Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Laporan Praktikum Yoghurt

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Yoghurt merupakan produk makanan yang dihasilkan melalui fermentasi
asam laktat oleh bakteri. Asam laktat yang dihasilkan pada proses fermentasi
akan menyebabkan susu menjadi terkoagulasi, susu terkoagulasi ini yang
dinamakan yoghurt. Yoghurt hanya dapat dihasilkan melalui proses fermentasi
menggunakan bakteri Streptococcus salivarius subsp. Thermophilus dan
Lactobacillus delbrueckii subsp. Bulgaricus.
Yoghurt mengandung bakteri probiotik, bakteri probiotik dalam yoghurt
ini memiliki banyak manfaat. Mengkonsumsi yoghurt dapat membantu
memperbaiki proses pencernaan. Selain itu yoghurt juga merupakan sumber
protein yang baik dan juga sumber bagi unsur-unsur lain yang sekiranya baik
bagi tubuh manusia seperti kalsium, fosfor, potassium, dan vitamin B yang
lebih kaya dari pada susu.
Keistimewaan yoghurt terletak pada umur simpan yang lebih panjang
jika dibandingkan susu segar. Manfaat dari yoghurt lain nya adalah yoghurt
mengandung metabolit-metabolit hasil fermentasi mikroba yang baik bagi
kesehatan dan dapat dikonsumsi oleh penderita lactose intolerance. Fermentasi
yang terjadi akibat adanya bakteri asam laktat akan menurunkan pH sehingga
juga dapat menghambat invasi dari beberapa bakteri pathogen.

1.2. Perumusan Masalah


Yoghurt merupakan produk pangan yang sangat baik untuk tubuh.
Pembuatan yoghurt dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti penambahan
starter, glukosa, dan jenis media yang digunakan dalam fermentasi yoghurt.
Dalam praktikum ini yang diteliti adalah mengenai bagaimana pengaruh
media terhadap yoghurt yang dihasilkan, bagaimana pengaruh penambahan
nutrisi terhadap yoghurt yang dihasilkan, dan bagaimana pengaruh jumlah
penambahan starter terhadap yoghurt yang dihasilkan. Agar dapat diketahui
kondisi optimum yang menghasilkan yoghurt dengan kualitas terbaik.

1.3 Tujuan Praktikum


1. Mengetahui pengaruh jumlah penambahan starter terhadap yoghurt yang
dihasilkan.

2. Mengetahui pengaruh pH fermentasi terhadap yoghurt yang dihasilkan.

6
3. Mengetahui pengaruh suhu pemeraman terhadap yoghurt yang dihasilkan.

1.4 Tujuan Praktikum


1. Mahasiswa mampu mengetahui pengaruh jumlah penambahan starter
terhadap yoghurt yang dihasilkan.
2. Mahasiswa mampu mengetahui pengaruh pH fermentasi terhadap yoghurt
yang dihasilkan.
3. Mahasiswa mampu mengetahui pengaruh suhu pemeraman terhadap yoghurt
yang dihasilkan.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Yoghurt


Yoghurt atau yoghurt/ yogourt merupakan produk olahan susu dari hasil
fermentasi dua baketri asam laktat (BAL) sebagai starter, yakni Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophillus yang hidup bersimbiosis. Lama
fermentasi akan berakibat pada turunnya pH yoghurt dengan rasa asam segar
yang khas. Selain itu, dihasilkan pula asam asetat, asetaldehid, dan bahan lain
yang mudah menguap (Susilorini, 2006 dalam Liyan, 2015).
Yoghurt yang baik memiliki tekstur yang lembut, halus, konsisten dan
tidak ada sineresis (keluarnya cairan dari koagulan). Bahan baku dengan
komposisi dan formulasi yang tepat, serta pengolahan yang benar diperlukan
untuk menghasilkan yoghurt yang memiliki tekstur dan konsistensi yang baik.
Yoghurt mengandung bakteri hidup sebagai probiotik, yaitu mikroba dari
makanan yang menguntungkan bagi mikroflora di dalam saluran pencemaan.
Sejauh ini jenis probiotik yang paling umum adalah bakteri asam laktat dari
golongan Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus themophilus. Di dalam
yoghurt biasanya mengandung jutaan hingga milyaran sel bakteri-bakteri ini
setiap mililiternya. Konsumsi yoghurt dapat memacu pertumbuhan karena
meningkatkan pencernaan dan penyerapan zat gizi, mengurangi atau
membunuh bakteri jahat dalam saluran pencernaan, menorrnalkan kerja usus
besar (mengatasi konstipasi dan diare), memiliki efek anti kanker, mengatasi
masalah intoleransi laktosa, berperan dalam detoksifikasi dan mengatasi stres,
serta mengontrol kadar kolesterol dalam darah dan tekanan darah (Hendrati,
2014).

2.2. Jenis-Jenis Yoghurt


Yoghurt dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori: berdasarkan
komposisi, metode pembuatan dan cita rasanya.
 Berdasarkan komposisinya, yoghurt dibedakan menjadi yoghurt berkadar
lemak penuh dengan kandungan lemak diatas 3,0%, yoghurt berkadar lemak
medium kandungan lemaknya 0,5%-3,0% dan yoghurt berkadar lemak
rendah bila kandungan lemaknya kurang dari 0,5% (Iffah, 2010).
 Berdasarkan metode pembuatannya, jenis yoghurt dibagi menjadi dua yaitu,
set yoghurt dan stirred yoghurt. Bila fermentasi atau inkubasi susu
dilakukan dalam kemasan kecil sehingga gumpalan susu yang terbentuk

8
tetap utuh dan tidak berubah sewaktu akan didinginkan atau sampai siap
konsumsi, maka produk tersebut disebut set yoghurt. Sedangkan stirred
yoghurt fermentasinya dalam wadah yang besar setelah fermentasi selesai,
produk dikemas dalam kemasan kecil, sehingga gempalan susu dapat
berubah atau pecah sebelum pengemasan dan pendinginan selesai
(Iffah,2010).
 Berdasarkan cita rasanya yoghurt dibedakan menajdi yoghurt alami atau
sederhana dan yoghurt buah. Yoghurt alami yaitu yoghurt yang tidak
ditambah cita rasa atau flavor yang lain sehingga asamnya tajam. Sedangkan
yoghurt buah adalah yoghurt yang ditambah dengan komponen cita rasa
yang lain seperti buah-buahan, sari buah, flavor sintetik dan zat pewarna
(Iffah,2010).

2.3. Teori Bakteri Asam Laktat


Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki
kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe
fermentasi, bakteri asam laktat terbagi menjadi homofermentatif dan
heterofermentatif. Kelompok homofermentatif menghasilkan asam laktat
sebagai produk utama dari fermentasi gula, sedangkan kelompok
heterofermentatif menghasilkan asam laktat dan senyawa lain yaitu CO2,
etanol, asetaldehid, diasetil. Bakteri yang termasuk ke dalam bakteri asam
laktat adalah famili Lactobacillaceae, yaitu Lactobacillus, dan famili
Streptococcoceae, terutama Leuconostoc, Streptococcus dan Pediococcus.
Streptococcus, Pediococcus dan beberapa spesies Lactobacillus bersifat
homofermentatif, sedangkan Leuconostoc dan spesies Lactobacillus yang lain
bersifat heterofermentatif (Fardiaz, 1992).
Bakteri asam laktat termasuk mikroorganisme yang aman jika
ditambahkan dalam pangan karena bersifat tidak toksik dan tidak menghasilkan
toksin. Bakteri ini secara luas didistribusikan pada susu, daging segar, sayuran
dan produk-produk hasil olahan. Bakteri asam laktat juga disebut sebagai
biopreservatif karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan
mampu membawa dampak positif bagi kesehatan manusia (Smid dan Gorris,
2007).
Selain asam laktat, bakteri asam laktat juga menghasilkan asam asetat,
etanol, CO2, serta senyawa antimicrobial lainya seperti bakteriosin dan
hydrogen peroksida. Bakteri asam laktat banyak digunakan untuk memroduksi
berbagai macam bahan pangan hasil fermentasi seperti:

9
1. Kimchi
Kimchi adalah makanan tradisional korea berupa hasil fermentasi sayuran.
Kandungan bakteri asam laktat pada kimchi diketahui sebesar 108 sel/gram,
dengan berbagai macam mikroorganisme yang terlibat dalam proses
fermentasinya. Bakteri asam laktat yang diketahui terdapat dalam kimchi
yaitu Leuconostocmesenteroides, L.Pseudomesent eroides, L.Lactis,
Lactobacillus brevis dan L.Plantarum (Agestiawan dkk., 2014).
2. Keju
Keju merupakan salah satu produk fermentasi susu dengan menggunakan
protease sebagai koagulan dan merupakan penyatuan komponen-komponen
susu terutama protein dan lemak. Dalam industri makanan termasuk keju,
asam laktat berperan sebagai pembentuk flavor dan sebagai agen
antimicrobial. Asam laktat berperan terhadap komponen flavor, aroma dan
tekstur keju (Jamilatun, 2009).
3. Kefir
Kefir diperoleh melalui proses fermentasi susu pasteurisasi menggunakan
starter berupa butir atau biji kefir (kefir grain/kefir granule), yaitu butiran-
butiran putih atau krem yang berbentuk koloni mikrobia terdiri atas
beberapa jenis bakteri, diantaranya adalah Streptococcus
sp, Lactobacilli dan beberapa jenis ragi/khamir non patogen. Bakteri
berperan menghasilkan asam laktat dan komponen flavor, sedangkan ragi
menghasilkan gas asam arang (CO2) dan sedikit alkohol (Usmiati, 2007).

