standart dan masukkan ke dalam erlenmayer. Lalu, tambahkan 5 ml
larutan AgNO3 standart karena AgNO3 merupakan satu-satunya senyawa perak
yang bisa terlarut dalam air. Produk yang dihasilkan dari titrasi ini adalah endapan
yang berwarna. Kemudian, tambahkan 1 ml larutan HNO3 6N dengan begitu
suasana menjadi asam dan tambahkan 3 tetes indikator Amonium Ferri Alum 40
%. Penambahan indikator Amonium Ferri Alum 40 % ini berfungsi mudah larut
dalam air serta dalam air bersifat asam karena terjadi hidrolisis. Pada tahap yang
terakhir, titrasi larutan NH4CNS sampai terjadi warna coklat merah yang
menunjukkan titik akhir titrasi.
Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri Alum sebanyak 0,5ml.
Dengan begitu suasana harus asam, maka pada sistem ditambah HNO3 0,1N
sebanyak 1ml. Dalam percobaan ini, 5ml KBr direaksikan dengan AgNO3
sebanyak 5 ml (0,1N) dan akan menghasilkan endapan putih AgBr (berwarna
keruh). Adanya 1ml HNO3 encer tidak begitu berpengaruh karena AgBr tidak
bereaksi dengan HNO3. AgNO3 dibuat berlebih lalu dari AgNO3 yang bereaksi
dengan Br- bereaksi dengan NH4CNS yang diteteskan. Pada awal penambahan,
terbentuk endapan putih AgCNS, tapi setelah Ag+ sisa telah habis, kelebihan
sedikit NH4CNS menyebabkan ion CNS bereaksi dengan Fe3+ dari feri alum

68
ARGENTOMETRI

membentuk kompleks [Fe(CNS)6]3 yang berwarna orange. Setelah sesaat terjadi


perubahan warna, berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi segera
dihentikan. Dalam metode Volhard, menggunakan indikator Fe3+ dan NH4SCN
atau KSCN sebagai larutan standar. Cara Volhard ini biasanya dipakai untuk
menentukan kadar garam perak melalui titrasi langsung. Kadar garam
klorida, garam bromida,dan garam iodida dengan titrasi kembali setelah ditambah
larutan AgNO3 berlebih. Dalam titrasi cara ini, pH harus dalam keadaan rendah
agar ion Fe+3 tidak mengalami hidrolisis. Dalam metode Volhard akan terbentuk
endapan putih AgSCN yang dihasilkan dari reaksi antaraion perak dan ion sianida.
Titik akhir titrasi akan tercapai, jika warna larutan berubah menjadi merah yang
ditimbulkan karena adanya endapan Fe(SCN)3 (Ersanghono, 1996).

Normalitas baku primer (NaCl) didapatkan hasil sebesar 0,1008 N.


Kemudian, larutan AgNO3 dititrasi dengan larutan NaCl 0,1 N dengan tujuan
untuk mencari normalitas baku sekunder dari AgNO3 yaitu didapatkan hasil
sebesar 0,1008 N. Dengan indikator Amonium Ferri Alum sebanyak 3 tetes. Titik
akhir dari titrasi garam dapur (NaCl) adalah ditandai dengan perubahan sampai
terjadi warna coklat merah.

Metode ini digunakan jika larutan perak (I) nitrat dititrasi menggunakan
larutan penetrasi tiosianat. endapan yang terbentuk. endapan yang terbentuk
adalah endapan perak (I) tiosianat yang berwarna putih. kelebihan ion tiosianat
dideteksi memakai indikator besi (III), mengahsilkan komplek Fe(SCN)2+ yang
berwarna merah. titrasi ini dapat dilakukan dlam suasana asam kuat. metoda ini
dapat dipakai untuk menentukan kadar ion halida. pada larutan ion halida,
ditambahkan mula-mula jumlah tertentu perak (I) nitrat, selanjutnya kelebihan ion
perak (I) nitrat dititrasi kembali memakai larutan tiosianat dan indikator besi(III).
jika metoda ini diterapkan terhadap ion klorida, harus diketahui bahwa kelarutan
perak (I) klorida sedikit lebih besar dari kelarutan perak (I) tiosianat. ini berarti
bahwa endapan perak (I) klorida harus dipisahkan atau dilindungi agar tidak
bereaksi dengan ion tiosianat. biasanya dilakukan cara yang kedua yaitu endapan
perak (I) klorida dilapisi dengan nitrobenzen sebelum dititrasi dengan larutan
tiosianat.

