LAPORAN PRAKTIKUM IPA 3 TAPE Fix
LAPORAN PRAKTIKUM IPA 3 TAPE Fix
LAPORAN PRAKTIKUM IPA 3 TAPE Fix
Oleh:
Laras Annisa (16312241006)
Meiningrum (16312241010)
Nurul Choeriyah (16312241018)
Resty Prastika (16312241019)
Titis Nurmadhani (16312241029)
Bella Dwi Utami (16312241035)
Kelompok 2/IPA A 2016
B. Tujuan
Mengetahui pengaruh massa ragi terhadap pH, kadar air, organoleptik (rasa, tekstur) pada
tape ketan putih
C. Dasar teori
Istilah bioteknologi pertama kali dikemukakan oleh Karl Ereky, seorang insinyur
hongaria, pada tahun 1917 untuk mendeskripsikan produksi babi dalam skala besar dengan
menggunakan bit gula sebagai sumber pakannya. Sampai tahun 1970-an bioteknologi
selalu berasosiasi dengan rekayasa biokimia (biochemical engineering) dan pada
umumnya kuliah-kuliah yang berhubungan dengan bioteknologi juga diberikan oleh
Jurusan Rekayasa Kimia atau Rekayasa Biokimia (Suwanto, 1998).
Selama sekitar 45 tahun sejak Karl Ereky memperkenalkan istilah bioteknologi,
istilah ini telah dipakai dengan pengertian berbeda oleh pakar yang berbeda sehingga
menimbulkan kerancuan. Kerancuan ini berakhir pada 1961 ketika Carl Goren Heden
merekomendasikan agar nama suatu jumal saintifik untuk mempublikasi penelitian dalam
bidang mikrobiologi terapan dan fermentasi diubah dari Journal of Microbiological and
Biochemical Engineering and Technology menjadi Biotechnology and Bioengineering.
Sejak saat itu, bioteknoloogi diartikan sebagai: "produksi barang dan jasa menggunakan
organisme, sistem, atau proses biologi". Oleh karena itu penelitian bioteknologi sangat
bergantung pada mikrobiologi, biokimia, dan rekayasa kimia (Suwanto, 1998).
Menurut Nurcahyo, H. (2011), Beragam batasan dan pengertian dikemukakan oleh
berbagai lembaga untuk menjelaskan tentang Bioteknologi. Beberapa diantaranya akan
diulas singkat sebagai berikut:
1. Bioteknologi merupakan penerapan asas-asas sains (ilmu pengetahuan alam) dan
rekayasa (teknologi) untuk pengolahan suatu bahan dengan melibatkan aktivitas jasad
hidup untuk menghasilkan barang dan/atau jasa.
2. Bioteknologi merupakan penerapan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan
kerekayasaan untuk penanganan dan pengolahan bahan dengan bantuan agen biologis
untuk menghasilkan bahan dan jasa.
3. Bioteknologi adalah teknik pendayagunaan organisme hidup atau bagian organisme
untuk membuat atau memodifikasi suatu produk dan meningkatkan/memperbaiki sifat
tanaman atau hewan atau mengembangkan mikroorganisme untuk penggunaan
khusus.
4. Secara lebih sederhana bioteknologi merupakan eksploitasi komersial organisme
hidup atau komponennya seperti enzim.
5. Bioteknologi berasal dari dua kata, yaitu 'bio' yang berarti makhuk hidup dan
'teknologi' yang berarti cara untuk memproduksi barang atau jasa. Dari paduan dua
kata tersebut European Federation of Biotechnology mendefinisikan bioteknologi
sebagai perpaduan dari ilmu pengetahuan alam dan ilmu rekayasa yang bertujuan
meningkatkan aplikasi organisme hidup, sel, bagian dari organisme hidup, dan/atau
analog molekuler untuk menghasilkan produk dan jasa.
6. Secara tegas dinyatakan, Bioteknologi merupakan penggunaan terpadu biokimia,
mikrobiologi, dan ilmu-ilmu keteknikan dengan bantuan mikroba, bagian-bagian
mikroba atau sel dan jaringan organisme yang lebih tinggi dalam penerapannya secara
teknologis dan industri
Menurut Nurcahyo, H. (2011), berdasarkan terminologinya, maka bioteknologi
dapat diartikan sebagai berikut:
1. “Bio” memiliki pengertian agen hayati (living things) yang meliputi; organisme
(bakteri, jamur (ragi), kapang), jaringan/sel (kultur sel tumbuhan atau hewan), dan/atau
komponen sub-selulernya (enzim).
