Teori Apotek
Teori Apotek
Teori Apotek
BAB II
TINJAUAN UMUM
Jadi apotek merupakan suatu jenis usaha eceran (retail) yang barang dagangannya terdiri dari
perbekalan farmasi (obat dan bahan obat) dan perbekalan kesehatan serta kosmetika kepada
konsumen akhir atau pengguna langsung (6)
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut:
1. Apoteker mengajukan permohonan izin apotek kepada Kadinkes Kabupaten/Kota dan
pada saat mengajukan permohonan izin terdapat beberapa surat-surat yang harus
dipenuhi, yaitu:
• Permohonan Izin Apotek
• Fotokopi SIPA
• Fotokopi KTP Pemohon
• Denah Bangunan Lengkap dengan ukurannya
• Surat yang menyatakan status bangunan dalam bentuk akte hak milik/sewa/kontrak
• Daftar tenaga asisten apoteker dengan mencantumkan nama, alamat, tanggal lulus dan
nomor SIKTTK
• Asli dan fotokopi daftar terperinci alat perlengkapan apotek
• Surat Pernyataan dari apoteker pengelola apotek bahwa tidak bekerja tetap pada
perusahaan farmasi lain dan tidak menjadi APA di apotek lain
• Asli dan fotokopi Surat Izin Atasan (bagi pemohon Pegawai Negeri Sipil, anggota
ABRI dan Pegawai Instansi Pemerintah lainnya)
• Akte perjanjian kerjasama APA dengan pemilik sarana apotek dalam bentuk akte
notaris.
• Surat pernyataan PSA tidak melakukan pelanggaran Peraturan Perundang-undangan di
bidang farmasi.
5
Keputusan pencabutan SIA oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota disampaikan
langsung kepada yang bersangkutan dengan tembusan disampaikan kepada Menteri dan
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat serta Kepala BPOM setempat. Pencabutan surat
izin apotek berdasarkan SK Menkes RI No.1332/MenKes/SK/X/2002, terjadi bila:
a. Apoteker tidak memenuhi persyaratan pasal 5, seperti : apoteker tidak sehat fisik dan
mental, bekerja di industri farmasi atau menjadi APA di apotek lain.
b. Apoteker tidak memenuhi persyaratan pasal 12 dan 15 ayat 2, seperti : menjual obat
ilegal
c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus menerus.
d. Terjadi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan tentang narkotika, obat
keras, kesehatan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terjadi di apotek
e. SIPA yang dimiliki APA dicabut
f. Pemilik Sarana Apotek (PSA) terbukti terlibat dalam pelanggaran undang-undang di
bidang obat
g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek
Apabila terjadi pencabutan surat izin apotek, APA atau apoteker pengganti wajib
mengamankan perbekalan farmasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Tata cara pengamanan tersebut meliputi:
a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu, dan
obat lainnya serta seluruh resep yang ada di apotek.
b. Narkotika, psikotropika dan resep-resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup
dan terkunci.
c. APA wajib melaporkan secara tertulis kepada Kadinkes Kabupaten/Kota atau petugas
yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventaris(4,7)
b. Luas bangunan apotek sekurang-kurangnya 50 m², terdiri dari ruang tunggu, ruang
peracikan dan penyerahan resep, ruang administrasi, ruang laboratorium pengujian
sederhana, ruang penyimpanan obat, tempat pencucian alat, dan toilet.
c. Bangunan apotek harus memiliki ventilasi dan sanitasi yang baik, serta memenuhi
persyaratan higienis lainnya.
d. Apotek harus memiliki sumber air yang memenuhi persyaratan kesehatan.
e. Adanya penerangan yang cukup, sehingga dapat menjamin pelaksanaan tugas dan fungsi
apotek dengan baik.
f. Apotek harus menyediakan alat pemadam kebakaran sekurang-kurangnya dua buah dan
masih berfungsi dengan baik.
g. Setiap apotek harus memasang papan nama pada bagian muka apotek yang terbuat dari
papan, seng, atau bahan lain yang memadai dengan ukuran sekurang-kurangnya : panjang
60 cm, lebar 40 cm, dengan tulisan hitam di atas dasar putih, tinggi huruf minimal 5 cm
dan tebal 5 mm. Pada papan nama tersebut harus memuat nama apotek, nama apoteker
pengelola apotek (APA), nomor surat izin apotek (SIA) , alamat dan nomor telepon
apotek (8).
