Laporan Praktikum Yoghurt
Laporan Praktikum Yoghurt
Laporan Praktikum Yoghurt
PENDAHULUAN
6
3. Mengetahui pengaruh suhu pemeraman terhadap yoghurt yang dihasilkan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
tetap utuh dan tidak berubah sewaktu akan didinginkan atau sampai siap
konsumsi, maka produk tersebut disebut set yoghurt. Sedangkan stirred
yoghurt fermentasinya dalam wadah yang besar setelah fermentasi selesai,
produk dikemas dalam kemasan kecil, sehingga gempalan susu dapat
berubah atau pecah sebelum pengemasan dan pendinginan selesai
(Iffah,2010).
Berdasarkan cita rasanya yoghurt dibedakan menajdi yoghurt alami atau
sederhana dan yoghurt buah. Yoghurt alami yaitu yoghurt yang tidak
ditambah cita rasa atau flavor yang lain sehingga asamnya tajam. Sedangkan
yoghurt buah adalah yoghurt yang ditambah dengan komponen cita rasa
yang lain seperti buah-buahan, sari buah, flavor sintetik dan zat pewarna
(Iffah,2010).
9
1. Kimchi
Kimchi adalah makanan tradisional korea berupa hasil fermentasi sayuran.
Kandungan bakteri asam laktat pada kimchi diketahui sebesar 108 sel/gram,
dengan berbagai macam mikroorganisme yang terlibat dalam proses
fermentasinya. Bakteri asam laktat yang diketahui terdapat dalam kimchi
yaitu Leuconostocmesenteroides, L.Pseudomesent eroides, L.Lactis,
Lactobacillus brevis dan L.Plantarum (Agestiawan dkk., 2014).
2. Keju
Keju merupakan salah satu produk fermentasi susu dengan menggunakan
protease sebagai koagulan dan merupakan penyatuan komponen-komponen
susu terutama protein dan lemak. Dalam industri makanan termasuk keju,
asam laktat berperan sebagai pembentuk flavor dan sebagai agen
antimicrobial. Asam laktat berperan terhadap komponen flavor, aroma dan
tekstur keju (Jamilatun, 2009).
3. Kefir
Kefir diperoleh melalui proses fermentasi susu pasteurisasi menggunakan
starter berupa butir atau biji kefir (kefir grain/kefir granule), yaitu butiran-
butiran putih atau krem yang berbentuk koloni mikrobia terdiri atas
beberapa jenis bakteri, diantaranya adalah Streptococcus
sp, Lactobacilli dan beberapa jenis ragi/khamir non patogen. Bakteri
berperan menghasilkan asam laktat dan komponen flavor, sedangkan ragi
menghasilkan gas asam arang (CO2) dan sedikit alkohol (Usmiati, 2007).
MEDIA
PASTEURISASI NUTRISI
PENDINGINAN
PENGINOKULASIAN
PEMERAMAN
YOGHURT
Gambar 2.1 Skema pembuatan yoghurt
10
2.5. Proses Fermentasi Yoghurt
Susu dipanaskan di atas kompor sampai mencapai suhu 90oC sambil
diaduk-aduk dan dipertahankan suhunya selama 10 menit, kemudian
didinginkan sampai suhu 43oC. Inokulasi starter (biakan Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophilus) dengan perbandingan 1:1
dilakukan pada suhu 43-45oC sebanyak 2,5-3% dari volume susu, diaduk
merata kemudian disaring. Mula-mula pertumbuhan Streptococcus
thermophilus lebih cepat dibandingkan Lactobacillus bulgaricus dengan rasio
3:1. Aktivitas Streptococcus thermophilus menghasilkan asam laktat yang
dapat merangsang pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus. Akhirnya
pertumbuhan bakteri sampai pada keseimbangan dengan rasio 1:1 yang
menghasilkan sifat dan aroma yoghurt yang paling baik (Widodo, 2002).