2. “Tekno” memiliki pengertian teknik atau rekayasa (engineering) yaitu segala sesuatu
yang berkaitan dengan rancang-bangun, misalnya untuk rancang bangun suatu
bioreactor. Cakupan teknik disini sangat luas antara lain teknik industri dan kimia.
3. “Logi” memiliki pengertian ilmu pengetahuan alam (sains) yang mencakup; biologi,
kimia, fisika, matematika dsb. Ditinjau dari sudut pandang biologi (biosain), maka
bioteknologi merupakan penerapan (applied); biologi molekuler, mikrobiologi,
biokimia, dan genetika. Dengan demikian, bioteknologi merupakan penerapan
berbagai bidang (disiplin) ilmu (interdisipliner). Oleh karena itu, tidak ada seorangpun
yang dapat menguasai seluruh aspek bioteknologi.
Berdasarkan definisi dan pengertian di atas, maka bioteknologi tidak lain adalah
suatu proses yang unsur-unsurnya sebagai berikut:
1. Input yaitu bahan kasar (raw material) yang akan diolah seperti; beras, anggur, susu,
dsb.
2. Proses yaitu mekanisme pengolahan yang meliputi; proses penguraian atau penyusunan
oleh agen hayati.
3. Output yaitu produk baik berupa barang dan/atau jasa, seperti; alkohol, enzim,
antibiotika, hormon, pengolahan limbah.
Apapun batasan yang diberikan oleh para ahli yang pasti dalam proses bioteknologi
terkandung tiga hal pokok :
1. Agen biologis (mikroba, enzim, sel tanaman, sel hewan)
2. Pendayagunaan secara teknologis dan industrial
3. Produk dan jasa yang diperoleh.
Kemajuan dan perkembangan bioteknologi tidak dapat terlepas dari kemajuan dan
dukungan ilmu-ilmu dasar seperti: mikrobiologi, biokimia, biologi molekuler, dan
genetika. Kompetensi menguasai bioteknologi tersebut dapat tercapai manakala
pembinaan sumber daya manusia diorientasikan pada kompetensi meneliti dan
menerapkan metode-metode mutakhir bioteknologi. Kemampuan menguasai dan
mengaplikasikan metode-metode mutakhir bioteknologi (current methods of biotecnology)
seperti kultur jaringan, rekayasa genetik, hibridoma, kloning, dan polymerase chains
reaction (PCR) secara prospektif telah mampu menghasilkan produk-produk penemuan
baru (Nurcahyo, H., 2011).
Secara umum, bioteknologi dapat diklafikasikan menjadi dua aras yaitu:
bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern. Aplikasi bioteknologi sesungguhnya
telah berlangsung cukup lama, dalam peradaban manusia, seperti upaya produksi
antibiotik, fermentasi, alkohol, pangan dan teknologi pengolahan limbah , yang
kesemuanya dapat dikelompokan ke dalam bioteknologi konvensional. Tetapi mengapa
nampaknya bioteknologi baru saja berkembang pada kurun abad ke dua puluh ini? Karena
secara implisit yang dimaksud bioteknologi adalah biteknologi modern, yang intinya
adalah rekayasa genetik, dengan teknik gen kloning yang berkembang berdasar penemuan
struktur dan fungsi DNA oleh Watson dan Creck (Nurcahyo, H., 2011).
Menurut Nurcahyo, H. (2011), terdapat perbandingan antara bioteknologi
konvensional dan modern:
1. Bioteknologi konvensional
Ciri-ciri bioteknologi konvensional; kurang steril, jumlah sedikit (terbatas),
kualitas belum terjamin. Contoh: industri tempe, tape, anggur, yoghurt, dsb.
2. Bioteknologi modern
Ciri-ciri bioteknologi modern; steril, produksi dalam jumlah banyak (massal),
kualitas standar dan terjamin. Selain itu, bioteknologi modern tidak terlepas dengan
aplikasi metode-metode mutakhir bioteknologi (current methods of biotecnology).
