F10ste PDF
F10ste PDF
F10ste PDF
Oleh :
STEFANUS
F24061524
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
FORMULASI DAN OPTIMASI WAKTU PENGGORENGAN
MI JAGUNG INSTAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
STEFANUS
F24061524
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
SKRIPSI
Oleh :
STEFANUS
F24061524
Mengetahui,
RINGKASAN
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, anugerah, dan
penyertaan-Nya serta kekuatan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik karena kasih dan anugerah
dari Tuhan Yesus. Selain itu, banyak pihak yang juga turut membantu penulis
dalam kegiatan penelitian maupun penulisan skripsi. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada :
1. Keluargaku : Ayah (Ma Bie Tjhung), Ibu (Thio Man Sin), serta kedua
kakakku (Nathalia dan Magdalena) atas semangatnya, doanya,
bimbingannya, serta dukungannya kepada penulis sehingga penulis
mampu menyelesaikan semuanya.
2. Prof. Dr. Winiati P. Rahayu. dan Dian Herawati, STP, MSi. selaku dosen
pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi yang banyak
memberikan dukungan, arahan, dan bimbingan selama penulis menjalani
pendidikan dan melakukan tugas akhir.
3. Dr. Feri Kusnandar dan Dr. Nurheni Sri Palupi atas pendanaaan penelitian
yang telah dipercayakan kepada saya sehingga tugas akhir ini dapat selesai
dengan lancar.
4. Ir. Soenar Soekopitojo, Msi. selaku dosen penguji yang telah meluangkan
waktu dan arahannya untuk perbaikan skripsi ini.
5. Sahabat-sahabat terbaikku : Agus Danang Wibowo, Yogi Karsono, Abdi
T.C., Arius W., Nur Fathonah Sadek, Della S., Saffiera K. Richie R.,
Feriana, Margaret, Fenny, dan Sheni I. atas dukungan, dan bantuan di saat
susah maupun senang.
6. Teman-teman di tim produksi mi jagung : Tsani F., Aditya A.,Yessica
D.A., Helena S.W., Stella D., Bernand S., Desi Ratih, Yuananda P.O.,
Dinda, dan Marvin L. atas kerjasamanya ketika produksi.
7. Teman-teman ITP 43 atas kebersamaan di saat kuliah dan praktikum.
8. Seluruh staff dan laboran di Lab Departemen ITP dan Seafast : Pak
Junaedi, Pak Deni, Bu Rubiyah, Pak Wahid, Pak Gatot, Pak Iyas, Pak
Yahya, Pak Rojak, Pak Sobirin, Pak Sidik, Bu Antin, dan Mas Edi.
Terimakasih atas semua bantuan yang telah diberikan.
9. Dosen IPB dan ITP-FATETA periode 2006-2010, atas segala pengajaran
pendidikan, serta bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
10. Kepada pihak yang belum disebutkan namanya, penulis mengucapkan
terima kasih, semoga Tuhan Yesus Kristus membalas semua kebaikan
teman-teman semua.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman
Halaman
Halaman
A. LATAR BELAKANG
Mi telah menjadi salah satu makanan pokok bagi kebanyakan negara di
Asia, termasuk Indonesia. Karakteristik mi terigu telah melekat kuat pada
masyarakat Indonesia, sehingga inovasi mi yang baru selalu dibandingkan
dengan mi terigu terutama dari sisi penerimaan organoleptiknya. Salah satu
produk mi terigu yang tetap berkembang hingga sekarang adalah mi instan.
Tingginya permintaan mi instan yang berkembang pesat di Indonesia
menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen mi instan terbesar di dunia.
Pada tahun 2003, dalam pemasaran produk mi instan, Cina menduduki tempat
teratas dengan 44,3 milyar bungkus, Indonesia dengan 12,4 milyar bungkus,
dan Jepang sebanyak 5,4 milyar bungkus (Sawit, 2003). Indonesia tidak
tergolong sebagai negara penghasil gandum sehingga kebutuhan terigu
Indonesia dicukupi dari gandum impor. Indonesia menduduki peringkat
6 importir gandum dunia dengan total impor sebanyak 4,5 juta ton gandum
pada tahun 2009 (BPS, 2009).
Kedua hal diatas mendorong pemikiran untuk melakukan diversifikasi
pangan dengan mencari alternatif bahan baku lain sebagai bahan dasar
pembuatan mi instan. Salah satu bahan pangan Indonesia yang berpotensi
untuk dimanfaatkan sebagai bahan pangan alternatif adalah jagung. Jagung
memiliki nilai gizi yang cukup memadai dan beberapa daerah di Indonesia
menggunakan jagung sebagai makanan pokok seperti masyarakat Madura dan
Nusa Tenggara Barat. Pengembangan jagung sudah didukung oleh teknologi
unggul yang mencakup budidaya tanam yang sederhana dan praktis, serta
pengolahan pasca panen yang berorientasi pasar.
Pemilihan jagung sebagai bahan baku pada penelitian kali ini sejalan
dengan rencana aksi peningkatan kemampuan produksi jagung nasional
melalui program prioritas pemerintah, yaitu program ”Revitalisasi Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan (RPPK)”. Hasilnya menunjukkan terjadi
peningkatan produktivitas jagung periode 2000-2009 sekitar 0,80-4,18 ton/Ha
tiap tahunnya. Swasembada jagung di Indonesia telah tercapai yang
1
ditunjukkan dengan 90 persen kebutuhan nasional sudah dapat dipenuhi dari
produksi dalam negeri dan telah berhasil mengekspor jagung sebanyak
150 ribu ton pada tahun 2008 (Deptan, 2009).
Riset untuk pengembangan produk pangan berbasis jagung telah cukup
lama dilakukan di Institut Pertanian Bogor. Di antara penelitian yang cukup
intensif adalah dalam pengembangan teknologi tepung jagung. Tepung jagung
dapat diaplikasikan dalam produk mi jagung (Kusnandar et al., 2008).
Tepung terigu dapat disubtitusi dengan tepung jagung hingga 35%
dalam formula mi kering. Penggunaan campuran tepung terigu dengan tepung
jagung dapat menghasilkan karakteristik adonan dan mi yang lebih baik
dengan tekstur mi yang lebih kuat dan kenyal dibandingkan dengan mi yang
terbuat dari 100% jagung. Kelebihan lain dari mi subtitusi adalah tidak
memerlukan modifikasi proses, sehingga dapat diadopsi langsung oleh
produsen mi dengan tidak memerlukan penambahan investasi dan perubahan
aliran proses (Sigit, 2008).
Mi jagung juga dapat diproduksi dari 100% tepung jagung, namun
memerlukan modifikasi proses, yaitu penambahan tahap proses pengukusan
adonan sebelum pembentukan lembaran adonan. Hal ini untuk mengatasi
masalah tidak adanya gluten dalam jagung yang diperlukan dalam
pembentukan lembaran adonan dan untaian mi yang elastis. Selama ini,
teknologi mi jagung baru dikembangkan untuk memproduksi mi jagung basah
dan mi jagung kering. Perbedaan antara mi kering dan mi instan adalah pada
proses pengeringan setelah pengukusan mi basah. Mi kering dikeringkan
dengan oven, sedangkan mi jagung instan digoreng. Mi instan umumnya
memiliki waktu pemasakan yang lebih pendek dibandingkan mi kering yaitu
maksimal 4 menit (Sigit, 2008).
Merujuk berbagai hal yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
pengembangan produk asal jagung berupa mi jagung instan perlu dilakukan
dalam upaya diversifikasi pangan dengan mengaplikasikan teknologi mi instan
yang telah ada, tanpa perlu melakukan modifikasi proses.
2
B. TUJUAN DAN MANFAAT
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kesetimbangan massa
proses penepungan jagung; menentukan kombinasi terbaik antara rasio tepung
jagung dan tepung terigu serta waktu penggorengan mi jagung instan sehingga
menghasilkan mi jagung instan dengan karakteristik yang disukai oleh
konsumen.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai acuan
dalam aplikasi pembuatan mi jagung instan oleh industri pangan. Selain itu,
penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak bagi peningkatan
pemanfaatan jagung sebagai bahan baku pembuatan mi dan mengurangi impor
gandum.
3
II. TINJA
AUAN PU
USTAKA
A. JAGUN
A NG
J
Jagung (Zeaa mays) adaalah tanamaan serealia yang tergo
olong jenis
tanaman
n semusim. Menurut
M Nobbel dan Anddrizal (2003) terdapat dua golongan
tanaman
n jagung yaiitu jagung hhibrida dan jagung kom
mposit. Jaguung hibrida
adalah jaagung yang memiliki pootensi hasil lebih tinggii karena mem
miliki gen-
gen dom
minan dengann produktiviitas yang tinggi. Jagung hibrida dikeembangkan
berdasarrkan gejala heterosis ddengan mennggunakan populasi geenerasi F1
sebagai tanaman
t oduksi (Irianyy dan Andi, 2007).
pro
J
Jenis-jenis jaagung dibaggi berdasarkkan bentuk biji serta kandungan
endosperrma. Menuruut Dickersonn (2003), Jennis jagung bberdasarkan kandungan
endosperrmanya terddiri atas pop, flint, dent, flour, dan ssweet corn. Jenis-jenis
jagung berdasarkan
b k
kandungan eendosperma dapat dilihaat pada Gam
mbar 1.
A
Anatomi ung terdiri ddari empat baagian pokokk, yaitu kulit (perikarp),
jagu
tip cap, germ, dan endosperma
e . Kulit adalah bagian yyang berfunggsi sebagai
pelindunng endosperm
ma dan bakkal benih daari kerusakaan fisik sertaa serangan
seranggaa, menahan air,
a dan menngurangi proses penguappan air dari biji.
b Bagian
tip cap adalah
a bagiaan tempat menempelnya
m a biji pada toongkol jagun
ng. Bagian
ini meruupakan jalurr makanan ddan air untukk biji. Bagiaan germ (baakal benih)
adalah bagian
b dari biji
b yang akkan tumbuh menjadi
m tanaman baru. Bagian ini
menganddung vitamiin dan mineeral serta leemak yang dibutuhkan biji untuk
4
tumbuh. Bagian endosperma merupakan bagian terbesar dari biji (lebih dari
80%) yang merupakan sumber pati dan protein yang dibutuhkan untuk
mendukung germinasi (Jamin dan Flores, 1998). Struktur anatomi jagung
dapat dilihat pada Gambar 2.
B. TEPUNG JAGUNG
Tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling
biji jagung (Zea mays LINN.) yang bersih dan baik berdasarkan
5
SNI 01-3727-1995. Penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung
merupakan suatu proses pemisahan kulit, endosperma, lembaga, dan tip cap.
Endosperma merupakan bagian terbesar dari biji Jagung (75-80%) yang
digiling menjadi tepung jagung. Bagian endosperma mengandung pati yang
tinggi (sekitar 86%), protein (6%), lemak (1,73%), dan serat (3,2%). Kulit
mengandung serat yang tinggi sehingga kulit harus dipisahkan dari
endosperma karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan
lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan
lemaknya sehingga harus dipisahkan karena lemak yang terkandung di dalam
lembaga dapat membuat tepung cepat rusak karena reaksi oksidasi lemak. Tip
cap merupakan tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tip cap
juga merupakan bagian yang harus dipisahkan karena dapat membuat tepung
menjadi kasar (Juniawati, 2003)
Jagung yang sesuai untuk dibuat mi jagung adalah jagung kuning dari
berbagai varietas yang mengandung amilosa 25-75%, seperti jagung srikandi,
pioneer, dan jagung mutiara. Jagung putih (jagung pulut) kurang sesuai untuk
dibuat mi jagung, karena mengandung amilopektin yang lebih tinggi sehingga
membentuk tekstur mi yang lengket. Varietas jagung yang umum dipakai
dalam proses pembuatan mi jagung adalah jagung varietas P-21 (Pioneer-21)
memiliki umur panen 100 hari. Tepung jagung yang dihasilkan memiliki
kandungan lemak yang rendah yaitu 1,73%. Kandungan lemak yang rendah
disebabkan adanya proses degeminasi (pemisahan lembaga) pada saat proses
penepungan (Etikawati, 2007).
Komposisi kimia tepung jagung varietas Pioneer 21 berdasarkan hasil
penelitian Etikawati (2007) dan jagung kuning secara umum (FAO, 2005)
dapat dilihat pada Tabel 1. Komposisi terbesar pada tepung jagung adalah
karbohidrat dimana sebagian besar terdiri dari pati. Pati merupakan simpanan
karbohidrat dalam tumbuhan dan merupakan sumber karbohidrat bagi manusia
(Almatsier, 2003). Pati tersusun rangkaian unit-unit glukosa yang terdiri dari
fraksi becabang dan rantai lurus. Fraksi bercabang dari pati adalah amilopektin
dengan ikatan 1,4-D-glukopiranosa dengan rantai cabang pada
1,6-D-glukopiranosa, sedangkan fraksi rantai lurus adalah amilosa dengan
6
ikatan 1,4-D-glukopiranosa (Muchtadi dan Sugiyono, 1998). Komposisi
amilosa dan amilopektin berbeda dalam pati berbagai jenis bahan makanan,
tetapi umumnya jumlah amilopektin lebih besar dibandingkan amilosa
(Almatsier, 2003).
Tabel 1. Komposisi kimia tepung jagung dari varietas Pioneer 21 dan tepung
jagung kuning secara umum
Komposisi Kimia Varietas Pioneer 21* Jagung kuning**
Kadar air (%) 5,46 14,00
Kadar protein (%) 6,32 6,60
Kadar abu (%) 0,31 0,50
Kadar lemak (%) 1,73 2,80
Kadar karbohidrat (%) 86,18 76,10
Kadar Amilopektin (%) 43,52 -
Kadar Amilosa (%) 23,04 -
Kadar karoten (ppm) - 1,30
Retinol equivalen (ppm) - 0,21
Kadar serat larut (%) - 0,20
Kadar serat tidak larut (%) - 1,50
Total serat pangan (%) - 1,70
Keterangan: (-) tidak tercantum
Sumber: *Etikawati (2007) dan **FAO (2005)
7
jagung lebih banyak mengandung protein zein (prolamin) dan glutelin. Gluten
berperan dalam pembentukan lembaran adonan dan untaian mi yang kenyal
dan elastis. Protein zein dan glutelin dari jagung tidak dapat membentuk
gluten sebagaimana tepung terigu, sehingga kurang berperan dalam
pembentukan kekenyalan dan elastisitas mi. Dengan perbedaan karakteristik
antara protein terigu dan jagung tersebut, maka proses pembuatan mi jagung
(terutama untuk mi yang dibuat dari 100% tepung jagung) agak berbeda
dengan mi terigu yaitu dilakukan pengukusan adonan sebelum tahap sheeting
yang merupakan tahap pregelatinisasi sehingga antar pati jagung saling
mengikat membentuk adonan yang kuat (Sigit, 2008).
