Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Ab I

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

AB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN


Munculnya kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi tidak terlepas dari perdagangan yang
berlangsung ketika itu. Penyebaran Islam di Nusantara selalu dikaitkan dengan jalur
perdagangan. Penyebaran Islam yang dilakukan para pedagang bisa dimungkinkan karena
mereka pergi ke berbagai penjuru bumi. Dalam ajaran Islam setiap orang memiliki kewajiban
yang sama untuk berdakwah. Setiap Muslim, apapun kedudukan dan profesinya mereka
dituntut untuk dapat menyampaikan ajaran Islam walaupun hanya satu ayat al-Quran. Pada
perkembangannya memang ada kelompok-kelompok yang secara khusus menjadi penyebar
agama. Berikut ini adalah beberapa kerajaan Islam di Sulawesi di antaranya Gowa-Tallo,
Bone, Wajo dan Soppeng, dan Kesultanan Buton. Dari sekian banyak kerajaan-kerajaan itu
yang terkenal antara lain Kerajaan Gowa-Tallo.
Yang paling menarik bagi kami dalam penyusunan makalah tentang keraajan Islam di
Sulawesi adalah kami sengaja memuat tentang Kerajaan Gorontalo. Berbicara tentang
sejarah, Gorontalo saat itu merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi Utara, maka kami selaku
penyusun sangat termotivasi untk menyusun makalah agar lebih mempelajari dan memahami
Kerajaan Islam di Sulawesi terutama Kerajaan Gorontalo.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana latar belakang lahirnya setiap kerajaan Islam di Sulawesi khususnya
Gorontalo?
2. Bagaimana proses masuknya Islam pada S khususnya Gorontalo?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Memahami latar belakang lahirnya setiap kerajaan Islam di Sulawesi.
2. Mempelajari proses masuknya Islam pada kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi.
3. Mengetahui pengaruh Islam pada kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi

D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat penulisan tentang Kerajaan Islam di Sulawesi karena Sulawesi
merupakan wilayah tempat tinggal sendiri sehingga sangat perlu mengetahui, mempelajari
dan memahami sejarah kerajaan Islam yang berada di Sulawesi khususnya yang paling
menarik adalah kerajaan Islam di Gorontalo itu sendiri.
BAB II
KERAJAAN GORONTALO

1. Latar Belakang Lahirnya Kerajaan Gorontalo


Pada mulanya (abad ke-12) Kerajaan Gorontalo terdapat 17 kerajaan kecil-kecil yang
berkedudukan di kaki/lereng gunung.
Ke-17 kerajaan tersebut antara lain sebagai berikut :

