H0712065 Bab3
H0712065 Bab3
H0712065 Bab3
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
sel pada eksplan dapat dicampurkan pada media dasar MS. Zat pengatur tumbuh
yang digunakan adalah Benzyl Adenin Purine (BAP) dan Naphthalene Acetic Acid
(NAA). Fungsi dari kedua zat pengatur tumbuh tersebut adalah merangsang
pertumbuhan akar dan tunas (Van et al. 1986). Pemberian NAA dan BAP dapat
mempercepat pertumbuhan jika diberikan dalam jumlah yang tepat dan seimbang.
Perbanyakan kencur dapat dilakukan menggunakan teknik kultur jaringan serta
kandungan NAA dan BAP yang tepat.
B. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah;
1. Bagaimanakah teknik perbanyakan in vitro tanaman kencur secara tepat?
2. Konsentrasi BAP dan NAA manakah yang tepat untuk respon perbanyakan
kencur secara in vitro?
3. Respon eksplan kencur manakah yang paling baik dalam perbanyakan secara in
vitro?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk :
a. Mendapatkan teknik perbanyakan in vitro tanaman kencur untuk
memproduksi bibit secara cepat.
b. Mendapatkan konsentrasi auksin (NAA) dan sitokinin (BAP) yang paling
tepat untuk pertumbuhan tunas kencur.
c. Mengetahui respon perbanyakan kencur pada pemberian NAA dan BAP
2. Manfaat penelitian ini sebagai sumber pengetahuan bagi pelaku usaha budidaya
dalam penyediaan benih kencur secara cepat dan tepat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Kencur
1. Arti Penting
Kencur sudah sejak lama dikenal dan ditanam di Indonesia. Tanaman kencur
mempunyai kegunaan tradisional dan sosial cukup luas dalam masyarakat
Indonesia (Rukmana 1994). Rimpang tanaman kencur mempunyai khasiat obat
antara lain untuk menyembuhkan batuk dan mengeluarkan dahak (ekspektoran),
mencuci luka yang bernanah, borok atau kudis. Khasiat lain dari kencur adalah
untuk mengobati diare dan menghilangkan darah kotor. Tanaman kencur adalah
salah satu sumber suplemen yang mempunyai potensi cukup baik. Tanaman kencur
ini telah menyebar luas di beberapa daerah di Indonesia dan salah satu daerah
sentra produksi terbesar adalah Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Manfaat
tanaman kencur antara lain sebagai bahan baku obat-obatan, kosmetika, makanan
dan minuman serta mengandung zat-zat kimia tertentu yang berperan dalam
kesehatan manusia (Subroto 1987 dan Pramono 1994).
Permintaan kencur dari tahun ke tahun terus meningkat dengan laju
peningkatan sebesar 18,54 % per tahun dan pada tahun 1990 permintaan mencapai
107.256 kg (Pribadi 1993). Rimpang kencur memiliki kandungan antara lain
saponin, flavonoid, fenol serta minyak atsiri sehingga manfaat utama kencur
sebagai penambah nafsu makan, infeksi bakteri, obat batuk, disentri, tonikum,
ekspektoran, masuk angin, sakit perut (Syamsuhidayat dan Johnny 1991). Minyak
atsiri di dalam rimpang kencur mengandung etil sinnamat dan metil p-
metoksisinamat yang banyak digunakan di dalam industri kosmetika dan
dimanfaatkan sebagai obat asma dan anti jamur. Banyaknya manfaat kencur
memungkinkan pengembangan pembudidayaannya dilakukan secara intensif yang
disesuaikan dengan produk akhir yang diinginkan (Otih et al. 2005)
3
4
2. Biologi
Tanaman terna kecil yang siklus hidupnya semusim atau beberapa musim.
