Tugas Farmakologi P2K
Tugas Farmakologi P2K
Tugas Farmakologi P2K
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, salah satu
diantaranya ialah cacing perut yang ditularkan melalui tanah. Cacingan ini dapat
mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktifitas
penderitanya sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian, karena menyebabkan
kehilangan karbohidrat dan protein serta kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas
sumber daya manusia. Prevalensi cacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi,
terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai risiko tinggi terjangkit
penyakit ini. ( Kepmenkes No: 424/MENKES/SK/VI, 2006:1 ).
yang disebabkan oleh cacing terutama yang ditularkan melalui tanah. Hal ini disebabkan oleh
iklim tropis dan kelembaban udara yang tinggi serta kondisi sanitasi yang buruk dan beberapa
kebiasaan yang berhubungan dengan kebudayan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Diagnosa Parasit
Obat-obat penenggulangan Parasit
Cara Pencegahan Parasit
Macam – macam Parasit
Siklus hidup Parasit
Gejala terkena Parasit
C. Tujuan
Memahami Pengertian Parasit, siklus hidup, cara penularan, penyebab dan bagaimana cara
pengobatan penderita cacing pada umumnya. Serta berusaha sebaik mungkin untuk
mencegah terinfeksi cacing Parasit.
Data-data penunjang makalah ini diperoleh dari buku-buku mikrobiologi yang menjelaskan
tentang cacing serta dari Internet.
BAB II
PEMBAHASAN CACING
A.Klasifikasi
Ø Phylum : Nemathelminthes
Ø Class : Nematoda
Ø Subclass : Secernemtea
Ø Ordo : Spirurida
Parasit ini tersebar luas di daerah tropik dan subtropik, meluas jauh ke utara sampai ke
Spanyol dan ke selatan sampai Brisbane, Australia. Di belahan Timur Dunia dapat ditemukan
di Afrika, Asia, Jepang, Taiwan, Filipina, Indonesia dan kepulauan Pasifik selatan. Di
belahan Barat Dunia di Hindia barat, Costa Rica dan sebelah utara Amerika Selatan. Penyakit
ini di Amerika Selatan dimasukkan oleh budak belian dari Afrika melalui kota Charleston,
Carolina Selatan, tetapi telah lenyap 40 tahun yang lalu. Frekuensi filariasis yang bersifat
periodik, berhubungan dengan kepadatan penduduk dan kebersihan yang kurang, karena
Culex quinquefasciatus sebagai vektor utama, terutama membiak di dalam air yang dikotori
dengan air got dan bahan organik yang telah membusuk. Di daerah Pasifik Selatan frekuensi
filiariasis nonperiodik di daerah luar kota sama tingginya atau lebih tinggi daripada di desa-
desa besar karena vector terpenting ialah Aedes polynesiensis, seekor nyamuk yang biasanya
hidup di semak-semak. Frekuensi berbeda-beda menurut suku bangsa, umur dan kelamin,
terutama berhubungan dengan faktor lingkungan. Orang Eropa, yang lebih terlindung
terhadap nyamuk, mempunyai frekuensi lebih rendah daripada penduduk asli.
C. Morfologi
E. Diagnosis
Diagnosis filariasis hasilnya lebih tepat bila didasarkan pada anamnesis yang berhubungan
dengan vektor di daerah emdemis dan di konfirmasi dengan hasil pemeriksaan laboratorium.
Bahan pemeriksaan adalah darah yang diambil pada malam hari. Sediaan darah tetes tebal
yang diperoleh dari tersangka, langsung diperiksa dengan mikroskop untuk melihat adanya
mikrofilaria yang masih bergerak aktif, sedangkan untuk menetapkan spesies filarial
dilakukan dengan membuat sediaan darah tetes tebal dan halus tipis yang diwarnai dengan
larutan Giemsa atau Wright.
Kelainan dan perubahan patologis disebabkan oleh cacing dewasa maupun mikrofilaria.
Cacing dewasa pada stadium akut menimbulkan limfadenitis dan limfangitis retrograde dan
dalam waktu 10-15 tahun menjadi obstruktif. Microfilaria tidak mengakibatkan kelainan,
namun dalam kondisi tertentu menyebabkan occult filariasis. Patogenesis filariasis bancrofti
dibagi dalam tiga stadium, yaitu stadium mikrofilaremi, stadium akut, dan kronis. Ketiga
stadium ini tidak menunjukkan batas-batas yang tegas karena prosesnya menjadi tumpang
tindih.