C. MI JAGUNG
Mi jagung dari berbahan baku tepung jagung dapat diproduksi dengan
menggunakan teknologi kalendering dan teknologi ekstrusi. Teknologi
kalendering merupakan teknologi pembentukan untaian mi dengan
membentuk adonan menjadi lembaran terlebih dahulu. Teknologi ekstrusi
merupakan teknologi pembentukan untaian mi dengan menggunakan ekstruder
pasta (Sigit, 2008). Proses pembuatan mi jagung dengan pembentukan
lembaran terdiri dari beberapa tahap yaitu pencampuran bahan, pengukusan
adonan, grinding, sheeting, slitting, pengukusan mi, dan pengeringan.
Pembuatan mi jagung dengan teknologi kalendering diawali dengan
pencampuran tepung jagung dengan larutan garam (1% garam dilarutkan
dalam air) dan guar gum 1%. CMC, guargum, dan alginat dapat berfungsi
sebagai pengikat komponen-komponen adonan, sehingga ketika mi dimasak
komponen-komponen tersebut tidak lepas. Penambahan guar gum dengan
konsentrasi 1% memiliki pengaruh yang paling besar dalam mengurangi
kelengketan dan cooking loss (Faldillah, 2005). Dalam teknologi kalendering,
untaian mi dibentuk dengan cara memotong lembaran adonan, sedangkan
dalam teknologi ekstrusi, untaian mi dibentuk dengan menekan adonan mi ke
dalam lubang-lubang kecil pada alat ekstruder.
8
Campuran ini kemudian dikukus pada kisaran suhu 90-100°C.
Pengukusan menyebabkan adonan mengalami gelatinisasi, sehingga terbentuk
massa yang elastis dan kohesif setelah mixing.
Tahap selanjutnya adalah sheeting untuk pembentukan lembaran
adonan. Pengepresan lembaran dilakukan bertahap dengan melewatkan
adonan di antara roll pengepres sehingga didapatkan ketebalan 1.5mm.
Lembaran ini kemudian dipotong menjadi untaian mi. Agar untaian mi tidak
mudah patah, maka jumlah pati yang dipregelatinisasi harus cukup (>85%)
karena pati yang berfungsi sebagai pengikat (Soraya, 2006). Selanjutnya
untaian mi dimatangkan dengan pengukusan pada kisaran suhu 90-100°C dan
diperoleh mi basah. Produksi mi kering dilakukan dengan cara pengeringan
dengan oven pada suhu 60-70°C. Secara skematis, teknologi proses produksi
mi jagung dapat dilihat pada Gambar 3.
Proses pengolahan mi basah jagung berbeda dengan proses pengolahan
mi basah terigu karena setelah pencampuran bahan baku dilakukan
pengukusan adonan. Pengukusan dilakukan agar adonan dapat dibentuk dan
dicetak menjadi mi. Terigu pada pembuatan mi berperan penting dalam
pembentukan adonan adalah protein, sedangkan pada jagung yang
berpengaruh terhadap adonan adalah pati.
Tepung jagung dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan mi
untuk menggantikan sebagian atau semua tepung terigu dalam produksi mi.
Penggunaan tepung jagung dalam mi memiliki keunggulan, yaitu dapat
mengurangi biaya bahan baku dan produksi, mengurangi ketergantungan
terhadap bahan baku terigu, dan memberikan keunggulan terhadap mi karena
tanpa penggunaan pewarna sintetis dan adanya kandungan beta karoten. Hal
ini berbeda dengan mi terigu dimana warna kuning dihasilkan oleh
penambahan pewarna kuning tartrazin. Mi jagung yang dihasilkan dari 100%
tepung jagung berwarna lebih kuning dibandingkan mi terigu atau mi subtitusi
(Kusnandar et al., 2008). Penggunaan tepung jagung dalam mi dibatasi oleh
karakteristik fungsional tepung jagung, yaitu kandungan protein gluten yang
rendah dan tidak mengandung protein gliadin dan glutenin yang bertindak
sebagai pengikat untuk membentuk tekstur adonan yang elastic-cohesive
9
(Juniawati, 2003). Kriteria pengukuran proses pembuatan mi secara visual
dapat dilihat pada Tabel 2.
Mixing I (kering)
Air
Mixing
garam
Pengukusan
Grinding (pemadatan)
Ekstrusi
Untaian mi
Pengeringan
Mie basah
Pengukusan Pengukusan II
Mie kering
Penggorengan Pengeringan
Mie basah
10
D. MI INSTAN
Menurut SII (Standar Industri Indonesia) 1716-90, pengertian mi
instan yaitu produk makanan kering dari tepung terigu dengan atau tanpa
penambahan bahan tambahan lain yang diijinkan, berbentuk khas mi dan siap
dihidangkan setelah dimasak atau diseduh oleh air mendidih paling lama
4 menit. Sedangkan menurut SNI 01-3551-1996 mi instan memiliki pengertian
mi dengan berbahan dasar tepung terigu atau tepung lainnya sebagai bahan
utama dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya dan dapat diberi
perlakuan alkali. Proses pregelatinisasi dilakukan sebelum mi dikeringkan
dengan proses penggorengan atau proses dehidrasi lainnya.
Proses pembuatan mi instan berbahan dasar terigu terdiri dari tujuh
tahap utama. Tahap-tahap pembuatan mi instan antara lain penimbangan
bahan dan pembuatan larutan garam, mixing, pressing dan slitting, steaming,
frying, cooling, dan packing (Astawan, 2004) yang diuraikan sebagai berikut:
1. Penimbangan bahan dan pembuatan larutan garam
Bahan-bahan yang akan dibuat adonan ditimbang sesuai proporsi
masing-masung bahan dalam adonan. Larutan garam perlu dilarutkan di
dalam air untuk mempermudah proses mixing. Persyaratan kualitas dari
larutan garam adalah larutan homogen, tidak ada benda asing, tidak
berbau, warna jernih, pH 9-11, umur larutan garam tidak lebih dari 24 jam.
2. Pencampuran (Mixing)
Mixing adalah proses pencampuran antara raw material (tepung
terigu dan tepung tapioka) dengan larutan garam dalam suatu mixer yang
dicampur secara homogen dalam waktu tertentu. Proses ini bertujuan
untuk membentuk adonan dengan kadar air yang cukup dan mempunyai
struktur gluten yang dapat membentuk adonan yang baik pada proses
pengepresannya nantinya. Persyaratan kualitas untuk mixing adalah suhu
maksimal mixing 37°C dengan kadar air adonan 32-34%.
11
3. Pembentukan lembaran dan pencetakan (sheeting dan slitting)
Tahap sheeting adalah tahap dimana adonan yang telah homogen
dari dalam mixer menerima gaya tekan hingga membentuk lembaran
adonan dengan ketebalan tertentu. Slitting adalah proses dimana lembaran
adonan dipotong atau disisir membentuk untaian mi. Proses slitting
bertujuan untuk membentuk struktur gluten dengan arah yang sama secara
merata sehingga lembar adonan menjadi lembut dan elastis serta dapat
dipotong atau disisir menjadi untaian mi dan dibentuk menjadi
bergelombang.
4. Pemotongan (cutting)
Cutting adalah proses pemotongan untaian mi dengan ukuran
tertentu. Proses cutting bertujuan untuk memotong untaian mi sesuai
ukuran.
5. Pengukusan (steaming)
Steaming adalah proses pengukusan dari untaian mi setelah
dipotong sesuai dengan ukuran tertentu dengan menggunakan uap air
panas bersuhu 90-100°C. Proses steaming bertujuan untuk mematangkan
mi sehingga terbentuk tekstur mi yang solid yang disebabkan oleh adanya
gelatinisasi pati dan koagulasi gluten yang menyebabkan gelombang mi
bersifat solid/tetap. Gelatinisasi yang sempurna akan menghasilkan tekstur
mi yang lembut, lunak, dan elastis.
6. Penggorengan (frying)
Penggorengan adalah proses pengeringan dengan menggunakan
minyak sebagai media. Proses penggorengan merupakan proses
pengeluaran uap air yang tergantikan dengan minyak dalam keadaan
terendam minyak dengan suhu 160°C dan waktu penggorengan selama
3 menit (deep frying). Penggorengan bertujuan untuk mengurangi kadar air
di dalam mi dan pemantapan pati tergelatinisasi (Astawan, 2004). Selama
penggorengan terjadi penghilangan air dalam jumlah yang besar dan
12
penyerapan minyak ke dalam mi. Selain itu, penggorengan juga
memberikan proses gelatinisasi tambahan pada pati. Oleh karena itu,
selama proses penggorengan akan terjadi kehilangan bobot mi sekitar
30-32% (mi dalam kemasan biasa) dan 32-33% (mi dalam cup)
(Kim, 1999).
E. PENGGORENGAN
Proses penggorengan memiliki arti proses dimana bahan makanan
yang dimasukkan ke dalam ketel segera menerima panas dan kandungan air
dalam bahan pangan akan menguap dan ditandai dengan timbulnya
gelembung-gelembung selama proses penggorengan. Selama berjalannya
penggorengan, bahan pangan menyerap minyak dengan persentase yang cukup
besar, tergantung dari bahan pangan yang digoreng. Komponen bahan pangan
yang digoreng akan mengalami pelarutan dan akan terbentuk cita rasa bahan
pangan yang digoreng akibat pemasakan lemak, protein, karbohidrat, dan
komponen-komponen minor lainnya yang ada dalam makanan
(Blumenthal, 1996).
Proses penggorengan dibagi menjadi dua kategori, yaitu sistem batch
merupakan sistem yang statis dan dalam ukuran kecil (kapasitas minyak yang
digunakan sedikit, sekitar 8 hingga 28 liter) yang umumnya digunakan di
restoran. Kategori penggorengan yang kedua yaitu sistem bed yang umumnya
digunakan dalam industri (kapasitas produksi 250 hingga 25.000 kg
produk/hari) (Moreira, 2003).
13
Teknik menggoreng dibagi menjadi dua tipe, yaitu teknik gangsa (pan
frying/contact frying) dan teknik terendam (deep-fat frying). Teknik gangsa
menggoreng bahan dengan secara langsung bersentuhan dengan pemanas dan
hanya dibatasi oleh selaput tipis minyak. Teknik terendam merupakan proses
penggorengan dengan bahan terendam seluruhnya oleh minyak sehingga
seluruh permukaan bahan bersentuhan dengan minyak dengan batas minyak
minimal 2cm diatas permukaan produk (Moreira, 2003)
Proses penggorengan terendam terbagi menjadi dua bagian, yaitu
bagian input dari ketel penggorengan yang terdiri dari minyak, bahan makanan
yang digoreng dan panas, dan bagian output terdiri dari produk hasil goreng,
uap panas, minyak, produk yang berminyak, dan remahan bahan makanan
yang dapat disaring (Robertson, 1967). Skema aliran bahan dalam
menggoreng terendam dapat dilihat pada Gambar 4.
Bahan
mentah Produk
Minyak dalam ketel gorengan
Minyak
Panas Penyaring
Gambar 4. Skema aliran bahan dalam teknik penggorengan terendam
(Moreira, 2003)
14
1. Penguapan air dari bahan pangan
Suhu permukaan produk meningkat. Penggorengan merupakan proses
dehidrasi, yakni keluarnya air dan udara panas dari produk akibat adanya
panas dari minyak.
2. Pemanasan produk sesuai temperatur yang diinginkan untuk mencapai
karakteristik yang diinginkan.
3. Meningkatnya suhu permukaan produk untuk mencapai warna kecoklatan
dan kerenyahan. Tingkat pencoklatan produk dan kerenyahan diakibatkan
oleh perbedaan suhu yang besar antara minyak dan produk selama proses
penggorengan menyebabkan pemasakan menjadi lebih efektif ketika
tingkat surfaktan mulai meningkat sehingga kontak antara produk dan
minyak menjadi optimal dan minyak masuk ke dalam pangan bertukaran
dengan air yang terkandung.
4. Perubahan dimensi produk. Produk dapat mengecil, membesar,
mengembang atau sama dengan ukuran sebelumnya.
5. Terjadi perpindahan lemak dari minyak ke produk.
6. Sistem penggantian minyak yang dipindahkan dari produk atau kelebihan
minyak ke sistem penggorengan oleh produk.
7. Perubahan densitas dikarenakan minyak dengan densitas yang lebih kecil
dibandingkan air bertukar tempat dengan air selama proses penggorengan.
8. Perubahan kimia minyak dan kemampuan mentransfer panas yang
berakibat terhadap kualitas produk (penyerapan minyak, tingkat
pencoklatan produk, dan rasa).
Proses penggorengan dipengaruhi oleh panas, udara, dan kelembaban
(kadar air). Proses pemanasan minyak pada suhu yang tinggi dengan adanya
oksigen akan mengakibatkan rusaknya asam-asam lemak tak jenuh yang
terdapat dalam minyak, seperti asam oleat dan linoleat. Terbentuknya flavor
yang menyimpang sering terjadi pada minyak yang telah digunakan selama
proses penggorengan (Gebhardt, 1996).
15
III. METODOLOGI PENELITIAN
B. METODE PENELITIAN
Penelitian formulasi dan optimasi waktu penggorengan mi jagung
instan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: (1) pembuatan tepung jagung dari
jagung pipil P-21, (2) pembuatan mi jagung instan, dan (3) analisis produk.