a. Kerajaan Hunginaa, Rajanya: Lihawa


b. Kerajaan Lupoyo, Rajanya: Pai
c. Kerajaan Bilinggata, Rajanya: Lou
d. Kerajaan Wuwabu, Rajanya: Wahumolongo
e. Kerajaan Biawu, Rajanya: Wolango Huladu
f. Kerajaan Padengo, Rajanya: Palanggo
g. Kerajaan Huwangobotu Olowala, Rajanya: Dawanggi
h. Kerajaan Tapa, Rajanya: Deyilohiyo Daa
i. Kerajaan Lauwonu, Rajanya: Bongohulawa (Perempuan)
j. Kerajaan Toto, Rajanya: Tilopalani (Perempuan)
k. Kerajaan Dumati, Rajanya: Buata
l. Kerajaan Ilotidea, Rajanya: Tamau
m. Kerajaan Pantungo, Rajanya: Ngobuto
n. Kerajaan Panggulo, Rajanya: Hungiyelo
o. Kerajaan Huangobotu Oloyihi, Rajanya: Lealini
p. Kerajaan Tamboo, Rajanya: Dayilombuto (Perempuan)
q. Kerajaan Hulontalangi, Rajanya: Humalanggi
Sebelum masa penjajahan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur
menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo dan tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan
yang disebut "Pohala'a". Menurut Haga (1931) daerah Gorontalo ada lima pohala'a :
a. Pohala'a Gorontalo
b. Pohala'a Limboto
c. Pohala'a Suwawa
d. Pohala'a Boalemo
e. Pohala'a Atinggola
Dengan hukum adat itu maka Gorontalo termasuk 19 wilayah adat di Indonesia. Antara
agama dengan adat di Gorontalo menyatu dengan istilah "Adat bersendikan Syara' dan Syara'
bersendikan Kitabullah". Pohalaa Gorontalo merupakan pohalaa yang paling menonjol
diantara kelima pohalaa tersebut. Itulah sebabnya Gorontalo lebih banyak dikenal.
Sebelum islam masuk ke Gorontalo, nilai budaya yang dianut kerajaan gorontalo adalah
yang berbasiskan pandangan harmoni dengan mengambil pelajaran yang ditunjukkan oleh
alam. Ini berarti penduduknya menganut kepercayaan animisme.
2. Proses Masuknya Islam di Kerajaan Gorontalo
Islam dibawa oleh sang raja saat itu, Raja Amai,"
Islam kala itu masuk melalui jalur perkawinan. Raja Amai menikahi putri dari kerajaan
Palasa, bernama Owutango. Kerajaan Palasa ini berada di Teluk Tomini dan rajanya sudah
Islam. Sang putri sendiri punya hubungan keluarga dengan pihak kerajaan di Ternate, yang
telah lebih dahulu mengenal Islam.
Sebelum berdiri kerajaan Islam, di Gorontalo ada banyak kerajaan-kerajaan kecil.
Hingga pada 1385, sejumlah 17 kerajaan kecil tersebut sepakat membentuk sebuah serikat
kerajaan. Diangkatlah Maharaja Ilahudu untuk memimpin serikat kerajaan yang disebut
dengan Kerajaan Hulondalo.
Menyebut Hulondalo, berarti sama artinya dengan Gorontalo. Hulondalo berasal dari
kata Hulonthalangidari istilah Huta Langi-langi, yang dalam bahasa setempat artinya
genangan air. Orang Belanda menyebutnya dengan Holontalo, yang apabila ditulis dalam
abjad latin menjadi Gorontalo.
Nilai budaya yang dianut adalah yang berbasiskan pandangan harmoni dengan
mengambil pelajaran yang ditunjukkan oleh alam. Ini berarti penduduknya menganut
kepercayaan animisme. Kemudian, Islam mulai masuk ke Gorontalo.
3. Pengaruh Islam pada Masa Kerajaan Gorontalo
Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan merupakan salah satu kota tua di
Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi salah
satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo dan
Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan
perdagangan oleh masyarakat di wilayah sekitar seperti Bolaang Mongondow (Sulut), Buol
Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara.
Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya yang strategis
menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi (bagian utara).
Kerajaan Gorontalo mulanya berada di Kelurahan Hulawa Kecamatan Telaga sekarang,
tepatnya di pinggiran sungai Bolango. Menurut Penelitian, pada tahun 1024 H, kota Kerajaan
ini dipindahkan dari Keluruhan Hulawa ke Dungingi Kelurahan Tuladenggi Kecamatan Kota
Barat sekarang. Kemudian dimasa Pemerintahan Sultan Botutihe kota Kerajaan ini
dipindahkan dari Dungingi di pinggiran sungai Bolango, ke satu lokasi yang terletak antara
dua kelurahan yaitu Kelurahan Biawao dan Kelurahan Limba B. Dengan letaknya yang
stategis yang menjadi pusat pendidikan dan perdagangan serta penyebaran agama islam maka
pengaruh Gorontalo sangat besar pada wilayah sekitar, bahkan menjadi pusat pemerintahan
yang disebut dengan Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling Gorontalo yang meliputi
Gorontalo dan wilayah sekitarnya seperti Buol Toli Toli dan, Donggala dan Bolaang
Mongondow.

Sejarah Perkembangan Islam di Kerajaan Gorontalo


Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Kerajaan Gorontalo. Dalam catatan
sejarah, Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan merupakan salah satu kota tua
di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi
salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo
dan Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut Gorontalo menjadi pusat pendidikan
dan perdagangan oleh masyarakat di wilayah sekitar seperti Bolaang Mongondow (Sulut),
Buol Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara.
Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya yang strategis
menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi (bagian utara).

Kerajaan Gorontalo mulanya berada di Kelurahan Hulawa Kecamatan Telaga sekarang,


tepatnya di pinggiran sungai Bolango. Menurut Penelitian, pada tahun 1024 H, kota Kerajaan
ini dipindahkan dari Keluruhan Hulawa ke Dungingi Kelurahan Tuladenggi Kecamatan Kota
Barat sekarang. Kemudian dimasa Pemerintahan Sultan Botutihe kota Kerajaan ini
dipindahkan dari Dungingi di pinggiran sungai Bolango, ke satu lokasi yang terletak antara
dua kelurahan yaitu Kelurahan Biawao dan Kelurahan Limba B. Dengan letaknya yang
stategis yang menjadi pusat pendidikan dan perdagangan serta penyebaran agama islam maka
pengaruh Gorontalo sangat besar pada wilayah sekitar, bahkan menjadi pusat pemerintahan
yang disebut dengan Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling Gorontalo yang meliputi
Gorontalo dan wilayah sekitarnya seperti Buol Toli Toli dan, Donggala dan Bolaang
Mongondow.
Baca Juga : Sejarah Perkembangan Islam di Manado - Sulawesi Utara