A. Klasifikasi
Ø Phylum : Nemathelminthes
Ø Class : Nematoda
Ø Subclass : Secernemtea
Ø Ordo : Spirurida
Ø Genus : Brugia
Distribusi geografik yang luas daripada parasit ini meliputi Srilangka, Indonesia, Filipina,
India Selatan, Asia, Tiongkok, Korea, dan suatu daerah kecil di jepang. Ini merupakan infeksi
filarial yang predominan di India Selatan dan Srilangka. Daerah distribusinya sepanjang
pantai yang datar, sesuai dengan tempat hospes serangga yang utama yaitu nyamuk
Mansonia. Nyamuk ini banyak terdapat di daerah rendah dengan banyak kolam yang
bertanaman Pistia, suatu tumbuhan air, penting untuk perindukan nyamuk tersebut di atas.
Bila vektor penyakit adalah nyamuk Mansonia, maka penyakit itu terutama terdapat di daerah
luar kota, tetapi bila vektornya adalah nyamuk Anopheles penyakit itu terdapat di daerah kota
dan sekitarnya.
C. Morfologi
Cacing dewasa berbentuk silindrik seperti benang, berwarna putih kekuning-kuningan. Pada
ujung anteriornya terdapat mulut tanpa bibir dan dilengkapi baris papilla 2 buah, baris luar 4
buah dan baris dalam 10 buah. Cacing betina berukuran 55x0,16 mm dengan ekor lurus,
vulva mempunyai alur transversal dan langsung berhubungan dengan vagina membentuk
saluran panjang. Cacing jantan berukuran 23x0,09 mm, ekor melingkar dan bagian ujungnya
terdapat papilla 3-4 buah, dan di belakang anus terdapat sepotong papilla. Pada ujung ekor
terdapat 4-6 papila kecil dan dua spikula yang panjangnya tidak sama.
Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria bersarung, panjangnya 177-230 mikron, letak tubuh
kaku, panjang ruang kepala dua kali lebarnya, inti tubuh tidak teratur dan ekornya
mempunyai 1-2 inti tambahan. Mikrofilaria ini terdapat dalam darah tepi. PeriodisitasBrugia
malayi ada yang nokturna, subperiodik nokturna, dan nonperiodik.
D. Siklus hidup
Brugia malayi yang hidup pada manusia ditularkan oleh Anopheles barbirosrtis. Brugia
Malayi yang hidup pada manusia dan mamalia lainnya ditularkan oleh Mansonia sp.Brugia
timori, sedangkan yang hanya hidup pada manusia ditularkan oleh Anopheles barbirostris.
Kedua cacing ini mempunyai siklus hidup yang kompleks dan ukuran tubuh lebih pendek bila
dibandingkan dengan ukuran tubuh Wuchereri bancrofti. Masa pertumbuhan larva di dalam
tubuh vektor kira-kira 10 hari. Di sini larva mengalami pergantian kulit dan berkembang
menjadi L-1, L-2, dan L-3. Pada manusia, masa pertumbuhan bisa mencapai 3 bulan. Pada
tubuh manusia, perkembangan ke dua cacing ini mempunyai pola hidup yang sama
seperti Wuchereria bancrofti.
E. Diagnosis
Untuk keperluan diagnosis, sekarang telah dikembangkan tes imunologik, tetapi masih dalam
penelitian, terutama untuk meningkatkan kepekaan cara diagnosis ini.
Pada stadium akut akan terjadi demam dan peradangan saluran maupun kelenjar limfe
inguinal. Keadaan ini berlangsung 2-5 hari dan dapat sembuh sendiri walaupun tidak diobati.
Peradangan kelenjar limfe dapat menimbullkan limfangitis retrograde. Peradangan pada
saluran limfe tampak garis merah yang menjalar ke bawah dan bisa menjalar ke jaringan yang
ada di sekitarnya. Pada stadium ini , tungkai bawah penderita membengkak dan
mengalami limfedema. Limfedenitis lama-kelamaan menjadi bisul dan apabila pecah akan
membentuk ulkus. Ulkus pada pangkal paha apabila sembuh akan meninggalkan bekas
berupa jaringan parut. Hal ini merupakan satu-satunya objektif filariasis limfatik.
Dalam program pencegahan, harus diperhatikan hospes reservoir selain manusia. Cara
pencegahan sama dengan filariasis bancrofti.