11
C3H6O3 + NaOH NaC3H5O3 + H2O (Rakhma, 2011)
Metode tritrasi ini dilakukan dengan mengisi buret dengan NaOH 0,025
N perlahan-perlahan sehingga tidak ada gelembung udara didalamnya. Susu
diambil dan diencerkan, lalu ditambahkan 3 tetes phenolpthalein sebagai
indikator. Kemudian dilakukan titrasi dengan NaOH 0,025 N sambil dikocok
sampai terbentuk warna merah muda yang stabil. Setelah itu pemakaian titran
dicatat dan asiditas susu dihitung sebagai persen asam laktat (Rosiana,2013).
12
Sama seperti susu, yoghurt kaya akan kalsium yang membuat tulang
semakin kuat dan tidak mudah rapuh. Dengan tulang yg kuat maka kita
dapat bergerak dgn lebih aktif tanpa hambatan. Penderita lactose intolerance
sangat dianjurkan mengkonsumsi yoghurt tanpa perlu khawatir diare
ataupun sesak napas karena mengkonsumsi susu (Neodamail, 2015).
3. Menurunkan Kolestrol dan Tekanan Darah serta Mencegah Penyakit
Jantung
Yoghurt yang mengandung prebiotik mencegah penyerapan kolestrol
kedalam darah kita. Kandungan asam folat dan vit B kompleksnya sangat
baik mencegah penyakit jantung coroner (Neodamail, 2015).
4. Menutrisi Kulit
Yoghurt kaya akan zinc, vit B, dan asam betahidroksi. 3 Zat ini membuat
kulit lebih lembab, lembut, dan bebas jerawat, termasuk ketika masa PMS
bagi wanita (Neodamail, 2015).
5. Menetralisir Antibiotik
Ketika mengkonsumsi obat antibiotik, bukan hanya bakteri patogen yang
mati tetapi juga bakteri baiknya. Karena itu kita sering merasa lemas dan
lesu ketika masa recovery sehabis sakit. Yoghurt dapat membantu
meningkatkan jumlah bakteri baik dalam tubuh kita sehingga masa recovery
lebih cepat (Neodamail, 2015).
2.10. Kondisi Suhu dan pH Optimum pada BAL
Pertumbuhan bakteri asam laktat dipengaruhi oleh lingkungan.
Lingkungan yang sesuai untuk hidup bakteri asam laktat meliputi suhu, pH,
dan kandungan nutrisi. Suhu yang terlalu tinggi akan merusak protein
penyokong hidup bakteri. Kerusakan ini akan mengakibatkan bakteri mati.
Suhu yang terlalu rendah akan berakibat BAL dorman dan tidak tumbuh
(Fardias, 1992). Bakteri asam laktat memiliki rentang suhu optimal 37⁰C -
42⁰C dan dapat hidup pada pH 2 - 6,5 (Widodo, dkk. 2015).
13
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Susu kambing
Pasteurisasi (suhu 60˚- 70˚ C, 15 menit)
Urea
Pendinginan hingga suhu kamar
Pengaturan pH = 7
Heavenly Blush
Pengiokulasian
Pemeraman
14
Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan
60-70˚C hingga warna biru hampir hilang
2 tetes MB
Titrasi kembali dengan glukosa standar sambil
dipanaskan 60-70˚C hingga warna merah bata
15
6. Fehling A @5ml
7. Fehling B @5ml
8. Indikator MB @3tetes
1.2.2 Alat
1. Gelas Ukur
2. Indikator pH
3. Beaker Glass
4. Piknometer
5. Kompor Listrik
6. Pipet
7. Labu Ukur
8. Termometer
Keterangan:
1: Statif
2
2: Klem
3: Buret
16
1) Ambil 2,5 gram glukosa.
2) Encerkan hingga 1000 ml.
b. Standarisasi kadar glukosa
1) Ambil 5 ml glukosa standar, encerkan hingga 100 ml. Ambil 5 ml,
netralkan pHnya.
2) Tambah 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B.
3) Panaskan hingga 60o s.d. 70oC.
4) Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60o s.d. 70oC
hingga warna biru hampir hilang, lalu teteskan 2 tetes MB.
5) Titrasi lagi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60o s.d. 70oC
hingga warna biru menjadi merah bata.