69
ARGENTOMETRI

Dasar titrasi argentometri adalah yang pembentukkan endapan tidak mudah


larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi
penentuan NaCl dimana ionAg+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit
membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl.
Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s) + NaNO3(aq)
Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak
akan bereaksi dengani indikator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion
kromat dimana dengan indikator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna
coklat kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Inikator lain yang bisa
dipakai adalah tiosianidat dan indikator adsorbsi. Selain menggunakan jenis
indicator diatas maka kita juga dapat menggunakan metode potensiometri
untuk menentukan titik ekuivalen. Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari
kelarutan endapan yang terbentuk dari reaksi antara analit dan titrant.

70
ARGENTOMETRI

BAB 5

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Metode Mohr
N baku primer NaCl adalah 0,1008 N dan N baku sekunder AgNO3
sebesar 0,1008 N. Sedangkan kadar Br yang diperoleh adalah 0,886%.
5.1.2 Metode Fajans
Kadar I yang terdapat dalam larutan KI adalah 0,6396%.
5.1.3 Meode Volhard
Kadar CNS yang terdapat dalam larutan NH4CNS adalah 0,1163%.

5.2 Daftar Pustaka


5.2.1 Metode Mohr
1. Chang, R. (1991). Chemistry Fourth Edition. York Graphic Services.
USA.
2. Day, R.A & A.L. Underwood. (1992). Analisa Kimia Kuantitatif edisi
Kelima. Erlangga. Jakarta.
3. Ersanghono, Kusuma A. (1996). Volumetri. EKA. Semarang.
4. Fritz, J. S. (1979). Quantitative Analytical Chemistry. Allyn and Bacon,
Inc. Boston.
5. Harjadi, W. (1986). Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia. Jakarta.
6. Khopkar, S.M. (2002). Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
7. Petrucci, R. H. & R. K. Wismer. (1987). General Chemistry Qualitative
Analysis. Macmillian Publishing Company. USA.
8. Bassett, J. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Buku Kedokteran : EGC. Jakarta.
9. Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas
Indonesia. Jakarta.

71
ARGENTOMETRI

5.2.2 Metode Fajans


1. Day A.R dan Underwood, A.L, 1990, Analisa Kimia Kuantitatif, Erlangga
: Jakarta.
2. Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. DepKes RI: Jakarta
3. Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. DepKes RI: Jakarta
4. Gandjar, G. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka pelajar: Yogyakarta.
5. Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Ilmu Kimia Analitik.
UniversitasIndonesia: Jakarta.
6. Pinilih, Intiyas. 2007. Argentometri. UNS : Surakarta.
7. 1965. Analytical Chemistry Edisi Keenam. Sounders College
Publishing: Florida.
8. Susanti, S. 2003. Analisis Kimia Farmasi Kuantitatif. Fakultas
FarmasiUniversitas Muslim Indonesia: Makassar
9. Underwood. 2004. Analisis kimia Kuantitatif . Penerbit Erlangga: Jakarta
10. Estie.2008.Desain Praktikum Kimia Analisis.
https://estie.files.wordpress.com/2008/03/halaman-isi.pdf

5.2.3 Metode Volhard


1. Chang, R. (1991). Chemistry Fourth Edition. York Graphic Services.
USA.
2. Day, R.A & A.L. Underwood. (1992). Analisa Kimia Kuantitatif edisi
Kelima. Erlangga. Jakarta.
3. Ersanghono, Kusuma A. (1996). Volumetri. EKA. Semarang.
4. Fritz, J. S. (1979). Quantitative Analytical Chemistry. Allyn and Bacon,
Inc. Boston.
5. Harjadi, W. (1986). Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia. Jakarta.
6. Khopkar, S.M. (2002). Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
7. Petrucci, R. H. & R. K. Wismer. (1987). General Chemistry Qualitative
Analysis. Macmillian Publishing Company. USA.

72

Anda mungkin juga menyukai