Obat yang dapat dipilih adalah dietilkarbamazin sitrat (DEC), namun efek sampingnya lebih
berat jika dibandingkan untuk pengobatan filariasis brugia. Oleh karena itu, untuk
pengobatan filariasis brugia dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi waktu pengobatan
dilakukan dalam waktu yang lebih lama.
3. Dracunculus medinensis
A.Klasifikasi
Ø Phylum : Nemathelminthes
Ø Class : Nematoda
Ø Subclass : Onchocercidae
Ø Ordo : Camallanidea
Parasit terdapat pada manusia di Afrika Utara, Barat dan Tengah, di daerah barat daya Asia,
timur laut Amerika Utara dan Tiongkok. Di India sebelah barat terdapat presentase tinggi dari
penduduk kebanyakan berumur di bawah 20 tahun, telah terkena infeksi oleh air dari sumber
air minum. Pada sumber ini tidak disediakan tali atau ember, tetapi orang masuk hingga lutut
atau pergelangan kaki ke dalam air sambil mengisi tempat air mereka. Pada waktu itu cacing
dewasa mengeluarkan larva-larvanya Cyclops yang mengandung parasit terambil dalam air.
C. Morfologi
Cacing dewasa berbentuk seperti tali, silindris .Betina : 500-1200 x 0,9-17 mm, usia sampai
12-18 bulan, Jantan : 12-29 x 0,4 mm ; ujung anterior membulat , posterior agak runcing &
melengkung ke ventral.
D. Siklus hidup
Cacing dewasa hidup di dalam jaringan subkutis dan kulit, dan menjadi dewasa dalam 10
minggu. Seekor cacing betina dapat hidup sampai 12-18 bulan. Di dalam waktu kira-kira satu
tahun cacing betina yang pindah ke jaringan subkutis tungkai, lengan, pundak dan tubuh
bagian bawah yang banyak bersentuhan dengan air. Bila waktunya untuk mengeluarkan
larva, bagian kepala cacing membentuk benjolan kecil pada kulit yang berindurasi, kemudian
benjolan itu menjadi vesikel dan dapat menjadi ulkus. Bila permukaan ulkus terkena air maka
lekuk uterus, yang telah menjulur keluar melalui bagian anterior cacingyang pecah,
mengeluarkan larva yang dapat bergerak ke dalam air.
E. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan bentuk luka setempat adanya cacing dan larva. Bentuk cacing
di bawah kulit dapat dilihat dengan penyinaran cahaya. Cacing yang telah mengalami
perkapuran dapat ditemukan tempatnya dengan pemeriksaan sinar Rontgen. Pengeluaran
larva dapat dirangsang dengan mendinginkan daerah ulkus. Reaksi kulit, dengan memakai
ekstrak cacing sebagai antigen, adalah positif pada kebanyakan penderita.
F. Patologi dan gejala klinis
Bila cacing tidak sampai pada kulit maka akan mati dan mengalami desintegrasi,diserap atau
mengalami perkapuran. Adanya di dalam jaringan mesenterium dapat menerangkan gejala
psedoperitoneal dan manifestasi alergi.
Bila cacing sampai pada permukaan tubuh dilepaskan zat toksin yang menimbulkan reaksi
raang seempat sebagai vesikel streil angbeisi eksudat serosa. Cacing terdapat di dalam
terowongan subkutis dengan bagian anterior di bawah lepuh yang mengandung cairan kuning
jernih. Kelainan ini dapat tampak dengan adanya indurasi dan endema. Vesikel dapat timbul
pada tiap tempat yang dapat memungkinkan keluarnya larva di dalam air, biasanya pada
tungkai, pergelangan kaki dan di sela-sela jari kaki, dan sangat jarang pada lengan atau tubuh.
Kontaminasi lepuh yang dapat menimbulkan abses, selulitis, ulkus yang besar dan nekrosis.
Gejala-gejala mulai tepat sebelum cacing sobek. Urtikaria, eritem, sesak nafas, muntah, gatal,
pusing, merupakan gejala alergi. Gejala itu timbul biasanya pada waktu cacing sobek, tetapi
kadang-kadang timbul lagi selama pengeluaran cacing. Dikarenakan zat-zat yang dikeluarkan
cacing masuk ke dalam jaringan.
Pengobatan meliputi pengeluaran atau penghancuran cacing ini. Cara kuno dengan
menggulung cacing pada sebatang kayu untuk mengelluarkannya beberapa sentimeter setiap
hari masih dipakai di Asia dan Afrika. Dapat terjadi radang yang hebat dan pengelupasan
jaringan bila cacing patah pada usaha tersebut. Lebih baik dilakukan operais dengan anestesi
prokain, membuat insisi yang luas bila tempat cacing telah diketahui dengan sinar Rontgen
dan suntikan kolargol.