Wadah pengemas dan pembungkus untuk penyerahan obat dengan jenis dan ukuran sesuai
7. Alat administrasi, yaitu: blanko pesanan obat, blanko kartu stok obat, blanko salinan
resep, blanko faktur dan blanko nota pencatatan, buku pencatatan narkotika, buku pesanan
obat narkotika, format laporan obat narkotika
8. Kumpulan peraturan perundang-undangan mengenai apotek
9. Buku standar yang diwajibkan: Farmakope Indonesia dan Ekstra Farmakope Indonesia
edisi terbaru 1 buah serta buku lain yang ditetapkan oleh Badan POM (8).
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. merupakan satu-satunya perusahaan yang diizinkan oleh
pemerintah untuk mengimpor, memproduksi, dan mendistribusikan narkotika di wilayah
Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengawasan oleh pemerintah, karena
sifat negatifnya yang dapat menyebabkan ketagihan yang sangat merugikan.
Pengadaan narkotika di apotek dilakukan dengan pesanan tertulis melalui Surat Pesanan
Narkotika kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT.Kimia Farma (Persero) Tbk. Surat
Pesanan narkotika harus ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nomor
SIK, SIA, stempel apotek. Satu surat pesanan terdiri dari rangkap empat dan hanya dapat
untuk memesan satu jenis obat narkotika.
2. Penyimpanan
Narkotika yang ada di apotek harus disimpan sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan. Sebagai pelaksanaan pasal tersebut telah diterbitkan Permenkes RI No.
28/MENKES/PER/I/1978 tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika, yaitu pada pasal 5 yang
menyebutkan bahwa apotek harus mempunyai tempat khusus untuk penyimpanan narkotika
yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
b. Harus mempunyai kunci yang kuat.
c. Lemari dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan, bagian pertama
dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya, serta persediaan
narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai
sehari-hari.
d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari ukuran kurang dari 40x80x100 cm, maka
lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai.
Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika
yang baru dilayani sebagian, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut
hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep asli.Salinan resep dari resep narkotika
dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali.
4. Pelaporan
Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan narkotika setiap bulan paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Dalam laporan tersebut diuraikan mengenai
pembelian/pemasukan dan penjualan/pengeluaran narkotika yang ada dalam tanggung
jawabnya, dan ditandatangani oleh APA. Laporan tersebut ditujukan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Daerah Tingkat II/Kotamadya dengan tembusan Kepala Balai POM, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi, PBF dan satu lembar untuk arsip apotek.
Laporan penggunaan narkotika tersebut terdiri dari:
a. Laporan pemakaian bahan baku narkotika.
b. Laporan penggunaan sediaan jadi narkotika.
c. Laporan khusus penggunaan morfin dan petidin (10)
5. Pemusnahan Narkotika
Pada pasal 9 Permenkes RI No. 28/MENKES/PER/1978 disebutkan bahwa APA dapat
memusnahkan narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat lagi. Pelaksanaan
pemusnahan narkotika di apotek, yang rusak atau tidak memenuhi syarat harus disaksikan
oleh petugas dari Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II.
APA yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan narkotika yang
memuat:
a. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan.
b. Nama Apoteker Pengelola Apotek.
c. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek tersebut.
d. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
e. Cara pemusnahan.
f. Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi.
11
Kemudian berita acara tersebut dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan, dengan tembusan :
a. Dinas Kesehatan Kotamadya/Kabupaten/Provinsi
b. Penanggung jawab narkotika PT. Kimia Farma (Persero)
Tbk.
c. Arsip (11)
Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam UU No. 5 tahun 1997 adalah segala hal yang
berhubungan dengan psikotropika yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Tujuan
pengaturan psikotropika sama dengan narkotika, yaitu :
a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu
pengetahuan.
b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.
c. Memberantas peredaran gelap psikotropika
Penyerahan
12
Obat golongan psikotropika diserahkan oleh apotek, hanya dapat dilakukan kepada
apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, Balai pengobatan dan dokter kepada
pengguna/pasien berdasarkan resep dokter.