2.4. Skema Pembuatan Yoghurt

MEDIA

PASTEURISASI NUTRISI

PENDINGINAN

PENGINOKULASIAN

PEMERAMAN

YOGHURT
Gambar 2.1 Skema pembuatan yoghurt

10
2.5. Proses Fermentasi Yoghurt
Susu dipanaskan di atas kompor sampai mencapai suhu 90oC sambil
diaduk-aduk dan dipertahankan suhunya selama 10 menit, kemudian
didinginkan sampai suhu 43oC. Inokulasi starter (biakan Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophilus) dengan perbandingan 1:1
dilakukan pada suhu 43-45oC sebanyak 2,5-3% dari volume susu, diaduk
merata kemudian disaring. Mula-mula pertumbuhan Streptococcus
thermophilus lebih cepat dibandingkan Lactobacillus bulgaricus dengan rasio
3:1. Aktivitas Streptococcus thermophilus menghasilkan asam laktat yang
dapat merangsang pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus. Akhirnya
pertumbuhan bakteri sampai pada keseimbangan dengan rasio 1:1 yang
menghasilkan sifat dan aroma yoghurt yang paling baik (Widodo, 2002).

2.6. Proses Titrasi Fehling


Uji fehling merupakan salah satu cara menghitung konsentrasi gula.
Dalam perhitungan konsentrasi gula dengan cara uji fehling,
digunakanpereaksi fehling. Pereaksi ini dapat direduksi selain oleh karbohidrat
yang mempunyai sifat mereduksi, juga dapat direduksi oleh reduktor lain.
Pereaksi fehling terdiri atas dua larutan yaitu larutan fehling A dan larutan
fehling B. Larutan fehling A adalah larutan CuSO4 dalam air, sedangkan
larutan fehling B adalah larutan garam K-natartrat dan NaOH dalam air. Kedua
macam larutan ini disimpan terpisah dan baru dicampur menjelang digunakan
untuk memeriksa suatu karbohidrat. Dalam pereaksi ini ion CU2+ direduksi
menjadi ion Cu+ yang dalam suasana basa akan diendapkan sebagai Cu2O.
Dengan larutan glukosa 1%, pereaksi fehling menghasilkan endapan merah
bata, sedangkan apabila digunakan larutan yang lebih encer misalnya larutan
glukosa 0,1%, endapan yang terjadi berwarna hijau kekuningan (Ciptasari,
2015).

Gambar 2.2 Reaksi pada fehling

2.7. Proses Titrasi Asam Basa


Penentuan kadar asam laktat dapat dilakukan dengan prinsip titrasi asam
basa dengan menggunakan senyawa NaOH sebagai titran. Reaksi antara asam
laktat dan NaOH adalah sebagai berikut:

11
C3H6O3 + NaOH NaC3H5O3 + H2O (Rakhma, 2011)
Metode tritrasi ini dilakukan dengan mengisi buret dengan NaOH 0,025
N perlahan-perlahan sehingga tidak ada gelembung udara didalamnya. Susu
diambil dan diencerkan, lalu ditambahkan 3 tetes phenolpthalein sebagai
indikator. Kemudian dilakukan titrasi dengan NaOH 0,025 N sambil dikocok
sampai terbentuk warna merah muda yang stabil. Setelah itu pemakaian titran
dicatat dan asiditas susu dihitung sebagai persen asam laktat (Rosiana,2013).

2.8. Hal-Hal yang Mempengaruhi Fermentasi Yoghurt


Berikut adalah hal-hal yang mempengaruhi fermentasi yoghurt :
1. Kondisi lingkungan Kondisi lingkungan dari fermentasi untuk pembuatan
yoghurt haruslah bersifat asam, karena bakteri Streptococcus thermophilus
dan Lactobacillus bulgaricus tersebut dalam kondisi dan susunan asam.
pH pada fermentasi pembuatan yoghurt adalah 4,5 – 5 yang mempunyai
sifat asam.
2. Suhu fermentasi pada pembuatan yoghurt pada suhu 37⁰C – 45⁰ C, setelah
terbentuk endapan segera masukkan es pada suhu kira – kira 4⁰C , agar
bakteri terhambat perkembangannya.
3. Tingkat Agitasi Tujuan dari agitasi adalah menyediakan O2 untuk
kebutuhan metabolisme (Aerasi) dan untuk membuat campuran tersebut
menjadi homogen.
4. Konsentrasi Oksigen Konsentrasi oksigen terlarut dan faktor – faktor
lainnya harus dipertahankan konstan sewaktu fermentasi.
5. Nutrisi Nutrisi yang diperlukan oleh bakteri Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus meliputi karbohidrat ( gula ) khususnya
laktosa, sumber karbon dan sumber nitrogen. (Herawati, dkk., 2006)

2.9. Manfaat Yoghurt


1. Menyehatkan Pencernaan
Yoghurt dapat membantu masalah perut. Menurut Robin Plotkin, RD, ahli
kuliner dan gizi probiotik (jenis bakteri yang menguntungkan) terkandung
dalam beberapa yoghurt menyeimbangkan mikroflora dalam usus dan dapat
membantu pencernaan serta menjaga tubuh tetap fit. Beberapa macam
manfaat yoghurt untuk kesehatan pencernaan seperti : mengatasi diare,
radang usus, kanker usus atau intoleransi laktosa (Neodamail, 2015).
2. Menguatkan Tulang

12
Sama seperti susu, yoghurt kaya akan kalsium yang membuat tulang
semakin kuat dan tidak mudah rapuh. Dengan tulang yg kuat maka kita
dapat bergerak dgn lebih aktif tanpa hambatan. Penderita lactose intolerance
sangat dianjurkan mengkonsumsi yoghurt tanpa perlu khawatir diare
ataupun sesak napas karena mengkonsumsi susu (Neodamail, 2015).
3. Menurunkan Kolestrol dan Tekanan Darah serta Mencegah Penyakit
Jantung
Yoghurt yang mengandung prebiotik mencegah penyerapan kolestrol
kedalam darah kita. Kandungan asam folat dan vit B kompleksnya sangat
baik mencegah penyakit jantung coroner (Neodamail, 2015).
4. Menutrisi Kulit
Yoghurt kaya akan zinc, vit B, dan asam betahidroksi. 3 Zat ini membuat
kulit lebih lembab, lembut, dan bebas jerawat, termasuk ketika masa PMS
bagi wanita (Neodamail, 2015).
5. Menetralisir Antibiotik
Ketika mengkonsumsi obat antibiotik, bukan hanya bakteri patogen yang
mati tetapi juga bakteri baiknya. Karena itu kita sering merasa lemas dan
lesu ketika masa recovery sehabis sakit. Yoghurt dapat membantu
meningkatkan jumlah bakteri baik dalam tubuh kita sehingga masa recovery
lebih cepat (Neodamail, 2015).
2.10. Kondisi Suhu dan pH Optimum pada BAL
Pertumbuhan bakteri asam laktat dipengaruhi oleh lingkungan.
Lingkungan yang sesuai untuk hidup bakteri asam laktat meliputi suhu, pH,
dan kandungan nutrisi. Suhu yang terlalu tinggi akan merusak protein
penyokong hidup bakteri. Kerusakan ini akan mengakibatkan bakteri mati.
Suhu yang terlalu rendah akan berakibat BAL dorman dan tidak tumbuh
(Fardias, 1992). Bakteri asam laktat memiliki rentang suhu optimal 37⁰C -
42⁰C dan dapat hidup pada pH 2 - 6,5 (Widodo, dkk. 2015).