Related
 Bangunan Sejarah Peninggalan Islam Dinasti Mughal
 10 Masjid Peninggalan Sejarah Islam di Indonesia
 Sejarah Kerajaan Islam Kesultanan Sumedang Larang Jawa Barat
Sebelum masa penjajahan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur
menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo dan tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan
yang disebut "Pohala'a". Menurut Haga (1931) daerah Gorontalo ada lima pohala'a :
1. Pohala'a Gorontalo
2. Pohala'a Limboto
3. Pohala'a Suwawa
4. Pohala'a Boalemo
5. Pohala'a Atinggola

Dengan hukum adat itu maka Gorontalo termasuk 19 wilayah adat di Indonesia.
Antara agama dengan adat di Gorontalo menyatu dengan istilah "Adat bersendikan Syara' dan
Syara' bersendikan Kitabullah". Pohalaa Gorontalo merupakan pohalaa yang paling menonjol
diantara kelima pohalaa tersebut. Itulah sebabnya Gorontalo lebih banyak dikenal.

Sebelum islam masuk ke Gorontalo, nilai budaya yang dianut kerajaan gorontalo
adalah yang berbasiskan pandangan harmoni dengan mengambil pelajaran yang ditunjukkan
oleh alam. Ini berarti penduduknya menganut kepercayaan animisme.

Awal Masuk Islam Ke Gorontalo

Peneliti sejarah sosial dari Universitas Negeri Gorontalo, Basri Amin, menjelaskan
mengenai proses masuk Islam ke Gorontalo. "'Sekitar 1525, Islam mulai masuk dalam
wilayah kerajaan ini. Islam dibawa oleh sang raja saat itu, Raja Amai," ujarnya seperti yang
dilansir kepada Republika.

Masuknya Islam pada waktu itu melalui jalur perkawinan. Bermula dari Raja
Amai yang menikahi putri dari kerajaan Palasa, bernama Owutango. Kerajaan Palasa ini
berada di Teluk Tomini dan rajanya sudah menganut agama Islam. Sang putri sendiri punya
hubungan keluarga dengan pihak kerajaan di Ternate, yang telah lebih dahulu mengenal
Islam.

Dosen Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo, Mohammad Karmin
Baruadi, juga menjelaskan sejarah kerajaan Gorontalo dalam tulisannya yang berjudul Sendi
Adat Dan Eksistensi Sastra: Pengaruh Islam Dalam Nuansa Budaya Lokal Gorontalo. Dalam
tulisannya beliau menyebutkan bawah Tokoh yang sangat berperan dengan pemikirannya
yang religius Islami adalah istri Amai sendiri yang bernama putri raja Palasa.

Ketika Raja Amai ingin meminang putri raja Palasa, sang putri yang berasal dari
kerajaan Islam di Sulawesi Tengah inipun mengajukan beberapa persyaratan sebagai berikut :

1. Pertama, Sultan Amai dan rakyat Gorontalo harus diislamkan dan,


2. Kedua, adat kebiasaan dalam masyarakat Gorontalo harus bersumber dari Alquran.

Kedua syarat itu diterima oleh Raja Amai. Di sinilah awal Islam menjadi kepercayaan
penduduk Gorontalo, dalam tulisan Mohammad Karmin Baruadi.

Sebelum menikah Raja Amai mengumpulkan seluruh rakyatnya. Raja Amai dengan
terang-terangan mengumumkan diri telah memeluk agama Islam secara sah dan kemudian
meminta seluruh pengikutnya untuk melakukan pesta meriah. Pada pesta tersebut Raja
Amai meminta kepada rakyatnya untuk menyembelih babi disertai dengan pelaksanaan
sumpah adat. Saat pendeklarasian sumpah tersebut, adalah hari terakhir rakyat Gorontalo
memakan babi.

Usai proses sumpah adat, Raja Amai kemudian meminta rakyatnya untuk masuk
Islam dengan membaca dua kalimat syahadat. Ia sendiri kemudian mengganti gelarnya
dengan gelar raja Islam, yaitu sultan.
Prinsip hidup baru ini, mudah diterima oleh masyarakat Gorontalo saat itu, yang tidak
tersentuh oleh Hindu-Buddha. Masyarakat merasakan tidak ada pertentangan antara adat dan
Islam, namun justru memperkuat dan membimbing pelaksanaannya.

