Makalah Rotahaler
Makalah Rotahaler
Makalah Rotahaler
Disusun Oleh :
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya. Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Makalah Farmakologi III ini yang berjudul
“TERAPI INHALASI ROTAHALER”. Selama proses penyelesaian makalah ini,
penulis telah banyak mendapat bantuan bimbingan dan dukungan dari semua
pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada:
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Obat yang diberikan dengan cara ini absorpsi terjadi secara cepat karena
permukaan absorpsinya luas, terhindar dari eliminasi lintas pertama di hati, dan
pada penyakit paru-paru misalnya asma bronkial, obat dapat diberikan langsung
pada bronkus. Tidak seperti penggunaan obat secara oral (tablet dan sirup) yang
terpaksa melalui sistem penghadangan oleh pelbagai sistem tubuh, seperti
eleminasi di hati.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Inhalasi adalah sediaan obat atau larutan atau suspense terdiri atas satu
atau lebih bahan obat yang diberikan melalui saluran nafas hidung atau mulut
untuk memperoleh efek lokal dan sistemik.
Untuk mendapatkan manfaat obat yang optimal , obat yang diberikan per
inhalasi harus dapat mencapai tempat kerjanya di dalam saluran napas. Obat
yang digunakan biasanya dalam bentuk aerosol, yaitu suspensi partikel dalam gas.
Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi (penumpukan) obat
dalam mulut (orofaring), sehingga mengurangi jumlah obat yang tertelan, dan
mengurangi efek sistemik. Deposisi (penyimpanan) dalam paru pun lebih baik,
sehingga didapatkan efek terapetik (pengobatan) yang baik. Obat hirupan dalam
bentuk bubuk kering (DPI = Dry Powder Inhaler) seperti Spinhaler, Diskhaler,
Rotahaler, Turbuhaler, Easyhaler, Twisthaler memerlukan inspirasi (upaya
menarik/menghirup napas) yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk
anak usia sekolah.
Karena terapi inhalasi obat dapat langsung pada sasaran dan absorpsinya
terjadi secara cepat dibanding cara sistemik, maka penggunaan terapi inhalasi
sangat bermanfaat pada keadaan serangan yang membutuhkan pengobatan segera
2
dan untuk menghindari efek samping sistemik yang ditimbulkannya. Biasanya
terapi inhalasi ditujukan untuk mengatasi bronkospasme, mengencerkan sputum,
menurunkan hipereaktiviti bronkus, serta mengatasi infeksi. Terapi inhalasi ini
baik digunakan pada terapi jangka panjang untuk menghindari efek samping
sistemik yang ditimbulkan obat, terutama penggunaan kortikosteroid.
Dengan terapi inhalasi obat dapat masuk sesuai dengan dosis yang
diinginkan, langsung berefek pada organ sasaran. Dari segi kenyamanan dalam
penggunaan, cara terapi MDI banyak disukai pasien karena obat dapat mudah di
bawa ke mana-mana. Kemasan obat juga menguntungkan karena dalam satu botol
bisa dipakai untuk 30 atau sampai 90 hari penggunaan.
Kontra indikasi mutlak pada terapi inhalasi tidak ada. indikasi relatif pada
pasien dengan alergi terhadap bahan atau obat yang digunakan.
3
2.5 Alat Terapi inhalasi
4. Yang terpenting pada MDI adalah katup terukur (metered valve ) yang
secara akurat melepaskan partikel obat dengan dosis tertentu.
Kekurangan MDI
2. Partikel MDI yang langsung ke mulut memiliki kecepatan yang tinggi dan
ukuran droplet yang besar yang berakibat tingginya deposisi obat di
oroFaring.
3. Cara pakai dan kondisi optimal hanya sekitar 20% dosis yang mencapai
paru.
4
Kesalahan yang umum terjadi pada penggunaan MDI
1. Kurang koordinasi
2. Banyak anak dan usia lanjut yang sulit menggunakan MDI secara benar
5
4. DPI tidak menggunakan campuran propelan
Inhaler dosis terukur atau sering disebut MDI diberikan dalam bentuk
inhaler aerosol dengan/ tanpa spacer dan bubuk halus (dry powerd inhaler) yaitu
diskhaler, rotahaler, dan turbohaler. Pada umumnya digunakan pada pasien yang
sedang berobat jalan dan jarang dipergunakan di rumah sakit. Cara ini sangat
mudah dan dapat di bawa kemana-mana oleh pasien, sehingga menjadi pilihan
utama bagi penderita asma.