Akar rimpang kencur menempel pada umbi akar dan sebagian lagi terletak di atas
tanah. Bentuk rimpang umumnya bulat, bagian tengah berwarna putih dan
pinggirnya coklat kekuningan dan berbau harum. Rimpang kencur terdapat
didalam tanah bergerombol dan bercabang-cabang dengan induk rimpang di
tengah. Kulit ari berwarna coklat dan bagian dalam putih berair dengan aroma
yang tajam. Rimpang yang masih muda berwarna putih kekuningan dengan
kandungan air yang lebih banyak dan rimpang yang lebih tua ditumbuhi akar pada
ruas-ruas rimpang berwarna putih kekuningan. Berikut ini adalah taksonomi dari
tanaman kencur :
Kingdom : Plantae (Tumbuh-tumbuhan)
Divisio : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Subdivisio : Angiospermae (Berbiji tertutup)
Class : Monocotyledonae (Biji berkeping satu)
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia
Spesies : Kaemferia galanga L.
Tanaman kencur memiliki batang semu yang sangat pendek, terbentuk dari
pelepah-pelepah daun yang saling menutupi. Daun-daun kencur tumbuh tunggal,
melebar dan mendatar hampir rata dengan permukaan tanah. Jumlah daun
bervariasi antara 8-10 helai dan tumbuh secara berlawanan satu sama lain. Bentuk
daun elip melebar sampai bundar, ukuran panjang daun 7-12 cm dan lebarnya 3-6
cm, serta berdaging agak lebar. Bunga kencur keluar dalam bentuk buliran
setengah duduk dari ujung tanaman di sela-sela daun. Warna bunganya putih,
ungu hingga lembayung dan tiap tangkai bunga berjumlah 4-12 kuntum bunga.
Bunga kencur berwarna putih berbau harum terdiri dari empat helai daun
mahkota. Tangkai bunga berdaun kecil sepanjang 2–3 cm, tidak bercabang, dapat
tumbuh lebih dari satiu tangkai, panjang tangkai 5–7 cm berbentuk bulat dan
beruas ruas. Putik menonjol keatas berukuran 1–1,5 cm, tangkai sari berbentuk
5
corong pendek. Buah kencur termasuk buah kotak beruang 3 dengan bakal buah
yang letaknya tenggelam, tetapi sulit sekali menghasilkan biji.
Hampir seluruh bagian tanaman kencur mengandung minyak atsiri. Zat-zat
kimia yang telah banyak diteliti adalah pada rimpangnya, yakni mengandung
minyak atsiri 2,4%-3,9%, juga cinnamal, aldehide, asam motil p-cumarik, etil
ester dan pentadekan. Dalam literatur lain disebutkan bahwa rimpang kencur
mengandung sineol, paraeumarin, asam anisic, gom, pati (4,14%) dan mineral
(13,73%). Kandungan kimia tersebut sangat berguna bagi obat-obatan, terutama
obat batuk, sakit perut dan obat pengeluaran keringat (Muhlisah 1999).
3. Budidaya
Perbanyakan tanaman kencur dilakukan menggunakan rimpang-rimpang.
Sebelum ditanam rimpang benih ditunaskan terlebih dahulu dengan cara
menyemai rimpang di tempat yang teduh ditutup dengan jerami dan disiram setiap
hari. Untuk penyimpanan benih, biasa digunakan wadah atau rak-rak terbuat dari
bambu atau kayu sebagai alas. Penanaman dilakukan apabila hujan sudah mulai
turun. Benih rimpang bertunas yang siap ditanam di lapangan sebaiknya yang
baru keluar tunasnya (tinggi tunas < 1 cm), sehingga dapat beradaptasi langsung
dan tidak mudah rusak. Apabila hujan terlambat turun, lebih baik rimpang
ditanam langsung di lapangan, tanpa ditunaskan terlebih dahulu. Karena berbeda
dengan jahe, rimpang kencur bisa ditanam pada saat hujan belum turun asal
rimpangnya belum bertunas. Rimpang akan beradaptasi dengan lingkungan, pada
saat hujan turun tunas akan tumbuh dengan serempak.
B. Kultur Jaringan dalam Pengembangan Ketersediaan Benih
1. Pengertian
Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi
bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba
steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril
dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi suatu tanaman yang lengkap.
