Rekombinasi Pada Fag
Rekombinasi Pada Fag
Rekombinasi Pada Fag
Konjugasi adalah suatu proses transfer informasi genetik satu arah yang
terjadi melalui kontak sel langsung antara suatu sel bakteri donor dan suatu sel
bakteri resipien. Dalam hal ini sel bakteri donor berkelamin jantan, sedangkan sel
resipien berkelamin betina. konjugasi juga dapat diartikan sebagai fusi temporer
dua organisme sel tunggal dalam rangka transfer seksual materi genetik.
Konjugasi memang merupakan satu peristiwa yang menyebabkan terjadinya
rekombinasi pada bakteri.
Tabel 13.1
Persamaan dan perbedaan rekombinasi yang terjadi melalui transformasi,
Konjugasi pertama kali ditemukan oleh J. Lederberg dan E.L. Tatum pada
1946. Peristiwa konjugasi itu ditemukan pada E. coli. Lederberg dan Tatum
mempelajari dua strain E. coli yang berbeda kebutuhan nutrisinya, yaitu strain A
dan B. Strain A bergenotip met+, bio+ thr+,thi+. Sedangkan strain B bergenotip
met+, bio+, thr, leu, thi. Strain yang memiliki gen mutan membutuhkan tambahan
nutrisi terkait dalam medium pertumbuhannya agar dapat hidup; sedangkan strain
yang memiliki genetik wild-type tidak membutubkan tambahan nutrisı terkait
dalam medium pertumbuhannya. Strain yang membutuhkan tambahan nutrisi
dalam medium pertumbuhanya agar dapat hidup disebut auxotroph. Di lain pihak
suatu strain yang tergolong wild type untuk seluruh gen yang bersangkut paut
dengan kebutuhan nutrisi disebut prototroph.
Pada percobaan itu strain A dan B dicampur dan ditumbuhkan pada cawan
yang berisi medium minimal. Hal ini membuktikan bahwa koloni-koloni itu
mampu membuat/mensintesis sendiri nutrisi tertentu yang kurang atau bahkan
tidak tersedia dalam medium minimal. Peristiwa rekombinasi inilah yang
menyebabkan pada perlakuan campuran strain A dan B, sebagian sel auxotroph
berubah menjadi prototroph. Pada percobaan yang dilakukan oleh Lederberg dan
Tatum, laju perubahan sel auxotroph menjadi sel prototroph sebenarnya sangat
rendah, yaitu satu di dalam 10 juta atau 1/106.
Bahwa rekombinasi yang telah terjadi itu disebabkan karena konjugasi, hal
dibuktikan oleh Bernard Davis melalui percobaannya yang menggunakan suatu
perangkat tabung. Pada percobaan ini terbukti bahwa tidak ada satu koloni pun
yang tumbuh. Dapat disimpulkan bahwa kontak antar sel memang dibutuhkan
agar terjadi suatu perubahan genetik sebagaimana yang dilaporka Lederberg dan
Tatum. Perubahan genetik itu bukan terjadi karena sesuatu bahan yang
disekresikan oleh sel-sel bakteri sebelumnya. Pada E. coli mempunyai suatu tipe
sistem perkawinan yang disebut konjugas yang memungkinkan transfer materi
genetik antar bakteri. Konjugasi yang telah menyebabkan terjadinya rekombinasi
sebagaimana yansgdilaporkan Lederberg dan Tatum.
Suatu sel donor yang mengandung faktor F yang otonom tidak terintegrasi
disebut sebagai sel F+, sebaliknya sel yang tidak mengandung faktor F disebut sel
F- (sel resipien). Sel-sel F+ mempunyai kemampuan membentuk F pili maupun
tabung konjugasi serta akhirnya melakukan transfer materi genetik, sedang sel-sel
F- tidak memiliki kemampuan seperti tersebut. Oleh karena itu, jika suatu populasi
sel F+ dicampur dengan satu populasi sei-sel F- lambat laun pada generasi-
generasi berikutnya tidak lagi dijumpai populasi sel F- Seluruh sel turunan sudah
merupakan populasi sel F+.
Dewasa ini selain sel F+ dan sel F-, sudah umum diketahui adanya sel Hfr
(High frequency recombination). Pada mulanya sekalipun sudah terungkap bahwa
sel F- dapat berubah menjadi sel F+ akibat transfer materi genetik melalui
konjugasi, demikian pula sel auxotroph dapat berubah menjadi sel prototroph,
Berikut ini dikemukakan garis besar percobaan-percobaan itu.
