Tugas B Indo
Tugas B Indo
Tugas B Indo
ada zaman dahulu kala, di daerah Sasak ada dua orang raja yang bersaudara. Seorang
menjadi raja di daerah Daha dan seorang lagi di daerah Keling. Kedua orang raja ini sama-
sama belum memperoleh keturunan, walau telah diobati oleh puluhan orang tabib dan
dukun. Mereka lalu bersepakat untuk pergi bernazar ke pemujaan bernama Batu Kemeras
yang berada di puncak sebuah bukit. Di tempat tersebut Raja Keling bernazar bahwa kalau
dikaruniai anak ia akan datang lagi dengan membawa sirih pinang. Sedangkan Raja Daha
bernazar akan memotong seekor kerbau yang berselimut sutera, bertanduk emas, dan
berkuku perak.
Beberapa bulan kemudian, karena izin Tuhan terkabullah hajat kedua raja itu. Raja Daha
dikaruniai seorang anak perempuan yang sangat cantik parasnya, sedangkan Raja Keling
mendapat anak laki-laki yang juga sangat tampan.
Setelah permintaan terkabul mereka pun bersepakat pergi ke Batu Kemeras lagi untuk
membayar nazarnya. Oleh karena terlalu senang, Raja Keling yang waktu itu hanya bernazar
membawa sirih pinang, ternyata juga membawa seekor kerbau yang tertanduk emas,
berkuku perak dan berselimut kain sutera. Sebaliknya, Raja Daha yang dahulu bernazar akan
membawa kerbau seperti Raja Keling malah tidak dapat memenuhi janjinya. Ia datang hanya
dengan membawa seekor anak kerbau biasa yang tidak bertanduk emas, berkuku perak,
dan berselimut kain sutera. Selesai upacara membayar nazar, kedua raja itu lalu pulang ke
negerinya masing-masing.
Dalam perjalanan pulang, mungkin karena nazarnya tidak sesuai, rombongan Raja Daha
dihadang oleh angin puting beliung besar yang membuat bayi perempuan Raja Daha ikut
terbawa ke angkasa. Melihat kejadian itu Raja Daha pun segera meratap, “Wahai anakku,
buah hati permainan mata. Hanya engkaulah tumpuan hatiku. Walau engkau terbang
bersama angin, tetapi bila takdir menghendaki kelak kita pasti akan berjumpa lagi.”
Sang bayi yang diterbangkan angin puting beliung itu melewati padang dan bukit, akhirnya
mendarat di sebuah taman yang sangat indah. Sore harinya, saat sang tukang kebun
bernama Pak Bangkol berkeliling untuk menyiram, ia melihat si bayi sedang menangis di
atas sebuah pohon yang ada di dalam kebun. Sambil terkejut sekaligus gembira Pak Bangkol
yang belum mempunyai keturunan segera membawa bayi itu pulang ke rumahnya.
Sesampai di rumah, sang bayi juga disambut dengan gembira oleh isterinya, Bu Bangkol. Ia
sangat senang menerima bayi itu karena selama belasan tahun menikah belum juga
mendapat momongan. Bayi itu kemudian dipelihara oleh Pak Bangkol dan Bu Bangkol dan
diberi nama Cilinaya.
Waktu pun berlalu. Cilinaya tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik jelita dan juga
cerdas. Ia pandai menyulam, menenun, merangkai bunga, dan memasak, seperti
perempuan di daerah itu pada umumnya.
Suatu hari, terdengar berita bahwa Pangeran putera Raja Keling yang bernama Raden Panji
akan berburu di hutan dekat tempat tinggal Cilinaya. Sebelum berburu rombongan Sang
Pangeran terlebih dahulu akan berkunjung ke taman indah yang dijaga oleh Pak Bangkol.
Pada hari yang telah ditentukan rombongan Sang Pangeran datang ke taman. Ia disambut
oleh Pak Bangkol dengan penuh hormat walau hatinya berdebar-debar. Ia bukan takut
tamannya dinilai tidak indah, melainkan karena khawatir kalau Cilinaya yang cantik jelita
dipikat oleh Sang Pangeran untuk dibawa ke istananya. Untuk itu ia pun sebelumnya telah
menyembunyikan Cilinaya di dalam sebuah buluh terudak benang.