Tiabendazol, sebanyak 50-100 mg/kg bb setiap hari untuk 1 hari telah dikemukakan member
hasil baik terhadap Dracunculus. Niridazol (Ambilhar) 30 mg/kg, per ons setiap hari untk
setiap hari, dapat menghilangkan cacing secara spontan atau memudahkan mengeluarkan
secara manual. Gejala samping pengobatan ini tidak banyak atau tidak berat. Trimelarsan
juga dapat dipakai dengan hasil yang baik.
4. Onchocerca voolvulus
A. Klasifikasi
Ø Phylum : Nemathelminthes
Ø Class : Nematoda
Ø Subclass : Onchocercidae
Ø Ordo : Spirurida
Ø Genus : Onchocerca
Tempat perindukan vector (simulium) terdapat di daerah pegunungan yang mempunyai air
sungai yang deras. Vektor ini pun jarang berpindah tempat melampaui 2-3 mil dari perairan.
Manusia merupakan sumber infeksi tunggal. Lalat ini suka menggigit manusia di tempat
perindukannya. Pada hari yang cerah lalat betina hanya menggigit pada waktu pagi dan sore
hari, tetapi ditempat yang rindang atau bila langit berawan dia menggigit sepanjang hari.
Infeksi yang menahun sering kali diakhiri dengan kebutaan. Kebutaan terjadi pada penduduk
yang berdekatan dengan sungai, makin jauh dari sungai kebutaan makin kurang dan oleh
karena itu penyakit ini dikenal dengan river blindness. Pencegahan dilakukan dengan
menghindari gigitan lalat simulium atau memakai pakaian tebal yang menutupi seluruh
tubuh.
Parasit ini banyak ditemukan pada penduduk Afrika, dari pantai Barat Sierra Leone menyebar
ke Republik Kongo, Anggola, Sudan sampai Afrika Timur. Di Amerika Tengah terbatas di
dataran tinggi sepanjang sungai tempat perindukkan lalat Simulium. Di Ameraka Selatan
terdapat di dataran tinggi Guatemala, dan bagian timur Venezuella.
C. Morfologi
Cacing dewasa hidup dalam jaringan ikat; melingkat satu dengan yang lainnya seperti benang
kusut dalam benjolan (tumor).Cacing betina berukuran 33,5-50 cm x 270-400 mikron dan
cacing jantan 19 x 42 mm x 130 x 210 mikron. Bentuknya seperti kawat berwarna putih,
opalesen dan transparan. Cacing betina yang gravid mengeluarkan mikrofilaria di dalam
jaringan subkutan, kemudian microfilaria meninggalkan jaringan subkutan mencari jalan ke
kulit.
D. Siklus hidup
Hospes perantara utama ialah lalat hitam genus simulium. Bila lalat simulium menusuk kulit
dan menghisap darah manusia maka microfilaria akan terhisapoleh lalat, masuk kedalam otot
toraks. Setelah 6-8 hari berganti kulit dua kali dan menjadi larva infektif. Larva infektif
masuk ke dalam proboscis lalat dan dikeluarkan bila lalat menghisap darah manusia. Larva
masuk lagi ke dalam jaringan ikat menjadi dewasa dalam tubuh hospes dan mengeluarkan
microfilaria.
E. Diagnosis
Klinis : adanya nodul subkutan, hanging groin, kelainan kulit seperti kulit macan tutul (
leopard skin), atrofi kulit, kelainan pada mata berupa keratitis, limbitis, uveitis dan adanya
mikrofilaria dalam kornea. Parasitologik : menemukan microfilaria atau cacing dewasa dalam
benjolan subkutan.Diagnosis dibuat dengan menemukan mikrofilaria pada biopsi kulit yakni
menyayat kulit (skin-snip) dengan pisau tajam atau pisau tajam kira-kira 2 – 5 mm bujur
sangkar. Sayatan kulit dijepit dengan dua buah kaca obyek kemudian dipulas dengan Giemsa.