d. Pelaporan
Obat golongan psikotropika dilaporkan setiap satu bulan sekali dengan ditandatangani
oleh APA dilakukan secara berkala setiap bulan. Pelaporan ditujukan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II / Kotamadya dengan tembusan Kepala Balai POM,
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, PBF dan satu lembar untuk arsip apotek (12)
2.10
Pengelolaan Prekursor (obat yang mengandung prekursor)
Berdasarkan PP No.44 tahun 2010 tentang prekursor mendefinisikan bahwa prekursor adalah
zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika
dan psikitropika. Pemerintah melakukan pengaturan dalam segala bidang yang berhubungan
dengan pengadaan dan penggunaan prekursor untuk keperluan industri farmasi, industri non-
farmasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sebagaimana tercantum dalam Peraturan pemerintah No. 44 tentang prekursor bab 6 tentang
peredaran pada poin 5 dijelaskan bahwa setiap kegiatan penyaluran prekursor harus
dilengkapi dengan dokumen penyaluran. Dasar adanya dokumen penyaluran dimulai dari
adanya surat pesanan obat yang mengandung prekursor. Setiap badan atau orang yang
13
mengelola prekursor wajib membuat pencatatan dan pelaporan. Pencatatan yang dimaksud
sekurang kurangnya memuat jumlah prekursor yang ada dalam stok,jumlah prekursor yang
diserahkan serta keperluan atau kegunaan prekursor. Pencatatan sebagaimana dimaksud wajib
dilaporkan secara berkala. Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan dan pelaporan diatur
secara terkoordinasi oleh mentri dan atau mentri terkait sesuai kewenangannya (14)
secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja dan tidak bertindak sebagai
Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain.
5. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker (4).
Untuk memperoleh Surat Izin Praktek Apoteker, Apoteker mengajukan permohonan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan.
Dalam mengajukan permohonan Surat Izin Praktek Apoteker, apoteker harus melampirkan:
1. Fotokopi STRA yang dilegalisasi oleh KFN
2. Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan dari pimpinan
fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/
penyaluran.
3. Surat rekomendasi organisasi profesi
4. Pas foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3x4 sebanyak 2 (dua)
lembar.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA paling lama 20 (dua puluh)
hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap(16).
2.14. Peranan Apoteker di Apotek
Peranan apoteker secara umum digariskan oleh WHO yang semula dikenal dengan "Seven
Stars of Pharmacist" ditambahkan satu peran yaitu reasearcher yang kemudian mengubahnya
menjadi "Seven Star Plus of Pharmacist” diantaranya meliputi :
1. Care giver: pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan klinis, analitis, teknis, sesuai
peraturan perundang-undangan. Dalam memberikan pelayanan, apoteker harus
berinteraksi dengan pasien secara individu maupun kelompok. Apoteker harus
mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara
berkesinambungan dan pelayanan farmasi yang dihasilkan harus bermutu tinggi.
15
Apoteker harus mempunyai kemampuan manajerial yang baik yaitu keahlian dalam
menjalankan prinsip-prinsip ilmu manajemen yang meliputi kepemimpinan (leadership),
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan
pengawasan (controlling).
Kepemimpinan (leadership)
Kemampuan untuk mengarahkan atau menggerakkan orang lain (anggota atau bawahan)
untuk bekerja dengan rela sesuai dengan apa yang diinginkannya, dalam mencapai
tujuan tertentu. Kualitas kepemimpinan seseorang pemimpin ditentukan dengan adanya
sasaran dan program yang jelas, bekerja sistematis, dan efektif, mempunyai kepekaan
terhadap hubungan antar manusia, dapat membentuk tim dengan kinerja tinggi, dan
dapat mengerjakan tugas-tugas dengan efektif dan efisien.
Perencanaan (planning)
Sebagai pengelola apotek, apoteker harus mampu menyusun perencanaan dari suatu
pekerjaan, cara dan waktu pengerjaan, serta siapa yang mengerjakannya. Apoteker harus
mampu menyusun rencana agar tujuan apotek tercapai.
16
Pengorganisasian (organizing)
Apoteker harus mampu mengatur dan menentukan perkerjaan yang akan dilaksanakan
oleh karyawan dengan efektif dan efisien, sesuai dengan pendidikan dan pengalaman.