Setelah berada di dalam rumah, Sang Pangeran berkata, “Bapak dan Ibu Bangkol, tujuan
saya kemari selain untuk berburu dan melihat keindahan taman di sini, juga untuk
memastikan apakah mimpi saya beberapa waktu yang lalu benar adanya atau tidak. Dalam
mimpi tersebut saya meihat kalau Bapak dan Ibu mempunyai seorang anak gadis yang
cantiknya melebihi bidadari di kayangan. Jadi, yang ingin saya tanyakan apakah benar Bapak
dan Ibu mempunyai anak gadis seperti yang ada di dalam mimpi saya itu?”
Dengan wajah pucat pasi, Bu Bangkol menjawab, “Tuanku Pangeran, kami tidak mempunyai
keturunan. Apabila tidak percaya, pangeran boleh memeriksa rumah kami ini.”
“Ha…ha…ha…janganlah Ibu berbohong. Aku akan memeriksa seluruh sudut di dalam rumah
ini. Apabila berhasil menemukannya akan aku jadikan sebagai isteriku dan kamu akan
menjadi ibu mertuaku,” kata pangeran sambil tertawa terbahak-bahak.
Lalu, bersama para pengiringnya diperiksalah seluruh isi rumah Pak Bangkol. Pencarian tidak
hanya dilakukan di tempat-tempat yang dapat dilihat saja, tetapi juga di tempat-tempat
yang tidak terlihat, seperti: kolong tempat tidur, gulungan tikar, lemari pakaian, tempayan,
lumbung pagi, dan bahkan gerobak. Namun, setelah seluruh tempat dicari ternyata Sang
Pangeran tidak berhasil menemukan gadis idaman hatinya.
Dengan langkah gontai ia lalu keluar dari rumah Pak Bangkol. Waktu melewati pintu, karena
takdir Tuhan, gagang keris Pangeran Panji tersangkut oleh sehelai rambut Cilinaya. Segera
dicarinya asal rambut tersebut yang ternyata berada di dalam terundak benang. Dan sesuai
dengan janji Sang Pangeran, Cilinaya pun akhirnya dikawininya.
Setelah setahun tinggal di rumah Pak Bangkol, Raden Panji meminta izin kepada isterinya
untuk pulang ke negeri Keling. Sesampainya di Keling ia segera menceritakan kepada ayah
dan ibunya bahwa telah mengawini seorang gadis anak penjaga taman yang bernama
Cilinaya.
Mendengar hal itu, Raja menjadi sangat kecewa karena puteranya kawin dengan orang
kebanyakan. Secara diam-diam ia menyuruh algojo kerajaan untuk membunuh Cilinaya.
Sedangkan Raden Panji disuruhnya untuk mencari hati menjangan hijau sebagai obat bagi
dirinya yang berpura-pura sakit. Ini adalah siasat Sang Raja agar Raden Panji tidak
mengetahui kalau isterinya akan dibunuh oleh algojo Raja Keling.
Singkat cerita, sang algojo pun telah mendapatkan Cilinanya. Ia kemudian membawanya ke sebuah
pantai sepi di daerah Tanjung Menangis. Saat sampai di sebuah pohon ketapang yang rindang dekat
pantai, sang algojo berkata, “Aku disuruh oleh Raja Keling sebenarnya bukan untuk membawamu ke
kerajaan, tetapi untuk membunuhmu!”
Tanpa merasa gentar, Cilinaya segera menjawab, “Baiklah, Paman. Apabila memang demikian
kehendak ayahanda Prabu Keling, aku akan menerimanya. Namun sebelum paman membunuhku,
izinkanlah aku memetik buah maja sebagai pengganti tempat anakku menyusu. Dan satu lagi
pesanku Paman, apabila nanti engkau membunuhku dan darahku berbau amis maka aku adalah
orang kebanyakan. Sedangkan apabila berbau harum, maka aku adalah anak bangsawan.”
Setelah selesai mengambil buah maja Cilinaya lalu duduk berjongkok di bawah pohon ketapang
sambil memeluk bayinya. Pada saat itu, Sang Algojo yang berdiri di belakangnya langsung
menghunuskan kerisnya ke tubuh Cilinaya hingga tersungkur ke tanah. Anehnya, darah yang keluar
dari tubuh Cilinaya berbau sangat harum seperti bau bunga kasturi. Hal ini menandakan bahwa
Cilinaya sebenarnya adalah seorang bangsawan dan bukan rakyat kebanyakan.