13
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Rancangan Praktikum


3.1.1. Skema Rancangan Praktikum
A. Pembuatan Yoghurt

Susu kambing
Pasteurisasi (suhu 60˚- 70˚ C, 15 menit)
Urea
Pendinginan hingga suhu kamar

Pengaturan pH = 7

Heavenly Blush
Pengiokulasian

Pemeraman

Gambar 3.1 Skema pembuatan yoghurt


B. Analisa Glukosa

Membuat glukosa standar dengan 2,5 gram


glukosa anhidris diencerkan dalam 100 ml

Ambil 5 ml glukosa standar, encerkan dalam


100 ml, ambil 5 ml, netralkan pHnya
5 ml Fehling A 5 ml Fehling B
Panaskan hingga 60-70˚C

Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan


60-70˚C hingga warna biru hampir hilang
2 tetes MB
Titrasi kembali dengan glukosa standar sambil
dipanaskan 60-70˚C hingga warna merah bata

Catat kebutuhan titran (F)

Ambil 5 ml bahan, encerkan dalam


100 ml, ambil 5 ml, netralkan pHnya
5 ml Fehling A 5 ml Fehling B
Panaskan hingga 60-70˚C

14
Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan
60-70˚C hingga warna biru hampir hilang
2 tetes MB
Titrasi kembali dengan glukosa standar sambil
dipanaskan 60-70˚C hingga warna merah bata

Catat kebutuhan titran (M)

Gambar 3.2 Skema analisis glukosa


C. Analisa Asam Laktat

Membuat NaOH 0,025 N

Ambil 10 ml sampel, encerkan


dalam 100 ml, ambil 10 ml
3 tetes fenolftalein
Titrasi dengan NaOH 0,025 N
sampai merah muda pertama

Catat kebutuhan titran

Gambar 3.3 Skema analisis asam laktat


3.1.2. Variabel Operasi
 Variabel kontrol
1. Susu kambing = 18%V
2. Gula pasir = 7%W
3. Waktu pemeraman = 3 hari ( t = 0, 1, 2, dan 3)
 Variabel bebas
1. pH = 4, 7, dan 9
2. Suhu = 17°C, 28°C, dan 37°C
3. Yoghurt Heavenly Blush = 8%v, 10%V, 12%V
 Variabel respon
Densitas, pH, %AL, %S

3.2. Bahan dan Alat Yang Digunakan


3.2.1. Bahan
1. Susu kambing
2. Yoghurt Heavenly Blush
3. Gula pasir gram
4. HCl dan NaOH
5. Glukosa standar

15
6. Fehling A @5ml
7. Fehling B @5ml
8. Indikator MB @3tetes
1.2.2 Alat
1. Gelas Ukur
2. Indikator pH
3. Beaker Glass
4. Piknometer
5. Kompor Listrik
6. Pipet
7. Labu Ukur
8. Termometer

3.3 Gambar Rangkaian Alat Titrasi

Keterangan:
1: Statif
2
2: Klem
3: Buret

Gambar 3.4 Rangkaian alat titrasi

3.4. Prosedur Praktikum


A. Pembuatan Yoghurt
1. Susu kambing dan gula pasir dipasteurisasi hingga suhu berkisar antara
60o s.d. 70oC selama 15 menit.
2. Selanjutnya didinginkan hingga mencapai suhu kamar.
3. Tambahkan bibit bakteri yoghurt Heavenly Blush dan atur pH.
4. Masukkan ke dalam lemari pemeraman sesuai suhu dan waktu yang
diinginkan.
B. Analisa
1. Analisa glukosa
a. Pembuatan glukosa standar

16
1) Ambil 2,5 gram glukosa.
2) Encerkan hingga 1000 ml.
b. Standarisasi kadar glukosa
1) Ambil 5 ml glukosa standar, encerkan hingga 100 ml. Ambil 5 ml,
netralkan pHnya.
2) Tambah 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B.
3) Panaskan hingga 60o s.d. 70oC.
4) Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60o s.d. 70oC
hingga warna biru hampir hilang, lalu teteskan 2 tetes MB.
5) Titrasi lagi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60o s.d. 70oC
hingga warna biru menjadi merah bata.
6) Catat kebutuhan titran.
7) F = volume titran
2. Mengukur kadar glukosa yoghurt
1) Ambil 5 ml susu kambing, encerkan hingga 100 ml, ambil 5 ml
netralkan pHnya.
2) Tambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B, tambahkan 5 ml
glukosa standar yang telah diencerkan.
3) Panaskan hingga 60o s.d. 70oC.
4) Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60o s.d. 70oC
sampai warna biru hampir hilang lalu tambahkan 2 tetes MB.
5) Titrasi kembali dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60o s.d.
70oC sampai warna biru menjadi merah bata.
6) Catat kebutuhan titran.
M = volume titran
V total V pengenceran
(F-M) (
V titrasi) (V yang diambil)
%S = x 0,0025 x 100%
V total x ρ
3. Analisa asam laktat
a. Pembuatan NaOH 0,025 N
1) Ambil 0,5 gram NaOH.
2) Encerkan hingga 500 ml.
b. Mengukur kadar asam laktat yoghurt
1) Ambil 10 ml yoghurt, encerkan hingga 100 ml, ambil 10 ml.
2) Tambahkan 3 tetes fenolftalein hingga warna merah muda hampir
hilang
3) Titrasi dengann NaOH 0,025 N

17
4) Catat kebutuhan titran
V pengenceran
A x B x 90 x ( )
V yang diambil
Kadar asam laktat (%) = x 100%
C x 100

Keterangan:
A = Volume NaOH terpakai (ml)
B = Konsentrasi NaOH (N)
C = Volume sampel yang dianalisis (ml)
90 = BE asam laktat (90 gr/ekivalen)

18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Jumlah Penambahan Starter terhadap Fermentasi Yoghurt


4.1.1. Pengaruh Penambahan Starter terhadap Densitas

1.02
Densitas (g/ml)

1.015
1.01
Variabel 7 (8%)
1.005
Variabel 8 (10%)
1
Variabel 9 (12%)
0.995
0 1 2 3
Waktu (Hari)

Gambar 4.1 Pengaruh penambahan starter terhadap densitas


Dari gambar 4.1 dapat dilihat adanya pengaruh penambahan starter
terhadap densitas pada fermentasi yoghurt. Pada hari ke-0, densitas pada
variable 7 (8% Heavenly Blush), variabel 8 (10% Heavenly Blush), dan
variabel 9 (12% Heavenly Blush) yaitu 1,0038 g/ml, 1,00 g/ml, dan 1,011
g/ml. Pada hari ke-1, densitas variable 7 (8% Heavenly Blush), variabel 8
(10% Heavenly Blush), dan variabel 9 (12% Heavenly Blush) yaitu 1,007
g/ml, 1,0056 g/ml, dan 1,012 g/ml. Pada hari ke-2, densitas variable 7
(8% Heavenly Blush), variabel 8 (10% Heavenly Blush), dan variabel 9
(12% Heavenly Blush) yaitu 1,0072 g/ml, 1,0060 g/ml, dan 1,016 g/ml.
Pada hari ke-3, densitas pada variable 7 (8% Heavenly Blush), variabel 8
(10% Heavenly Blush), dan variabel 9 (12% Heavenly Blush) yaitu
1,0041 g/ml, 1,0026 g/ml, dan 1,0045 g/ml. Sehingga, dari grafik dapat
dilihat bahwa densitas pada variable 7 (8% Heavenly Blush), variabel 8
(10% Heavenly Blush), dan variabel 9 (12% Heavenly Blush) mengalami
kenaikan hingga hari ke-2, kemudian mengalami penurunan pada hari ke-
Nilai densitas tertinggi pada tiap harinya terjadi pada variabel 9 dengan
penambahan 12% Heavenly Blush.
Secara teori, penambahan starter baik sebagai sumber C, N dan P
menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan kepadatan sel (Subagiyo
dkk., 2015). Mikroba dapat mengalami 4 fase kurva pertumbuhan, yaitu :
Fase lag (adaptasi), Fase log (eksponensial), Fase stationer, dan Fase
kematian (Hamdiyati, 2010).