Fermentasi berasal dari bahasa latin fervere yang berarti mendidihkan. Seiring
perkembangan teknologi, definisi fermentasi meluas, menjadi semua proses yang
melibatkan mikroorganisme untuk menghasilkan suatu produk yang disebut metabolit
primer dan sekunder dalam suatu lingkungan yang dikendalikan. Pada mulanya istilah
fermentasi digunakan untuk menunjukkan proses pengubahan glukosa menjadi alkohol
yang berlangsung secara anaerob. Namun kemudian istilah fermentasi berkembang lagi
menjadi seluruh perombakan senyawa organik yang dilakukan mikroorganisme yang
melibatkan enzim yang dihasilkannya. Dengan kata lain, fermentasi adalah perubahan
struktur kimia dari bahan-bahan organik dengan memanfaatkan agen-agen biologis
terutama enzim sebagai biokatalis. Salah satu pemanfaatan bioteknologi secara tradisional
adalah pembuatan tape. Tapai (sering dieja sebagai tape) adalah salah satu makanan
tradisional Indonesia yang dihasilkan dari proses peragian (fermentasi) bahan pangan
berkarbohidrat, seperti singkong dan ketan. Tapai bisa dibuat dari singkong (ubi kayu) dan
hasilnya dinamakan tapai singkong. Bila dibuat dari ketan hitam maupun ketan putih,
hasilnya disebut "tapai pulut" atau "tapai ketan".Dalam proses fermentasi tapai, digunakan
beberapa jenis mikroorganisme seperti Saccharomyces cerevisiae, Rhizopus oryzae,
Endomycopsis burtonii, Mucor sp., Candida utilis, Saccharomycopsis fibuligera,
Pediococcus sp., dan lain-lain. Tapai hasil fermentasi dari S. cerevisiae umumnya
berbentuk semi-cair, berasa manis keasaman, mengandung alkohol, dan memiliki tekstur
lengket. Umumnya, tapai diproduksi oleh industri kecil dan menengah sebagai kudapan
atau hidangan pencuci mulut. Tapai merupakan makanan selingan yang cukup popular di
Indonesia dan Malaysia.Pada dasarnya ada dua tipe tapai, tapai ketan dan tapai singkong.
Tapai memilikirasa manis dan sedikit mengandung alcohol, memiliki aroma yang
menyenangkan,bertekstur lunak dan berair.Tapai sebagai produk makanan cepat rusak
karena adanya fermentasi lanjut setelahkondisi optimum fermentasi tercapai, sehinnga
harus segera dikonsumsi. Namun demikian jika disimpan dalam tempat yang dingin maka
akan dapat bertahan selamadua minggu. Hasil dari fermentasi lanjut adalah produk yang
asam beralkohol, yang tidak enak lagi untuk dikonsumsi. Ragi Tapai Starter yang
digunakan untuk produksi tapai disebut ragi, yang umumnya berbentuk bulat pipih dengan
diameter 4-6 cm dan ketebalan 0,5 cm. Tidak diperlukan peralatan khusus untuk produksi
ragi, tetapi formulasi bahan yang digunakan pada umumnya tetap menjadi rahasia di setiap
pengusaha ragi.Ragi dipanen setelah 2-5 hari, tergantung dari suhu dan kelembaban.
Produk akhir akan berbentuk pipih kering dan dapat disimpan dalam waktu lama. Tidak
ada faktor lingkungan yang dikendalikan. Mikroorganisme yang diharapkan maupun
kontaminan dapat tumbuh bersama-sama. Namun demikian pada ragi yang dibuat pada
musim hujan akan dapat dijumpai Mucor sp dan Rhizopus sp dalam jumlahyang lebih
banyak dan membutuhkan waktu pengeringan yang lebih lama. (Kusnadi. 2014).
Tape ketan adalah makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari bahan ketan
yang diolah secara fermentasi. Dalam proses fermentasi tape ketan tahap persiapan
(pencucian, pemasakan dan pendinginan), pengerjaan, dan fermentasi (pemanasan,
inokulasi dengan ragi, dan inkubasi) merupakan tahap yang berpengaruh penting untuk
menghasilkan tape ketan dengan mutu baik (Hidayat dkk, 2006).
Selain menentukan cita rasanya, hasil dari proses fermentasi juga sangat
menentukan komposisi kimia tape ketan. Tape ketan umumnya memiliki tekstur lembut,
rasa manis, sedikit asam, dan cita rasa yang khas karena mengandung sedikit alkohol.
Komponen utama dalam ketan sendiri adalah pati, yang dalam keadaan utuh sangat sulit
didegradasi dengan zat kimia maupun enzim. Bahkan, pati yang dipanaskan dengan air
tidak akan mengalami perubahan hingga suhu gelatinasinya tercapai. Oleh karena itu,
dibutuhkan bantuan bakteri untuk mendegradasi komponen pati yang terdapat dalam
ketan.Ragi mengandung berbagai bakteri asam laktat yang sangat dibutuhkan untuk
fermentasi tape ketan (Rosnawyta, 2010).