Untuk menemukan cacing dewasa dapat dilakukan dengan mengeluarkan benjolan (tumor),
microfilaria dapat ditemukan juga dalam benjolan. Tes serologi sekarang sedang digalakkan
untuk menunjang diagnosis onkoserkosis.Ultrasonografi nodul : untuk menentukan beratnya
infeksi (worm burden).Pelacak DNA : menggunakan teknik multiplikasi DNA (polymerase
Chain Reaction/PCR) dengan pelacak ONCHO-150 yang spesies spesifik.Mazotti test :
dengan memberikan 50 mg DEC, kemudian diobservasi selama 1-24 jam untuk mengetahui
adanya reaksi berupa gatal, erupsi kulit, limfadenopati dan demam.
Ada dua macam proses patologi yang ditimbulkan oleh parasit ini, pertama oleh cacing
dewasa yang hidup dalam jaringan ikat yang merangsang pembentukan serat-serat yang
mengelilingi cacing dalam jaringan, kedua oleh microfilaria yang dikeluarkan oleh cacing
betina dan ketika mikrofilaria beredar dalam jaringan menuju kulit. Pada umumnya lesi
mengenai kulit dan mata. Kelainan yang disebabkan oleh cacing dewasa merupakan
benjolan-benjolan yang dikenal sebagai onkoserkoma dalam jaringan subkutan. Ukuran
benjolan bermacam-macam dari yang kecil sampai sebesar lemon. Letak benjolan biasanya
diatas tonjolan-tonjolan tulang seperti pada skapula, iga, tengkorak, siku-siku, Krista iliaka
lutut dan sakrum dan menyebabkan kelainan kosmetik. Kedua kelainan yang ditimbulkan
oleh microfilaria lebih hebat daripada cacing dewasa karena microfilaria dapat menyerang
mata dan menimbulkan gangguan pada saraf-saraf optic dan retina mata.
ü Invermectin merupakan obat pilihan dengan dosis 150 ug/kg badan, diberikan satu atau dua
kali pertahun pada pengobatan masal. Untuk pengobatan individu, diberikan pada dosis 100-
150 ug/kg berat badan dan diulangi setiap dua minggu, bulan atau 3 bulan hingga mencapai
dosis total 1,8 mg/kg berat badan.
ü Suramin merupkan satu-satunya obat yang membunuh cacing dewasa O.volvulusteapi jarang
dipakai karena penggunaanya yang relative sulit dan toksisitasnya tinggi.
a) Cacing tambang
Cacing tambang paling sering disebabkan oleh Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus. Cacing dewasa tinggal di usus halus bagian atas, sedangkan telurnya akan
dikeluarkan bersama dengan kotoran manusia. Telur akan menetas menjadi larva di luar
tubuh manusia, yang kemudian masuk kembali ke tubuh korban menembus kulit telapak kaki
yang berjalan tanpa alas kaki. Larva akan berjalan jalan di dalam tubuh melalui peredaran
darah yang akhirnya tiba di paru paru lalu dibatukan dan ditelan kembali. Gejala meliputi
reaksi alergi lokal atau seluruh tubuh, anemia dan nyeri abdomen.
Hospes parasitini adalah manusia, Cacing dewasa hidup di rongga usus halus dengan giginya
melekat padamucosa usus. Cacing betina menghasilkan 9.000-10.000 butir telur sehari.
Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira- kira 0,8 cm, cacing
dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi. Daur
hidup cacing tambang adalah sebagai berikut, telur cacing akan keluar bersama tinja, setelah
1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva rabditiform. Dalam waktu sekitar
3 hari larva tumbuh menjadilarva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan
hidup 7-8 minggu di tanah. Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60x40mi kron,
berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel, larva
rabditiform panjangnya kurang lebih 250 mikron, sedangkan larva filriform panjangnya
kurang lebih 600 mikron. Setelah menembus kulit, larvaikut aliran darah ke jantung terus ke
paru-paru.
b) Cacing pita
Cacing pita adalah parasit manusia dan hewan ternak. Ada tiga jenis cacing pita yang
menjadikan manusia sebagai inang antara maupun inang permanen:
c) Cacing tanah
Cacing tanah adalah nama yang umum digunakan untuk kelompok Oligochaeta, yang kelas
dan subkelasnya tergantung dari penemunya dalam filum Annelida. Cacing tanah jenis
Lumbricus mempunyai bentuk tubuh pipih. Jumlah segmen yang dimiliki sekitar 90-195 dan
klitelum yang terletak pada segmen 27-32 Biasanya jenis ini kalah bersaing dengan jenis
yang lain sehingga tubuhnya lebih kecil. Tetapi bila diternakkan besar tubuhnya bisa
menyamai atau melebihi jenis lain.