Pada 1550, sepeninggalan Sultan Amai, jabatan kerajaan digantikan oleh putera
mahkotanya, Matolodula Kiki. Sultan kedua kesultanan Gorontalo ini menyempurnakan
konsep kerajaan Islam yang dirintis oleh ayahnya. Beliau pun melahirkan rumusan adati hula-
hula'a to sara'a dan sara'a hula-hula'a to adati, yang artinya adat bersendi syarak, syarak
bersendi adat. Islam dan adat, saling melengkapi.

Islam resmi menjadi agama kerajaan ketika kesultanan Gorontalo ada di bawah
pemerintahan Sultan Eyato. Konsepnya pun berubah, mirip dengan prinsip masyarakat
Minangkabau, adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah. Di bawah kepimpinannnya,
Kesultanan Gorontalo mencapai puncak kejayaan.
Bagi masyarakat Uduluwo limo lo Pohalaqa Gorontalo (serikat kerajaan di bawah dua
kerajaan Gorontalo dan Limboto), syarak kitabullah dipahami bahwa hukum dan aturan-
aturan yang berlaku bersumber dari kitab suci Alquran dan hadis Rasulullah SAW.

Pada masa itu, beberapa perubahan dilakukan, menjadi lebih Islami. Sistem
pemerintahannya kini didasarkan pada ilmu akidah atau pokok-pokok keyakinan dalam
ajaran Islam.

Dalam ilmu akidah tersebut diajarkan dua puluh sifat Allah SWT, untuk itu Eyato
mewajibkan sifat-sifat itu menjadi sifat dan sikap semua aparat kerajaan mulai dari pejabat
tertinggi sampai dengan jabatan terendah. Sumpah-sumpah dan adat istiadat yang dipakai,
bersumber pada Islam.

Penerapan sistem budaya Islam pada sikap dan perilaku pejabat tersebut telah
mengawali pemantapan karakteristik budaya Islam dalam kehidupan masyarakat Gorontalo.

Eyato sendiri awalnya memang seorang ahli agama dan cendekiawan. "Sebelum
menjadi raja, Eyato merupakan seorang hatibida'a yang tergolong ulama pada masa itu,"
tulisnya.

Struktur Pemerintahan Kerajaan Gorontalo


Struktur pemerintahan dalam kerajaan terbagi atas tiga bagian dalam suasana kerja
sama yang disebut Buatula Totolu yaitu :

1. Buatula Bantayoyang dikepalai oleh Bate yang bertugas menciptakan peraturan-


peraturan dan garis-garis besar tujuan kerajaan.

2. Buatula Bubato yang dikepalai olehRaja (Olongia) dan bertugas melaksanakan


peraturan serta berusaha menyejahterakan masyarakat.

3. Buatula Bala yang pada mulanya dikepalai oleh Pulubala, bertugas dalam bidang
pertahanan dan keamanan.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Munculnya kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi tidak terlepas dari perdagangan yang
berlangsung ketika itu. Penyebaran Islam di Nusantara selalu dikaitkan dengan jalur
perdagangan. Penyebaran Islam yang dilakukan para pedagang bisa dimungkinkan karena
mereka pergi ke berbagai penjuru bumi. Dalam ajaran Islam setiap orang memiliki kewajiban
yang sama untuk berdakwah. Setiap Muslim, apapun kedudukan dan profesinya mereka
dituntut untuk dapat menyampaikan ajaran Islam walaupun hanya satu ayat Al-Quran.
Adapun kerajaan-kerajaan Islam yang berada di Sulawesi adalah sebagai berikut :
1. Kerajaan Gowa
2. Kesultanan Buton
3. Kesultanan Bone
4. Kerajaan Banggai
5. Kerajaan Gorontalo

B. SARAN
Sekarang ini, adat istiadat di tiap-tiap daerah semakin lama semakin luntur, padahal salah
satu penyebaran agama Islam melalui perilaku adat istiadat, karena adat istiadat memiliki
pesan moral dan nilai-nilai agama.
Di Gorontalo sendiri, adat istiadat sebagai pemersatu Pohala’a-Pohala’a di Gorontalo
semakin lama semakin diabaikan. Perkataan orang-orang tua pada saat itu sangat menyentuh
hati karena seperti syair yang mengandung nilai pendidikan yang sangat mendalam. Bahkan
pesan-pesan Islami terkadang melalui syair dan mampu membuat orang mencerna atau
memahami maksud dan tujuan serta nilai agama.

Anda mungkin juga menyukai