19
Gambar 4.2 Fase pertumbuhan mikroba
Pada variable 7 (8% Heavenly Blush), variabel 8 (10% Heavenly
Blush), dan variabel 9 (12% Heavenly Blush) mengalami kenaikan
hingga hari ke-2, kemudian mengalami penurunan pada hari ke-3. Hal ini
terjadi karena saat densitas naik, mikroba semakin banyak dan memasuki
fase eksponensial, yaitu fase dimana pertumbuhan mikroba sangat tinggi,
lalu pada hari ketiga terjadi penurunan karena mikroba mulai memasuki
death phase dikarenakan nutrisi yang diberikan sudah mulai habis dan
tidak ada pengganti nutrisi tersebut (Hamdiyati, 2010). Hal ini terjadi
karena mikroba lebih dulu mengalami fase adaptasi untuk menyesuaikan
dengan kondisi lingkungan di sekitarnya, sehingga pertumbuhan mikroba
mungkin berjalan lambat bahkan banyak mikroba yang dapat mati karena
tidak dapat beradaptasi, sehingga densitas dapat menurun. Setelah fase
Nilai densitas tertinggi pada tiap harinya rata-rata terjadi pada variabel 9
dengan penambahan 12% Heavenly Blush, karena penambahan starter
dapat menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan kepadatan sel
(Subagiyo dkk., 2015).

4.1.2. Pengaruh Penambahan Nutrisi terhadap pH

6
pH

4 Variabel 7 ( 8%)

2 Variabel 8 (10%)
Variabel 9 (12%)
0
0 1 2 3 4
Waktu (Hari)

Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Penambahan Starter terhadap pH

20
Dari gambar 4.2 dapat dilihat adanya pengaruh penambahan nutrisi
terhadap pH pada fermentasi yoghurt. Pada hari ke-0, variable 7 (8%
Heavenly Blush), variabel 8 (10% Heavenly Blush), dan variabel 9 (12%
Heavenly Blush) diatur 7. Pada hari ke-1, variable 7 (8% Heavenly
Blush), variabel 8 (10% Heavenly Blush), dan variabel 9 (12% Heavenly
Blush) yaitu 4. Pada hari ke-2, pH pada variable 7 (8% Heavenly
Blush), variabel 8 (10% Heavenly Blush), dan variabel 9 (12% Heavenly
Blush) yaitu 3, 4, dan 3. Pada hari ke-3, pH pada variabel 1 (4% urea),
variabel 2 (6% urea), dan variabel 3 (8% urea variable 7 (8% Heavenly
Blush), variabel 8 (10% Heavenly Blush), dan variabel 9 (12% Heavenly
Blush) yaitu 3, 3, dan 3. Sehingga, dari grafik dapat dilihat bahwa pH
pada ketiga variabel mengalami penurunan. pH terendah pada tiap
harinya terjadi pada variabel 9 dengan penambahan 12% Heavenly
Blush.
Secara teori, aktivitas bakteri asam laktat akan menjadikan pH
lingkungan menjadi semakin turun dari hari ke hari (Novirisandi, 2012).
Semakin lama penyimpanan berarti semakin memberi kesempatan bagi
bakteri asam laktat untuk menghasilkan asam laktat, sehingga ion
hidrogen bebas dalam susu fermentasi akan meningkat. Meningkatnya
jumlah asam laktat ini dapat menurunkan pH karena semakin banyaknya
konsentrasi ion H+ (Gianti dan Herly, 2011). Penambahan komponen
nutrisi dapat menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan kepadatan sel.
Semakin tinggi kepadatan sel semakin banyak asam yang dihasilkan dan
dilepas ke lingkungan, sehingga dapat terjadi penurunan pH (Subagiyo
dkk., 2015).
Berdasarkan penjelasan teori diatas dan pada grafik tersebut dilihat
bahwa hasil percobaan telah sesuai dengan teori yang ada yaitu semakin
lama waktu fermentasi maka asam yang dihasilkan semakin banyak dan
sehingga dapat terjadi penurunan pH. pH yang terendah pada tiap
harinya terjadi pada variable 9 dengan penambahan 12% Heavenly
Blush, hal ini sesuai dengan teori dimana dengan adanya penambahan
starter akan menyebabkan pH semakin turun karena semakin banyak
asam laktat yang terbentuk.
4.1.3. Pengaruh Penambahan Starter terhadap Kadar Glukosa

21
8

Kadar Glukosa (S%)


6

4 Variabel 7 (8%)

2 Variabel 8 (10%)
Variabel 9 (12%)
0
0 1 2 3 4
Waktu (Hari)

Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Penambahan Starter terhadap Kadar


Glukosa
Dari gambar 4.3 dapat dilihat adanya pengaruh penambahan nutrisi
terhadap kadar glukosa pada fermentasi yoghurt. Pada hari ke-0, kadar
glukosa variable 7 (8% Heavenly Blush), variabel 8 (10% Heavenly
Blush), dan variabel 9 (12% Heavenly Blush) yaitu 3,2901%, 3,3%, dan
3,264%. Pada hari ke-1, kadar glukosa pada variable 7 (8% Heavenly
Blush), variabel 8 (10% Heavenly Blush), dan variabel 9 (12% Heavenly
Blush) yaitu 4,965%, 3,977%, dan 2,965%. Pada hari ke-2, kadar glukosa
pada variable 7 (8% Heavenly Blush), variabel 8 (10% Heavenly Blush),
dan variabel 9 (12% Heavenly Blush) yaitu 4,964%, 5,964%, dan
1,968%. Pada hari ke-3, kadar glukosa pada variable 7 (8% Heavenly
Blush), variabel 8 (10% Heavenly Blush), dan variabel 9 (12% Heavenly
Blush) yaitu 3,983%, 4,288%, dan 5,96%. Sehingga, dari grafik dapat
dilihat bahwa kadar glukosa pada variable 7 mengalami penaikan pada
hari ke 1 kemudian mengalami penurunan di hari ke-2 dan 3. Pada
variabel 8 mengalami penaikan pada hari ke-1 dan 2 kemudian
mengalami penurunan di hari ke-3. Pada variabel 9 mengalami penaikkan
dari hari ke 1 hingga hari ke-3 . Kadar glukosa terendah pada hari ke-0 ,
1 dan 2 terjadi pada variabel 9 (12% Heavenly Blush).
Didalam susu terdapat kandungan laktosa. Laktosa merupakan gula
disakarida yang dibentuk dari dua monosakarida yaitu glukosa dan
galaktosa (Purwanto, 2014). Secara teori, kadar laktosa pada yoghurt
selama fermentasi akan semakin menurun, hal ini menunjukkan bakteri
Lactobacillus bulgaricus mencapai kondisi maksimal untuk
pertumbuhannya, sehingga proses pertumbuhan bakteri tersebut
berlangsung cepat dan menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan
laktosa menjadi asam laktat (Agustina dkk., 2015). Menurut Kowskoski
(1977) dan Taufik (2004) dalam (Fatmawati dkk.,2013), semakin banyak

22
laktosa yang berubah menjadi asam laktat selama masa penyimpanan,
akan sebanding dengan perubahan jumlah mikroba dalam yoghurt.
Berdasarkan data yang didapatkan, kadar glukosa mengalami
penaikkan dan penurunan pada variabel 7 dan 8, kemudian mengalami
penurunan dan penaikkan pada variabel 9. Kadar glukosa yang
seharusnya mengalami penurunan justru mengalami kenaikan karena
selama proses fermentasi bakteri asam laktat mempunyai batasan optimal
untuk dapat diubah menjadi asam laktat. Dalam asam laktat tersebut
terbentuk sisa gula yang dihitung sebagai gula total. Hal inilah yang
menyebabkan nilai total gula meningkat pada produk.