Bagan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
16
Pembuatan Tepung Jagung
Tepung Jagung
Mi Jagung instan dengan mutu fisik dan kimia yang baik dan mutu
organoleptikyang paling disukai
17
Jagung pipil P-21
Grits Kotoran
18
jagung pada tongkol jagung. Tip cap juga merupakan bagian yang harus
dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar (Juniawati, 2003).
Grits jagung basah dikeringkan dengan tray oven (40°C) hingga kadar air
sekitar 17% kemudian digiling dengan menggunakan disc mill yang bertujuan
untuk memperhalus ukuran grits jagung menjadi tepung. Jika kadar air terlalu
tinggi, maka bahan akan menempel pada disc mill sehingga dapat
menimbulkan kemacetan pada alat. Sedangkan jika kadar air terlalu rendah
maka endosperma akan kembali menjadi keras dan sulit untuk ditepungkan.
Tepung jagung yang dihasilkan masih berupa pencampuran antara
tepung halus dan tepung kasar yang belum terpisahkan berdasarkan ukurannya.
Hasil penggilingan kemudian diayak dengan menggunakan automatic siever
dengan ukuran 100 mesh sehingga menghasilkan tepung jagung yang halus
dengan ukuran 100 mesh. Proses penggilingan endosperma jagung menjadi
tepung jagung dengan menggunakan disc mill dapat dilihat pada Gambar 8.
19
dasar terigu. Formula mi jagung instan dibedakan berdasarkan rasio tepung
terigu dan tepung jagung(90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 0:100 (b/b)). Formula
produk mi jagung instan basis 1 kg dapat dilihat pada Tabel 3.
b) Pembuatan produk
Pada tahap pembuatan mi jagung instan dilakukan pembuatan produk
berdasarkan formula rancangan percobaan. Proses pembuatan mi jagung instan
dengan substitusi tepung terigu pada umumnya melalui 5 tahap, yaitu meliputi
pencampuran 1 (kering), pencampuran 2, sheeting, slitting, pengukusan, dan
penggorengan. Tahap pembuatan mi jagung instan subtitusi tepung jagung (10,
20, 30, dan 40%) dan mi jagung instan 100% tepung jagung dapat dilihat pada
Gambar 9.
20
Baking Guar Tepung
Tepung jagung Tepung terigu soda gum jagung
(10,20,30,40%) (90,80,70,60%) (0,3%) (1%) (70%)*
Mixing I (kering)
Air garam (garam 1%
Mixing II
dan air 40% atau 50%*)
Pengukusan I*
Tepung jagung
Grinding (pemadatan adonan)*
(30%)*
Sheeting dan Slitting
Untaian mi
Pengukusan
21
sehingga adonan ketika digrinding tidak lengket. Pencampuran 1 dan
pencampuran 2 menggunakan alat vary mixer. Proses pencampuran bahan baku
mi jagung instan dapat dilihat pada Gambar 10.
22
Sheeting dilakukan dengan menggunakan sheeter dengan prinsip
memberikan tekanan pada adonan secara berulang-ulang di antara dua roll
logam sehingga adonan semakin menyatu dan kompak satu sama lain.
Lembaran dibuat bertahap dari yang tebal sampai ke tipis dengan cara
mengatur jarak roll semakin lama semakin kecil hingga ketebalan adonan
sekitar 0,5mm. Proses sheeting adonan dapat dilihat pada Gambar 12.
(A) (B)
Gambar 13. Proses slitting lembaran adonan mi (A) dan untaian mi
jagung yang dihasilkan (B)
23
menyebabkan terbentuknya massa yang elastis dan kohesif. Mi jagung yang
telah dikukus dapat dilihat pada Gambar 14.
24
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (Completely Randomized Design) yang disusun
secara faktorial 5 X 5 dengan dua kali ulangan. Sebagai sumber keragaman
adalah rasio tepung terigu dan tepung jagung (A) dengan lima taraf perlakuan
(90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 0:100 (b/b)) dan waktu penggorengan (B) dengan
lima taraf perlakuan (1, 2, 3, 4, dan 5 menit).
Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk
Keterangan:
Yijk = respon yang terukur
µ = rataan umum
Ai = pengaruh rasio tepung terigu dan tepung jagung pada taraf ke-i
Bj = pengaruh waktu penggorengan pada taraf ke-j
(AB)ij = pengaruh interaksi antara tingkat subtitusi tepung jagung pada taraf
ke-i dan waktu penggorengan pada taraf ke-j.
εijk = galat percobaan untuk tingkat subtitusi tepung jagung pada taraf ke-i dan
waktu penggorengan pada taraf ke-j dari ulangan ke-k
3. Analisis Produk
Analisis mutu mi instan yang untuk pemilihan kombinasi terbaik antara
rasio tepung jagung dan tepung terigu dan waktu penggorengan mi jagung
instan terdiri dari karakteristik adonan, mutu fisik, kimia, dan organoleptik.
Analisis karakteristik adonan terdiri dari kemudahan pembentukan, elastisitas
lembaran adonan, dan kekompakan adonan yang dinilai berdasarkan jumlah
pengulangan sheeting pada tahap pertama dan kehalusan permukaan adonan
secara visual.
Analisis mutu fisik dan kimia untuk pemilihan kombinasi terbaik
antara rasio tepung jagung dan tepung terigu serta waktu penggorengan mi
jagung instan terdiri dari (a) waktu rehidrasi (cooking time), (b) cooking loss,
(c) pertambahan berat dan derajat pengembangan, (d) kadar air, dan (e) mutu
organoleptik. Data waktu rehidrasi (cooking time), cooking loss, pertambahan
berat, derajat pengembangan, dan kadar air selanjutnya dilakukan pengujian
secara statistik menggunakan metode General Linier Method (GLM) pada
25
program Statistical Analysis System (SAS) untuk melihat pengaruh nyata dari
interaksi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu
penggorengan dari masing-masing parameter. Analisis fisik dan kimia untuk
kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan tepung terigu dan waktu
penggorengan terdiri dari (a) warna, (b) analisa tekstur, (c) kadar abu,
(d) kadar protein, (e) kadar lemak, (f) kadar karbohidrat, (g) kadar serat kasar,
(h) pengukuran aktivitas air.
Standar mi instan yang diinginkan dengan karakteristik adonan yang
kompak dan elastis, mi instan kering dengan kadar air kurang dari 10% (SNI
01-3551-2000), warna yang cerah, tekstur mi setelah dimasak tidak hancur, dan
mi instan masak dengan kadar cooking loss kurang dari 15% (Hou dan Kruk,
1998), cooking time kurang dari 4 menit (SII 1716-90), derajat pengembangan
±125%, pertambahan berat lebih besar dari 225% dengan rasa, warna,
kekerasan, elastisitas, dan kelengketan yang lebih disukai secara subjektif.
Analisis mutu fisik dan kimia untuk pemilihan kombinasi terbaik antara
rasio tepung jagung dan tepung terigu dan waktu penggorengan mi jagung
instan diuraikan sebagai berikut:
a. Waktu rehidrasi optimum (cooking time) (Juniawati, 2003)
Waktu rehidrasi optimum diukur dengan cara merebus 5 gram sampel mi
instan 5 cm di dalam 200 ml air mendidih. Mi diambil setiap 30 detik dan
ditekan diantara dua batang gelas pengaduk. Waktu rehidrasi optimum tercapai
ketika bagian tengah mi sudah terehidrasi sempurna yaitu sudah tidak ada
warna putih pada bagian tengah mi.
26
Perhitungan :
% 1 100
Keterangan:
A = berat cawan + sampel setelah dikeringkan
B = berat cawan
Kam= kadar air mula-mula
Bsm = berat sampel mula-mula
27
Perhitungan :
W W
Kadar air %bb x 100
W
W W
Kadar air %bk x 100
W
28
lembar penilaian yang telah disediakan. Lembar kuisioner paired preference
test dapat dilihat pada Lampiran 3.. Penilaian dilakukan dengan memilih satu
sampel yang paling disukai. Kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan
tepung terigu dan waktu penggorengan mi jagung instan terpilih adalah mi
jagung instan yang terbanyak dipilih oleh panelis. Mi jagung instan dengan
kombinasi terbaik antara rasio tepung jagung dan tepung terigu dan waktu
penggorengan selanjutnya akan dilakukan analisis mutu kimia dan fisik.
Analisis mutu fisik dan kimia kombinasi terbaik antara rasio tepung
jagung dan tepung terigu dan waktu penggorengan mi jagung instan diuraikan
sebagai berikut:
a. Warna mi instan, metode Hunter (Hutching, 1999)
Sebanyak 5 gram sampel ditempatkan pada wadah yang transparan lalu
pengukuran menghasilkan nilai L, a, b dan °H. Nilai L digunakan untuk
menyatakan parameter kecerahan (warna akromatis, 0 (hitam) sampai
100 (putih)). Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a
(a+ = 0-100 untuk warna merah, a- = 0-(-80) untuk warna hijau. Warna
kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+ = 0-70, untuk
warna kuning, b- = 0-(-70)) untuk biru. Nilai Hue dikelompokkan sebagai
berikut:
Red purple : Hue° 342-18 Green : Hue° 162-198
Red : Hue° 18-54 Purple : Hue° 306-342
Yellow Red : Hue° 54-90 Blue Purple : Hue° 270-306
Yellow : Hue° 90-126 Blue green : Hue° 198-234
Blue : Hue° 234-270 Yellow green : Hue° 126-162
29
periode tertentu (s) yang dibutuhkan untuk mengembalikan mi pada kondisi
semula disebut dengan kelengketan. Gaya maksimum yang dapat memutuskan
mi ketika ditarik pada sampel holder dinamakan elastisitas. Gaya maksimum
yang dibutuhkan untuk menekan mi (gf) dinamakan kekerasan.
Sebelum diukur mi direhidrasi dengan cara direbus di dalam air
mendidih sesuai dengan waktu rehidrasi optimumnya. Mi ditiriskan dan
diletakkan pada tempat contoh untuk di deformasi dengan probe silinder
dengan kecepatan 1 mm per detik. Sebagai pembanding digunakan 1 sampel mi
instan terigu komersial. Pengaturan Texture Profile Analyzer dapat dilihat pada
Tabel 4.
30
Perhitungan :
bobot abu
Kadar abu % bb x100
bobot sampel
31
e. Kadar lemak (metode soxhlet) (AOAC, 1995)
Sebanyak 5 gram sampel dibungkus dengan kertas saring lalu
dimasukkan ke dalam labu soxhlet. Heksana dituang ke dalam labu lemak dan
kemudian alat dirangkai. Refluks dilakukan selama 6 jam. Labu lemak yang
berisi lemak hasil ekstraksi dan sisa pelarut heksana diangkat dan kemudian
dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C sampai pelarut menguap semua. Labu
yang berisi lemak didinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang.
Perhitungan :
W
Kadar lemak %bb x 100
W
32
Sampel dididihkan kembali dengan pendingin balik selama 30 menit
dengan sesekali digoyangkan. Sampel disaring kembali dengan kertas saring
yang diketahui beratnya sambil dicuci dengan K2SO4 10%. Residu di kertas
saring dicuci dengan menggunakan air mendidih kemudian dengan alkohol
95%. Kertas saring dikeringkan di dalam oven dengan suhu 1100C sampai berat
konstan (1-2 jam). Setelah itu sampel didinginkan dan dimasukkan ke dalam
desikator, lalu sampel ditimbang.
Perhitungan:
W W
Kadar serat kasar % X100
W
Dimana:
W2 = berat residu dan kertas saring yang dikeringkan (gr)
W1 = berat kertas saring (gr)
W = berat sampel yang dianalisis (gr)
33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
34
Jagung kering pipil
(10kg)
Grits jagung
(6,27 kg/62,70%)
Tepung kasar
(6,07kg/60,70%)
Tepung jagung
(3,04 kg/30,40%)
35
Tabel 5. Mutu adonan mi jagung instan pada berbagai tingkatan formula
Kemudahan Pengulangan Tingkat Tingkat
Formula pembentukan sheeting adonan elastisitas kekompakan
adonan tahap pertama adonan adonan
Terigu:jagung Sangat Agak tidak
Sulit 9-10 kali
(90:10) elastis kompak
Terigu:jagung Agak Agak
Agak sulit 7-8 kali
(80:20) elastis kompak
Terigu:jagung Agak tidak
Agak mudah 5-6 kali Kompak
(70:30) elastis
Terigu:jagung Agak tidak
Agak mudah 5-6 kali Kompak
(60:40) elastis
Terigu:jagung Tidak Tidak
Sulit 9-10 kali
(0:100) elastis kompak
Adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (90:10 (b/b))
yang memiliki banyak tonjolan (tidak kompak) karena protein gliadin dan
glutenin berinteraksi membentuk struktur gluten melalui jembatan disulfida
oleh sistein yang terdapat pada molekul protein yang dapat dilihat pada
Gambar 17. Jembatan disulfida membentuk struktur gluten dengan pola yang
tidak teratur dan mengalami pelipatan (Fennema, 1996). Oleh karena itu,
dilakukan proses sheeting yang bertujuan membuat struktur gluten menjadi
searah dan teratur dengan arah sheeting. Namun, proses sheeting hanya untuk
meminimalkan pelipatan struktur gluten akibat jembatan disulfida dan tidak
sempurna sehingga permukaan lembaran adonan tidak rata dengan adanya
struktur gluten yang melipat (Fu, 2007). Adonan mi dengan rasio tepung terigu
dan tepung jagung (90:10 (b/b)) yang sulit dibentuk karena sifat elastisitas
adonan membuat adonan terus menerus berlubang pada proses sheeting
pertama kali.
Jembatan disulfida
36
Adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (80:20 (b/b))
memiliki karakteristik adonan yang agak elastis dan agak kompak. Hal tersebut
menunjukkan bahwa penurunan penggunaan tepung terigu sebanyak 10% pada
adonan mi memberikan dampak pada tingkat elastisitas adonan. Adonan mi
dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) yang kompak dan
agak elastis diperkirakan karena jumlah tepung jagung yang cukup banyak
ditambahkan dalam formula.
Karakteristik adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung
(60:40 (b/b)) tidak memiliki perbedaan dengan karakteristik adonan mi dengan
rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)). Penampakan adonan mi
dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (90:10 dan 70:30 (b/b)) dapat
dilihat pada Gambar 18.