Rasa asam pada tape timbul karena perlakuan-perlakuan (proses) yang kurang teliti,
seperti penambahan ragi yang berlebihan dan penutupan yang kurang rapat pada saat
fermentasi. Selain itu, rasa asam pada tape juga disebabkan oleh terjadinya proses
fermentasi yang berlangsung terlalu berlanjut. Ragi tape sangat diperlukan dalam
pembuatan tape tersebut. Ragi tape yang sudah rusak tidak baik digunakan dalam
pembuatan tape. Oleh sebab itu harus dipergunakan ragi tape yang masih dalam keadaan
baik. (Sudjadi. 2008).
Oksidasi alkohol disebabkan suasana aerobik yang terjadi selama waktu
penyimpanan. Suasanan aerobik tersebut biasanya diikuti oleh aktivitas bakteri asetat,
sehingga terbentuk asam asetat, yang menjadikan rasa asam pada brem. Kalau pada waktu
penyimpanan tidak ditutup akan menyebabkan alkohol menguap. Bau asam disebabkan
terbentuknya ester etil asetat dari reaksi alkohol dengan asam asetat yang terbentuk oleh
suasana aerob dan bakteri asetat.( Sudjadi. 2008)
Rasa manis pada tape ketan karena terjadi perubahan dari karbohidrat yaitu berupa
pati dihidrolisis oleh mikroorganisme dalam ragi dipecah menjadi glukosa. Glukosa
menimbulkan rasa manis pada tape ketan. Semakin banyak glukosa yang dihasilkan maka
semakin tinggi rasa manis yang ditimbulkan. Pembentukkan glukosa merupakan tahapan
suatu rangkaian proses yang panjang. Dalam pemanfaatan proses fermentasi ini agar
mendapatkan rasa tape yang manis harus dikonsumsi pada waktu yang tepat yaitu sekitar
2-3 hari setelah pemeraman. Mula-mula Amylomyces rouxii akan merombak pati
(amilopektin) menjadi gula kemudian Saccharomyces cerevisiae akan mengubah gula
menjadi alkohol dan Hansenullan membentuk aroma. Jika ada alkohol maka bakteri asam
asetat akan muncul dan menjadikan tape berasa masam (Ristiati, 2000). Cepat tidaknya
tape tersebut masam tergantung lama fermentasi dan jumlah bakterinya.Pembuatan tape
ketan ini tidak terlepas dari proses fermentasi. Fermentasi adalah suatu proses penghasilan
energi utama dari berbagai mikroorganisme yang hidup dalam keadaan anaerob (Campbell;
Recee; Mitchell. 2003). Dalam keadaan anaerob asam piruvat tidak dirubah menjadi
Asetil-KoA tetapi akan dirubah menjadi etanol (etil alcohol) dalam 2 langkah. Langkah
pertama dengan melepaskan CO2 dari piruvat, yang diubah menjadi senyawa asetal dehida
berkarbon 2. Dalam langkah kedua, asetal dehida direduksi oleh NADH menjadi etanol.
Hal ini bertujuan untuk meregenerasi pasokan NAD+ yang dibutuhkan untuk
glikolisis.Enzim yang mengkatalisis adalah karboksilase dan dehidrogenase. Dalam
fermentasi glukosa menjadi alkohol hanya dihasilkan 2-ATP. Respirasi dilakukan secara
anaerob yang secara umum dikatakan sebagai fermentasi seperti yang telah diungkap diatas
bahwa kandungan ketan sangat baik untuk pertumbuhan mikroba. Saccharomyces
cerevisiae dalam keadaan anaerob akan mengubah gula menjadi senyawa etanol dan
karbondioksida. Oleh bakteri Acetobacter etanol akan dirubah menjadi asam cuka dan air
dalam keadaan aerob.
Adapun reaksi perubahan glukosa menjadi alcohol dan alcohol menjadi asam asetat
sebagai berikut.
C6H12O6 + Saccharomyces 2 C2H5OH + 2CO2
C2H5OH + O2 + Acetobacter CH3COOH + H2O
D. Metode Penelitian
2. Variabel Penelitian
a. Variable bebas : massa ragi
b. Variable terikat : pH, kadar air dan Organoleptik (tekstur, rasa) pada tape
ketan putih
c. Variable kontrol : jenis beras ketan, tempat/ruangan pendiaman, penutup,
suhu
4. Langkah kerja
1. Membuat tape ketan
Mencuci beras ketan putih sampai bersih
Mendiamkan atau merendam beras ketan putih di dalam air kira kira 15 menit
Mengkukus ketan yang sudah di rendam dengan air selama 30 menit. Setalah 30
menit mengangkat dan meletakan ketan putih pada sebuah saringan kelapa
kemudian menyiramnya dengan air.