0.8
Kadar asam laktat (AL%)

0.6

0.4 Variabel 7 (8%)

0.2 Variabel 8 (10%)


Variabel 9 (12%)
0
0 1 2 3 4
Waktu (Hari)

Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Penambahan Starter terhadap Kadar Asam


Laktat
Dari gambar 4.4 dapat dilihat adanya pengaruh penambahan nutrisi
terhadap kadar asam laktat pada fermentasi yoghurt. Pada hari ke-0,
kadar asam laktat pada variabel 7 (8% Heavenly Blush ), variabel 8 (10%
Heavenly Blush), dan variabel 9 (12% Heavenly Blush) yaitu 0,1125%.
Pada hari ke-1, kadar asam laktat pada variabel 7 (8% Heavenly Blush ),
variabel 8 (10% Heavenly Blush), dan variabel 9 (12% Heavenly Blush
yaitu 0,225%. Pada hari ke-2, kadar asam laktat pada variabel 7 (8%
Heavenly Blush ), variabel 8 (10% Heavenly Blush), dan variabel 9 (12%
Heavenly Blush yaitu 0,17%, 0,3375%, 0,315%. Pada hari ke-3, kadar
asam laktat variabel 7 (8% Heavenly Blush ), variabel 8 (10% Heavenly
Blush), dan variabel 9 (12% Heavenly Blush yaitu 0,5625%, 0,675%,
0,74525%. Sehingga, dari grafik dapat dilihat bahwa kadar asam laktat
pada ketiga variabel mengalami kenaikan hingga hari ke-3. Kadar asam
laktat tertinggi pada tiap harinya terjadi pada variabel 9 dengan
penambahan 12% Heavenly Blush.
Menurut Siregar,dkk (2014) bahwa terdapat pengaruh lama
pemeraman terhadap kadar asam laktat yaitu semakin lama pemeraman

23
maka semakin besar kandungan asam laktat dalam jangka waktu tertentu.
Jika bakteri Lactobacillus bulgaricus yang ditambahkan semakin banyak,
maka dapat memproduksi asam laktat yang lebih banyak pula.
Kesimpulannya bahwa semakin banyak penambahan starter maka
asam laktat yang terbentuk akan semakin banyak. Semakin lama waktu
fermentasi maka semakin besar kadar asam laktat yang terbentuk. Hasil
percobaan yang dilakukan sudah sesuai dengan teori dimana kadar asam
laktat terbanyak terdapat pada variabel 9 (12% Heavenly Blush), lalu
variabel 8 (10% Heavenly Blush), dan variabel 7 (8% Heavenly Blush).
Dan pada grafik terlihat mengalami kenaikan kadar asam laktat seiring
bertambahnya waktu fermentasi.

4.2. Pengaruh pH Awal terhadap Fermentasi Yoghurt


4.2.1. Pengaruh pH Awal terhadap Densitas
1.02
Densitas (gr/ml)

1.01
1
variabel 1 (pH 4)
0.99
Variabel 2 (pH 7)
0.98
Variabel 3 (pH 9)
0.97
0 1 2 3 4
Waktu (Hari)

Gambar 4.5 Grafik Pengaruh pH Awal terhadap Densitas


Dari gambar 4.5 dapat dilihat adanya pengaruh pH awal terhadap
densitas pada fermentasi yoghurt. Pada hari ke-0, densitas pada variabel
1 (pH 4), variabel 2 (pH 7), dan variabel 3 (pH 9) yaitu 1,001 g/ml, 1,00
g/ml, dan 0,9996 g/ml. Pada hari ke-1, densitas pada 1 (pH 4), variabel 2
(pH 7), dan variabel 3 (pH 9) yaitu 1,006 g/ml, 1,0056 g/ml, dan 1,006
g/ml. Pada hari ke-2, densitas pada 1 (pH 4), variabel 2 (pH 7), dan
variabel 3 (pH 9) yaitu 1,0068 g/ml, 1,0060 g/ml, dan 1,0062 g/ml. Pada
hari ke-3, densitas pada 1 (pH 4), variabel 2 (pH 7), dan variabel 3 (pH 9)
yaitu 1,0015 g/ml, 1,0026 g/ml, dan 0,977 g/ml. Sehingga, dari grafik
dapat dilihat bahwa densitas pada tiga variabel mengalami kenaikan
densitas dari hari ke-0 hingga hari ke-2, kemudian mengalami penurunan
densitas pada hari ke-3. Nilai densitas tertinggi terjadi pada variabel 2
dengan pH 4. Kemudian disusul variabel 1dengan pH 7. Dan yang
densitas paling rendah yaitu pada variable 3 dengan pH 9.

24
Suprihana (2010) menyatakan bahwa pada saat pH 4,6 (pH tidak
isoelektrik) atau lebih rendah, maka kasein menjadi tidak stabil dan
menggumpal (koagulasi) seiring dengan meningkatnya densitas.
Gumpalan ini akan menentukan struktur yoghurt yang berbentuk
semisolid, pH awal menentukan seberapa cepat proses fermentasi
berlangsung, ketika pH sudah dalam keadaan asam maka proses
fermentasi akan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan pH awal
fermentasi yang basa.
Teori diatas mengindikasikan bahwa selama proses fermentasi
struktur yoghurt berubah menjadi semisolid dan densitasnya meningkat.
pH awal akan menentukan seberapa cepat fermentasi berlangsung
dengan mengukur densitas pada hari fermentasi yang sama. Pada hari ke-
3 fermentasi densitas tertinggi dicapai oleh sampel dengan variabel pH
awal fermentasi 4 yaitu sebesar 1,0030 g/ml, hal itu dikarenakan pH 3
sudah dalam keadaan asam dan mikroba akan lebih cepat berkembang
biak pada pH tersebut, sedangkan pada pH awal fermentasi 9 (basa)
didapat densitas yang paling kecil yaitu 0,977 g/ml, hal ini dikarenakan
bakteri asam laktat akan menyesuaikan kondisi lingkungan terlebih
dahulu sebelum berkembang biak sehingga proses fermentasi menjadi
lebih lambat dan densitas yang didapatkan kecil.
4.2.2. Pengaruh pH Awal terhadap pH Akhir
10
8
6
pH

Variabel 1 (pH 4)
4
Variabel 2 (pH 7)
2
Variabel 3 (pH 9)
0
0 1 2 3 4
Waktu (Hari)

Gambar 4.6 Grafik Pengaruh pH Awal terhadap pH Akhir


Dari gambar 4.6 dapat dilihat adanya pengaruh pH awal terhadap
pH pada fermentasi yoghurt. Pada hari ke-0, pH pada variabel 1 (pH 4),
variabel 2 (pH 7), dan variabel 3 (pH 9) yaitu 4, 7, dan 9. Pada hari ke-
1,pH pada variabel 1 (pH 4), variabel 2 (pH 7), dan variabel 3 (pH 9)
yaitu 5, 5, dan 4. Pada hari ke-2, pH pada varuabel 1 (pH 4), variabel 2
(pH 7), dan variabel 3 (pH 9) yaitu 4, 4, dan 3. Pada hari ke-3, pH pada
variabel 1 (pH 4), variabel 2 (pH 7), dan variabel 3 (pH 9) yaitu 3, 4, dan
3. Sehingga, dari grafik dapat dilihat bahwa pH pada variabel 1

25
mengalami kenaikan pada hari ke-1 dan kemudian mengalami penurunan
pada hari ke-2 dan 3. Dan pada variabel 2 dan 3 mengalami penurunan
pH dari pH awal.
Secara teori, aktivitas bakteri asam laktat akan menjadikan pH
lingkungan menjadi semakin turun dari hari ke hari (Novirisandi, 2012).
Namun demikian, perbedaan pH awal tidak memberikan perbedaan pH
larutan yang signifikan. Hal ini menandakan bahwa pH awal tidak
mempengaruhi pH larutan untuk menjadi asam (Muawanah, 2007).
Berdasarkan data diatas, pH mengalami penurunan seiiring
lamanya penyimpanan pada proses fermentasi. Dapat disimpulkan bahwa
hasil percobaan kami telah sesuai dengan teori.
4.2.3. Pengaruh pH Awal terhadap Kadar Glukosa dan Asam Laktat
10
Kadar Glukosa (%S)

8
6
Variabel 1 (pH 4)
4
Variabel 2 (pH 7)
2
Variabel 3 (pH 9)
0
0 1 2 3 4
Waktu (Hari)