(A) (B)
Gambar 18. Penampakan adonan mi dengan rasio tepung terigu dan tepung
jagung (90:10 <A> dan 70:30 <B> (b/b))
37
Peenggunaan formulasi
f seeperti pada penelitian
p inni membuat adonan mi
jagung suubtitusi sem
makin elastiss, sulit dibeentuk, dan tidak komp
pak dengan
semakin banyak tepu
ung terigu karena
k semak
kin tinggi kkandungan gluten
g yang
terdapat pada
p adonan
n. Kandunggan gluten berbanding
b l
lurus dengann elastistas
dan terbeentuknya jem
mbatan disulffida (Ross ett al., 1997; F
Fennema, 19
996).
4,5
4,5
4,5
4,5
5,0
0
4,0
4,0
40
4,0
4,0
4,0
0
4,0
4,0
4,0
4,0
4,0
Cooking time (menit)
3,5
3,5
3,5
3,5
3,5
3,5
3,5
3,5
,
4,0
0
3,0
3,0
Terigu:jagungg (90:10)
3,0
0
2,0
0 Terigu:jagungg (80:20)
1,0
0 Terigu:jagungg (70:30)
0,0
0 Terigu:jagungg (60:40)
1 2 3 4 5 Terigu:jagungg (0:100)
Waktu penggo
W orengan (men
nit)
Gambarr 19. Cookinng time mi jaagung instan dengan berbbagai kombiinasi rasio
tepungg terigu dan ttepung jagunng dengan w
waktu penggo
orengan
38
Berdasarkan tahap penyeleksian kombinasi antara rasio tepung terigu
dan tepung jagung dengan waktu penggorengan berdasarkan cooking time,
terdapat 5 dari 25 formula yang ditolak. Formula yang ditolak karena nilai
cooking time lebih dari 4 menit yaitu selama 4,5 menit.
39
32,40
35
27,13
25 78
25,78
25,18
24,06
30 Teriggu:jagung
18,26
18,24
Teriggu:jagung
14,65
14,29
14,10
13,89
20
13 05
13,05
14,24
12,95
12,86
12,78
11,85
11,66
(80:220)
11,13
95
10,95
10,32
15
9,51
10
Teriggu:jagung
8,18
8,00
7,72
10 (70:330)
5 Teriggu:jagung
(60:440)
0 Teriggu:jagung
1 2 3 4 5 (0:1000)
Waktu
u penggoren
ngan (menit)
ar air mi jag
c. Kada gung instan
Data kadar airr mi jagung instan berbaagai kombinnasi antara raasio tepung
terigu daan tepung jagung deengan waktu
u penggoreengan disajikan pada
an 8. Interakksi antara raasio tepung terigu dan tepung jaguung dengan
Lampira
waktu peenggorengann berpengaruuh nyata (P
P<0,05) terhaadap kadar air seperti
yang disaajikan pada Lampiran 9. Gambar 21. menunjjukkan bahw
wa pada mi
jagung innstan dengaan rasio teppung teriguu dan tepunng jagung (60:40
( dan
0:100 (b//b)) memilikki kadar air yang menurrun signifikaan (dari 13,44-14,85%
pada mennit pertamaa menjadi 88,31-8,71% pada
p menit kedua) dibbandingkan
dengan mi
m jagung insstan dengan rasio tepungg terigu dan tepung jaguung (90:10,
70:30, dan
d 80:20 (b/b))
( (dari 9,76-10,60% pada meenit pertam
ma menjadi
8,22-9,355% pada mennit kedua). H
Hal tersebut karena teksttur mi yang yang lebih
beronggaa dengan meningkatnya
m a tingkat suubtitusi jaguung sehinggga semakin
mudah diimasuki olehh minyak maaka kadar airr dapat mennurun secara signifikan.
Berdasarkkan hasil uji kandungann kadar air, terdapat 4 dari 25 forrmula yang
ditolak kaarena mengaandung kadaar air diatas 10%.
1
40
14,85
13,44
,
1
15
10,60
10,45
9,76
9,35
9,07
8,71
8,45
8,38
8,31
8,22
Batas maksimu
um
7,86
7,65
7,62
1
10
7,41
7,40
7,36
7,26
7,18
7,13
6,92
6,46‐
6,75
Terigu:jaagung (90:10)
6,57
Kadar air (%)
,
Terigu:jaagung (80:20)
5
Terigu:jaagung (70:30)
0 Terigu:jaagung (60:40)
1 2 3 4 5
Terigu:jaagung (0:100)
Waktu pengggorengan (me
enit)
41
318,52
400
289,00
279,86
279,06
Terigu:jaagung(90:10)
273,21
265,68
272 64
272,64
242,67
241,72
240,73
238,97
234,23
230,15
230 30
230,30
230,06
228,59
226,84
225,83
225,57
224,27
222,57
215,58
212,25
207,35
204,94
204 94
300 Terigu:jaagung(80:20)
Batas minimum
m
200 Terigu:jaagung(70:30)
Terigu:jaagung(60:40)
100
Terigu:Jaagung
0 (0:100)
1 2 3 4 5
Waktu pen
nggorengan (m
menit)
42
139,36
139,81
138,89
138,30
138,30
138,30
138,18
137,50
137,50
Derajat pengembangan (%)
140
0
135
5 Terigu:jagungg(90:10)
130
0
122,92
122,50
Terigu:jagungg(80:20)
121,94
122,31
121,35
121,30
121,28
121,28
121,28
121 28
121,28
121,28
121,28
121,28
121,28
121,28
120,72
125
5 Baatas maksimum
Terigu:jagungg(70:30)
120
0
Terigu:jagungg(60:40)
115
5
110
0 Terigu:jagungg (0:100)
1 2 3 4 5
Lama peenggorengan ((menit)
Beerdasarkan cooking
c timee, cooking loss,
l kadar aair, pertambaahan berat,
dan derajjat pengembbangan mi daapat ditentuk
kan kombinnasi rasio teppung terigu
dan tepun
ng jagung deengan waktuu penggorenggan, hanya 6 dari 25 forrmula yang
diterima. Pemetaan kombinasi
k fformula dan
n waktu pennggorengan pada
p tahap
seleksi daapat dilihat pada
p Tabel 66.
Foormula mi jagung
j instaan dengan kombinasi
k raasio tepung terigu dan
tepung jaagung (70:30
0 (b/b)) denggan waktu peenggorengann selama 3 dan
d 4 menit
terpilih karena
k merrupakan tinngkat subtittusi jagung terbesar dan
d waktu
penggoreengan optimuum dengan kkarakteristik warna mi innstan yang tiidak terlalu
gelap dann tekstur yan M jagung insstan dengan kombinasi
ng tidak muddah patah. Mi
rasio tep
pung teriguu dan tepuung jagungg (70:30 ((b/b)) denggan waktu
penggoreengan selamaa 1 dan 2 m
menit tidak terpilih
t kareena mengand
dung kadar
air yang lebih besaar dan perssentase pertambahan beerat yang lebih
l kecil
dibandinggkan dengan
n mi jagungg instan denggan kombinaasi rasio teppung terigu
dan tepun
ng jagung (7
70:30 (b/b)) dengan waktu penggorrengan selam
ma 3 dan 4
menit. Mi
M jagung innstan dengann kombinassi rasio tepuung terigu dan
d tepung
jagung (660:40 (b/b)) dengan wakktu penggoreengan selamaa 5 menit tid
dak terpilih
dikarenak
kan memilik
ki warna yangg terlalu gelaap dan mudaah patah.
43
Tabel 6. Pemetaan kombinasi formula dan lama penggorengan pada tahap
seleksi
Ratio T:J (b/b), waktu
CT CL KA PB DP Keseluruhan
penggorengan (menit)
T:J(90:10), 1 √ √ X X X Ditolak
T:J(90:10), 2 √ √ X X √ Ditolak
T:J(90:10), 3 √ √ √ √ √ Diterima
T:J(90:10), 4 √ √ X √ √ Ditolak
T:J(90:10), 5 X √ X √ √ Ditolak
T:J(80:20), 1 X √ √ √ X Ditolak
T:J(80:20), 2 √ X √ X X Ditolak
T:J(80:20), 3 √ √ √ √ X Ditolak
T:J(80:20), 4 √ √ √ X √ Ditolak
T:J(80:20), 5 √ √ √ X √ Ditolak
T:J(70:30), 1 √ √ √ √ √ Diterima
T:J(70:30), 2 √ √ √ √ √ Diterima
T:J(70:30), 3 √ √ √ √ √ Diterima
T:J(70:30), 4 √ √ √ √ √ Diterima
T:J(70:30), 5 √ √ √ X √ Ditolak
T:J(60:40), 1 √ X √ √ √ Ditolak
T:J(60:40), 2 X √ √ √ √ Ditolak
T:J(60:40), 3 X √ √ √ √ Ditolak
T:J(60:40), 4 X √ √ √ √ Ditolak
T:J(60:40), 5 √ √ √ √ √ Diterima
T:J(0:100), 1 √ X √ √ X Ditolak
T:J(0:100), 2 √ X √ √ X Ditolak
T:J(0:100), 3 √ X √ √ X Ditolak
T:J(0:100), 4 √ X √ √ X Ditolak
T:J(0:100), 5 √ X √ √ X Ditolak
Keterangan:
CT = Cooking time √ = diterima
CL = Cooking loss X = ditolak
KA = Kadar air T = tepung terigu
PB = Pertambahan berat J = tepung jagung
DP = Derajat pengembangan
44
3. Mutu Organoleptik Mi Jagung Instan
Uji organoleptik (uji deskriptif, uji rating hedonik, dan paired
preference test) dilakukan terhadap mi jagung instan dengan kombinasi rasio
tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) dengan waktu penggorengan
selama 3 dan 4 menit merupakan tahap penentuan formula mi jagung instan
yang direkomendasikan.
a. Hasil uji deskriptif
Berdasarkan uji deskriptif, dapat disimpulkan bahwa mi jagung instan
kedua formula memiliki tingkat elastisitas, tingkat kekerasan, dan tingkat
kelengketan yang berbeda nyata dengan standar mi instan komersial pada taraf
signifikansi 0,05 seperti yang dapat terlihat pada Lampiran 14.
Perbedaan dari tingkat kekerasan, tingkat elastisitas, dan tingkat
kelengketan antara mi jagung instan dengan mi instan komersial dikarenakan
karakteristik fungsional tepung jagung, disebabkan oleh karakteristik protein
tepung jagung yang tidak mengandung protein gliadin dan glutenin yang
bertindak sebagai pengikat untuk membentuk tekstur adonan yang elastic-
cohesive (Juniawati, 2003; Budiyah, 2005). Karakteristik mi jagung instan
dibandingkan dengan standar berdasarkan nilai rataan panelis pada uji
deskriptif dapat dilihat pada Gambar 24.
Tingkat
kekerasan
10
5 Standar
Mi jagung instan F33
0
Mi jagung instan F34
Tingkat Tingkat
kelengketan elastistas
Keterangan:
F33 = Mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung(70:30
(b/b)) pada waktu penggorengan selama 3 menit
F34 = Mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung(70:30
(b/b)) pada waktu penggorengan selama 4 menit
Gambar 24. Rataan nilai panelis untuk tingkat kekerasan, elastisitas, dan
kelengketan
45
b. Hasil uji hedonik
k
Hasil analisiss ragam terhadap atrib
but warna, rasa, elasttisitas, dan
kelengkettan mi jagu
ung instan ppasca rehidrrasi menunjjukkan nilaii kesukaan
terhadap warna, rasaa, elastisitas, dan kelenggketan produuk tidak berb
beda nyata
(P>0,05) seperti yanng disajikan pada Lam
mpiran15a. R
Rataan nilaii kesukaan
terhadap warna, rasa, elastisitas, dan keleengketan mii jagung innstan pasca
rehidrasi masing-massing berkisaar 10,2-10,88, 9,3-10,2, 9,3-9,9, dann 9,6-10,2.
Perlakuan
n waktu pennggorengan yang berbeda tidak meempengaruhi kesukaan
panelis teerhadap warrna, rasa, eelastisitas, dan kelengkeetan mi jagung instan
pasca reh
hidrasi yang dihasilkan.
d
Hasil analisis ragam terhaadap atribut kekerasan m
mi jagung innstan pasca
rehidrasi menunjukkkan nilai keesukaan terh
hadap kekerrasan produuk berbeda
nyata (P<0,05) sepeerti yang disajikan
d paada Lampirran15b. Raataan nilai
kesukaan terhadap keekerasan mi jjagung instaan pasca rehiidrasi berkisar 9,0-10,8
dapat diliihat pada Gambar
G 25. Mi jagung instan denggan rasio teppung terigu
dan tepunng jagung (70:30
( (b/b))) pada wakktu penggoreengan selam
ma 3 menit
lebih disuukai oleh kon
nsumen denngan skor kessukaan sebesar 10,8. Skor ini lebih
bandingkan dengan mi jjagung instaan dengan raasio tepung terigu dan
tinggi dib
tepung jaggung (70:300 (b/b)) pada waktu pengggorengan seelama 4 mennit.
Keterangan:
Skor rata‐rata kesukaan
Gambar 25. Hubungan antara jennis mi jagung instan denngan skor ratta-rata
kesukaaan panelis beerdasarkan attribut kekeraasan
46
8,3-8,7 (Sigit, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa mi jagung instan lebih
disukai dibandingkan dengan mi jagung kering.
47
dengan suhu penggorengan yang bertahap sehingga penetrasi panas terhadap
produk lebih besar yang menyebabkan kadar air bebas yang dapat digunakan
oleh mikroba lebih rendah.
2. Mutu Fisik
a. Warna
Analisis warna dilakukan terhadap mi jagung instan dengan rasio
tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu penggorengan
selama 3 menit yang belum direhidrasi. Berdasarkan data yang diperoleh,
warna mi jagung instan formula terpilih memiliki nilai a positif dan nilai
b positif. Hal ini menunjukkan bahwa mi jagung instan sebelum direhidrasi
memiliki warna campuran merah dan kuning. Warna merah yang dihasilkan
diperkirakan karena akibat proses penggorengan. Proses penggorengan
menyebabkan terjadinya pencoklatan pada produk akibat adanya proses
pencoklatan nonenzimatis (Blumental, 1996). Nilai ⁰hue mi jagung instan
sebesar 83,90 yang berada pada kisaran ⁰hue 54-90, sehingga dapat
disimpulkan bahwa warna mi jagung instan berwarna kuning merah. Warna
kuning merah pada mi jagung instan dan warna kuning pada mi instan
komersial dapat dilihat pada Gambar 26.