Pengaturan ini dapat dilakukan dengan mengelompokkan pekerjaan sesuai keahlian
karyawan, menentukan tanggung jawab dan wewenang untuk tiap pekerjaan dan hasil
yang hendak dicapai, serta menjalin hubungan yang harmonis dengan karyawan.
Pelaksanaan (actuating)
Apoteker harus dapat menjadi pemimpin yang menjadi panutan karyawan, yaitu
mengetahui permasalahan, dapat menunjukan jalan keluar masalah, dan turut berperan
aktif dalam kegiatan.
Pengawasan (controlling)
Apoteker harus selalu melakukan evaluasi setiap kegiatan dan mengambil tindakan demi
perbaikan dan peningkatan kualitas, apakah semua sudah berjalan dengan baik ke arah
tercapainya tujuan, dengan membandingkan hasilnya dengan suatu standar tertentu.
Apoteker merupakan profesi yang tidak dapat tergantikan peranannya di apotek. Peran profesi
seorang apoteker di apotek tidak lain adalah melaksanakan kegiatan Pharmaceutical Care
atau pelayanan kefarmasian. Salah satu tujuan utama pelayanan kefarmasian adalah
meningkatkan kualitas hidup pasien. Penerapan yang berazaskan pelayanan kefarmasian atau
GPP (Good Pharmaceutical Practice di apotek seperti yang tertera pada Keputusan Menteri
Kesehatan No. 35 tahun 2014. Dalam PP no. 51 Pasal 21 ayat 2 juga sudah dipaparkan, bahwa
yang boleh melayani pemberian obat berdasarkan resep adalah apoteker.
A. Pengkajian resep
Kegiatan pengkajian resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan
klinis.
a. Kajian administratif meliputi:
1. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan
berat badan
2. Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik
(SIP), alamat, nomor telepon dan paraf
3. Tanggal penulisan resep.
b. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
1. Bentuk dan kekuatan sediaan
2. Stabilitas
3. Kompatibilitas (ketercampuran obat).
c. Pertimbangan klinis meliputi:
1. Ketepatan indikasi dan dosis obat
2. Aturan, cara dan lama penggunaan obat
3. Duplikasi dan/atau polifarmasi
4. Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, dll)
5. Kontra indikasi
6. Interaksi.
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus
menghubungi dokter penulis resep.
B. Dispensing
18
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat. Setelah
melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut:
1. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep:
- Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep
- Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan
nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat.
2. Melakukan peracikan obat bila diperlukan
3. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
- Warna putih untuk obat dalam/oral;
- Warna biru untuk obat luar dan suntik
- Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.
4. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk
menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah. Setelah penyiapan obat
dilakukan hal sebagai berikut:
- Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali
mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan
jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep)
- Memanggil nama dan nomor tunggu pasien
- Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien
- Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat
- Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait dengan obat
antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari,
kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain;
- Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik,
mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil;
- Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya;
- Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker (apabila
diperlukan);
- Menyimpan resep pada tempatnya;
- Apoteker membuat catatan pengobatan pasien.
Apoteker di Apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan swamedikasi.
Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan obat non resep
untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
19
8. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, per telepon) dan data Apoteker yang
memberikan Pelayanan Informasi Obat.
D. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi
perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
Untuk mengawali konseling, apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat
kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model.
Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami
obat yang digunakan.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu
hamil dan menyusui).
2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS,
epilepsi).
3. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus
4. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin,
teofilin).
5. Pasien dengan polifarmasi
6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien sebagai bukti
bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling.
perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik
sendiri atau milik pihak lain.
2. Sarana Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan
komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.
3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi (4)
3 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dilakukan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi perencanaan,
25
Penyimpanan
- Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas
pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor
batch dan tanggal kadaluwarsa.
- Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
- Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan
kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
- Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO
(First In First Out)
e. Pemusnahan
1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung
narkotika atau psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
2. Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker
dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik
atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara.
26
3. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan berita acara dan selanjutnya
dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
f. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai
kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan,
penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya
kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta
pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu
stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya
memuat nama obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran
dan sisa persediaan.