Gambar 4.7 Grafik Pengaruh pH Awal terhadap Kadar Glukosa dan


Asam Laktat
Dari gambar 4.6 dapat dilihat adanya pengaruh pH awal terhadap
kadar glukosa (%S). Pada hari ke-0, %S pada variabel 1 (pH 4), variabel
2 (pH 7), dan variabel 3 (pH 9) yaitu 3,296% ; 3,3% ; dan 3,303%. Pada
hari ke-1, %S pada variabel 1 (pH 4), variabel 2 (pH 7), dan variabel 3
(pH 9) yaitu 4,97% ; 3,977% ; dan 0,994%. Pada hari ke-2 %S pada
variabel 1 (pH 4), variabel 2 (pH 7), dan variabel 3 (pH 9) yaitu 5,959% ;
5,964% ; dan 2,981%. Pada hari ke-3, %S pada variabel 1 (pH 4),
variabel 2 (pH 7), dan variabel 3 (pH 9) yaitu 6,989% ; 4,288% ; dan
9,211%. Sehingga, dari grafik dapat dilihat bahwa kadar glukosa pada
variabel 1 mengalami kenaikan hingga hari ke-3. Pada variabel 2 kadar
glukosa mengalami kenaikan pada hari ke-1 dan 2 kemudian mengalami
penurunan pada hari ke-3. Dan pada variabel 3 kadar glukosa mengalami
penurunan pada hari ke-1 lalu mengalami kenaikan pada hari ke-2 dan 3.
Menurut Ismawati, dkk (2016), glukosa dalam yoghurt mengalami
penurunan. Penurunan yang terjadi diakibatkan oleh BAL dalam
pemanfaatan gula sebagai sumber nutrisi dan energi selama proses

26
fermentasi berlangsung. Menurut Budiyanto (2004) dan Tsauri (2012),
kondisi pH media sangat berpengaruh pada jenis mikroba yang tumbuh.
Mikroba pada umumnya dapat tumbuh pada kisaran pH 3-6 unit.
Kebanyakan mikroba dipengaruhi oleh pH optimum yang menyebabkan
pertumbuhannya menjadi optimum. Menurut Chotimah (2009), kondisi
Ph yang lebih asam akan didapatkan kadar glukosa yang lebih cepat
habis tiap waktunya. Hal ini disebabkan jumlah mikroba dalam
pembuatan yoghurt yang mampu mengubah laktosa menjadi asam laktat.
Sehingga semakin banyak mikroba yang ditambahkan akan
membutuhkan makanan yang lebih banyak juga. Peningkatan tersebut
akan diikuti dengan peningkatan aktivitas serta perkembangbiakan serta
pada media kondisi yang ideal, kemudian terjadi peningkatan
perombakan laktosa menjadi asam laktat. Dengan banyak terbentuknya
asam laktat maka glukosa yang digunakan juga semakin banyak setiap
harinya.
Hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan teori. Pada variabel 1
(pH 4), kenaikan produksi asam laktat dihari ke-1 hingga ke-3. Hal ini
dikarenakan bakteri memerlukan proses adaptasi untuk mencapai kondisi
optimum pertumbuhan mikroba. Sedangkan kadar glukosa tersisa pada
hari ke 1- 3 mengalami kenaikan, yang seharusnya mengalami
penurunan. Menurut Machmud, dkk (2011), bakteri cenderung
membutuhkan waktu adaptasi untuk memecah enzim untuk
pertumbuhannya. Hal ini dapat dilihat bahwa pada hari ke 1 hingga ke 3
bakteri masih mengalami fase akselerasi dan belum mengalami fase
stasioner yang menyebabkan pertumbuhan bakteri menjadi berkurang.
Pada variabel 2 (pH 7) hasil grafik menunjukkan bahwa pada hari ke-1
dan 2 mengalami kenaikan, namun pada hari ke-3 mengalami penurunan
glukosa. Hal ini terjadi karena bakteri mengalami fase akselerasi dan
belum mengalami fase stasioner pada hari ke 1 dan 2, namun pada hari
ke-3 mengalami penurunan glukosa yang mana glukosa sudah diubah
menjadi asam laktat. Pada variabel 3 (pH 9) hasil grafik menunjukkan
bahwa pada hari ke-1 mengalami penurunan dan pada hari ke-2 dan 3
mengalami kenaikan. Hal ini dapat dilihat bahwa pada hari ke-1 belum
mengalami fase akselerasi dan fase akselerasi dimulai pada hari kedua
dan tiga. Hal ini menyebabkan pada hari kedua dan ketiga bakteri masih
mengalami akselerasi dan belum mengalami fase stasioner yang
menyebabkan pertumbuhan bakteri tersebut menjadi berkurang.

27
1

Kadar Asam Laktat (%AL)


0.8
0.6
variabel 1 (pH 4)
0.4
variabel 2 (pH 7)
0.2
variabel 3 (pH 9)
0
0 1 2 3 4
Waktu (Hari)

Gambar 4.8 Grafik Pengaruh pH Awal terhadap Kadar Asam Laktat


Dari gambar 4.8 dapat dilihat adanya pengaruh pH awal terhadap
kadar asam laktat pada fermentasi yoghurt. Pada hari ke-0, %AL pada
variabel 1 (pH 4), variabel 2 (pH 7), dan variabel 3 (pH 9) yaitu 0,1125.
Pada hari ke-1, %S pada variabel 1 (pH 4), variabel 2 (pH 7), dan
variabel 3 (pH 9) yaitu o,225. Pada hari ke-2 %S pada variabel 1 (pH 4),
variabel 2 (pH 7), dan variabel 3 (pH 9) yaitu 0,3825, 0,3375, dan
0,3375. Pada hari ke-3, %S pada variabel 1 (pH 4), variabel 2 (pH 7), dan
variabel 3 (pH 9) yaitu 0,585, 0,81, dan 0,3825. Sehingga, dari grafik
dapat dilihat bahwa kadar asam laktat variabel 1 (pH 4), variabel 2 (pH
7), dan variabel 3 (pH 9) mengalami kenaikan dari hari ke-0 hingga hari
ke-3.
Total asam laktat mengalami peningkatan seiring semakin
rendahnya pH media pada fermentasi. Dengan semakin turunnya Ph,
maka semakin meningkatnya konsentrasi yoghurt, maka jumlah nutrisi
yang dapat digunakan untuk proses metabolisme mikroba semakin besar
pada (Sintasari, dkk, 2014 dalam Atin, 2019). Menurut Khalid (2012)
dalam Zulfidin (2018) menyebutkan bahwa pH optimal dalam
pertumbuhan bakteri asam laktat adalah pada pH 5-5,5. Derajat keasaman
mempengaruhi aktivitas enzim yang berkaitan dengan proses
metabolisme dan pertumbuhan bakteri itu sendiri. Apabila pH suatu
medium optimum atau mendekati netral, maka enzim akan mengkatalis
reaksi-reaksi metabolisme menjadi optimum, hal ini menunjukkan reaksi-
reaksi metabolisme menjadi optimum, hal ini menunjukkan adanya
peningkatan pertumbuhan jumlah koloni. Sebaliknya, apabila pH suatu
medium tidak optimum maka akan menghambat pertumbuhan bakteri.
Hasil yang didapat sudah sesuai dengan teori yang ada. Pada
variabel 1 dan 2 yang paling mendekati pH optimum menunjukkan kadar
asam laktat yang paling tinggi karena merupakan kondisi optimal
pertumbuhan bakteri.

28
4.3. Pengaruh Suhu Pemeraman terhadap Kualitas Yoghurt
4.3.1. Pengaruh Suhu Pemeraman terhadap Densitas
1.01

Densiats (gr/ml)
1.005
variabel 4 (17°C)
1 variabel 5 (28°C)
variabel 6 (37°C)
0.995
0 1 2 3 4
Waktu pemeraman (Hari)

Gambar 4.9 Grafik Pengaruh Suhu Pemeraman Terhadap Densitas


Dari gambar 4.9 dapat dilihat adanya pengaruh penambahan media
terhadap densitas pada fermentasi yoghurt. Pada hari ke-0 densitas
variabel 4 (17°C), variabel 5 (28oC), dan variabel 6 (37oC) adalah
0,9965gr/ml. Pada hari ke-1 densitas variabel 4 (17°C), variabel 5 (28oC),
dan variabel 6 (37oC) adalah 1,0068gr/ml, 1,0056gr/ml, dan 1,0034gr/ml.
Pada hari ke-2 densitas variabel 4 (17°C), variabel 5 (28oC), dan variabel
6 (37oC) adalah1,0075gr/ml, 1,0060gr/ml, dan 1,0049gr/ml. Pada hari ke-
3 densitas variabel 4 (17°C), variabel 5 (28oC), dan variabel 6 (37oC)
adalah 1,0022gr/ml, 1,0026gr/ml, dan 0,998gr/ml. Sehingga, dari grafik
dapat dilihat bahwa densitas pada variabel 4 (17°C), variabel 5 (28oC),
dan variabel 6 (37oC) mengalami kenaikan dari hari ke-0 hingga hari ke-
2, lalu mengalami penurunan di hari ke-3.
Menurut Evanuarini (2010), semakin tinggi suhu inkubator yang
digunakan maka akan memberikan kesempatan bakteri asam laktat untuk
beraktifitas sehingga semakin banyak asam laktat yang dihasilkan
menyebabkan peningkatan viskositas Bakteri Asam Laktat akan tumbuh
secara optimum pada suhu 37oC.
Dari percobaan yang dilakukan, hasil percobaan tersebut tidak
sesuai dengan teori yang ada, dimana seharusnya semakin tinggi suhu
menyebabkan viskositas semakin tinggi dan menyebabkan densitas
menajadi semakin tinggi pula. Seharusnya densitas yang tertinggi yaitu
pada variabel 6 dengan suhu 37oC. Akan tetapi, berdasarkan praktikum
yang kami dapatkan menunjukkan densitas tertinggi pada saat suhu 28 oC.
Hal ini dapat disebabkan karena adanya mikroorganisme lain yang biasa
hidup pada suhu 28oC yang menyebabkan sampel kami memiliki massa
yang lebih tinggi dan menyebabkan densitas pada variabel 5 dengan suhu