48
(A)) ((B)
2 Warna kuuning merahh pada mi jaggung instan (A) dan warrna kuning
Gambar 26.
pada mi instan komeersial (B)
Mi
M instan kom
mersial mem
miliki nilai ⁰h
hue sebesar 994,30 yang berada
b pada
kisaran ⁰hue
⁰ mpulkan bahhwa warna mi instan
90-1266, sehingga dapat disim
komersiall berwarna kuning (yelllow). Mi in
nstan komeersial memilliki tingkat
kecerahann lebih ting
ggi dibandinngkan dengaan mi jagunng instan ditunjukkan
d
dengan niilai L mi insstan komersial lebih tingggi dibandinggkan dengann mi jagung
instan maasing-masin
ng sebesar 774,10 dan 63,11.
6 Warnna kuning dan
d tingkat
kecerahann yang lebihh tinggi padaa mi instan komersial
k dikkarenakan penggunaan
p
pewarna sintetik
s umuumnya tartrazzine. Sedanggkan warna kuning
k padaa mi jagung
instan dikkarenakan adanya
a pigm
men karoten dan beta karoten,
k jaguung kuning
umumnyaa menganduung karoten 1,3 ppm daan beta karooten antara 0,7 hingga
1,46 ppm
m (Howe dann Tanumiharrdjo, 2006). Data hasil C
Chromameteer disajikan
pada Tab
bel 8. dan La
ampiran 18..
b. Kekerasan, kelen
ngketan, elaastisitas, dan
n daya koheesif
Gaya maksim
mum yang diibutuhkan untuk
u menekkan mi (gf) dinamakan
kekerasan
n. Semakin tinggi
t peak (puncak kurrva) yang diitunjukkan oleh
o kurva,
berarti keekerasan mi akan semakkin meningkat. Seperti yyang dapat dilihat
d pada
49
Gambar 27. nilai kekerasan
k m jagung instan lebihh tinggi dibbandingkan
mi
dengan mi
m instan komersial yyaitu masinng-masing sebesar 2657,05 dan
2803,60 gf.
g Hal ini dikarenakan
d pproses retrogradasi pati pada mi jag
gung instan
lebih besaar dibanding
gkan mi insttan komersiaal. Retrograddasi merupaakan proses
terbentukknya ikatan antara
a amilosa-amilosa yang
y telah teerdispersi kee dalam air.
Semakin banyak am
milosa yangg terdispersii, maka prooses retrogrradasi pati
semakin mudah terj
rjadi. Pengggunaan bahhan tambahaan seperti guar gum
diharapkaan dapat menyebabkan
m n turunnya amilosa terrlarut sehin
ngga fraksi
amilosa yang
y mengallami retrogradasi juga leebih sedikit.. Hal ini meenyebabkan
tekstur mi
m menjadi lebbih lunak (K
Kurniawati, 2006).
2
Gaya (gf) selama
s periiode tertenntu (s) yanng dibutuhkkan untuk
mengembbalikan mi pada
p kondisi semula diseebut dengan kelengketann. Semakin
besar luass area negatiif yang ditunnjukkan oleh
h kurva, makka nilai kelenngketan mi
semakin tinggi. Gaambar 27. menunjukk
kan bahwa mi instan komersial
memiliki nilai kelenggketan lebihh kecil diban
ndingkan denngan mi jaggung instan
yaitu massing-masing sebesar -51,,30 dan -140
0,55 gf. Hal ini disebabkkan amilosa
pada jaguung lebih besar
b daripaada tepung terigu
t sehinngga amilosa pada mi
jagung in
nstan yang terlepas darri granula pati
p pun dipperkirakan lebih
l besar
dibanding
gkan mi instan komersiial dapat meenyebabkan kelengketann (Eliasson
dan Gudm
mundsson, 1996; Merdiyyanti, 2008).
2657,05
2 2803
3,60
3000
3
2
2500
Besar gaya (gf)
2
2000
1
1500 K
Kekerasan
1
1000 K
Kelengketan
500
0
‐140,55 ‐51,30
‐500 Mi jjagung instan Mi instan
n komersial
Jeenis mi
Gambarr 27. Perbanddingan mi jaagung instan dan mi instaan komersiall
berdasaarkan tingkatt kekerasan dan
d kelengkketan
50
dengan mi
m jagung instan masingg-masing sebbesar 0,59 daan 0,43 gs. Sedangkan
nilai elasttisitas dan daya
d kohesiff mi jagung instan
i masinng-masing seebesar 0,54
dan 0,25 gs. Hal ini disebabkann akibat kanddungan glutten yang terdapat pada
tepung terrigu yang merupakan
m baahan baku daari mi instann komersial lebih
l tinggi
dibanding
gkan mi jaguung instan. D
Daya kohesiif dan elastisitas berban
nding lurus.
Penurunaan daya koheesif antara pati tergelatinnisasi dengaan tepung keering akibat
pemasakaan pada suhu tinggi m
menyebabkaan elongasi menurun. Penurunan
elongasi menyebabkaan penurunaan elastisitass. Hasil anallisis tekstur mi jagung
instan denngan rasio tepung teriguu dan tepung
g jagung (700:30 (b/b)) pada
p waktu
penggorengan selamaa 3 menit dissajikan pada Lampiran 19.
0,59
0
0,54
1 0,43
Besar gaya (gs)
0 0,25
E
Elastisitas
0
D
Daya kohesif
0
Mi jagung instan Mi instan komersial
Jen
nis mi
51
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Rendemen tepung jagung yang dihasilkan sebesar 30,40% dari
keseluruhan bahan baku. Bagian yang harus dipisahkan (lembaga, kulit ari, dan
tip cap) dan tepung yang tidak lolos ayakan masing-masing sebesar 37,30 dan
30,30%. Kombinasi rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu
penggorengan berdasarkan cooking time, cooking loss, kadar air, pertambahan
berat, dan derajat pengembangan mi adalah rasio tepung terigu dan tepung
jagung (70:30 (b/b)) dengan waktu penggorengan selama 3 dan 4 menit.
Hasil uji deskriptif pada kedua formula mi jagung instan tersebut
menunjukkan bahwa tingkat kekerasan, kelengketan, dan elastisitas yang tidak
berbeda nyata pada kedua sampel tersebut. Hasil uji hedonik menunjukkan
bahwa tingkat kesukaan atribut rasa, warna, elastisitas, dan kelengketan tidak
berbeda nyata pada kedua sampel tersebut. Sedangkan tingkat kesukaan atribut
kekerasan yang berbeda nyata pada kedua sampel yaitu mi jagung instan
dengan rasio tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) dengan waktu
penggorengan selama 3 menit yang lebih disukai.
Formula yang direkomendasikan untuk pembuatan mi jagung instan
berdasarkan paired preference test adalah formula dengan kombinasi rasio
tepung terigu dan tepung jagung (70:30 (b/b)) dengan waktu penggorengan
selama 3 menit. Adonan mi tersebut memiliki karakteristik adonan yang
kompak dan elastis dengan kadar air mi jagung instan kering kurang dari 10%
(7,40%), kadar abu sebesar 1,64%, kadar protein sebesar 10,51%, kadar lemak
sebesar 10,14%, kadar karbohidrat sebesar 70,31%, kadar serat kasar sebesar
1,43%, dan aw sebesar 0,588. Warna dari mi jagung instan kering adalah
kuning-merah dengan nilai ⁰hue sebesar 83,90.
Mi jagung instan dengan cooking loss kurang dari 15% (11,13%)
setelah dimasak, tekstur mi tidak hancur, waktu rehidrasinya kurang dari
4 menit (3,5 menit) dengan derajat pengembangan sebesar 121,28%,
pertambahan berat sebesar 242,67%, serta tingkat kekerasan, kelengketan, dan
elastisitas mendekati mi instan komersial baik secara subjektif (organoleptik)
52
maupun objektif. Nilai kekerasan, kelengketan, elastistas, dan daya kohesif
produk mi jagung instan masing-masing sebesar 2657,05 gf, -140,55 gf,
0,54 gs, dan 0,25 gs.
B. SARAN
Beberapa saran yang dapat diberikan sebagai tindak lanjut dari hasil
penelitian ini, antara lain:
1. Perlu dilakukannya uji umur simpan untuk produk mi jagung instan ini
sehingga diketahui dengan pasti umur mi jagung instan.
2. Perlu dilakukannya penelitian mi jagung instan dengan tingkat subtitusi
jagung yang lebih tinggi untuk mengetahui batas maksimum subtitusi
jagung pada mi instan.
3. Perlu dilakukan analisis prevalensi konsumen dan analisis kelayakan usaha
untuk mengetahui usaha mi jagung instan ini dapat dikembangkan atau
tidak.
53
DAFTAR PUSTAKA
54
FAO. 2005. Standard Tabel of Food Composition. www.fao.org/infood/tables_
asia_en.sym#japan. [9 September 2009].
Faridah, D.N., F. Kusnandar, D. Herawati, H.D. Kusumaningrum, N. Wulandari,
dan D. Indrasti. 2008. Penuntun Praktikum Analisis Pangan. Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry. 3rd Edition. Marcel Dekker, Inc. New
York. Amerika Serikat.
Gebhardt, B. 1996. Oils and Fats in Snack Food. Di dalam: Bailey’s Industrial Oil
and Fat Products. Vol 3(5th ed.). John Wiley and Sons, Inc. New York.
Gheochembio. 2010. Kernel Anatomy. www.geochembio.com/biology/
organisms/maize/. [27 Mei 2010].
Hou, G. dan M. Kruk. 1998. Asian Noodle Technology. http://www.secure.
aibonline.org/catalog/example/V201ss12.pdf. [27 Agustus 2009].
Howe, J.A. dan Tanumihardjo. S.A. 2006. Evaluation of analytical methods for
carotenoid extraction from biofortified maize (Zea mays sp.). Journal of
Agricultural Food Chemistry. 54: 7992-7997.
Hutching, J.B. 1999. Food Color and Appearance. 2nd Edition. Aspen publ. Inc.
Gaiterburg. Maryland.
Indriani, S. 2005. Desain Proses Pembuatan dan Formulasi Mi Instan dari
Campuran Tepung Sorghum, Pati Jagung, dan Gluten Terigu. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanaian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Iriany, R.N. dan Andi T.M. 2007. Jagung Hibrida Unggul Baru. Warta Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Vol. 29 No. 4, Matos. Sulsel.
Jamin, F. F., dan Flores, R. A. 1998. Effect of additional separation and grinding
on the chemical and physical properties of selected corn drymilled streams.
Cereal Chemistry, 75, 166–170.
Juniawati. 2003. Optimasi Proses Pengolahan Mi Jagung Instan Berdasarkan
Kajian Preferensi Konsumen. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Kim, S.K. 1999. Instant Noodles. Di dalam: J.E. Kruger, R.B. Matsuo, dan J.W.
Dick (Editor). Pasta and Noodle Technology. American Association of
Cereal Chemist Inc., St. Paul.
Kurniawati, R.D. 2006. Penentuan Desain Proses dan Formulasi Optimal
Pembuatan Mi Jagung Basah Berbahan Dasar Pati Jagung dan Corn Gluten
Meal (CGM). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
55
Kusnandar, F., Nurhaeni S.P., dan Dian H. 2008. Pengembangan Showcase Mi
Jagung dalam Rangka Penggandaan Skala Proses Produksi Mi Jagung dan
Percepatan Difusi Teknologi. Laporan Penelitian Rusnas Diversifikasi
Pangan Pokok.
Merdiyanti, A. 2008. Paket Teknologi Pembuatan Mi Kering dengan
Memanfaatkan Bahan Baku Tepung Jagung. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1998. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Moreira, R.G. 2003. Deep Fat Frying. Di dalam: Encyclopedia of Agricultural,
Food, and Biological Engineering. CRC Press. London.
Nobel, P dan Andrizal. 2003. Pedoman Penanganan Pasca Panen Jagung.
Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan. Departemen
Pertanian. Jakarta.
Oh, N.H., Serb, P.A., Dayoe, C.W. dan Ward A.B. 1985. Noodles II:the surface
firmness of cooked noodles from soft and hard wheat flours. Journal of
Cereal Chemistry. 62(6):431-432.
Park, C.S., dan Baik, B.K. 2004. Relationship between protein characteristics and
instant noodle making quality of wheat flour. Journal of Cereal Chemistry,
81, 159–164.
Pukkahuta. C, Suwannawat. B., Shobsngob S., dan Varavinit S. 2008.
Comperative study of pasting and thermal transitition characteristics of
osmotic preasure and heat moisture treatment corn starch. Carbohydrates
Polymers. 72:527-536.
Ross, A.S., Quail, K.J., dan Crosbie, G.B. 1997. Physicochemical properties of
australian flours influencing the texture of yellow alkaline noodles. Cereal
Chemistry, 78, 814–820.
Sawit, M.H. 2003. Kebijakan Gandum Terigu: Harus Mampu
Menumbuhkembangkan Industri Pangan Dalam Negeri. Analisis Kebijakan
Pertanian. Volume 1 No. 2 Juni 2003.
Sigit, N.P. 2008. Optimalisasi Formula dan Proses Pembuatan Mi Jagung dengan
Metode Kalendering. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Soraya, A. 2006. Perancangan Proses dan Formulasi Mi Jagung Basah Berbahan
Dasar High Quality Protein Maize Varietas Srikandi Kuning Kering Panen.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Zhao, L. F., dan Seib, P. A. 2005. Alkaline-carbonate noodles from hard winter
wheat flours varying in protein, swelling power, and polyphenoloxidase
activity. Cereal Chemistry, 82, 504–516.
56
LAMPIRAN
57
Lampiran 1. Lembar kuisioner uji deskriptif
UJI DESKRIPTIF
Instruksi :
1. Lakukan pengujian secara dua arah antara masing-masing sampel uji (berkode) dengan
sampel kontrol (R)
2. Evaluasi tingkat kekerasan, tingkat elastisitas, dan tingkat kelengketan dari masing-masing
sampel uji dengan melakukan pencicipan.