6) Catat kebutuhan titran.
7) F = volume titran
2. Mengukur kadar glukosa yoghurt
1) Ambil 5 ml susu kambing, encerkan hingga 100 ml, ambil 5 ml
netralkan pHnya.
2) Tambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B, tambahkan 5 ml
glukosa standar yang telah diencerkan.
3) Panaskan hingga 60o s.d. 70oC.
4) Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60o s.d. 70oC
sampai warna biru hampir hilang lalu tambahkan 2 tetes MB.
5) Titrasi kembali dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60o s.d.
70oC sampai warna biru menjadi merah bata.
6) Catat kebutuhan titran.
M = volume titran
V total V pengenceran
(F-M) (
V titrasi) (V yang diambil)
%S = x 0,0025 x 100%
V total x ρ
3. Analisa asam laktat
a. Pembuatan NaOH 0,025 N
1) Ambil 0,5 gram NaOH.
2) Encerkan hingga 500 ml.
b. Mengukur kadar asam laktat yoghurt
1) Ambil 10 ml yoghurt, encerkan hingga 100 ml, ambil 10 ml.
2) Tambahkan 3 tetes fenolftalein hingga warna merah muda hampir
hilang
3) Titrasi dengann NaOH 0,025 N
17
4) Catat kebutuhan titran
V pengenceran
A x B x 90 x ( )
V yang diambil
Kadar asam laktat (%) = x 100%
C x 100
Keterangan:
A = Volume NaOH terpakai (ml)
B = Konsentrasi NaOH (N)
C = Volume sampel yang dianalisis (ml)
90 = BE asam laktat (90 gr/ekivalen)
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.02
Densitas (g/ml)
1.015
1.01
Variabel 7 (8%)
1.005
Variabel 8 (10%)
1
Variabel 9 (12%)
0.995
0 1 2 3
Waktu (Hari)
19
Gambar 4.2 Fase pertumbuhan mikroba
Pada variable 7 (8% Heavenly Blush), variabel 8 (10% Heavenly
Blush), dan variabel 9 (12% Heavenly Blush) mengalami kenaikan
hingga hari ke-2, kemudian mengalami penurunan pada hari ke-3. Hal ini
terjadi karena saat densitas naik, mikroba semakin banyak dan memasuki
fase eksponensial, yaitu fase dimana pertumbuhan mikroba sangat tinggi,
lalu pada hari ketiga terjadi penurunan karena mikroba mulai memasuki
death phase dikarenakan nutrisi yang diberikan sudah mulai habis dan
tidak ada pengganti nutrisi tersebut (Hamdiyati, 2010). Hal ini terjadi
karena mikroba lebih dulu mengalami fase adaptasi untuk menyesuaikan
dengan kondisi lingkungan di sekitarnya, sehingga pertumbuhan mikroba
mungkin berjalan lambat bahkan banyak mikroba yang dapat mati karena
tidak dapat beradaptasi, sehingga densitas dapat menurun. Setelah fase
Nilai densitas tertinggi pada tiap harinya rata-rata terjadi pada variabel 9
dengan penambahan 12% Heavenly Blush, karena penambahan starter
dapat menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan kepadatan sel
(Subagiyo dkk., 2015).
6
pH
4 Variabel 7 ( 8%)
2 Variabel 8 (10%)
Variabel 9 (12%)
0
0 1 2 3 4
Waktu (Hari)
20
Dari gambar 4.2 dapat dilihat adanya pengaruh penambahan nutrisi
terhadap pH pada fermentasi yoghurt. Pada hari ke-0, variable 7 (8%
Heavenly Blush), variabel 8 (10% Heavenly Blush), dan variabel 9 (12%
Heavenly Blush) diatur 7. Pada hari ke-1, variable 7 (8% Heavenly
Blush), variabel 8 (10% Heavenly Blush), dan variabel 9 (12% Heavenly
Blush) yaitu 4. Pada hari ke-2, pH pada variable 7 (8% Heavenly
Blush), variabel 8 (10% Heavenly Blush), dan variabel 9 (12% Heavenly
Blush) yaitu 3, 4, dan 3. Pada hari ke-3, pH pada variabel 1 (4% urea),
variabel 2 (6% urea), dan variabel 3 (8% urea variable 7 (8% Heavenly
Blush), variabel 8 (10% Heavenly Blush), dan variabel 9 (12% Heavenly
Blush) yaitu 3, 3, dan 3. Sehingga, dari grafik dapat dilihat bahwa pH
pada ketiga variabel mengalami penurunan. pH terendah pada tiap
harinya terjadi pada variabel 9 dengan penambahan 12% Heavenly
Blush.