Memanaskan air kedalam panci dan mengukus ketan putih untuk kedua kalinya.
Mengangkat dan meletakan ketan putih pada nampan, lalu mendiamkan ketan
putih sampai dingin
Mencampurkan ragi dan ketan putih yang sudah dingin pada baskom
Mencampur ketan putih ¼ kg pertama dengan ragi 0,25 gram,ketan putih ¼ kg kedua dengan ragi
0,50 gram, ketan putih ¼ kg ketiga dengan 0,75 gram dan ketan putih ¼ kg ke empat dengan ragi
0,90 gram
Menambahkan larutan gula sebanyak tiga sendok makan pada mangkok yang
telah berisi campuran ketan putih dan ragi
Mengukur pH aquades
Menyiapkan dan mengambil sampel dari masing masing tape dengan variasi masa
ragi 0,25 gram; 0,50 gram; 0,75 gram; 0,90 gram sebanyak satu sendok dan
meletakannya pada gelas beaker
Mengukur kadar air dengan memerasnya dan menampung air pada gelas ukur
menggunakan corong
Meraba tapai untuk mengetahui tekstur tape dengan variasi ragi yang berbeda
E. Data hasil
1. Tabel data hasil penelitian
1. Massa Ragi 0,25 gram 0,50 gram 0,75 gram 0,90 gram
5. Kadar air 13 ml 28 ml 50 ml 60 ml
2. Grafik pengaruh ragi terhadap pH tape ketan
4.7
4.6
4.5
4.4
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Massa Ragi (gram)
3. Grafik Pengaruh Massa Ragi terhadap Kadar Air Pada Tape Ketan
50
40
30
20
10
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Massa Ragi (gram)
F. Pembahasan
Pada praktikum yang berjudul “Bioteknologi Pangan Tapai Ketan” yang memiliki
tujuan untuk mengetahui pengaruh massa ragi terhadap pH, kadar air, organoleptik (rasa,
tekstur) pada tape ketan putih. Praktikum ini dilaksanakan selama satu hari dua malam
yakni mulai hari Sabtu, 6 Oktober 2018 sampai dengan Minggu 7 Oktober 2018 di
Panjangjiwo Patalan Jetis Bantul Yogyakarta. Sedangkan pengukuran variable
dilaksanakan pada hari Senin, 8 Oktober 2018. Pada percobaan ini menggunakan bahan-
bahan beras ketan sebanyak 1 kilogram dengan variasi massa ragi, sebanyak 0,25 gram,
0,50 gram, 0,75 gram dan 0,90 gram, gula baru 1 ons dan air panas 100ml. Adapun alat
yang digunakan untuk pembuatan tapai ketan ini ada mangkok, penutup, plastik, panci,
sendok, nampan, bascom, dan saringan kelapa serta alat untuk mengukur Ph dan kadar air
yakni ada gelas ukur 10ml, corong, pH meter, 1 unit neraca digital.
Proses pembuatan tape langkah pertama yang dilakukan adalah mencuci beras
ketan putih hingga bersih, kemudian mendiamkan atau merendam beras ketan putih di
dalam air kurang lebih 15 menit, setelah di diamkan beras ketan putih kemudian di kukus
dengan air yang mendidih, proses mengukus ketan kurang lebih selama 30 menit, setelah
30 menit mengangkat dan meletakan ketan putih pada sebuah saringan kelapa kemudian
menyiramnya dengan air. Setelahnya memasak air kembali di dalam panci dan mengukus
nya kembali untuk kedua kalinya, lalu mencairkan gula batu ke dalam air hangat sebanyak
100 ml, kemudian menghaluskan ragi menjadi serbuk halus yang nantinya akan di bagi
untuk ketan putih menjadi 4 bagian dengan massa masing-masing bagian adalah
seperempat kg. Setelah di kukus beras ketan putih kemudian didinginkan, ketika sudah
dingin ragi dicampurkan, dengan perbedaan massa ragi, untuk massa ragi bagian tape 1
yakni 0,25 gram, dan pada tape 2 yakni 0,50 gram lalu pada tape 3 yaitu 0,75 gram dan
yang terakhir 0,90 gram ragi, setelah di campurkan dengan ragi, lalu memindakannya ke
dalam mangkok. Setelah itu menambahkan larutan gula sebanyak tiga sendok makan pada
mangkok yang telah berisi campuran ketan putih dan ragi, kemudian menutup mangkok
menggunakan plastik, lalu menutup lagi menggunakan piring, kemudian menunggu
hasilnya selama 1 hari 2 malam.