3. Beri tanda berupa garis vertikal pada garis horizontal serta tuliskan diatas garis vertikal
tersebut nomor kode dari masing-masing sampel uji.
4. Setiap selesai melakukan satu evaluasi, netralkan indera pengecap terlebih dahulu dengan air
putih.
Tingkat kekerasan
R
Tingkat elastisitas
R
Tingkat kelengketan
R
58
Contoh :
Warna 131 264
Penilaian
Warna
Rasa
Kekerasan
Elastisitas
Kelengketan
Petunjuk
Di hadapan anada telah disajikan dua contoh mi jagung instan. Cicipilah contoh sebelah kiri dahulu,
kemudian netralkan mulut anda dengan air putih. Setelah itu cicipilah contoh sebelah kanan. Secara
keseluruhan, contoh manakah yang lebih anda sukai? Beri tanda X di dalam kotak di sebelah kode
contoh yang anda pilih.
59
Lampiran 4. Data cooking time mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio
tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan
Rasio tepung
Lama penggorengan Rata-rata cooking time ±
terigu:tepung jagung
(menit) SD (menit)
(b/b)
b
90:10 1 4,0±0,0
a
80:20 1 4,5±0,0
b
70:30 1 4,0±0,0
c
60:40 1 3,5±0,0
d
0:100 1 3,0±0,0
b
90:10 2 4,0±0,0
b
80:20 2 4,0±0,0
b
70:30 2 4,0±0,0
a
60:40 2 4,5±0,0
c
0:100 2 3,5±0,0
b
90:10 3 4,0±0,0
b
80:20 3 4,0±0,0
b
70:30 3 4,0±0,0
a
60:40 3 4,5±0,0
c
0:100 3 3,5±0,0
c
90:10 4 3,5±0,0
c
80:20 4 3,5±0,0
c
70:30 4 3,5±0,0
a
60:40 4 4,5±0,0
c
0:100 4 3,5±0,0
a
90:10 5 4,5±0,0
b
80:20 5 4,0±0,0
d
70:30 5 3,0±0,0
b
60:40 5 4,0±0,0
c
0:100 5 3,5±0,0
60
Lampiran 5. Hasil analisis data cooking time mi jagung instan berbagai kombinasi
antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan
Hasil Analisis Ragam‐RAL
The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels Values
lamapenggorengan 5 1 2 3 4 5
tepungjagung 5 10 100 20 30 40
formula 25 R1 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R2 R20 R21 R22
R23 R24 R25 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9
Number of Observations Read 50
Number of Observations Used 50
Hasil Analisis Ragam‐RAL 2
Dependent Variable: kons Cookingtime(menit)
Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 24 9.52000000 0.39666667 Infty <.0001
Error 25 0.00000000 0.00000000
Corrected Total 49 9.52000000
R‐Square Coeff Var Root MSE kons Mean
1.000000 0 0 3.860000
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F
lamapenggorengan 4 0.72000000 0.18000000 Infty <.0001
tepungjagung 4 3.92000000 0.98000000 Infty <.0001 formula
16 4.88000000 0.30500000 Infty <.0001
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
lamapenggorengan 4 0.72000000 0.18000000 Infty <.0001
tepungjagung 4 3.92000000 0.98000000 Infty <.0001 formula
16 4.88000000 0.30500000 Infty <.0001
The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels Values
lamapenggorengan 5 1 2 3 4 5
tepungjagung 5 10 100 20 30 40
ulangan 2 1 2
61
inter 25 1_10 1_100 1_20 1_30 1_40 2_10 2_100 2_20 2_30 2_40 3_10
3_100 3_20 3_30 3_40 4_10 4_100 4_20 4_30 4_40 5_10 5_100
5_20 5_30 5_40
Number of Observations Read 50
Number of Observations Used 50
The GLM Procedure
Duncan's Multiple Range Test for CK
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate. not the experimentwise
error rate.
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 25
Error Mean Square 0
Number of Means 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
25
Critical Range 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N inter
A 4.500 2 5_10
A
A 4.500 2 2_40
A
A 4.500 2 1_20
A
A 4.500 2 4_40
A
A 4.500 2 3_40
B 4.000 2 2_10
B
B 4.000 2 1_10
B
B 4.000 2 2_20
B
B 4.000 2 2_30
B
B 4.000 2 3_30
B
B 4.000 2 3_10
B
B 4.000 2 1_30
B
B 4.000 2 3_20
B
B 4.000 2 5_20
B
B 4.000 2 5_40
C 3.500 2 4_20
C
C 3.500 2 4_10
C
C 3.500 2 5_100
C
C 3.500 2 4_30
C
C 3.500 2 3_100
62
C
C 3.500 2 1_40
C
C 3.500 2 2_100
C
C 3.500 2 4_100
D 3.000 2 1_100
D
D 3.000 2 5_30
Lampiran 6. Data cooking loss mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio
tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan
Rasio tepung
Lama penggorengan Rata-rata cooking loss ±
terigu:tepung jagung
(menit) SD (%)
(b/b)
k
90:10 1 8,18 ± 1,80
ijk
80:20 1 9,51 ± 0,39
f
70:30 1 14,10 ± 0,78
d
60:40 1 18,24 ± 1,24
a
0:100 1 32,40 ± 0,04
efgh
90:10 2 13,05 ± 0,13
d
80:20 2 18,26 ± 0,24
fghi
70:30 2 11,85 ± 0,29
efgh
60:40 2 12,78 ± 0,05
b
0:100 2 27,13 ± 1,16
jk
90:10 3 7,72 ± 0,05
efgh
80:20 3 12,95 ± 0,35
hi
70:30 3 10,95 ± 0,02
63
e
60:40 3 14,24 ± 0,12
c
0:100 3 24,06 ± 1,36
efg
90:10 4 13,89 ± 2,01
efgh
80:20 4 12,86 ± 0,33
hi
70:30 4 11,13 ± 0,13
jk
60:40 4 8,00 ± 0,36
bc
0:100 4 25,78 ± 2,01
e
90:10 5 14,29 ± 0,23
e
80:20 5 14,65 ± 0,19
ghi
70:30 5 11,66 ± 0,07
i
60:40 5 10,32 ± 0,91
bc
0:100 5 25,18 ± 2,09
64
Lampiran 7. Hasil analisis data cooking loss mi jagung instan berbagai kombinasi
antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan
Hasil Analisis Ragam‐RAL
The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels Values
lamapenggorengan 5 1 2 3 4 5
tepungjagung 5 10 100 20 30 40
formula 25 R1 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R2 R20 R21 R22
R23 R24 R25 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9
Number of Observations Read 50
Number of Observations Used 50
Hasil Analisis Ragam‐RAL 4
The GLM Procedure
Dependent Variable: kons Cookingloss(%)
Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 24 2116.524062 88.188503 82.33 <.0001
Error 25 26.778124 1.071125
Corrected Total 49 2143.302186
R‐Square Coeff Var Root MSE kons Mean
0.987506 6.767961 1.034952 15.29193
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F
lamapenggorengan 4 54.065882 13.516470 12.62 <.0001
tepungjagung 4 1720.873678 430.218420 401.65 <.0001
formula 16 341.584501 21.349031 19.93 <.0001
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
lamapenggorengan 4 54.065882 13.516470 12.62 <.0001
tepungjagung 4 1720.873678 430.218420 401.65 <.0001
formula 16 341.5845015 21.3490313 19.93 <.0001
The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels Values
lamapenggorengan 5 1 2 3 4 5
tepungjagung 5 10 100 20 30 40
ulangan 2 1 2
inter 25 1_10 1_100 1_20 1_30 1_40 2_10 2_100 2_20 2_30 2_40 3_10
3_100 3_20 3_30 3_40 4_10 4_100 4_20 4_30 4_40 5_10 5_100
5_20 5_30 5_40
65
Number of Observations Read 50
Number of Observations Used 50
The GLM Procedure
Duncan's Multiple Range Test for CL
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate. not the experimentwise
error rate.
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 25
Error Mean Square 1.028101
Number of Means 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
24 25
Critical Range 2.088 2.194 2.261 2.309 2.345 2.373 2.395 2.413 2.428 2.440 2.450
2.458 2.465 2.471 2.476 2.480 2.484 2.487 2.489 2.491 2.492 2.493
2.494 2.494
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N inter
A 32.406 2 1_100
B 27.126 2 2_100
B
C B 25.817 2 4_100
C B
C B 25.177 2 5_100
C
C 24.053 2 3_100
D 18.266 2 2_20
D
D 18.212 2 1_40
E 14.652 2 5_20
E
E 14.290 2 5_10
E
E 14.249 2 3_40
E
F E 14.098 2 1_30
F E
F E G 13.895 2 4_10
F E G
F H E G 13.052 2 2_10
F H E G
F H E G 12.952 2 3_20
F H E G
F H E G 12.853 2 4_20
F H E G
F H E G 12.787 2 2_40
F H G
F H I G 11.851 2 2_30
H I G
H I G 11.661 2 5_30
H I
H I 11.128 2 4_30
H I
H I 10.943 2 3_30
I
J I 9.814 2 5_40
J I
J I K 9.510 2 1_20
J K
J K 8.001 2 4_40
J K
J K 7.714 2 3_10
K
K 7.290 2 1_10
66
Lampiran 8. Data kadar air mi jagung instan berbagai kombinasi antara rasio
tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan
Rasio tepung
Lama penggorengan Rata-rata kadar air ±
terigu:tepung jagung
(menit) SD (%)
(b/b)
cd
90:10 1 10,45±0,12
c
80:20 1 10,60±0,18
de
70:30 1 9,76±0,23
b
60:40 1 13,44±0,09
a
0:100 1 14,85±0,16
efg
90:10 2 9,07±0,42
ef
80:20 2 9,35±0,19
ghijk
70:30 2 8,22±0,11
ghij
60:40 2 8,31±0,08
efgh
0:100 2 8,71±0,12
fghi
90:10 3 8,45±0,20
67
ijklm
80:20 3 7,65±0,06
jklmn
70:30 3 7,40±0,04
ijklm
60:40 3 7,62±0,27
klmn
0:100 3 7,18±0,23
ghi
90:10 4 8,38±0,11
hijkl
80:20 4 7,86±0,04
klmn
70:30 4 7,26±0,07
jklmn
60:40 4 7,41±0,14
n
0:100 4 6,57±0,20
klmn
90:10 5 7,36±0,41
mn
80:20 5 6,75±1,20
lmn
70:30 5 6,92±0,40
klmn
60:40 5 7,13±0,62
n
0:100 5 6,46±0,50
Lampiran 9. Hasil analisis data kadar air mi jagung instan berbagai kombinasi antara
rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan
Hasil Analisis Ragam‐RAL
The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels Values
lamapenggorengan 5 1 2 3 4 5
tepungjagung 5 10 100 20 30 40
formula 25 R1 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R2 R20 R21 R22
R23 R24R25 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9
Number of Observations Read 50
Number of Observations Used 50
The GLM Procedure
Dependent Variable: kons kadarair(%)
Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 24 197.1391364 8.2141307 47.55 <.0001
Error 25 4.3188217 0.1727529
Corrected Total 49 201.4579581
68
R‐Square Coeff Var Root MSE kons Mean
0.978562 4.875928 0.415635 8.524234
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F
lamapenggorengan 4 148.6507947 37.1626987 215.12 <.0001
tepungjagung 4 5.6865189 1.4216297 8.23 0.0002 formula
16 42.8018227 2.6751139 15.49 <.0001
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
lamapenggorengan 4 148.6507947 37.1626987 215.12 <.0001
tepungjagung 4 5.6865189 1.4216297 8.23 0.0002 formula
16 42.80182275 2.67511392 15.49 <.0001
The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels Values
lamapenggorengan 5 1 2 3 4 5
tepungjagung 5 10 100 20 30 40
ulangan 2 1 2
inter 25 1_10 1_100 1_20 1_30 1_40 2_10 2_100 2_20 2_30 2_40 3_10
3_100 3_20 3_30 3_40 4_10 4_100 4_20 4_30 4_40 5_10 5_100
5_20 5_30 5_40
Number of Observations Read 50
Number of Observations Used 50
The GLM Procedure
Duncan's Multiple Range Test for KA
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate. not the experimentwise
error rate.