Secara teori, aktivitas bakteri asam laktat akan menjadikan pH
lingkungan menjadi semakin turun dari hari ke hari (Novirisandi, 2012).
Semakin lama penyimpanan berarti semakin memberi kesempatan bagi
bakteri asam laktat untuk menghasilkan asam laktat, sehingga ion
hidrogen bebas dalam susu fermentasi akan meningkat. Meningkatnya
jumlah asam laktat ini dapat menurunkan pH karena semakin banyaknya
konsentrasi ion H+ (Gianti dan Herly, 2011). Penambahan komponen
nutrisi dapat menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan kepadatan sel.
Semakin tinggi kepadatan sel semakin banyak asam yang dihasilkan dan
dilepas ke lingkungan, sehingga dapat terjadi penurunan pH (Subagiyo
dkk., 2015).
Berdasarkan penjelasan teori diatas dan pada grafik tersebut dilihat
bahwa hasil percobaan telah sesuai dengan teori yang ada yaitu semakin
lama waktu fermentasi maka asam yang dihasilkan semakin banyak dan
sehingga dapat terjadi penurunan pH. pH yang terendah pada tiap
harinya terjadi pada variable 9 dengan penambahan 12% Heavenly
Blush, hal ini sesuai dengan teori dimana dengan adanya penambahan
starter akan menyebabkan pH semakin turun karena semakin banyak
asam laktat yang terbentuk.
4.1.3. Pengaruh Penambahan Starter terhadap Kadar Glukosa
21
8
4 Variabel 7 (8%)
2 Variabel 8 (10%)
Variabel 9 (12%)
0
0 1 2 3 4
Waktu (Hari)
22
laktosa yang berubah menjadi asam laktat selama masa penyimpanan,
akan sebanding dengan perubahan jumlah mikroba dalam yoghurt.
Berdasarkan data yang didapatkan, kadar glukosa mengalami
penaikkan dan penurunan pada variabel 7 dan 8, kemudian mengalami
penurunan dan penaikkan pada variabel 9. Kadar glukosa yang
seharusnya mengalami penurunan justru mengalami kenaikan karena
selama proses fermentasi bakteri asam laktat mempunyai batasan optimal
untuk dapat diubah menjadi asam laktat. Dalam asam laktat tersebut
terbentuk sisa gula yang dihitung sebagai gula total. Hal inilah yang
menyebabkan nilai total gula meningkat pada produk.
0.8
Kadar asam laktat (AL%)
0.6
23
maka semakin besar kandungan asam laktat dalam jangka waktu tertentu.
Jika bakteri Lactobacillus bulgaricus yang ditambahkan semakin banyak,
maka dapat memproduksi asam laktat yang lebih banyak pula.
Kesimpulannya bahwa semakin banyak penambahan starter maka
asam laktat yang terbentuk akan semakin banyak. Semakin lama waktu
fermentasi maka semakin besar kadar asam laktat yang terbentuk. Hasil
percobaan yang dilakukan sudah sesuai dengan teori dimana kadar asam
laktat terbanyak terdapat pada variabel 9 (12% Heavenly Blush), lalu
variabel 8 (10% Heavenly Blush), dan variabel 7 (8% Heavenly Blush).
Dan pada grafik terlihat mengalami kenaikan kadar asam laktat seiring
bertambahnya waktu fermentasi.
