Cerpen
Cerpen
Cerpen
Sang surya menjelang disambut dengan suara merdu sang ayam. Semua orang sudah bersiap
untuk melakukan kegiatan. Ada yang mau pergi bekerja, berjualan , dan ada juga yang akan
bersekolah. Dan masih saja ada yang terlaelap tidur dan terbuai oleh mimpinya. Terdengar suara
lembut dari seorang wanita paruh baya
“ Nina, ayo bangun, kamu kan hari sekolah nak, “ suara lembut ibu membangunkanku.
“Iya Bu, ini Nina juga mau bangun,” ku jawab Ibu dengan nada agak malas, karena aku masih
ngantuk.
Akupun segera mandi. Terdengar suara ibuku memanggi lagi ,” Nina , ayo sarapan dulu nak .”
Aku keluar kamar dan bergegas menuju meja makan. Disana sudah berkumpul ayahku, kakak
dan adikku. Mereka sedang melahap makanan yang disiapkan oleh ibuku. Tapi seperti biasanya
aku menolak untuk sarapan karena aku bosan dengan menu yang dibuatkan oleh ibuku.
“Nina, kenapa kamu tidak makan ?”, tanya ibu padaku.
Aku hanya diam dan pamit berangkat sekolah.
Ayahku seorang karyawan swasta dengan gaji yang cukup untuk kehidupan keluargaku yang
sederhana, ibuku seorang ibu rumah tangga yang sangat sayang dengan keluarganya, kakakku
seorang kakak seperti dengan orang-orang kebanyakan, adikku anak yang cengeng dan manja.
Keluargaku merupakan sebuah keluarga sederhana.
Aku selalu berharap mempunyai rumah yang mewah, mobil yang mewah, dan kehidupan yang
sangat menyenangkan. Aku sudah bosan dengan kesederhanaan yang aku jalani selama ini. Tak
sadar lamunanku telah membawaku sampai di depan sekolah. Bel berbunyi dan jam pelajaran
dimulai. Jam pelajaran yang membosankan sudah terlewati dan sekarang waktunya istirahat.
“Nina, ayo kita istirahat , “ ajak Dinda.
“Iya, ayo kita istirahat,” jawabku padanya.
Aku terkadang sangat iri padanya dia cantik, memiliki kehidupan yang mewah. Ayahnya seorang
CEO salah satu Group perusahaan yang sangat terkenal dan memiliki saham diberbagai
perusahaan didalam dan luar negeri, ibunya seorang wanita karir dan seorang sosialita yang
terkenal, kakaknya seorang pembalap muda berbakat. Menurutku keluarga Dinda merupakan
keluarga idaman.
“Nina, nanti sepulang sekolah kita kerja kelompoknya , mengerjakan tugas biologi, “ kata Dinda.
“Oh iya, aku hampir saja lupa Din," jawabku dengan senyum kecilku.
"Nina, nanti kita kerja kelompok dirumah kamu ya, bagaimana ?", tanya Dinda.
"Jangan dirumah aku ya Din, karena adikku juga akan kerja kelompok dengan teman-temannya
dirumahku," pintaku padanya agar tidak kerja kelompok dirumahku.
"Ya sudah, kalau begitu di rumahku saja Nin," jawab Dinda.
"Ok Din, " jawabku dengan senang.
Sebenarnya aku malu pada Dinda dengan keadaan rumahku yang sederhana, Bel pulang sekolah
berbunyi menandakan jam pelajaran sudah selesai. Aku dan Dinda segera pergi ke rumahnya.
Saat kami keluar gerbang sudah terparkir sebuah mobil mewah berwarna hitam. Seketika aku
membayangkan jika mobil itu adalah milikku. Dan tiba-tiba ada seorang pria menghampiri kami
berdua.
“Non Dinda, ayo kita pulang,” ajak pria itu pada temanku ini.
“Iya Pak Ujang ,” jawab Dinda.
“Ayo Nina,”ajak Dinda padaku.
Aku tak menyangka dapat duduk didalam mobil semewah ini. Biasanya aku dan ibuku hanya
bisa naik kendaraan umum, karena keluarga kami hanya memiliki satu sepeda motor untuk
ayahku pergi bekerja. Aku sangat iri kepada Dinda.
Tak terasa aku dan Dinda sudah sampai di sebuah rumah mewah yang besar. Aku tak dapat
berkata-kata melihat mobil dan rumah semewah ini.
”Nina ayo, kita belajar kelompoknya di kamarku aja ya, “ ajak Dinda.
Akupun tersentak melihat dalam rumah Dinda yang begitu indah dan megah. Tapi terasa begitu
sepi dan sunyi untuk rumah sebesar itu.
“Din, Ibu dan kakakmu kemana?”, aku mencoba untuk bertanya padanya.
“Aku tidak tahu Nin, “ jawab Dinda lesu.
“Memangnya Ibu dan kakakmu tidak bilang mereka akan pergi kemana?”, tanya ku padanya.
“Dalam keluargaku kami hanya mengurus diri kami masing-masing, Ayahku sibuk bekerja,
Ibuku sibuk dengan kehidupan sosialitanya, kakakku sibuk dengan teman-temannya, dan
tinggallah aku sendiri , Nin,” jawabnya dengan nada agak terisak.
“Disaat ulang tahunku mereka juga tidak pernah ingat, ketika aku mendapatkan prestasi di
sekolah mereka tak pernah ada untuk memberikan aku selamat, terkadang aku sangat marah
dengan keadaan keluargaku yang seperti ini Nin, aku iri dengan anak-anak yang lainnya,”
keluhnya padaku.
“Tapi kan mereka bekerja untuk kamu Din, lihat rumah yang kamu tempati dan semua fasilitas
yang kamu dapatkan,” kataku padanya.
“Untuk apa semua harta ini Nin, kalau kebahagiaan dan kehangatan keluarga tidak dapat
kurasakan Nin,” tambahnya.
Akupun tersadar ternyata harta yang berlimpah tidak dapat menggantikan kebahagiaan dan
kehangatan dalam keluarga. Akupun langsung teringat pada keluargaku di rumah, walaupun
keluarga sangat sederhana tapi kebahagiaan dan rasa kasih sayang yang mereka berikan padaku
sangatlah besar, lebih berharga dari mobil mewah, rumah mewah, dan fasilitas-fasilitas mahala
lainnya. Keluargaku adalah hartaku yang paling berharga