4.7
4.6
4.5
4.4
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Massa Ragi (gram)
Dari data diatas dapat diketahui bahwa banyaknya masa ragi yang mengasilkan
tape dengan pH tertinggi (pH 4,91) adalah tape yang dibuat dengan menambahkan 0,25
g ragi. Sedangkan pembuatan tape dengan menambahkan massa ragi sebanyak 0,50 g
dan 0,75 g, menghasilkan pH tape yang selisihnya tidak terlalu signifikan yakni sebesar
Ph 4,65 dan Ph 4,67 , sedangkan tingkat keasaman yang tinggi di hasilkan pada tambe
dengan menambahakan massa ragi sebanyak 0,90 g yang menghasilkan pH 4,46. Hal
ini menunjukkan bahwa tape dengan penambahan 0,25 g ragi tingkat keasamannya
rendah. Menurut Tim Penulis UNAIR (2007) ragi tape umumnya terdiri dari kapang,
khamir dan bakteri. Semakin tinggi presentase ragi yang di tambahkan, semakin banyak
jumlah khamir dan bakteri yang terdapat di dalam tape ketan. Semakin banyak jumlah
khamir dan bakteri yang terdapat di dalam tape ketan maka semakin banyak
karbohidrat yang di rombak menjadi glukosa, alkohol asam asetat dan senyawa lainnya.
Menurut Setyohadi (2006), fermentasi diartikan untuk semua kegiatan yang
menunjuk pada berbagai aksi mikrobial yang tertentu dan jelas. Pada proses fermentasi
karbohidrat terlebih dahulu dipecah menjadi glukosa, kemudian glukosa tersebut
dipecah lagi menjadi alkohol, asam asetat, dan senyawa organik lainnya. Dengan
semakin tingginya jumlah asam, Ph dari tape akan semakin menurun. Hal ini berarti
semakin besar presentase ragi yang di tambahkan, maka ph akan semakin menurun.
Hasil percobaan yang telah dilakukan telah sesuai dengan literatur, yakni semakin besar
massa ragi yang di tambahkan, maka ph akan semakin menurun.
Dalam proses fermentasi beras nasi menjadi tape, pati dari nasi akan berubah
menjadi gula oleh kapang jenis Chlamydomucor dan oleh mikroorganisme ragi
Saccaromyces cereviceae digula diubah menjadi alkohol. Saccaromyces cereviceae
yang biasanya dijual dipasar dalam bentuk ragi bercampur tepung beras. Ragi tape yang
sering kita jumpai dipasar merupakan adonan khusus yang dibuat dengan
mencampurkan biakan khamir, tepung beras dan berbagai macam bumbu (kayu manis,
bawang putih, laos, dan jahe). Bumbu-bumbu ini dapat bersifat senyawa anti mikroba
yang mampu mengurangi jumlah mikroba non khamir, sebagai sumber nutrien dan
sebagai pembentuk rasa dan aroma pada produk tape. Kualitas tape sangat tergantung
pada kondisi lingkungan yaitu suhu dan kondisi anaerob.
Pati yang terkandung dalam beras terdiri dari amilosa dan amilopektin
yang berbeda. Sedangkan pada beras ketan kandungannya 90% berupa pati dan
selebihnya merupakan amilosa 2% dan amilopektin 88,89%, maka dapat
dikatakan bahwa amilosa hampir tidak ada dalam beras ketan. Beras ketan dan beras
biasa mempunyai kandungan amilosa dan amilopektin yang berbeda. Butiran pati pada
umumnya mengandung 15-30% amilosa dan 10-85 amilopektin, khususnya yang
dinamakan varietas waxy atau glutinous dari beberapa bahan berpati hampir
sepenuhnya disusun oleh amilopektin. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan
ikatan α-glikosidis. Sedangkan Pati penyusun beras ketan terdiri dari amilopektin
termasuk polimer glukosa yang memiliki banyak percabangan yang disusun oleh
rantai-rantai lurus yang terdiri dari 20-30 unit glukosa dengan ikatan α1,4-glikosidis
pada atom C nomor 2 dan 3.
Tape mempunyai rasa yang spesifik yaitu manis, alkoholis dan kadang-kadang
asam. Hal ini karena terjadi perubahan pada bahan dasar menjadi tape. Mula-mula pati
yang ada dalam bahan dipecah oleh enzim menjadi dekstrin dan gula-gula sederhana.