1.01
1
variabel 1 (pH 4)
0.99
Variabel 2 (pH 7)
0.98
Variabel 3 (pH 9)
0.97
0 1 2 3 4
Waktu (Hari)
24
Suprihana (2010) menyatakan bahwa pada saat pH 4,6 (pH tidak
isoelektrik) atau lebih rendah, maka kasein menjadi tidak stabil dan
menggumpal (koagulasi) seiring dengan meningkatnya densitas.
Gumpalan ini akan menentukan struktur yoghurt yang berbentuk
semisolid, pH awal menentukan seberapa cepat proses fermentasi
berlangsung, ketika pH sudah dalam keadaan asam maka proses
fermentasi akan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan pH awal
fermentasi yang basa.
Teori diatas mengindikasikan bahwa selama proses fermentasi
struktur yoghurt berubah menjadi semisolid dan densitasnya meningkat.
pH awal akan menentukan seberapa cepat fermentasi berlangsung
dengan mengukur densitas pada hari fermentasi yang sama. Pada hari ke-
3 fermentasi densitas tertinggi dicapai oleh sampel dengan variabel pH
awal fermentasi 4 yaitu sebesar 1,0030 g/ml, hal itu dikarenakan pH 3
sudah dalam keadaan asam dan mikroba akan lebih cepat berkembang
biak pada pH tersebut, sedangkan pada pH awal fermentasi 9 (basa)
didapat densitas yang paling kecil yaitu 0,977 g/ml, hal ini dikarenakan
bakteri asam laktat akan menyesuaikan kondisi lingkungan terlebih
dahulu sebelum berkembang biak sehingga proses fermentasi menjadi
lebih lambat dan densitas yang didapatkan kecil.
4.2.2. Pengaruh pH Awal terhadap pH Akhir
10
8
6
pH
Variabel 1 (pH 4)
4
Variabel 2 (pH 7)
2
Variabel 3 (pH 9)
0
0 1 2 3 4
Waktu (Hari)
25
mengalami kenaikan pada hari ke-1 dan kemudian mengalami penurunan
pada hari ke-2 dan 3. Dan pada variabel 2 dan 3 mengalami penurunan
pH dari pH awal.
Secara teori, aktivitas bakteri asam laktat akan menjadikan pH
lingkungan menjadi semakin turun dari hari ke hari (Novirisandi, 2012).
Namun demikian, perbedaan pH awal tidak memberikan perbedaan pH
larutan yang signifikan. Hal ini menandakan bahwa pH awal tidak
mempengaruhi pH larutan untuk menjadi asam (Muawanah, 2007).
Berdasarkan data diatas, pH mengalami penurunan seiiring
lamanya penyimpanan pada proses fermentasi. Dapat disimpulkan bahwa
hasil percobaan kami telah sesuai dengan teori.
4.2.3. Pengaruh pH Awal terhadap Kadar Glukosa dan Asam Laktat
10
Kadar Glukosa (%S)
8
6
Variabel 1 (pH 4)
4
Variabel 2 (pH 7)
2
Variabel 3 (pH 9)
0
0 1 2 3 4
Waktu (Hari)
26
fermentasi berlangsung. Menurut Budiyanto (2004) dan Tsauri (2012),
kondisi pH media sangat berpengaruh pada jenis mikroba yang tumbuh.
Mikroba pada umumnya dapat tumbuh pada kisaran pH 3-6 unit.
Kebanyakan mikroba dipengaruhi oleh pH optimum yang menyebabkan
pertumbuhannya menjadi optimum. Menurut Chotimah (2009), kondisi
Ph yang lebih asam akan didapatkan kadar glukosa yang lebih cepat
habis tiap waktunya. Hal ini disebabkan jumlah mikroba dalam
pembuatan yoghurt yang mampu mengubah laktosa menjadi asam laktat.
Sehingga semakin banyak mikroba yang ditambahkan akan
membutuhkan makanan yang lebih banyak juga. Peningkatan tersebut
akan diikuti dengan peningkatan aktivitas serta perkembangbiakan serta
pada media kondisi yang ideal, kemudian terjadi peningkatan
perombakan laktosa menjadi asam laktat. Dengan banyak terbentuknya
asam laktat maka glukosa yang digunakan juga semakin banyak setiap
harinya.
Hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan teori. Pada variabel 1
(pH 4), kenaikan produksi asam laktat dihari ke-1 hingga ke-3. Hal ini
dikarenakan bakteri memerlukan proses adaptasi untuk mencapai kondisi
optimum pertumbuhan mikroba. Sedangkan kadar glukosa tersisa pada
hari ke 1- 3 mengalami kenaikan, yang seharusnya mengalami
penurunan. Menurut Machmud, dkk (2011), bakteri cenderung
membutuhkan waktu adaptasi untuk memecah enzim untuk
pertumbuhannya. Hal ini dapat dilihat bahwa pada hari ke 1 hingga ke 3
bakteri masih mengalami fase akselerasi dan belum mengalami fase
stasioner yang menyebabkan pertumbuhan bakteri menjadi berkurang.
Pada variabel 2 (pH 7) hasil grafik menunjukkan bahwa pada hari ke-1
dan 2 mengalami kenaikan, namun pada hari ke-3 mengalami penurunan
glukosa. Hal ini terjadi karena bakteri mengalami fase akselerasi dan
belum mengalami fase stasioner pada hari ke 1 dan 2, namun pada hari
ke-3 mengalami penurunan glukosa yang mana glukosa sudah diubah
menjadi asam laktat. Pada variabel 3 (pH 9) hasil grafik menunjukkan
bahwa pada hari ke-1 mengalami penurunan dan pada hari ke-2 dan 3
mengalami kenaikan. Hal ini dapat dilihat bahwa pada hari ke-1 belum
mengalami fase akselerasi dan fase akselerasi dimulai pada hari kedua
dan tiga. Hal ini menyebabkan pada hari kedua dan ketiga bakteri masih
mengalami akselerasi dan belum mengalami fase stasioner yang
menyebabkan pertumbuhan bakteri tersebut menjadi berkurang.
27
1
28
4.3. Pengaruh Suhu Pemeraman terhadap Kualitas Yoghurt
4.3.1. Pengaruh Suhu Pemeraman terhadap Densitas
1.01
Densiats (gr/ml)
1.005
variabel 4 (17°C)
1 variabel 5 (28°C)
variabel 6 (37°C)
0.995
0 1 2 3 4
Waktu pemeraman (Hari)
29
28oC dan variabel 4 dengan suhu 17oC menjadi lebih tinggi daripada
variabel 6 dengan suhu 37oC.
4.3.2. Pengaruh Suhu Pemeraman Terhadap pH
8
pH
4 variabel 4 (17°C)
2 variabel 5 (28°C)
variabel 6 (37°)
0
0 1 2 3 4
Waktu Pemeraman (Hari)
30
optimal pertumbuhan bakteri yaitu 40oC, maka pH akan semakin rendah
(Evanuarini, 2010).
4.3.3. Pengaruh Suhu Pemeraman terhadap Kadar Glukosa dan Asam Laktat
6
31
tingginya kadar glukosa pada variabel 9 dapat disebabkan oleh tingginya
kadar sineresis sehingga mempengaruhi proses perombakan glukosa
menjadi bakteri asam laktat. Selain itu, suhu tinggi dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme sedangkan pada suhu rendah akan
menghambat pertumbuhan mikroba. Hal ini berarti pada suhu tinggi
masih memungkinkan untuk terkontaminasi oleh bakteri lain karena
pertumbuhan mikroba tidak terhambat. Dalam praktikum digunakan
yoghurt komersial sebagai starter pembuatan yoghurt menurut Khikmah
(2015), susu fermentasi komersial yang mengandung asam sebagai
antimikroba masih mungkin terkontaminasi bakteri lain, terutama bakteri
gram positif yang tahan terhadap suasana asam. Karena adanya bakteri
kompetitor maka glukosa sebagai nutrisi ikut digunakan oleh bakteri lain
untukpertumbuhannya, sehingga kadar glukosa pda suhu pemeraman
37oC didapat lebih besar dari suhu pemeraman 17oC.