Sang Algojo pun menjadi pusat pasi. Ia langsung meninggalkan tempat itu untuk pulang ke Negeri
Keling. Sementara mayat Cilinaya dan bayinya yang sedang memeluk buah maja (disangka susu
ibunya) ditinggalkan begitu saja di tempat itu.
Beberapa jam kemudian, Raden Panji dan saudaranya yaitu Raden Irun yang sedang mencari hati
menjangan hijau secara kebetulan melewati tempat Cilinaya dibunuh. Dari kejauhan sayup-sayup
didengarnya suara bayi sedang menangis. Karena penasaran mereka lalu mendekati suara tersebut.
Setelah dekat mereka tidak hanya melihat seorang bayi yang sedang menangis melainkan juga
sesosok mayat perempuan bersimbah darah yang terbujur kaku di sebelahnya.
Melihat mayat perempuan itu yang ternyata adalah Cilinaya sontak Raden Panji menjadi kaget bukan
kepalang. Pada saat yang bersamaan, tiba-tiba saja langit menjadi mendung disertai oleh hembusan
angin kencang dan petir yang saling sambar menyambar. Dan, dari celah-celah suara petir itu
terdengarlah sebuah suara gaib, ”Wahai orang yang malang, segeralah buat sebuah peti untuk
mayat isterimu dan hanyutkanlah ia ke laut. Kelah Tuhan Yang Maha Kuasa akan mempertemukan
kalian kembali!”
Setelah suara gaib itu menghilang dan langit kembali cerah Raden Panji segera menyuruh Raden Irun
beserta para pengiringnya untuk membuat sebuah peti dari kayu yang diberi tali sepanjang seribu
depa. Selanjutnya ia memasukkan mayat isterinya ke dalam peti tersebut untuk kemudian dilarung
ke tengah laut sambil memegangi tali pengikatnya dari pinggir pantai.
Ketika tali sepanjang seribu depa itu sudah sampai ke ujungnya, Raden Panji segera melepaskannya
sebagai simbol bahwa ikatan cinta mereka telah sampai pada titik akhir. Sambil menggendong
bayinya yang saat itu langsung diberi nama Raden Megatsih (Si putus tali kasih), Raden Panji berjalan
menjauh dari pantai untuk segera pulang ke Negeri Keling bersama para pengawalnya.
Sementara mayat Cilinaya yang telah berada di tengah laut tersebut ternyata terbawa oleh arus
hingga ke pantai Negeri Daha. Kebetulan pada waktu yang bersamaan permaisuri Raja Daha sedang
berpesta. Ketika melihat peti tersebut sang permaisuri langsung menyuruh para pengawal untuk
menarik dan membukanya. Dan, ketika peti itu dibuka ternyata di dalamnya ada seorang perempuan
cantik jelita yang sedang tertidur lelap. Rupanya dalam perjalanan mengarungi samudera itu secara
ajaib Cilinaya telah hidup kembali. Karena tertarik oleh kecantikan Cilinaya, maka permaisuri lalu
mengangkat Cilinaya menjadi anaknya.
Singkat cerita, suatu hari Raja Daha mengadakan permainan sabung ayam dengan taruhan yang
sangat besar. Oleh karena taruhannya besar maka yang mengikutinya pun hanya para raja dan
bangsawan dari berbagai negeri. Mereka tidak hanya mempertaruhkan uang, melainkan juga
wilayah negerinya masing-masing.
Pada saat para raja sedang asyik saling memperhatikan ayam-ayam aduan mereka tiba-tiba
datanglah seorang anak lelaki yang membawa ayam aduan berbulu hijau dan berekor sangat indah.
Kokokannya pun berbunyi aneh, yaitu ”Do do Panji Kembang Ikok Maya. Ayahku Panji Ibuku
Cilinaya”.
Cilinaya yang saat itu juga mendengar suara kokokan ayam tersebut segera mendapat firasat bahwa
si pemilik ayam tidak lain adalah anaknya sendiri. Ia lalu mendatangi si anak yang tidak lain adalah
Raden Megatsih dan berkata, ”Siapa namamu nak? Dari mana asalmu dan siapa nama Ayahmu?”
”Saya bernama Megatsih dari Kerajaan Keling. Nama Ayah saya Raden Panji,” Jawab Megatsih
singkat.