Keberhasilan kultur jaringan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya sterilisasi, pemilihan bahan eksplan, faktor lingkungan seperti pH,
6
cahaya dan temperatur, serta kandungan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) dalam
media kultur (Indrianto dan Yuni 2002).
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak
tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara
generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa
keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat
diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat
yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang
singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih
cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional (Hutami dan
Purnamaningsih 2003).
Menurut (Lu 1993) Kelebihan teknik kultur jaringan adalah dapat
memperbanyak tanaman tertentu yang sangat sulit dan lambat diperbanyak secara
konvensional, dalam waktu singkat dapat menghasilkan jumlah bibit yang lebih
besar, perbanyakannya tidak membutuhkan tempat yang luas, dapat dilakukan
sepanjang tahun tanpa mengenal musim, bibit yang dihasilkan lebih sehat dan
dapat memanipulasi genetik dan biaya pengangkutan bibit lebih murah.
Kelemahannya adalah dibutuhkannya biaya yang relatif lebih besar untuk
pengadaan laboratorium, dibutuhkan keahlian khusus untuk mengerjakannya dan
tanaman yang dihasilkan berukuran kecil dengan kondisi aseptik, terbiasa di
lingkungan hidup dengan kelembaban tinggi dan relatif stabil sehingga perlu
perlakuaan khusus setelah aklimatisasi dan perlu penyesuaian lagi untuk ke
lingkungan eksternal (Pramono 2007).
2. Aplikasi
Aplikasi kultur jaringan sebagai salah satu sarana pengadaan bibit untuk
tujuan komersial belum dikenal secara meluas di Indonesia, namun tidak
demikian halnya di negara maju, perbanyakan melalui kultur jaringan sudah
diterapkan sejak lama di beberapa negara. Salah satu faktor yang menjadi kendala
aplikasi teknologi baru tersebut adalah modal awal yang cukup tinggi, untuk itu
perlu dilakukan upaya penekanan biaya produksi dengan mencari metoda
perbanyakan yang efisien dengan hasil yang maksimal.
7
pada tanaman jumlahnya sangat sedikit, maka perlu ditambah auksin eksogen.
Dalam proses pembentukan organ seperti tunas atau akar ada interaksi antara
zat pengatur tumbuh eksogen yang ditambahkan ke dalam media dengan zat
pengatur tumbuh endogen yang diproduksi oleh jaringan tanaman (Winata, 1987).
Penambahan auksin atau sitokinin ke dalam media kultur dapat meningkatkan
konsentrasi zat pengatur tumbuh endogen di dalam sel, sehingga menjadi faktor
pemicu dalam proses tumbuh dan perkembangan jaringan. Untuk memacu
pembentukan tunas dapat di-lakukan dengan memanipulasi dosis auksin dan sito-
kinin eksogen (Poonsapaya et al.1989). Kombinasi antara sitokinin dengan auksin
dapat memacu morfogenesis dalam pembentukan tunas (Flick et al. 1993).
Keuntungan memakai ZPT atau perangsang pertumbuhan, antara lain
memperbaiki sistem perakaran dan mempercepat keluarnya akar bagi tanaman
muda (bibit), mencegah gugur daun, bunga dan buah, memperbanyak
pertumbuhan vegetatif dan anakan mempercepat pematangan buah dengan warna
seragam dan hasil yang tinggi, meningkatkan proses fotosintesis (Darmawan dan
Justika 2010).
1. NAA
Menurut Sriyanti dan Wijayani (1994), NAA (Naphtalene Acetic Acid) adalah
zat pengatur tumbuh yang tergolong auksin. Pengaruh auksin terhadap
perkembangan sel menunjukkan bahwa auksin dapat meningkatkan sintesa protein
yang dapat digunakan sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan.
Istilah auksin diberikan pada sekelompok senyawa kimia yang memiliki
fungsi utama mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang.