Cacing tanah jenis Pheretima segmennya mencapai 95-150 segmen. Klitelumnya terletak
pada segmen 14-16. Tubuhnya berbentuk gilik panjang dan silindris berwarna merah
keunguan. Cacing tanah yang termasuk jenis Pheretima antara lain cacing merah, cacing koot
dan cacing kalung.
d) Cacing Filaria
Wuchereria bancrofti atau disebut juga Cacing Filaria adalah kelas dari anggota hewan tak
bertulang belakang yang termasuk dalam filum Nemathelminthes. Bentuk cacing ini gilig
memanjang, seperti benang maka disebut filaria. Pernahkah Anda mendengar penyakit kaki
gajah (elephantiasis). Terlihat kaki penderita menjadi bengkak, mengapa hal tersebut dapat
terjadi?
Cacing ini hidup pada pembuluh limfe di kaki. Jika terlalu banyak jumlahnya, dapat
menyumbat aliran limfe sehingga kaki menjadi membengkak. Pada saat dewasa, cacing ini
menghasilkan telur kemudian akan menetas menjadi anak cacing berukuran kecil yang
disebut mikrofilaria. Selanjutnya, mikrofilaria beredar di dalam darah. Larva ini dapat
berpindah ke peredaran darah kecil di bawah kulit. Jika pada waktu itu ada nyamuk yang
menggigit, maka larva tersebut dapat menembus dinding usus nyamuk lalu masuk ke dalam
otot dada nyamuk, kemudian setelah mengalami pertumbuhan, larva ini akan masuk ke alat
penusuk. Jika nyamuk itu menggigit orang, maka orang itu akan tertular penyakit ini,
demikian seterusnya.
e) Cacing Pipih
Tubuhnya memipih badan berbentuk pita. Cacing ini simetris bilateral, mempunyai sisi kanan
dan kiri, permukaan dorsal dan ventral, bagian anterior dan posterior. Tipe simetris semacam
ini dikaitkan dengan gerakan yang aktif. Cacing pipih yang hidup di air tawar misalnya
Plenaria, dapat bergerak cepat. Bila planaria berada pada permukaan substrat/tanah
mengeluarkan lendir di bawah tubuhnya, dan bergerak maju di atas lendir ini menggerakkan
silianya. Bila planaria berada di dalam air dapat berenang dengan cara menggerakkan
tubuhnya seperti gelombang. Dengan demikian planaria dapat bergerak bebas sehingga dapat
mencari makanan secara aktif.
f) Cacing Kremi
Cacing yang memegang peranan disini adalah Enterobius vermikularis yang sering banget
terjadi pada anak kecil. Cacing dewasa akan tinggal di usus besar. Cacing betina yang akan
bertelur meninggalkan usus besar menuju anus yang merupakan tempat bertelur yang paling
ideal. Saat inilah si anak akan menangis karena lubang anusnya gatal. Secara kasat mata,
cacing ini akan terlihat sebesar parutan kelapa disekitar lubang anus. Transmisi cacing ini
seperti halnya cacing perut masuk langsung melalui mulut baik dengan perantara makanan
maupun dimasukan secara tidak sengaja oleh penderita yang habis menggaruk lubang
anusnya yang gatal. Sehingga pada anak anak sering terjadi reinfeksi akibat tindakan itu.
g) Cacing Cambuk
Cacing dewasa akan tinggal di usus bagian bawah dan melepaskan telurnya ke luar tubuh
manusia bersama kotoran. Telur yang tertelan selanjutnya akan menetas di dalam usus halus
dan hidup sampai dewasa disana. Gejala yang timbul pada penderita cacing cambuk antara
lain nyeri abdomen, diare dan usus buntu.
h) Cacing Gelang
Biasanya disebabkan oleh keluarga cacing Askaris lumbricoides yang merupakan cacing
yang paling sering menginfeksi manusia. Cacing dewasa hidup di dalam usus manusia bagian
atas, dan melepaskan telurnya di dalam kotoran manusia. Infeksi pada manusia terjadi
melalui jalan makanan yang tercemar oleh kotoran yang mengandung telur cacing. Telur
yang tertelan akan mengeluarkan larva. Larva ini akan menembus dinding usus masuk ke
aliran darah yang akhirnya sampai ke paru paru lalu akan dibatukan keluar dan ditelan
kembali ke usus. Penyulit yang timbul dari infeksi ini antara lain anemia, obstruksi saluran
empedu, radang pankreas dan usus buntu.
i) Cacing jantung
Cacing jantung atau nama ilmiahnya Dirofilaria immitis merupakan penyakit serius bagi
anjing dan kucing dan sering kali membawa maut bila tak dirawat. Cacing yang disebar
melalui vektor nyamuk Anopheles, tinggal di dalam arteri pulmonari menyebabkan
kerusakan kepada jantung dan paru-paru.