1
Kadar Asam Laktat (%S)
0.8
0.6
variabel 4 (17°C)
0.4
variabel 5 (28°C)
0.2
variabel 6 (37°C)
0
0 1 2 3 4
Waktu Pemeraman (Hari)
32
menstimulir dan menyebabkan terbentuknya asam lebih cepat. S.
thermophilus dan L. bulgaricus memecah laktosa menjadi glukosa dan
galaktosa. Selanjutnya glukosa dikonversi ke asam piruvat, asam laktat
dan sejumlah kecil asam asetat serta CO2. Hal ini menandakan dengan
semakin naiknya suhu dan semakin mendekati suhu optimum
mikroorganisme, maka semakin banyak kadar glukosa yang terkonversi
menjadi asam laktat sehingga kadar asam laktat yang didapatkan semakin
besar.
Pada percobaan yang dilakukan, dapat dilihat bahwa variabel 5
(28oC) memiliki kadar asam laktat yang lebih tinggi dari variabel lainnya.
Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada karena seharusnya variabel 6
(37oC) yang suhu pemeramannya paling mendekati suhu optimum
mikroorganisme yang memiliki kadar asam laktat paling tinggi. Hal ini
dapat terjadi karena susu fermentasi rentan terhadap sineresis, yaitu
kerusakan fisik berupa terpisahnya cairan whey dari gel yang dapat
terjadi karena tingginya suhu penyimpanan (Ayuti,dkk. 2016). Sehingga
pada variabel 9 (37oC) kemungkinan terjadi sineresis yang menyebabkan
fermentasi asam laktat lebih sedikit dibanding variabel 5 (28oC).
33
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Penambahan variasi nutrisi pada fermentasi yoghurt mempengaruhi nilai
densitas, Ph, %S, dan %AL sampel. Semakin meningkatnya pemberian
nutrisi maka Ph semakin menurun, %AL semakin meningkat, densitas
semakin meningkat, dan %S akan menurun.
2. Variasi Ph awal pada fermentasi yoghurt mempengaruhi nilai densitas, PH,
%S, dan %AL sampel. Semakin rendah ph awal sampel maka %AL semakin
meningkat dan %S semakin menurun, densitas akan meningkat dan pH akan
menurun.
3. Variasi dari waktu pemeraman pada fermentasi yoghurt mempengaruhi nilai
densitas, ph, %AL, dan %S sampel. Semakin meningkatnya suhu
pemeraman maka ph yang didapat semakin rendah, %AL semakin
meningkat, densitas semakin meningkat, dan %S akan semakin menurun.
5.2. Saran
1. Cuci semua alat praktikum sebelum digunakan.
2. Posisikan mata sejajar dengan cekungan titran pada saat titrasi.
3. Lakukan pengaturan pH dengan tepat.
4. Lakukan pasteurisasi pada suhu yang optimal.
5. Jaga kondisi Erlenmeyer agar tetap steril.
34
DAFTAR PUSTAKA
Agestiawan, Swastini, dan Ramona. 2012. Uji Ketahanan Bakteri Asam Laktat yang
Diisolasi dari Kimchi pada pH Rendah. Universitas Udayana, Bali.
Agustina, Yeni, Rudi Kartika, dan Aman S. Panggabean. 2015. Pengaruh Variasi
Waktu Fermentasi terhadap Kadar Laktosa, Lemak, pH, dan Keasaman
pada Susu Sapi yang Difermentasikan menjadi Yoghurt. Universitas
Mulawarman.
Ciptasari, Ratih. 2015. Pembuatan Etanol Dari Limbah Kulit Jeruk Bali: Hidrolisis
Menggunakan Selulase Dan Fermentasi Dengan Yeast. Universitas Negeri
Semarang.