29
28oC dan variabel 4 dengan suhu 17oC menjadi lebih tinggi daripada
variabel 6 dengan suhu 37oC.
4.3.2. Pengaruh Suhu Pemeraman Terhadap pH
8

pH
4 variabel 4 (17°C)

2 variabel 5 (28°C)
variabel 6 (37°)
0
0 1 2 3 4
Waktu Pemeraman (Hari)

Gambar 4.10 Grafik Pengaruh Penambahan Media terhadap pH


Dari gambar 4.6 dapat dilihat adanya pengaruh suhu pemeraman
terhadap pH pada fermentasi yoghurt. Sehingga, dari grafik dapat dilihat
bahwa pH pada variabel 4 (17°C), variabel 5 (28oC), dan variabel 6
(37oC) adalah 7. Pada hari ke-1 pH pada variabel 4 (17°C), variabel 5
(28oC), dan variabel 6 (37oC) adalah 5, 5, dan 3. Lalu pada hari ke-2 pH
pada variabel 4 (17°C), variabel 5 (28oC), dan variabel 6 (37oC) adalah 4,
4, dan 3. Sedangkan pada hari ke-3 pH pada variabel 4 (17°C), variabel 5
(28oC), dan variabel 6 (37oC) adalah 4, 4, dan 3. Sehingga, dari grafik
dapat dilihat bahwa pH variabel 4 (17°C), variabel 5 (28oC), dan variabel
6 (37oC) mengalami penurunan dari hari ke-1 hingga hari ke-3.
Semakin tinggi suhu dan lama pemeraman maka diperoleh pH yang
lebih rendah. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suhu inkubator
yang digunakan menyebabkan peningkatan aktifitas bakteri starter yang
berarti pembentukan asam laktat dari laktosa juga semakin banyak. Asam
laktat yang terbentuk dalam jumlah terbanyak mampu berionisasi secara
maksimal untuk membebaskan ion hidrogennya. Bertambahnya hidrogen
bebas menyebabkan pH akan semakin menurun. Agar proses fermentasi
berjalan cukup baik maka suhu lingkungan untuk pertumbuhan starter
harus dikontrol karena dapat meningkatkan kecepatan metabolisme
bakteri asam laktat dan akibatnya proses perubahan laktosa tersebut dapat
dipercepat pula (Evanuarini, 2010).
Dari hasil yang didapat, dapat dilihat bahwa pada variabel 6 dengan
suhu 37oC memiliki Ph akhir yang paling rendah. Hal ini sesuai dengan
teori yang ada yaitu semakin tinggi suhu pemeraman maka pH yang
didapat semakin kecil dan semakin suhu pemeraman mendekati suhu

30
optimal pertumbuhan bakteri yaitu 40oC, maka pH akan semakin rendah
(Evanuarini, 2010).
4.3.3. Pengaruh Suhu Pemeraman terhadap Kadar Glukosa dan Asam Laktat
6

Kadar Glukosa (%S)


5
4
3 variabel 4 (17°C)
2 variabel 5 (28°C)
1
variabel 6 (37°C)
0
0 1 2 3 4
Waktu Pemeraman (Hari)

Gambar 4.11 Grafik Pengaruh Suhu Pemeraman terhadap Kadar Glukosa


Dari gambar 4.11 dapat dilihat adanya pengaruh suhu pemeraman
terhadap kadar glukosa pada fermentasi yoghurt. Kadar glukosa pada
variabel 4 (17°C), variabel 5 (28oC), dan variabel 6 (37oC) adalah 3,345%
; 3,3% ; dan 3,303%. Pada hari ke-1 kadar glukosa pada variabel 4
(17°C), variabel 5 (28oC), dan variabel 6 (37oC) adalah 1,986% ; 3,977%
; dan 4,983%. Lalu pada hari ke-2 kadar glukosa pada variabel 4 (17°C),
variabel 5 (28oC), dan variabel 6 (37oC) adalah 1,985% ; 5,964% ; dan
2,985%. Sedangkan pda hari ke-3 kadar glukosa pada variabel 4 (17°C),
variabel 5 (28oC), dan variabel 6 (37oC) adalah 1,895% ; 4,288% ; dan
4,008%.
Menurut Fitria (2017), besarnya kadar total gula dipengaruhi oleh
adanya dekomposisi sukrosa oleh mikroorganisme, sehingga semakin
tinggi suhu fermentasi, laju konversi juga semakin tinggi. Hal ini
menandakan dengan semakin naiknya suhu mendekati suhu optimum
mikroorganisme, maka semakin banyak kadar glukosa yang terkonversi
menjadi asam laktat. Oleh karena itu semakin tinggi suhu, maka
seharusnya kadar glukosa semakin rendah.
Dari data yang didapatkan, didapat kadar glukosa yang tertinggi
pada variabel 5 (28oC) kemudian diikuti oleh variabel 6 (37oC). Hal ini
tidak sesuai dengan teori yang ada dimana seharusnya semakin tinggi
suhu pemeraman, maka kadar glukosa yang didapatkan semakin rendah.
Menurut Ayuti, dkk. (2016), semakin tinggi suhu penyimpanan maka
presentase sineresis akan semakin meningkat. Sineresis pada produk
fermentasi disebabkan oleh penurunan kemampuan protein dalam
mengikat air, maka semakin rendah kadar sineresis pada produk
fermentasi maka kualitas produk tersebut semakin baik. Oleh karena itu,

31
tingginya kadar glukosa pada variabel 9 dapat disebabkan oleh tingginya
kadar sineresis sehingga mempengaruhi proses perombakan glukosa
menjadi bakteri asam laktat. Selain itu, suhu tinggi dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme sedangkan pada suhu rendah akan
menghambat pertumbuhan mikroba. Hal ini berarti pada suhu tinggi
masih memungkinkan untuk terkontaminasi oleh bakteri lain karena
pertumbuhan mikroba tidak terhambat. Dalam praktikum digunakan
yoghurt komersial sebagai starter pembuatan yoghurt menurut Khikmah
(2015), susu fermentasi komersial yang mengandung asam sebagai
antimikroba masih mungkin terkontaminasi bakteri lain, terutama bakteri
gram positif yang tahan terhadap suasana asam. Karena adanya bakteri
kompetitor maka glukosa sebagai nutrisi ikut digunakan oleh bakteri lain
untukpertumbuhannya, sehingga kadar glukosa pda suhu pemeraman
37oC didapat lebih besar dari suhu pemeraman 17oC.
1
Kadar Asam Laktat (%S)

0.8
0.6
variabel 4 (17°C)
0.4
variabel 5 (28°C)
0.2
variabel 6 (37°C)
0
0 1 2 3 4
Waktu Pemeraman (Hari)

Gambar 4.11 Grafik pengaruh suhu pemeraman terhadap asam laktat


Dari gambar 4.11 dapat dilihat adanya pengaruh suhu pemeraman
terhadap kadar asam laktat pada fermentasi yoghurt, grafik bersifat
fluktuatif. Pada variabel 4 (17°C), variabel 5 (28oC), dan variabel 6
(37oC) kadar asam laktat pada hari ke-0 sebesar 0,1125%. Pada hari ke-1
kadar asam laktat pada variabel 4 (17°C), variabel 5 (28oC), dan variabel
6 (37oC) adalah 0,2025% ; 0,0225% ; dan 0,575%. Lalu kadar asam
laktat pada hari ke-2 pada variabel 4 (17°C), variabel 5 (28oC), dan
variabel 6 (37oC) sebesar 0,2925% ; 0,3375% ; dan 0,495%. Sedangkan
pada hari ke-3 kadar asam laktat pada variabel 4 (17°C), variabel 5
(28oC), dan variabel 6 (37oC) sebesar 0,315% ; 0,81% ; dan 0,5625%.
Menurut Effendi, dkk. (2009), starter S. thermophilus dan L.
bulgaricus mempunyai suhu pertumbuhan yang optimum sekitar 40oC.
Suhu pemeraman 40oC sesuai dengan aktivitas pertumbuhan starter
tersebut sehingga menghasilkan yoghurt yang berkualitas prima. Pada
suhu 40oC, bakteri pembentukan asam laktat dapat tumbuh saling