Gula-gula yang terbentuk selanjutnya dihidrolisis menjadi alkohol, pada fermentasi
lebih lanjut alkohol dioksidasi menjadi asam-asam organik antara lain asam asetat,
asam suksinat dan asam malat. Asam-asam organik dan alkohol membentuk ester yang
merupakan komponen cita rasa. Dalam pembuatan tape ini ada 2 jenis jamur yang
berperan yaitu Endomycopsis fibullgera untuk mengubah pati menjadi gula sehingga
tape berasa manis dan Saccaromyces cereviceae/Rhizopus oryzae yang mengubah gula
menjadi alkohol. Jika proses ini berlangsung terus dan tidak diatur sehingga gula yang
ada langsung diubah menjadi asam organik, sehingga tape akan berasa manis dan
alkoholik serta sedikit asam.
60
50
Kadar Air (ml)
40
30
20
10
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Massa Ragi (gram)
Berdasarkan hasil tersebut , tape yang menghasilkan volume air tape terbanyak
adalah tape nomor 4 dengan kadar air 60 ml, yakni pada tape yang dibuat dengan
menambahkan 0,90 gram ragi. Sedangkan tape yang dibuat dengan menambahkan 0,25
gram ragi menghasilkan volume air sebanyak 13 ml. Jika dilihat dari grafik semakin
banyak ragi, maka semakin banyak volume air tape yang dihasilkan. Air tape pada
praktikum ini merupakan hasil perasan tape pada masing-masing variasi massa ragi
(gram). Air perasan tape dimasukkan ke dalam gelas ukur ukuran 10 ml, kemudian
praktikan mengukur volume air tape yang dihasilkan. Secara kualitatif berdasarkan
pernyataan dari naracoba yang merasakan tape ini, tape yang menghasilkan volume air
paling banyak (tape nomor 4 dengan penambahan 0,90 gram ragi) merupakan tape yang
paling enak dan pas rasanya (tidak terlalu manis dan tidak terlalu asam). Selain itu,
volume air tape yang lebih banyak juga menjadikan tape terasa lebih segar dan efek
samping diperut setelah mengkonsumsinya tidak terlalu panas. Sedangkan tape lainnya
yang menghasilkan volume air tape lebih sedikit efek samping berupa rasa panas di
perut lebih tinggi. Hal ini juga berkaitan dengan jumlah alkohol yang terkandung dalam
tape. Semakin banyak air, maka jumlah alkohol yang menyebabkan efek rasa panas
semakin sedikit. Sebaliknya, semakin sedikit volume air, semakin banyak alkohol yang
terkandung. Banyak sedikitnya air dan alkohol yang terkandung pada tape tergantung
pada akttivitas enzim alkoholase dalam ragi tape yang dapat mengubah alkohol menjadi
asam asetat dan enzim oksidase dalam ragi yang mengoksidasi asam asetat menjadi air
dan karbondioksida (Girindra, 1993).
Dari data hasil fermentasi tape ini, selain terjadi perubahan kimia oleh enzim-
enzim yang dihasilkan oleh mikroba dalam ragi, juga terjadi perubahan sifat fisika
yaitu perubahan warna, bau dan tekstur dari beras yaitu warnanya putih menjadi lebih
putih, tercium aroma alkohol yang tajam serta teksturnya lembek berair. Hal ini
dikarenakan jamur ragi akan memakan glukosa yang ada di dalam beras putih sebagai
makanan untuk pertumbuhannya, sehingga beras putih akan menjadi lunak dan juga
karena didalam beras putih ini mengadung amilosa yang sangat rendah bila dimasak
tidak mampu membentuk gel yang kukuh dan pasta yang dihasilkan lebih lunak
(disebut ”long texture”).
3. Organoleptik Rasa
Berdasarkan hasil percobaan yang telah praktikan lakukan, dapat dilihat bahwa
semakin banyak ragi yang ditambahkan maka nilai organoleptik rasa tape ketan yang
dihasilkan cenderung menurun, dalam hal ini rasa akan semakin masam. Pada massa
ragi tape 0,25 gram organoleptik rasa mengalami peningkatan karena kadar gula yang
dihasilkan paling tinggi dibandingkan yang lain sehingga menyebabkan rasa yang
manis. Sedangkan pada massa ragi tape 0,90 gram, kadar gula mengalami penurunan
karena telah diubah menjadi alkohol, asam, dan senyawa lainnya. Hal ini dikarenakan
jumlah mikroorganisme perombak lebih banyak. Organoleptik rasa erat hubungannya
dengan kemanisan yang cukup tinggi dengan kadar alkohol yang rendah dan kadar
asam yang tinggi. Hal tersebut didukung oleh Buckle (1987) yang menyatakan bakteri
asam asetat seperti Acetobacter aceti melakukan metabolisme yang bersifat aerobik.
