Makalah Dasar-Dasar Perpajakan
Makalah Dasar-Dasar Perpajakan
Makalah Dasar-Dasar Perpajakan
DASAR-DASAR PERPAJAKAN
Disusun oleh :
Kelompok 3
Kelas 3 MA G
FAKULTAS EKONOMI
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah S.W.T karena telah melimpahkan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga kami berhasil menyusun makalah yang berjudul “DASAR-
DASAR PERPAJAKAN” selesai pada waktunya. Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah
untuk memenuhi dan melengkapi salah satu tugas mata kuliah Taxation I pada Program Studi
S1 Manajemen, Universitas Singaperbangsa Karawang.
Terwujudnya makalah ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan kepada kami baik
tenaga maupun ide sehingga penyusunan makalah ini dapat berjalan dengan lancar. Untuk itu,
dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rina Maria
Hendriyani, S.E., M.M. selaku dosen mata kuliah Taxation I serta kepada pihak-pihak yang
berkontribusi dalam penyusuan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan kepada para
pembaca. Kami juga memahami bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga dengan
tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah yang lebih baik lagi.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................................1
3.2 Saran...............................................................................................................................11
iii
BAB I. PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh penerimaan pajak. Dari berbagai hasil
penelitian sebelumnya, dapat diperoleh gambaran secara umum, bahwasanya penerimaan
pemerintah dari sektor perpajakan sangat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi suatu
daerah atau negara. Peningkatan signifikan pada penerimaan pajak akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia karena penerimaan tersebut dapat digunakan untuk
penyelenggaraan negara, termasuk di dalamnya pembangunan di berbagai lini dengan tujuan
akhir untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
Atas dasar tersebut, dalam makalah ini kami akan membahas hal yang berkaitan dengan
pajak yaitu dasar-dasar pajak. Dimulai dari pengertian pajak, fungsi pajak, syarat pemungutan
pajak, hingga tarif pajak.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan maka dapat dirumuskan masalah yang
akan dibahas adalah :
1. Bagaimana definisi dan unsur pajak.
2. Bagaimana fungsi dan syarat pemungutan pajak serta teori yang mendukungnya.
3. Bagaimana kedudukan hukum pajak.
4. Apa yang dimaksud hukum pajak materiil dan hukum pajak formil.
5. Bagaimana pengelompokan dan tata cara pemungutan pajak.
6. Bagaimana timbul dan hapusnya utang pajak dan hambatan pemungutan serta tarif
pajak.
1
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Definisi dan Unsur Pajak
Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang perubahan ke-
empat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan pada Pasal 1 Ayat 1 berbunyi pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sedangkan menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., pajak adalah iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.
1. Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak adalah negara. Iuran
tersebut berupa uang (bukan barang).
2. Berdasarkan undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan
undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal atau kontrapestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk.
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh
pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yaitu pengeluaran yang bermanfaat
bagi masyarakat luas.
Contoh:
a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi
minuman keras.
b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi
gaya hidup konsumtif.
2
2.3 Syarat Pemungutan Pajak
Contoh:
a. Bea Materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif.
b. Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%.
c. Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan
disederhanakan menjadi Pajak Penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan
maupun perseorangan (orang pribadi).
Atas dasar apakah negara mempunyai hak untuk memungut pajak? Terdapat beberapa
teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk
memungut pajak. Teori – teori tersebut antara lain:
1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh
karena itu, rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi
karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
3
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya
perlindungan) masing – masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap
negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
3. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, atinya pajak harus dibayar sesuai
dengan daya pikul masing–masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan
2 pendekatan, yaitu:
a. Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki
oleh seseorang.
b. Unsur subjektif, dengan memerhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus
dipenuhi.
Contoh:
Tuan A Tuan B
Rp 100 juta Rp 100 juta
Penghasilan/bulan
Menikah dengan 3 anak bujangan
Status
Secara objektif, PPh untuk tuan A sama besarnya dengan tuan B karena mempunyai
penghasilan yang sama besarnya. Sedangkan secara objektif, PPh untuk tuan A lebih
kecil daripada tuan B karena kebutuhan materiil yang harus dipenuhi tuan A lebih
besar.
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya.
Sebagai wrga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran
pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
5. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak
berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara.
Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk
pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, kepentingan seluruh
masyarakat lebih diutamakan.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., hukum pajak mempunyai kedudukan
diantara hukum–hukum sebagai berikut:
1. Hukum perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.
2. Hukum publik, mengatur huungan natara pemerintah dengan rakyatnya. Hukum ini
dapat dirinci lagi sebagai berikut:
4
a. Hukum Tata Negara
b. Hukum Tata Usaha (Hukum Administratif)
c. Hukum Pajak
d. Hukum Pidana
Dengan demikian, kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik.
Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak
dengan rakyat sebagai wajib pajak. Ada 2 macam Hukum Pajak, yaitu:
1. Menurut Golongannya
a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak
dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.
2. Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya,
dalam arti memerhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan
keadaan diri wajib pajak.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
5
3. Menurut Lembaga Pemungutnya
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara.
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, dan Bea Materai.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak Daerah terdiri atas:
1) Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor.
2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak
Hiburan.
1. Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel:
a. Stelsel Nyata (Riel Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan nyata pajak), sehingga
pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah
penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan
atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan
lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada
akhir periode (setelah penghasil riil diketahui).
b. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)
Pengenaan pajak dilaksanakan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-
undang. Misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun
sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak
yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat
dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan
kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang
sesungguhnya.
c. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel dengan stelsel anggapan. Pada awal
tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir
besarnya pajak menyurut kenyataan lebih besar daripada pajak penurut anggapan,
maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat
diminta kembali.
6
2. Asas Pemungutan Pajak
a. Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang
bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam
maupun di luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.
b. Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang besumber
diwilayahnya tanpa memberhentikan tempat tinggal wajib pajak.
c. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan atau negara.
Terdapat dua ajaran yang mengatur timbulnya hutang pajak (saat pengakuan adanya hutang
pajak), yaitu :
1. Ajaran Formil
Ajaran formil menyatakan bahwa hutang pajak timbul karena dikeluarkannya surat
ketetapan pajak oleh fiskus (pemerintah). Untuk menentukan apakah seseorang
7
dikenakan pajak atau tidak, berapa jumlah pajak yang harus dikeluarkan dan kapan
jangka waktu pembayarannya dapat diketahui dalam surat keteapatan pajak. Ajaran ini
konsisten dengan penerapan official assessment system.
2. Ajaran Materiil
Ajran materil menyatakan bahwa hutang pajak timbul karena diberlakukannya
undang-undang perpajakan. Dalam ajaran ini seseorang akan secara aktif menentukan
apakah dirinya dikenakan pajak atau tidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang
berlaku. Ajaran ini konsisten dengan penetapan self assessment system.
Hutang pajak akan berakhir atau terhapus jika terjadi hal-hal sebagai berikut.
1. Pembayaran/pelunasan
Pembayaran pajak dapatdilakukan dengan pemotongan atau pemungutan oleh pihak
lain, pengkreditan pajak luar negeri, maupun pembayaran sendiri oleh wajib pajak
dikantor penerima pajak.
2. Kompensasi
Kompensasi dapat diartikan sebagai kompensasi kerugian maupun kompensasi karena
kelebihan pembayaran pajak.
3. Kedaluwarsa
Kedaluwarsa berarti telah lewat batas waktu tertentu. Jika dalam jangka waktu tertentu.
Jika dalam jangka waktu tertentu suatu hutang pajak tidak ditagih oleh pemungutnya,
hutang pajak tersebut dianggap telah lunas/dihapus/berakhir dan tidak dapat ditagih
lagi.
4. Pembebasan/penghapusan
Kewajiban pajak ole wajib pajak tertentu dinyatakan hapus oleh fiskus karena setelah
dilakukan penyidikan, ternyata wajib pajak tidak mampu lagi memenuhi
kewajibannya. Hal ini biasanya terjadi karena wajib pajak mengalami kebangkrutan
maupun mengalami kesulitan likuiditas.
Terlepas dari kesadaran kewargaan dan solideritas nasional, juga terlepas dari
pengertiannya tenyang kewajibannya terhadap negara, pada sebagian terbesar diantara rakyat
tidak akan pernah meresapkewajibannya membayar pajak sedemikian rupa, sehingga
memenuhinya tanpa merasa terpaksa. Bahkan bila ada kemungkinan sedikit saja, maka pada
umumnya mereka cenderung untuk meloloskan diri dari setiap pajak. Hal ini ternyata terjadi
di setiap negara dan sepanjang masa. Dalam hal inilah bentuk hambatan dalam pemungutan
pajak berupa perlawanan, yaitu :
1. Perlawanan pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, beberapa penyebab petjadinya
keengganan tersebut, antara lain :
8
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami oleh masyarakat wajib pajak.
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
2. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan
kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
Bentuknya antara lain dapat berupa :
a. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-
undang.
b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-
undang (menggelapkan pajak).
Tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah dikenai pajak
sehingga besarnya pajak yang terfutang proporsional terhadap besarnya nilai yang
dikenai pajak.
Contoh :
Untuk pewnyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.
2. Tarif Tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai
pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
Contoh :
Besarnya tarif Bea Meterai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun
adalah Rp 6.000,00.
3. Tarif Progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak
semakin besar.
9
Contoh :
4. Tarif Degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang kenai pajak semakin
besar.
10
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Selain itu pajak berbeda
dengan retribusi dan sumbangan. Dalam penetapan besaran pajak harus sesuai dengan
pancasila. Pajak sendiri memiliki banyak jenis dan asas yang digunakan pun beraneka ragam.
Tarif pajak berbeda tergantung dasar yang digunakan. Selain itu pemerintah telah memberikan
batasan segala hal yang berkaitan dengan pajak di dalam UU perpajakan nasional yang
merupakan modernisasi dari UU pajak jaman kolonial. Untuk menarik pajak yang ada di luar
negeri pemerintah melakukan kerja sama dengan negara lain dalam perpajakan yang lazim
diebut perjanjian traktat, yang hal tersebut diatur dalam Hukum Pajak International.
3.2 Saran
Setelah mempelajari materi ini hendaklah kita sadar akan kewajiban kita untuk
membayar pajak. Karena penerimaan pajak akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia karena penerimaan tersebut dapat digunakan untuk penyelenggaraan negara,
termasuk di dalamnya pembangunan di berbagai lini dengan tujuan akhir untuk menciptakan
kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
11
DAFTAR PUSTAKA
Pengaruh Pajak Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Suatu Negara. Dipetik 23 September, 2019,
dari Ardra.biz: https://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-makro/pengaruh-pajak-terhadap-
pertumbuhan-ekonomi-suatu-negara/
12