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 25
Error Mean Square 0.172753
Number of Means 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
24 25
Critical Range 0.856 0.899 0.927 0.947 0.961 0.973 0.982 0.989 0.995 1.000 1.004
1.008 1.011 1.013 1.015 1.017 1.018 1.019 1.020 1.021 1.021 1.022
1.022 1.022
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N inter
A 14.8493 2 1_100
B 13.4135 2 1_40
C 10.6118 2 1_20
69
C
D C 10.3550 2 1_10
D
D E 9.6179 2 1_30
E
F E 9.3466 2 2_20
F E
F E G 9.0667 2 2_10
F E G
F H E G 8.7259 2 2_100
F H G
F H I G 8.4573 2 3_10
H I G
H I G 8.3991 2 4_10
H I G
J H I G 8.3446 2 2_40
J H I G
K J H I G 8.1797 2 2_30
K J H I
K J H I L 7.8542 2 4_20
K J I L
K J M I L 7.6493 2 3_20
K J M I L
K J M I L 7.6150 2 3_40
K J M L
K J M N L 7.3959 2 4_40
K J M N L
K J M N L 7.3934 2 3_30
K M N L
K M N L 7.3562 2 5_10
K M N L
K M N L 7.2916 2 4_30
K M N L
K M N L 7.2341 2 5_40
K M N L
K M N L 7.2219 2 3_100
M N L
M N L 6.9755 2 5_30
M N
M N 6.7330 2 5_20
N
N 6.5675 2 4_100
N
N 6.4515 2 5_100
70
Lampiran 10. Data pertambahan berat mi jagung instan berbagai kombinasi antara
rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu penggorengan
Rasio tepung
Lama penggorengan Rata-rata pertambahan
terigu:tepung jagung
(menit) berat ± SD (%)
(b/b)
lk
90:10 1 224,27±1,18
ihj
80:20 1 228,59±0,30
ih
70:30 1 230,06±0,32
d
60:40 1 272,64±1,45
c
0:100 1 279,06±0,93
l
90:10 2 222,57±0,24
o
80:20 2 207,35±0,07
ikj
70:30 2 226,84±0,38
e
60:40 2 265,68±0,10
d
0:100 2 273,21±0,44
lkj
90:10 3 225,57±0,17
lkj
80:20 3 225,83±0,44
f
70:30 3 242,67±0,19
fg
60:40 3 241,72±0,34
a
0:100 3 318,52±0,55
g
90:10 4 234,23±0,45
o
80:20 4 204,94±0,23
hi
70:30 4 230,15±0,25
g
60:40 4 238,97±0,14
b
0:100 4 289,00±0,04
fg
90:10 5 240,73±0,41
n
80:20 5 212,25±0,38
m
70:30 5 215,58±0,36
h
60:40 5 230,30±0,78
c
0:100 5 279,86±0,52
71
Lampiran 11. Hasil analisis data pertambahan berat mi jagung instan berbagai
kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu
penggorengan
Hasil Analisis Ragam‐RAL
The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels Values
lamapenggorengan 5 1 2 3 4 5
tepungjagung 5 10 100 20 30 40
formula 25 R1 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R2 R20 R21 R22
R23 R24R25 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9
Number of Observations Read 50
Number of Observations Used 50
Hasil Analisis Ragam‐RAL 2
The GLM Procedure
Dependent Variable: kons pertambahanberat(%)
Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 24 39225.17750 1634.38240 3806.27 <.0001
Error 25 10.73481 0.42939
Corrected Total 49 39235.91231
R‐Square Coeff Var Root MSE kons Mean
0.999726 0.270305 0.655280 242.4225
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F
lamapenggorengan 4 1553.49144 388.37286 904.47 <.0001
tepungjagung 4 31805.31671 7951.32918 18517.6 <.0001
formula 16 5866.36935 366.64808 853.88 <.0001
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
lamapenggorengan 4 1553.49144 388.37286 904.47 <.0001
tepungjagung 4 31805.31671 7951.32918 18517.6 <.0001
formula 16 5866.369348 366.648084 853.88 <.0001
The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels Values
72
lamapenggorengan 5 1 2 3 4 5
tepungjagung 5 10 100 20 30 40
ulangan 2 1 2
inter 25 1_10 1_100 1_20 1_30 1_40 2_10 2_100 2_20 2_30 2_40 3_10
3_100 3_20 3_30 3_40 4_10 4_100 4_20 4_30 4_40 5_10 5_100
5_20 5_30 5_40
Number of Observations Read 50
Number of Observations Used 50
The GLM Procedure
Duncan's Multiple Range Test for PB
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate. not the experimentwise
error rate.
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 25
Error Mean Square 2.32112
Number of Means 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
24 25
Critical Range 3.138 3.296 3.398 3.470 3.524 3.566 3.599 3.626 3.648 3.666 3.681
3.694 3.704 3.713 3.721 3.727 3.732 3.736 3.740 3.742 3.744 3.746
3.747 3.747
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N inter
A 318.504 2 3_100
B 288.976 2 4_100
C 279.863 2 5_100
C
C 279.037 2 1_100
D 273.227 2 2_100
D
D 272.603 2 1_40
E 265.708 2 2_40
F 242.688 2 3_30
F
G F 241.734 2 3_40
G F
G F 240.759 2 5_10
G
G 239.011 2 4_40
G
G 238.659 2 4_10
H 230.320 2 5_40
H
I H 230.139 2 4_30
I H
I H 229.923 2 1_30
I H
I H J 228.613 2 1_20
I J
I K J 226.836 2 2_30
K J
L K J 225.874 2 3_20
L K J
L K J 225.569 2 3_10
L K
L K 224.243 2 1_10
L
73
L 222.579 2 2_10
M 215.575 2 5_30
N 212.249 2 5_20
O 207.381 2 2_20
O
O 204.996 2 4_20
74
ghi
90:10 3 121,30±0,43
b
80:20 3 138,30±0,34
hi
70:30 3 121,28±0,00
fg
60:40 3 122,31±0,75
bcd
0:100 3 138,18±0,00
i
90:10 4 120,72±0,52
gh
80:20 4 121,94±0,63
hi
70:30 4 121,28±0,00
gh
60:40 4 121,35±0,80
cd
0:100 4 137,50±0,34
ghi
90:10 5 121,28±0,21
hi
80:20 5 121,28±0,00
ghi
70:30 5 121,28±0,67
hi
60:40 5 121,28±0,00
d
0:100 5 137,50±0,00
75
Lampiran 13. Hasil analisis data derajat pengembangan mi jagung instan berbagai
kombinasi antara rasio tepung terigu dan tepung jagung dengan waktu
penggorengan
Hasil Analisis Ragam‐RAL
The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels Values
lamapenggorengan 5 1 2 3 4 5
tepungjagung 5 10 100 20 30 40
formula 25 R1 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R2 R20 R21 R22
R23 R24R25 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9
Number of Observations Read 50
Number of Observations Used 50
Hasil Analisis Ragam‐RAL 2
The GLM Procedure
Dependent Variable: kons derajatpengembangan(%)
Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 24 3326.376586 138.599024 1396.34 <.0001
Error 25 2.481467 0.099259
Corrected Total 49 3328.858053
R‐Square Coeff Var Root MSE kons Mean
0.999255 0.246786 0.315053 127.6628
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F
lamapenggorengan 4 411.264213 102.816053 1035.84 <.0001
tepungjagung 4 2135.101400 533.775350 5377.62 <.0001 formula
16 780.010973 48.750686 491.15 <.0001
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
lamapenggorengan 4 411.264213 102.816053 1035.84 <.0001
tepungjagung 4 2135.101400 533.775350 5377.62 <.0001 formula
16 780.0109735 48.7506858 491.15 <.0001
The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels Values
lamapenggorengan 5 1 2 3 4 5
tepungjagung 5 10 100 20 30 40
ulangan 2 1 2
inter 25 1_10 1_100 1_20 1_30 1_40 2_10 2_100 2_20 2_30 2_40 3_10
3_100 3_20 3_30 3_40 4_10 4_100 4_20 4_30 4_40 5_10 5_100
5_20 5_30 5_40
77
Number of Observations Read 50
Number of Observations Used 50
The GLM Procedure
Duncan's Multiple Range Test for DP
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate. not the experimentwise
error rate.
Alpha 0.05
Error Degrees of Freedom 25
Error Mean Square 0.10813
Number of Means 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
24 25
Critical Range .6772 .7114 .7334 .7489 .7605 .7696 .7767 .7825 .7873 .7912 .7945
.7972 .7995 .8015 .8031 .8044 .8055 .8064 .8071 .8077 .8081 .8085
.8087 .8088
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N inter
A 139.4727 2 1_20
A
A 139.3519 2 1_100
A
A 139.3519 2 2_100
B 138.4692 2 3_20
B
C B 138.2979 2 2_20
C B
C B 138.2979 2 1_10
C B
C B D 138.1818 2 3_100
C D
C D 137.6705 2 4_100
D
D 137.5000 2 5_100
E 122.9167 2 1_40
E
F E 122.5000 2 2_40
F
F G 122.1122 2 3_40
G
H G 121.7253 2 4_20
H G
H G 121.7246 2 4_40
H G
H G I 121.6096 2 5_30
H G I
H G I 121.4015 2 3_10
H G I
H G I 121.3830 2 2_30
H G I
H G I 121.3830 2 5_10
H I
H I 121.2766 2 3_30
H I
H I 121.2766 2 1_30
H I
H I 121.2766 2 4_30
H I
H I 121.2766 2 2_10
H I
H I 121.2766 2 5_20
H I
H I 121.2766 2 5_40
78
I
I 120.8940 2 4_10
79
Lampiran 14a. Hasil uji deskriptif (tingkat kekerasan)
Tingkat kekerasan
Panelis
A B R (A-R) (B-R)
1 8,7 8,5 7,5 1,7 1,5
2 8,0 8,9 7,5 1,0 1,9
3 7,8 4,3 7,5 0,8 ‐2,7
4 9,7 10,1 7,5 2,7 3,1
5 6,5 7,9 7,5 ‐0,5 0,9
6 8,4 9,4 7,5 1,4 2,4
7 10,85 8,2 7,5 3,85 1,2
8 7,8 8,3 7,5 0,8 1,3
9 7,9 8,75 7,5 0,9 1,75
10 7,7 8,9 7,5 0,7 1,9
11 8,4 10,2 7,5 1,4 3,2
12 7,6 7,5 7,5 0,6 0,5
13 10,3 9,1 7,5 3,3 2,1
14 5,6 6,4 7,5 ‐1,4 ‐0,6
15 10,4 7,8 7,5 3,4 0,8
16 11,3 10,7 7,5 4,3 3,7
17 10,6 11 7,5 3,6 4,0
18 10,2 11,45 7,5 3,2 4,45
19 8,9 7,9 7,5 1,9 0,9
20 10,6 11,4 7,5 3,6 4,4
21 8,0 7,75 7,5 1,0 0,75
22 7,9 8,9 7,5 0,9 1,9
23 8,1 9,2 7,5 1,1 2,2
24 9,1 9,75 7,5 2,1 2,75
25 8,0 8,8 7,5 1,0 1,8
26 9,2 7,2 7,5 2,2 0,2
27 6,2 4,7 7,5 ‐0,8 ‐2,3
28 12,3 8,45 7,5 5,3 1,45
29 8,25 9,4 7,5 1,25 2,4
30 10,15 9,3 7,5 3,15 2,3
Total 264,45 260,15 225 54,45 50,15
Rata‐rata 8,815 8,671667 7,5 1,815 1,6717
Jumlah total perbedaan kuadrat 169,2675 162,9925
Jumlah nilai kuadrat pebedaan
2964,8025 2515,0225
masing‐masing
Nilai S 1,5585 1,6522
d rata‐rata/(s/n^½) 6,3787 5,5418
Nilai t tabel two tailed test α =
2,756 2,756
0,05
Berbeda berbeda
Beda nyata/belum cukup bukti
nyata nyata
80
Lampiran 14b, Hasil uji deskriptif (tingkat elastisitas)
Tingkat elastisitas
Panelis
A B R (A-R) (B-R)
1 6,7 5,8 7,5 ‐0,8 ‐1,7
2 5,4 7,85 7,5 ‐2,1 0,35
3 6,4 5,9 7,5 ‐1,1 ‐1,6
4 3,6 5 7,5 ‐3,9 ‐2,5
5 7,3 6,4 7,5 ‐0,2 ‐1,1
6 5 4 7,5 ‐2,5 ‐3,5
7 2,6 5,9 7,5 ‐4,9 ‐1,6
8 6,3 5,9 7,5 ‐1,2 ‐1,6
9 6,3 5,5 7,5 ‐1,2 ‐2
10 5,5 6,3 7,5 ‐2 ‐1,2
11 5,9 4,9 7,5 ‐1,6 ‐2,6
12 0,4 0,3 7,5 ‐7,1 ‐7,2
13 4,5 6,1 7,5 ‐3 ‐1,4
14 3,2 1,75 7,5 ‐4,3 ‐5,75
15 3,8 6 7,5 ‐3,7 ‐1,5
16 6,1 2,3 7,5 ‐1,4 ‐5,2
17 11,6 8,6 7,5 4,1 1,1
18 5,5 2,6 7,5 ‐2 ‐4,9
19 4,15 6,1 7,5 ‐3,35 ‐1,4
20 2,5 1,7 7,5 ‐5 ‐5,8
21 6,65 6,35 7,5 ‐0,85 ‐1,15
22 4,9 3,8 7,5 ‐2,6 ‐3,7
23 2,7 1,3 7,5 ‐4,8 ‐6,2
24 5,05 5,85 7,5 ‐2,45 ‐1,65
25 8,4 11,2 7,5 0,9 3,7
26 6 7,85 7,5 ‐1,5 0,35
27 4,75 3,8 7,5 ‐2,75 ‐3,7
28 3,9 10,6 7,5 ‐3,6 3,1
29 4,8 4,1 7,5 ‐2,7 ‐3,4
30 3,9 4,8 7,5 ‐3,6 ‐2,7
Total 264,45 153,8 225 225 ‐71,2
Rata‐rata 8,815 5,126667 7,5 7,5 ‐2,3733
Jumlah total perbedaan kuadrat 228,45 272,7625
Jumlah nilai kuadrat pebedaan
3158,4400 2647,1025
masing‐masing
Nilai S 2,0609 2,5016
d rata‐rata/(s/n^½) 4,8786 3,755
Nilai t tabel two tailed test α = 0,05 2,756 2,756
Berbeda berbeda
Beda nyata/belum cukup bukti
nyata nyata
81
Lampiran 14c. Hasil uji deskriptif (tingkat kelengketan)
Tingkat kelengketan
Panelis
A B R (A-R) (B-R)
1 7,7 7,3 7,5 0,7 0,3
2 2,1 2,9 7,5 ‐4,9 ‐4,1
3 5,2 5,8 7,5 ‐1,8 ‐1,2
4 3,3 4,9 7,5 ‐3,7 ‐2,1
5 8,35 5,35 7,5 1,35 ‐1,65
6 4 2,9 7,5 ‐3 ‐4,1
7 3,9 1,9 7,5 ‐3,1 ‐5,1
8 5 4,3 7,5 ‐2 ‐2,7
9 6,4 5,7 7,5 ‐0,6 ‐1,3
10 3,3 4,2 7,5 ‐3,7 ‐2,8
11 8,85 10,7 7,5 1,85 3,7
12 0,6 0,3 7,5 ‐6,4 ‐6,7
13 5,9 4,2 7,5 ‐1,1 ‐2,8
14 2,3 3 7,5 ‐4,7 ‐4
15 5,5 3,3 7,5 ‐1,5 ‐3,7
16 3,9 2,4 7,5 ‐3,1 ‐4,6
17 3,3 4,2 7,5 ‐3,7 ‐2,8
18 1,9 0,65 7,5 ‐5,1 ‐6,35
19 5,7 6,5 7,5 ‐1,3 ‐0,5
20 5,85 4,7 7,5 ‐1,15 ‐2,3
21 7,3 5,9 7,5 0,3 ‐1,1
22 6,7 6,85 7,5 ‐0,3 ‐0,15
23 5,2 8,3 7,5 ‐1,8 1,3
24 6,05 4,85 7,5 ‐0,95 ‐2,15
25 11,1 10 7,5 4,1 3
26 6 10,9 7,5 ‐1 3,9
27 6,2 5,7 7,5 ‐0,8 ‐1,3
28 2,9 5,2 7,5 ‐4,1 ‐1,8
29 3,8 2,3 7,5 ‐3,2 ‐4,7
30 5,1 3,6 7,5 ‐1,9 ‐3,4
Total 264,45 153,4 225 158,55 ‐56,6
Rata‐rata 8,815 5,113333 7,5 5,285 ‐1,8867
Jumlah total perbedaan kuadrat 255,6000 326,4200
Jumlah nilai kuadrat pebedaan
3203,5600 3745,4400
masing‐masing
Nilai S 2,2653 2,6364
d rata‐rata/(s/n^½) 4,56175 4,2381
Nilai t tabel two tailed test α = 0,05 2,7560 2,7560
Berbeda berbeda
Beda nyata/belum cukup bukti
nyata nyata
82
Lampiran 15a. Hasil uji hedonik warna, rasa, elastisitas, dan kelengketan
Warna
Panelis
F33 F34 Jumlah
1 3,1 4,7 7,8
2 3,3 0,9 4,2
3 2,8 6,0 8,8
4 1,7 4,5 6,2
5 9,7 3,5 13,2
6 2,3 4,9 7,2
7 7,1 4,0 11,1
8 5,0 7,0 12,0
9 10,4 9,8 20,2
10 2,0 6,3 8,3
11 3,8 5,5 9,3
12 7,6 5,0 12,6
13 2,9 2,1 5,0
14 6,9 3,8 10,7
15 2,9 3,3 6,2
16 1,7 3,7 5,4
17 1,6 3,1 4,7
18 2,7 4,0 6,7
19 3,9 6,0 9,9
20 5,7 2,6 8,3
21 2,0 9,8 11,8
22 1,5 2,3 3,8
23 3,5 9,2 12,7
24 4,1 4,6 8,7
25 1,9 4,6 6,5
26 3,2 5,8 9,0
27 7,7 4,0 11,7
28 4,2 7,2 11,4
29 4,1 1,6 5,7
30 7,6 5,8 13,4
Jumlah 126,9 145,6 272,5
Rata‐rata 4,2 4,9 4,5
83
T-TEST
GROUPS = Formulasi(1 2)
/MISSING = ANALYSIS
/VARIABLES = hedonik_warna
/CRITERIA = CI(.95) .