Dalam keadaan anaerob asam piruvat tidak diubah menjadi Asetil-KoA tetapi
akan diubah menjadi etanol (etil alcohol) dalam 2 langkah. Langkah pertama dengan
melepaskan CO2 dari piruvat, yang diubah menjadi senyawa asetal dehida berkarbon 2.
Dalam langkah kedua, asetal dehida direduksi oleh NADH menjadi etanol. Hal ini
bertujuan untuk meregenerasi pasokan NAD+ yang dibutuhkan untuk glikolisis. Enzim
yang mengkatalisis adalah karboksilase dan dehidrogenase. Dalam fermentasi glukosa
menjadi alkohol hanya dihasilkan 2-ATP. Respirasi dilakukan secara anaerob yang
secara umum dikatakan sebagai fermentasi seperti yang telah diungkap diatas bahwa
kandungan ketan sangat baik untuk pertumbuhan mikroba. Saccharomyces cerevisiae
dalam keadaan anaerob akan mengubah gula menjadi senyawa etanol dan
karbondioksida. Oleh bakteri Acetobacter etanol akan diubah menjadi asam cuka dan
air dalam keadaan aerob.
Adapun reaksi perubahan glukosa menjadi alcohol dan alcohol menjadi asam
asetat sebagai berikut.
C6H12O6 + Saccharomyces 2 C2H5OH + 2CO2
C2H5OH + O2 + Acetobacter CH3COOH + H2O
4. Organoleptik Tekstur
Tekstur tape ketan putih dinilai melalui cara menekan butiran tape dengan
menggunakan jari dan dikunyah oleh salah satu praktikan. Hasil yang diperoleh, tape
mengalami perubahan tekstur. Berdasarkan hasil yang diperoleh praktikan, dapat
dilihat bahwa semakin besar massa ragi tape maka nilai organoleptik tekstur yang
dihasilkan semakin meningkat, dalam hal ini akan semakin lembek. Hal ini dikarenakan
pati telah dirombak oleh mikroorganisme perombak menjadi senyawa-senyawa yang
lebih sederhana, bahkan yang tadinya berbentuk padatan diubah menjadi bentuk cair
(air, asam-asam organik) dan berbentuk gas (alkohol). Jalalina (2014 : 82) menyatakan
semakin tinggi persentase ragi tape maka semakin banyak khamir yang menyebabkan
tape semakin lunak.
Menurut Hidayat (2006), fermentasi sebagai perubahan gradual oleh enzim
beberapa bakteri, khamir dan jamur. Contohnya pengasaman susu, dekomposisi pati
dan gula menjadi alkohol dan karbondioksida, serta senyawa lainnya.
G. Kesimpulan
1. Pengaruh massa ragi terhadap pH, kadar air, organoleptik (rasa, tekstur) pada tape ketan
putih adalah sebagai berikut:
a. Semakin tinggi massa ragi yang diberikan dalam massa ketan putih yang tetap maka
pH tape ketan akan semakin rendah
b. Semakin tinggi massa ragi, maka kadar air semakin tinggi yaitu berturut-turut 0,25
gram (13ml), 0,50 gram (28ml), 0,75 gram (50ml), 0,90 gram (60ml)
c. Semakin tinggi massa ragi yang diberikan pada ketan maka organoleptic rasa akan
semakin asam
d. Semakin tinggi massa ragi yang diberikan pada ketan maka organoleptik tekstur
akan semakin lembek
H. Daftar Pustaka
Buckle, K. A,dkk. 1987. Ilmu Tanah. Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. Jakarta : UI
Press.
Campbell, Reece, Mitchel. 2003. Biologi, Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Girindra. 1993. Biokimia 1. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gambar 1. Ketan putih sebelum diberi ragi Gambar 2. Ketan putih saat diberi ragi
Sumber: dokumen pribadi Sumber: dokumen pribadi
Gambar 3. Ketan putih setelah fermentasi Gambar 4. Ketan putih setelah fermentasi
dengan ragi 0,25 gram dengan ragi 0,50 gram
Sumber: dokumen pribadi Sumber: dokumen pribadi
Gambar 5. Alat dan Bahan yang digunakan Gambar 6. Hasil pengukuran PH
untuk mengukur pH tape ketan menggunakan PHmeter pada tape 1
Sumber : dokumen pribadi Sumber : dokumen pribadi
Gambar 13. Hasil kadar air yang di Gambar 14. Hasil kadar air yang di
hasilkan pada tape 3 (50 ml) hasilkan pada tape 4 (60 ml)
Sumber : dokumen pribadi Sumber : dokumen pribadi