Tanpa berkata-kata lagi Cilinaya langsung memeluk Raden Megatsih. Dengan berurai air mata ia lalu
menjelaskan siapa dirinya. Selanjutnya Cilinaya bersama dengan Megatsih pergi Kerajaan Keling
untuk menemui Raden Panji. Akhirnya mereka pun bersatu kembali dan hidup bahagia.
3.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas izin-Nyalah sehingga saya penulis dapat
menyelesaikan sebuah tugas sederhana dengan judul Menganalisis unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik dalam Cerita Rakyat sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan nilai yang
baik dan memuaskan.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan m sederhana ini terutama bagi keluarga, guru dan teman-teman.
Sebagai manusia biasa yang tak lepas dari kesalahan, penulis menyadari bahwa tugas ini
sangat jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya penulis. Amin..
Tokoh
Amanat = Kalau Kita bernazar maka tepatilah nazar yang kau katakan
,karena nazar sama dengan janji, dan janji harus selalu ditepati
saat sang tukang kebun bernama Pak Bangkol berkeliling untuk menyiram, ia
melihat si bayi sedang menangis di atas sebuah pohon yang ada di dalam kebun.
Sambil terkejut sekaligus gembira Pak Bangkol yang belum mempunyai
keturunan segera membawa bayi itu pulang ke rumahnya.
Sesampai di rumah, sang bayi juga disambut dengan gembira oleh isterinya, Bu
Bangkol. Ia sangat senang menerima bayi itu karena selama belasan tahun
menikah belum juga mendapat momongan. Bayi itu kemudian dipelihara oleh
Pak Bangkol dan Bu Bangkol dan diberi nama Cilinaya.
Waktu pun berlalu. Cilinaya tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik jelita dan
juga cerdas. Ia pandai menyulam, menenun, merangkai bunga, dan memasak,
seperti perempuan di daerah itu pada umumnya.
Suatu hari, terdengar berita bahwa Pangeran putera Raja Keling yang bernama
Raden Panji akan berburu di hutan dekat tempat tinggal Cilinaya. Sebelum
berburu rombongan Sang Pangeran terlebih dahulu akan berkunjung ke taman
indah yang dijaga oleh Pak Bangkol.
Pada hari yang telah ditentukan rombongan Sang Pangeran datang ke taman. Ia
disambut oleh Pak Bangkol dengan penuh hormat walau hatinya berdebar-debar.
Ia bukan takut tamannya dinilai tidak indah, melainkan karena khawatir kalau
Cilinaya yang cantik jelita dipikat oleh Sang Pangeran untuk dibawa ke istananya.
Untuk itu ia pun sebelumnya telah menyembunyikan Cilinaya di dalam sebuah
buluh terudak benang.
6.
Sinopsis
Alkisah, pada zaman dahulu kala di daerah Sasak ada dua orang raja yang bersaudara. Seorang
menjadi raja di daerah Daha dan seorang lagi di daerah Keling. Kedua orang raja ini sama-sama
belum memperoleh keturunan, walau telah diobati oleh puluhan orang tabib dan dukun. Mereka
lalu bersepakat untuk pergi bernazar ke pemujaan bernama Batu Kemeras yang berada di puncak
sebuah bukit. Di tempat tersebut Raja Keling bernazar bahwa kalau dikaruniai anak ia akan datang
lagi dengan membawa sirih pinang. Sedangkan Raja Daha bernazar akan memotong seekor kerbau
yang berselimut sutera, bertanduk emas, dan berkuku perak
Dalam perjalanan pulang, mungkin karena nazarnya tidak sesuai, rombongan Raja Daha dihadang
oleh angin puting beliung besar yang membuat bayi perempuan Raja Daha ikut terbawa ke angkasa.
Melihat kejadian itu Raja Daha pun segera meratap, Sang bayi yang diterbangkan angin puting
beliung itu melewati padang dan bukit ,anaknya diberi cilinaya.
Setelah besar cilinaya dilamar pangeran keling dan menikah,karena raja tau bahwa anaknya menikah
dengan gadis desa raja pun marah dan menyuruh untuk membunuh cilinaya, namun keajaiban
datang cilinaya masih hidup walaupun sudah dibunuh
7.
Penutup Kesimpulan
Cilinaya Adalah cerita rakyat yang berasal dari Nusa Tenggara Barat Yang Mengisahkan Putri
kerajaan yang dirawat oleh orang desa.