MDI terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian kotak yang mengandung zat dan
bagian mounthpiece. Bila bagian kotak yang mengandung zat ini dibuka (ditekan),
maka inhaler akan keluar melalui mounthpiece.
a. Ventolin Rotahaler
6
dengan penyumbatan saluran pernafasan yang bersifat reversibel. Alat untuk
Terapi pemeliharaan rutin pada asma kronis dan bronkhitis kronis.
b. Ventolin Rotacaps
Dosis: Meredakan bronkospasme akut Dws 200 atau 400 mcg, anak 200 mcg.
Pencegahan bronkospasme yang dipicu oleh alergen atau olahraga Dws 400 mcg
sblm berolahraga, anak 200 mcg sblm beraktivitas. Terapi kronik Dws 400 mcg 3
atau 4 x/hari, anak 200 mcg 3 atau 4 x/hari.
Interaksi Obat Salbutamol & obat penyekat β non selektif misalnya propranolol;
MAOI.
7
c. Pemakaian rotahaler
1. Putar Rotahaler
2. Masukkan obat
3. Membuka obat
4. Sedot obat
8
d. Cara menyimpan Ventolin Rotahaler
Tujuan monitoring sendiri pada terapi pengobatan ini tidak lain yaitu
untuk memaksimalkan efek terapi serta meminimalkan efek samping obat, asma
yang diderita pasien apakah sudah benar atau belum dengan obat yang
dikonsumsinya.
1. Penyebab asma
4. Kepatuhan pasien
1. Penyebab asma
Sampai saat ini penyebab penyakit asma belum diketahui secara pasti
meski telah banyak penelitian oleh para ahli. Teori atau hipotesis mengenai
penyebab seseorang mengidap asma masih belum disepakati para ahli di dunia
kesehatan.
9
Namun demikian yang dapat disimpulkan adalah bahwa pada penderita
asma, saluran pernapasannya memiliki sifat yang khas yaitu sangat peka terhadap
berbagai rangsangan (bronchial hyperreactivity = hipereaktivitas saluran napas)
seperti polusi udara (asap, debu, zat kimia), serbuk sari, udara dingin, makanan,
hewan berbulu, tekanan jiwa, bauatau aroma menyengat (misalnya: parfum). Asap
rokok, tekanan jiwa, alergen pada orang normal tidak menimbulkan asma tetapi
pada penderita asma, rangsangan tersebut dapat menimbulkan serangan.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas
yang berbunyi (wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi
terutama terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu,
suatu serangan asmadapat terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara
bertahap semakin memburuk.
Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang
penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa
berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam,
bahkan selama beberapa hari.
a. Paru-paru
10
Umumnya seseorang yang menderita sesak napas atau asma bersifat
sementara dan dapat sembuh seperti sedia kala dengan atau tanpa bantuan obat.
4. Kepatuhan pasien
11
agar dapat membantu melonggarkan saluran pernapasan saat serangan asma
terjadi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terapi inhalasi adalah pemberian obat ke dalam saluran napas dengan cara
inhalasi. Terapi inhalasi merupakan satu teknik pengobatan penting dalam proses
pengobatan penyakit respiratori (saluran pernafasan) akut dan kronik.
12
Terapi inhalasi dapat menghantarkan obat langsung ke paru-paru untuk
segera bekerja. Dengan demikian, efek samping dapat dikurangi dan jumlah obat
yang perlu diberikan adalah lebih sedikit dibanding cara pemberian lainnya.
Sayangnya pada cara pemberian ini diperlukan alat dan metoda khusus yang agak
sulit dikerjakan, sukar mengatur dosis, dan sering obatnya mengiritasi epitel paru.
Karena terapi inhalasi obat dapat langsung pada sasaran dan absorpsinya
terjadi secara cepat dibanding cara sistemik, maka penggunaan terapi inhalasi
sangat bermanfaat pada keadaan serangan yang membutuhkan pengobatan segera
dan untuk menghindari efek samping sistemik yang ditimbulkannya. Seperti untuk
mengatasi bronkospasme, meng-encerkan sputum, menurunkan hipereaktiviti
bronkus, serta mengatasi infeksi.
Ada beberapa cara dalam terapi inhalasi, yaitu (1) inhaler dosis terukur
(MDI, metered dose inhaler), (2) penguapan (gas powered hand held nebulizer),
(3) inhalasi dengan intermitten positive pressure breathing (IPPB), serta (4)
pemberian melalui intubasi pada pasien yang menggunakan ventilator.
13
DAFTAR PUSTAKA
Bia FJ, Brady JP, Brady LW, et al. Kamus Kedokteran Dorlan. Alih Bahasa:
Harjono RM, Hartono A, Japaries W, et al. Harjono RM, Oswari J, Ronardy DH,
et al, Ed. EGC. Jakarta. 1994; 1910.
Rab T. Ilmu Penyakit Paru. Qlintang S, Ed. Hipokrates. Jakarta. 1996; 674-81.
14