Obat kelas avermectin digunakan secara meluas untuk mencegah penularan, tetapi American
Heartworm Society memperkirakan sekitar 27 juta anjing di Amerika Serikat tidak
dirawat.Kasus Dirofilaria immitis dijumpai di seluruh negara bagian di AS dan survey yang
dilakukan oleh para dokter hewan pada 2002 melaporkan 244.000 kasus menunjukkan positif
untuk uji cacing jantung (heartworm).
Filum ini terdiri atas 6000 spesies yang digolongkan menjadi tiga kelas, yaitu :
1. kelas Cestoda
Cestoda atau cacing pita juga hidup secara parasit. Cacing pita dewasa hidup di dalam usus
inang dan menghisap sari makanan. Bentuk Cestoda seperti pita terdiri dari untaian
progtogled masing progtogled hidup sendiri. Untaian progtogled dapat mencapai panjang
lebih dari 30 meter.
Dalam siklus hidupnya sebagian besar cacing pita membutuhkan dua atau lebih inang. Kalau
daging yang mengandung cacing pita tidak dimasak sempurna kemudian termakan oleh
orang, maka orang tersebut akan terserang cacing pita. Cacing pita tidak memiliki alat
pencernaan dan indra. Dalam evolusi mungkin hewan ini hasil perkembangan dari cacing pita
yang hidup secara bebas. Dalam proses perkembangannya, alat pencernaan dan alat indera
tidak lagi sesuai dengan cara hidup parasit.
2. kelas Turbellaria
Semua cacing berambut getar yang termasuk tubellaria hidup secara bebas. Sebagian besar
hewan yang termasuk mempunyai susunan tubuh yang sederhana. Cacing-cacing ini dapat
kita temukan pada tanah-tanah lembab dan juga di perairan baik asin maupun tawar.
3. kelas Trematoda
Semua anggota kelas ini hidup secara parasit. Cacing menghisap makanan dari inang dengan
mempergunakan batil penghisap yang terdapat di permukaan ventral. Kebanyakan larva dari
cacing ynag termasuk termatroda hidup secara parasit. Inang yang ditumpangi larva berbeda
dengan inang yang ditumpangi cacing dewasa. Inang dari larva biasanya siput-siputan.
Cacing hati merupakan parasit yang berbahaya bagi domba dan lembu. Schistosoma dan
cacing paru-paru merupakan parasit yang berbahaya bagi manusia yang hidup di daerah
tropis.
a) Cacing Tambang
Gejala klinik penyakit cacing tambang berupa anemia yang diakibatkan oleh kehilangan
darah pada usus halus secara kronik. Jumlah darah yang hiIang setiap hari tergantung pada :
ü Jumlah cacing : terutama yang secara kebetulan melekat pada mukosa yang berdekatan dengan
kapiler arteri.
ü Species cacing : seekor A. Duodenale yang lebih besar daripada N. americanus mengisap 5x
lebih banyak darah.
ü Lamanya infeksi. Terjadinya anemia tergantung pada keseimbangan zat besi dan protein yang
hilang dalam usus dan yang diserap dari makanan.
Penyakit cacing tambang menahun dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu :
Æ Infeksi ringan dengan kehilangan darahyang dapat diatasi tanpa gejala, walaupun penderita
mempunyai daya tahan yang menurun terhadap penyakit lain.
Æ infeksi sedang dengan kehilangan darah yang tidak dapat dikompensasi dan penderita
kekurangan gizi, mempunyai keluhan pencernaan, anemia, lemah, fisik dan mentaI kurang
baik.