Fatmawati, Umi et.all. 2013. Karakteristik Yoghurt Yang Terbuat Dari Berbagai
Jenis Susu Dengan Penambahan Kultur Campuran Lactobacillus
Bulgaricus Dan Streptococcus Thermophillus. Jurnal BIOEDUKASI
Volume 6, Nomor 2. Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Fuady, Azmil et all. 2015. Pengaruh Jumlah Nira Tebu dan Konsentrasi Susu Skim
Terhadap Mutu Yoghurt Nira Tebu. Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.
Gianti, Ice dan Herly Evanuarini. 2011. Pengaruh Penambahan Gula dan Lama
Pemyimpanan terhadap Kualitas Fisik Susu Fermentasi. Universitas
Brawijaya.
Hamdiyati, Yanti. 2010.Pertumbuhan dan Pengendalian Mikroorganisme II.
Hendrati, Maria. 2014. Pembuatan Yoghurt Menggunakan Starter Lactobacillus
bulgariccus dan Streptococcus thermophillus. Universitas Jenderal
Soedirman.
Hartanto, Hery. 2012 .Pengaruh waktu dan Nutrien dalam pembuatan yoghurt dari
susu dengan starter plain Lactobacillus Bulgaricus menggunakan alat
fermentor. Universitas Diponegoro.
Jamilatun, Makhabbah. 2009. Optimalisasi Fermentasi Rhizopus Oryzae Dalam
Pembentukan Curd Dan Analisis Kualitas Keju Mentah Yang Terbentuk.
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Kumala, Nevi Tri et all. 2004. Pengaruh Konsentrasi Susu Skim dan Madu terhadap
Kualitas Hasil Yoghurt. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
35
Prasetyo, Heru. 2010. Skripsi : Pengaruh Penggunaan Starter Yoghurt Pada Level
Tertentu Terhadap Karakteristik Yoghurt Yang Dihasilkan. Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Neodamail. 2015. Manfaat Yoghurt bagi Kesehatan
Novirisandi, Rochma. 2012. Kajian Viabilitas dan Pola Pertumbuhan Lactobacillus
plantarum pada Variasi Konsentrasi Molase dan Waktu Inkubasi.
Universitas Airlangga.
Purwanto, Maria Goretti Marianti. 2014. Lactase Immobilization With Entrapment
Method Using Calcium Alginate Matrix For Lactose Hydrolysis Appliance.
Fakultas Teknobiologi, Universitas Surabaya.
Rakhma, Novia. 2011. Alkalimetri.
Rosiana, Ema, Nurliana, dan T. Armansyah TR. 2013. Kadar Asam Laktat Dan
Derajat Asam Kefir Susu Kambing yang Difermentasi dengan Penambahan
Gula dan Lama Inkubasi yang Berbeda. Universitas Syiah Kuala, Banda
Aceh.
Siregar, M. Nuh Hudawi et all. 2014. The Effect Of Different Concentration Of
Culture And Incubation Time At Room Temperature On Ph, Viscosity,
Acidity Content And Total Plate Count (Tpc) Set Yoghurt. Animal
Husbandry Faculty, Brawijaya University, Malang
Subagiyo, Sebastian Margino, dan Triyanto. 2015. Pengaruh Penambahan Berbagai
Jenis Sumber Karbon, Nitrogen Dan Fosforpada Medium deMan, Rogosa
and Sharpe (MRS) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat Terpilih
Yang Diisolasi Dari Intestinum Udang Penaeid. Universitas Diponegoro.
Taufik, E. 2004. Dadih Susu Sapi Hasil Fermentasi Berbagai Starter Bakteri
Probiotik yang Disimpan Pada Suhu Rendah: Karakteristik Kimiawi. Jurnal
Media Peternakan, Desember 2004. Vol 27 No.3 hal 88-100.
Usmiati, Sri. 2017. Kefir, Susu Fermentasi dengan Rasa. Badan Litbang Pertanian.
Widodo. 2002. Bioteknologi Fermentasi Susu. Univesitas Muhammadiyah Malang
Press. Malang.
Zakaria, Yusdar. 2009. Pengaruh Jenis Susu dan Persentase Starter yang Berbeda
terhadap Kualitas Kefir. Jurnal Agripet Vol 9, No. 1, April 2009. Jurusan
Perternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala.
36