Beberapa auksin dihasilkan secara alami oleh tumbuhan, misalnya IAA
(indoleacetic acid), PAA (Phenylacetic acid), 4-chloroIAA (4-chloroindole acetic
acid) dan IBA (indolebutyricacid) dan beberapa lainnya merupakan auksin
sintetik, misalnya NAA (napthaleneacetic acid), 2,4-D (2,4
dichlorophenoxyacetic acid) dan MCPA (2-methyl-4chlorophenoxyacetic acid).
9
2. BAP
Kelompok sitokinin yang merupakan turunan adenin paling aktif dalam
proses pembelahan sel adalah Benzil Amino Purin (BAP). Perlakuan sitokinin
pada seluruh tanaman untuk memproduksi tunas sebagai sumber eksplan pada
mikropropagasi atau perbanyakan konvensional sangat disarankan (Norton and
Norton 1986).
Benzyl Amino Purin (BAP) salah satu jenis sitokinin yang sering digunakan
dalam kultur jaringan. BAP merupakan turunan adenin yang disubstitusi pada
posisi 6 yang bersifat paling aktif .Di antara berbagai hormon sitokinin sintetik,
BAP paling sering digunakan karena sangat efektif menginduksi pembentukan
daun dan penggandaan tunas, mudah didapat dan harganya relatif murah. Pada
eksplan yang ditambahkan hormon BAP akan tumbuh tunas. Usaha untuk
menghasilkan jumlah tunas yang maksimum, penentuan jenis zat pengatur tumbuh
dengan kombinasi metode pengkulturan merupakan salah satu kunci penting
dalam kultur jaringan. Penggunaan hormon BAP untuk menggandakan tunas
secara in vitro banyak berhasil pada tanaman temulawak.
10
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2015 hingga April 2016.
Bahan eksplan berasal dari hasil dan penelitian dilakukan di Laboratorium
Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret.
C. Perancangan Penelitian
10
11
D. Pelaksanaan Penelitian
6. Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan terhadap botol-botol kultur yang hanya berisi
media maupun yang sudah berisi eksplan disemprot dengan menggunakan
spirtus. Penyemprotan dilakukan setiap hari. Penyemprotan pada botol kultur
dilakukan untuk menghindari kontaminasi yang disebabkan oleh lingkungan
sekitar botol kultur yang kurang steril.
E. Pengamatan Peubah
Variabel yang diamati pada penelitian ini, yaitu:
1. Saat muncul tunas
Pengamatan dilakukan pada saat tunas mulai muncul dari eksplan.
Pengamatan dan perhitungan waktu muncul tunas dilakukan dengan hitungan hari
setelah tanam (HST)
2. Jumlah tunas
Pengamatan dilakukan pada saat tunas sudah muncul dari eksplan.
Pengamatan dan perhitungan jumlah tunas dilakukan setiap minggu sampai
penelitian selesai.
3. Tinggi tunas
Pengamatan dilakukan pada saat tunas sudah tumbuh dari eksplan.
Pengamatan dan perhitungan tinggi tunas dilakukan setiap minggu sampai
penelitian selesai
4. Saat muncul akar
Pengamatan dilakukan pada saat akar mulai muncul dari eksplan. Pengamatan
dan perhitungan waktu muncul tunas dilakukan dengan hitungan hari setelah
tanam (HST).
5. Jumlah akar
Pengamatan dilakukan pada saat akar sudah muncul dari eksplan.
Pengamatan dan perhitungan jumlah akar dilakukan setiap minggu sampai
penelitian selesai.
14
6. Panjang akar
Pengamatan dilakukan pada saat akar sudah tumbuh dari eksplan.
Pengamatan dan perhitungan akar dilakukan setiap minggu sampai penelitian
selesai
7. Saat muncul daun
Pengamatan pada daun dilakukan dengan mengamati waktu muncul daun.
8. Jumlah daun
Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan menghitung daun pada saat
akhir penelitian pada masing-masing tanaman.
F. Analisis Data
Data hasil penelitian yang diperoleh dianalisa secara deskriptif, karena dari
uji kenormalan data, sebaran data tidak normal dan kelengkapannya kurang dari
50%. Sehingga data tidak dapat dianalisis dengan menggunakan analisis ragam.