32
menstimulir dan menyebabkan terbentuknya asam lebih cepat. S.
thermophilus dan L. bulgaricus memecah laktosa menjadi glukosa dan
galaktosa. Selanjutnya glukosa dikonversi ke asam piruvat, asam laktat
dan sejumlah kecil asam asetat serta CO2. Hal ini menandakan dengan
semakin naiknya suhu dan semakin mendekati suhu optimum
mikroorganisme, maka semakin banyak kadar glukosa yang terkonversi
menjadi asam laktat sehingga kadar asam laktat yang didapatkan semakin
besar.
Pada percobaan yang dilakukan, dapat dilihat bahwa variabel 5
(28oC) memiliki kadar asam laktat yang lebih tinggi dari variabel lainnya.
Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada karena seharusnya variabel 6
(37oC) yang suhu pemeramannya paling mendekati suhu optimum
mikroorganisme yang memiliki kadar asam laktat paling tinggi. Hal ini
dapat terjadi karena susu fermentasi rentan terhadap sineresis, yaitu
kerusakan fisik berupa terpisahnya cairan whey dari gel yang dapat
terjadi karena tingginya suhu penyimpanan (Ayuti,dkk. 2016). Sehingga
pada variabel 9 (37oC) kemungkinan terjadi sineresis yang menyebabkan
fermentasi asam laktat lebih sedikit dibanding variabel 5 (28oC).

33
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
1. Penambahan variasi nutrisi pada fermentasi yoghurt mempengaruhi nilai
densitas, Ph, %S, dan %AL sampel. Semakin meningkatnya pemberian
nutrisi maka Ph semakin menurun, %AL semakin meningkat, densitas
semakin meningkat, dan %S akan menurun.
2. Variasi Ph awal pada fermentasi yoghurt mempengaruhi nilai densitas, PH,
%S, dan %AL sampel. Semakin rendah ph awal sampel maka %AL semakin
meningkat dan %S semakin menurun, densitas akan meningkat dan pH akan
menurun.
3. Variasi dari waktu pemeraman pada fermentasi yoghurt mempengaruhi nilai
densitas, ph, %AL, dan %S sampel. Semakin meningkatnya suhu
pemeraman maka ph yang didapat semakin rendah, %AL semakin
meningkat, densitas semakin meningkat, dan %S akan semakin menurun.

5.2. Saran
1. Cuci semua alat praktikum sebelum digunakan.
2. Posisikan mata sejajar dengan cekungan titran pada saat titrasi.
3. Lakukan pengaturan pH dengan tepat.
4. Lakukan pasteurisasi pada suhu yang optimal.
5. Jaga kondisi Erlenmeyer agar tetap steril.

34
DAFTAR PUSTAKA

Agestiawan, Swastini, dan Ramona. 2012. Uji Ketahanan Bakteri Asam Laktat yang
Diisolasi dari Kimchi pada pH Rendah. Universitas Udayana, Bali.
Agustina, Yeni, Rudi Kartika, dan Aman S. Panggabean. 2015. Pengaruh Variasi
Waktu Fermentasi terhadap Kadar Laktosa, Lemak, pH, dan Keasaman
pada Susu Sapi yang Difermentasikan menjadi Yoghurt. Universitas
Mulawarman.
Ciptasari, Ratih. 2015. Pembuatan Etanol Dari Limbah Kulit Jeruk Bali: Hidrolisis
Menggunakan Selulase Dan Fermentasi Dengan Yeast. Universitas Negeri
Semarang.
Fatmawati, Umi et.all. 2013. Karakteristik Yoghurt Yang Terbuat Dari Berbagai
Jenis Susu Dengan Penambahan Kultur Campuran Lactobacillus
Bulgaricus Dan Streptococcus Thermophillus. Jurnal BIOEDUKASI
Volume 6, Nomor 2. Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Fuady, Azmil et all. 2015. Pengaruh Jumlah Nira Tebu dan Konsentrasi Susu Skim
Terhadap Mutu Yoghurt Nira Tebu. Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.
Gianti, Ice dan Herly Evanuarini. 2011. Pengaruh Penambahan Gula dan Lama
Pemyimpanan terhadap Kualitas Fisik Susu Fermentasi. Universitas
Brawijaya.
Hamdiyati, Yanti. 2010.Pertumbuhan dan Pengendalian Mikroorganisme II.
Hendrati, Maria. 2014. Pembuatan Yoghurt Menggunakan Starter Lactobacillus
bulgariccus dan Streptococcus thermophillus. Universitas Jenderal
Soedirman.
Hartanto, Hery. 2012 .Pengaruh waktu dan Nutrien dalam pembuatan yoghurt dari
susu dengan starter plain Lactobacillus Bulgaricus menggunakan alat
fermentor. Universitas Diponegoro.
Jamilatun, Makhabbah. 2009. Optimalisasi Fermentasi Rhizopus Oryzae Dalam
Pembentukan Curd Dan Analisis Kualitas Keju Mentah Yang Terbentuk.
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Kumala, Nevi Tri et all. 2004. Pengaruh Konsentrasi Susu Skim dan Madu terhadap
Kualitas Hasil Yoghurt. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret
Surakarta.

35
Prasetyo, Heru. 2010. Skripsi : Pengaruh Penggunaan Starter Yoghurt Pada Level
Tertentu Terhadap Karakteristik Yoghurt Yang Dihasilkan. Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Neodamail. 2015. Manfaat Yoghurt bagi Kesehatan
Novirisandi, Rochma. 2012. Kajian Viabilitas dan Pola Pertumbuhan Lactobacillus
plantarum pada Variasi Konsentrasi Molase dan Waktu Inkubasi.
Universitas Airlangga.
Purwanto, Maria Goretti Marianti. 2014. Lactase Immobilization With Entrapment
Method Using Calcium Alginate Matrix For Lactose Hydrolysis Appliance.
Fakultas Teknobiologi, Universitas Surabaya.
Rakhma, Novia. 2011. Alkalimetri.
Rosiana, Ema, Nurliana, dan T. Armansyah TR. 2013. Kadar Asam Laktat Dan
Derajat Asam Kefir Susu Kambing yang Difermentasi dengan Penambahan
Gula dan Lama Inkubasi yang Berbeda. Universitas Syiah Kuala, Banda
Aceh.
Siregar, M. Nuh Hudawi et all. 2014. The Effect Of Different Concentration Of
Culture And Incubation Time At Room Temperature On Ph, Viscosity,
Acidity Content And Total Plate Count (Tpc) Set Yoghurt. Animal
Husbandry Faculty, Brawijaya University, Malang
Subagiyo, Sebastian Margino, dan Triyanto. 2015. Pengaruh Penambahan Berbagai
Jenis Sumber Karbon, Nitrogen Dan Fosforpada Medium deMan, Rogosa
and Sharpe (MRS) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat Terpilih
Yang Diisolasi Dari Intestinum Udang Penaeid. Universitas Diponegoro.
Taufik, E. 2004. Dadih Susu Sapi Hasil Fermentasi Berbagai Starter Bakteri
Probiotik yang Disimpan Pada Suhu Rendah: Karakteristik Kimiawi. Jurnal
Media Peternakan, Desember 2004. Vol 27 No.3 hal 88-100.
Usmiati, Sri. 2017. Kefir, Susu Fermentasi dengan Rasa. Badan Litbang Pertanian.
Widodo. 2002. Bioteknologi Fermentasi Susu. Univesitas Muhammadiyah Malang
Press. Malang.
Zakaria, Yusdar. 2009. Pengaruh Jenis Susu dan Persentase Starter yang Berbeda
terhadap Kualitas Kefir. Jurnal Agripet Vol 9, No. 1, April 2009. Jurusan
Perternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala.

36

Anda mungkin juga menyukai