Æ infeksi berat yang dapat menyebabkan keadaanfisik buruk dan payah jantung dengan segala
akibatnya.
b) Cacing Kremi
Gejalanya berupa:
Æ Rewel (karena rasa gatal dan tidurnya pada malam hari terganggu)
Æ Kurang tidur (biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam hari ketika cacing betina
dewasa bergerak ke daerah anus dan menyimpan telurnya di sana)
Æ Nafsu makan berkurang, berat badan menurun (jarang terjadi, tetapi bisa terjadi pada infeksi
yang berat)
Æ Rasa gatal atau iritasi vagina (pada anak perempuan, jika cacing dewasa masuk ke dalam
vagina)
Æ Kulit di sekitar anus menjadi lecet, kasar, atau terjadi infeksi (akibat penggarukan).
c. Cacing gelang
Gejala klinis akan ditunjukkan pada stadium larva maupun dewasa. Pada stadium larva,
Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di paru-paru akan menyebabkan
sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak napas,
eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3
minggu. Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna
seperti tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke
saluran empedu makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing dewasa kemudian
masuk menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen.
d. Cacing pita
Cacing pita Taenia dapat menimbulkan penyakit yang disebut taeniasis dan sistiserkosis.
Gejala klinis terbanyak yang dikeluhkan adalah:
Mual (46%)
Pusing (42%)
Diare (18%)
Lemah (17%)
Sembelit (11%)
Letih (4%)
C. Diagnosa Cacing
a. Cacing Pita
Pada infeksi cacing dewasa, telur bisa ditemukan disekeliling dubur atau di dalam tinja.
Proglotid atau kepala cacing harus ditemukan di dalam tinja dan diperiksa dengan mikroskop
untuk membedakannya dari cacing pita lainnya. Kista hidup di dalam jaringan (misalnya di
otak) dan bisa dilihat dengan CT atau MRI. Kadang-kadang kista bisa ditemukan pada
pemeriksaan laboratorium dari jaringan yang diambil dari bintil di kulit. Juga bisa dilakukan
pemeriksaan antibodi terhadap parasit.
b. Cacing Kremi
Cacing kremi dapat dilihat dengan mata telanjang pada anus penderita, terutama dalam waktu
1-2 jam setelah anak tertidur pada malam hari. Cacing kremi berwarna putih dan setipis
rambut, mereka aktif bergerak. Telur maupun cacingnya bisa didapat dengan cara
menempelkan selotip di lipatan kulit di sekitar anus, pada pagi hari sebelum anak terbangun.
Kemudian selotip tersebut ditempelkan pada kaca objek dan diperiksa dengan mikroskop.
E. Pengobatan cacing
a. Cacing kremi
Infeksi cacing kremi dapat disembuhkan melalui pemberian dosis tunggal obat anti-parasit
mebendazole, albendazole atau pirantel pamoat. Seluruh anggota keluarga dalam satu rumah
harus meminum obat tersebut karena infeksi ulang bisa menyebar dari satu orang kepada
yang lainnya.
Untuk mengurangi rasa gatal, bisa dioleskan krim atau salep anti gatal ke daerah sekitar anus
sebanyak 2-3 kali/hari. Meskipun telah diobati, sering terjadi infeksi ulang karena telur yang
masih hidup terus dibuang ke dalam tinja selama seminggu setelah pengobatan. Pakaian,
seprei dan mainan anak sebaiknya sering dicuci untuk memusnahkan telur cacing yang
tersisa.
b. Cacing Gelang
Pengobatan askariasis dapat digunakan obat-obat sepreti pirantel pamoat, aspirin,
paracetamol, decolgen.
Pada umumnya, askariasis memiliki prognosis yang baik. Kesembuhan askariasis mencapai
700 hingga 999%.
c. Cacing Pita
Pengendalian cacing pita Taenia dapat dilakukan dengan memutuskan siklus hidupnya.
Pemutusan siklus hidup cacing Taenia sebagai agen penyebab penyakit dapat dilakukan
melalui diagnosa dini dan pengobatan terhadap penderita yang terinfeksi. Beberapa obat
cacing yang dapat digunakan yaitu Atabrin, Librax dan Niclosamide dan Praziquantel.
Sedangkan untuk mengobati sistiserkosis dapat digunakan Albendazole dan Dexamethasone.
Untuk mengurangi kemungkinan infeksi oleh Taenia ke manusia maupun hewan diperlukan
peningkatan daya tahan tubuh inang. Hal ini dapat dilakukan melalui vaksinasi pada ternak.
Æ mencuci badan, terutama tangan dan kaki dengan air dan sabun dengan bersih.
Æ jika salah satu anggota keluarga terkena cacingan, maka semua orang di rumah harus dirawat.
Æ Seprai, handuk dan pakaian yang dipakai pada dua hari sebelumnya harus dicuci dengan
dengan air hangat dan detergen.
Æ Hati-hati bila maka makanan mentah atau setengah matang terutama pada tempat-tempat
dimana sanitasi masih kurang.