T-Test
[DataSet0]
Group Statistics
Std. Error
Formulasi N Mean Std. Deviation Mean
hedonik_warna F33 30 4,2300 2,48529 ,45375
F34 30 4,8533 2,21682 ,40473
84
Rasa
Panelis
F33 F34 Jumlah
1 4,7 5,4 10,1
2 4,1 1,5 5,6
3 3,9 2,4 6,3
4 6,5 5,3 11,8
5 3,8 5 8,8
6 5,2 3,9 9,1
7 6,6 6,1 12,7
8 6,4 4 10,4
9 4,3 8,5 12,8
10 2,6 5,2 7,8
11 6,2 4,6 10,8
12 7,3 5,1 12,4
13 5,8 5,1 10,9
14 4,6 6,5 11,1
15 2,7 4,9 7,6
16 2,3 6,1 8,4
17 3,4 6,8 10,2
18 4,1 3,2 7,3
19 4,2 5,1 9,3
20 3,9 4,6 8,5
21 6,8 10,6 17,4
22 4,5 8 12,5
23 2,8 7,4 10,2
24 3,9 6,4 10,3
25 2,4 3,6 6
26 7,5 3,6 11,1
27 4,6 6,1 10,7
28 4,6 8,4 13
29 5,4 8,7 14,1
30 8,8 9,4 18,2
Jumlah 143,9 171,5 315,4
Rata‐rata 4,8 5,7 5,2
85
T-TEST
GROUPS = Formulasi(1 2)
/MISSING = ANALYSIS
/VARIABLES = Rasa
/CRITERIA = CI(.95) .
T-Test
[DataSet1] C:\Documents and Settings\user\My Documents\Jurnal dan Skripsi\Penelitian\Olah data SPSS\hedonik
warna.sav
Group Statistics
Std. Error
Formulasi N Mean Std. Deviation Mean
Rasa_warna F33 30 4,7967 1,64180 ,29975
F34 30 5,7167 2,09829 ,38309
86
Elastisitas
Panelis
F33 F34 Jumlah
1 5,3 6,2 11,5
2 4,2 1,8 6
3 5,6 3,4 9
4 6,6 1,4 8
5 7,4 6,3 13,7
6 2,8 3,2 6
7 5,6 5,1 10,7
8 5,4 8,1 13,5
9 6,5 7 13,5
10 4,3 6,5 10,8
11 4,4 5,7 10,1
12 4,9 7,3 12,2
13 5,6 6,4 12
14 5,3 6,9 12,2
15 4,4 3,1 7,5
16 3,7 2 5,7
17 4,2 2,7 6,9
18 3,3 1 4,3
19 3,6 6,4 10
20 3,6 7,5 11,1
21 2,6 12,1 14,7
22 8,9 9,4 18,3
23 6,6 6,9 13,5
24 4,4 3,1 7,5
25 2,4 6,5 8,9
26 3,2 7,2 10,4
27 4,4 6,4 10,8
28 9,4 6,6 16
29 4,7 6,7 11,4
30 8,8 9,5 18,3
Jumlah 152,1 172,4 324,5
Rata‐rata 5,1 5,7 5,4
87
T-TEST
GROUPS = Formulasi(1 2)
/MISSING = ANALYSIS
/VARIABLES = hedonik_elastisitas
/CRITERIA = CI(.95) .
T-Test
Group Statistics
Std. Error
Formulasi N Mean Std. Deviation Mean
hedonik_elastisitas F33 30 5,0700 1,81776 ,33188
F34 30 5,7467 2,60288 ,47522
88
Kelengketan
Panelis
F33 F34 Jumlah
1 3,3 4,1 7,4
2 2,3 4,8 7,1
3 4,0 2,7 6,7
4 6,1 2,1 8,2
5 6,9 5,6 12,5
6 2,9 3,4 6,3
7 3,5 4,3 7,8
8 6,0 4,6 10,6
9 11,0 7,1 18,1
10 5,5 5,5 11,0
11 3,1 4,8 7,9
12 7,2 9,1 16,3
13 5,6 6,3 11,9
14 5,7 9,6 15,3
15 3,0 4,0 7,0
16 2,1 5,6 7,7
17 6,3 5,4 11,7
18 2,5 3,7 6,2
19 4,1 6,0 10,1
20 4,4 7,7 12,1
21 3,1 5,8 8,9
22 2,6 3,3 5,9
23 4,5 5,7 10,2
24 4,6 3,9 8,5
25 1,8 5,4 7,2
26 3,3 6,4 9,7
27 3,2 4,0 7,2
28 7,9 5,3 13,2
29 8,9 9,6 18,5
30 7,3 6,7 14,0
Jumlah 142,7 162,5 305,2
Rata‐rata 4,8 5,4 5,1
89
T-TEST
GROUPS = Formulasi(1 2)
/MISSING = ANALYSIS
/VARIABLES = hedonik_kelengketan
/CRITERIA = CI(.95) .
T-Test
Group Statistics
Std. Error
Formulasi N Mean Std. Deviation Mean
hedonik_kelengketan F33 30 4,7567 2,22845 ,40686
F34 30 5,4167 1,86863 ,34116
90
Lampiran 15b. Hasil uji hedonik kekerasan
Kekerasan
Panelis
F33 F34 Jumlah
1 5,1 4,5 9,6
2 1,7 4,6 6,3
3 4,8 7,3 12,1
4 5,3 4,0 9,3
5 3,7 2,6 6,3
6 4,8 3,9 8,7
7 3,6 4,3 7,9
8 5,5 7,7 13,2
9 4,1 8,5 12,6
10 3,2 4,0 7,2
11 4,7 5,0 9,7
12 4,1 6,8 10,9
13 5,9 6,5 12,4
14 5,6 8,7 14,3
15 2,7 4,4 7,1
16 3,0 4,3 7,3
17 3,6 8,3 11,9
18 3,0 5,0 8,0
19 1,5 3,3 4,8
20 3,4 6,1 9,5
21 3,9 11,3 15,2
22 5,3 6,5 11,8
23 3,9 8,7 12,6
24 4,3 6,3 10,6
25 1,9 4,8 6,7
26 3,3 7,1 10,4
27 3,4 5,9 9,3
28 5,8 9,5 15,3
29 5,6 4,0 9,6
30 8,3 9,2 17,5
Jumlah 125,0 183,1 308,1
Rata‐rata 4,2 6,1 5,1
91
T-TEST
GROUPS = Formulasi(1 2)
/MISSING = ANALYSIS
/VARIABLES = Hedonik_kekerasan
/CRITERIA = CI(.95) .
T-Test
Group Statistics
Std. Error
Formulasi N Mean Std. Deviation Mean
Hedonik_kekerasan F33 30 4,1667 1,44158 ,26320
F34 30 6,1033 2,15494 ,39344
92
Lampiran 16. Hasil paired preference test
Pilihan
Panelis
F33 F34
1 √
2 √
3 √
4 √
5 √
6 √
7 √
8 √
9 √
10 √
11 √
12 √
13 √
14 √
15 √
16 √
17 √
18 √
19 √
20 √
21 √
22 √
23 √
24 √
25 √
26 √
27 √
28 √
29 √
30 √
Jumlah 22 8
93
Lampiran 17. Hasil analisis kimia mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan
tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu penggorengan selama 3 menit
a. Kadar abu
berat cawan berat berat kadar Rata‐
U Ua selisih SD
kosong sampel abu+cawan abu(%bb) rata
U1 1 18,6978 3,0000 18,7469 0,0491 1,6367
U1 2 19,1846 3,0011 19,2340 0,0494 1,6461
1,64 0,01
U2 1 15,8369 3,0008 15,8858 0,0489 1,6296
U2 2 19,4163 3,0002 19,4655 0,0492 1,6399
b. Kadar protein
berat
ml HCl ml HCl Rata‐
U Ua sampel N HCl N (%) % (bb) SD
sampel blanko rata
(mg)
U1 1 0,102 6,2 0,2 0,0204 1,6808 10,505
U1 2 0,1002 6,1 0,2 0,0204 1,6825 10,5157
10,51 0,02
U2 1 0,1004 6,1 0,2 0,0204 1,6792 10,4948
U2 2 0,1034 6,3 0,2 0,0204 1,6857 10,5357
c. Kadar lemak
Kadar
berat berat cawan berat labu lemak Rata‐
U Ua lemak SD
sampel (g) kosong (g) lemak (g) (g) rata
(%bb)
U1 1 2,0002 95,2364 95,4401 0,2037 10,1840
U1 2 2,0006 94,6589 94,8614 0,2025 10,1220
10,14 0,03
U2 1 2,0007 92,2462 92,4489 0,2027 10,1315
U2 2 2,0012 97,2724 97,4753 0,2029 10,1389
94
e. Aw
Ulangan Rata‐ Rata‐rata
Sampel Ulangan Aw T (°C) SD Aw
analisis rata Aw T (°C)
U1 1 0,586 29,1
Mi
U1 2 0,589 29,1
jagung 0,588 29,1 0,001
U2 1 0,588 29,1
instan
U2 2 0,589 29,1
Mi instan U1 1 0,540 29,1
komersial U1 2 0,543 29,1 0,542 29,1 0,002
Lampiran 18. Hasil analisis warna mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan
tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu penggorengan selama 3 menit
Rata‐
Rata‐ Rata‐ Rata‐
Sampel rata Warna
rata L rata a rata b
Hue
Mi jagung instan Yellow‐
62,64 4,12 33,68 83,15
ulangan 1 red
Mi jagung instan Yellow
67,61 3,34 35,32 84,65
ulangan 2 red
Mi instan
74,10 ‐2,57 33,71 94,30 Yellow
komersial
Lampiran 19. Hasil analisis tekstur mi jagung instan dengan rasio tepung terigu dan
tepung jagung (70:30 (b/b)) pada waktu penggorengan selama 3 menit
Gambar 29. Profil tekstur mi jagung instan F33 ulangan 1
95
Penekanan 1
Kekerasan : 2433,1 gf; 18,535 s; 1,852 mm
L1 : 1,852 mm
Area 1 (A1) :1,675E+004 gs
-127,3 gf; 22,387 s; 1,475 mm
Penekanan 2
L2 : 1,005 mm
Peak force +: 2024,7 gf; 60,675 s; 1,852mm
Area 2 (A2): 4146 gs
Elastisitas = L2/L1 = 0,5426 gs
Daya kohesif = A2/A1 = 0,2475 gs
Kelengketan = -127,3 gf
Gambar 30. Profil tekstur mi jagung instan F33 ulangan 2
Penekanan 1
Kekerasan : 2881,0 gf; 17,410 s; 1,740 mm
L1 : 1.740 mm
Area 1 (A1) :1.746E+004 gs
-153.8 gf; 21.6055 s; 1.322 mm
Penekanan 2
L2 : 0.9460 mm
Peak force +: 2406.0 gf; 57.2355 s; 1.740mm
Area 2 (A2): 4523 gs
Elastisitas = L2/L1 = 0,5437 gs
Daya kohesif = A2/A1 = 0,2590 gs
96
Kelengketan = -153,8 gf
Gambar 31. Profil tekstur mi instan komersial
Penekanan 1
Kekerasan : 2803,6 gf; 15,313 s; 1,530 mm
L1 : 1,530 mm
Area 1 (A1) :1,026E+004 gs
-51,30 gf; 16,605 s; 1,403 mm
Penekanan 2
L2 : 0,898 mm
Peak force +:2342,4 g; 50,940 s; 1,530 mm
Area 2 (A2): 4373 gs
Elastisitas = L2/L1 = 0,5869 gs
Daya kohesif = A2/A1 = 0,4262 gs
Kelengketan = -51,30 gf
97