Faktor F1
Urutan gen-gen yang akan masuk atau ditranfer oleh pendonor ke resipien
ditentukan oleh strain pendonor dalam hal ini Hfr yang digunakan sehingga peta
genetik yang dihasilkan akan berbeda-beda untuk tiap strain dan juga dipengaruhi
oleh titil awal masuknya gen. Contohnya pada strain E.coli yang diberi penanda O
yang merupakan awal dan pada percobaan ditemukan bahwa faktor F dari Hfr
berintegrasi ke dalam kromosom pada titik-titik yang berbeda sehingga dapat
dinyatakan bahwa posisi faktor F menentukan titik awal transfer, hal ini dapat
dibuktikan dengan gen yang dekat dengan O akan ditransfer pertama kali dan
faktor F ditransfer terakhir, dan proses ini (konjugasi) sering terganggu sehingga
proses transfer tidak sempurna dan pada transfer Hfr ke F- , sel resipen tetap F-
BAB 14
REKOMBINASI PADA FAG BAKTERI
Table 14.1
Percobaan rekombinasi fag bakteri T2 memanfaatkan infeksi simultan h+r dan hr
Frekuensi Frekuensi (%) turunan
Genotip
(%) plak Tipe Induk Tipe Rekombinan
h r- 42
76
h+ r 34
h+r - 12
24
hr 12
Table 14.2
Data frekuensi rekombinasi selengkapnya hasil percobaan Hersley dan Chase
yang memanfaatkan infeksi simultan fag T2
Persilangan Turunan, Persentase
h+ r + h r+ h+r hr
Data yang terlihat pada table 14.2 jelas memperlihatkan bahwa pada tiap
persilangan itu, kedua kelompok tipe rekombinan mempunyai frekuensi yang
hampir sama. Itulah alasannya bahwa tampaknya rekombinasi yang terjadi itu
bersifat resiprok. Selain itu data pada table 14.2 itu juga memperlihatkan adanya
pola kelompok pautan tertentu. Sebagai contoh misalnya frekuensi rekombinasi
pada pesilangan h-rl3 sebesar antara 25-30% di satu pihak, dan pada persilangan
h-rl sebesar 1-2% di pihak lain. Dalam hubungan ini mutan-mutan r yang terletak
di daerah kromosom fag yang berbeda diberi notasi tersendiri misalnya r1, r7, dan
sebagainya.
Berkenaan dengan adanya kelompok pautan tertentu seperti yang telah
dikemukakan, atas dasar percobaan-percobaan yang telah dilakukan, Hersley dan
Rotman menemukan bahwa, mengacu kepada frekuensi rekombinan yang kecil
banyak gen yang terangkai bersama (berdekatan) sebagai satu kelompok, selalu
menunjukkan jarak kelompok pautan yang sama sebesar 30% (Strickberger,
1985). Dalam hubungan ini Hersley mengajukan hipotesis yang menyatakan
bahwa ada tiga kelompok pautan pada fag T2, dinyatakan pula bahwa proses
penggabungan (kombinasi) secara bebas (Independent assortment) antara
kelompok-kelompok pautan itu ditandai oleh frekuensi rekombinasi sekitar 30%,
dan bukan sebesar 50% sebagaimana yang biasanya diharapkan pada makhluk
hidup yang lebih tinggi. Atas dasar percobaan-percobaan yang dilakukan Hersley
dan Rotman (yang menggunakan strain-strain fag T2) memang terungkap bahwa,
sekalipun ditemukan berbagai jarak pautan (frekuensi rekombinasi), tidak ada satu
pun yang pernah melampaui frekuensi 30%.
Percobaan rekombinasi yang memanfaatkan infeksi simultan seperti
tersebut sudah dilakukan dengan menggunakan sejumlah besar gen muatan
berbagai fag bekteri, tidak hanya terbatas pada fag T2. Dalam hubungan ini
dilakukan juga percobaan rekombinasi fag bakteri yang memanfaatkan infeksi
simultan tiga strain yang melibatkan tiga gen. Hasil percobaan yang yang
memanfaatkan infeksi simultan tiga strain itu bahkan digunakan untuk pemetaan
gen fag. Hersley dan Chase sudah melakukan upaya itu, dengan menggunakan
tiga strain fag T2 (Strickberger, 1985). Tiap strain tersebut melibatkan gen h, m,
dan r. hasil percobaan itu ditunjukkan pada table 14.3.
Table 14.3
Hasil percobaan rekombinasi fag bakteri T2 memanfaatkan infeksi simultan tiga
strain yang masing-masingnya melibatkan tigan gen (Strickberger, 1985).
Turunan
Persilangan h+m+r
+
h+m+r hm+r+ h+mr+ hm+r hmr+ h+mr Hmr
hm+rl+>< 25 22 17 12 9 5 7 2
h+mrl+>< h+m+rl 25 15 18 20 4 10 5 3
>< hm+rl 2 4 9 9 14 26 15 20
Kejadian rekombinasi yang datanya terlihat pada table 14.3 hanya dapat
terjadi karena ada pertukaran genetic antara ketiga strain; pertukaran genetic itu
berlangsung melalui dua aternatif cara: 1) terjadi dua rekombinasi berurutan
dalam sel yang sama, rekombinasi pertama berlangsung antara kromosom dua
strain, sedangkan rekombinasi kedua berlangsung antara strain rekombinan yang
telah terbentuk dan strain ketiga, 2) terjadi “perkawinan serempak” antara ketiga
kromosom dan ketiga strain pada suatu waktu yang sama. Di antara keduanya,
yang sesungguhnya terjadi belum diketahui.
+++ s co mi s ++ + co mi s co + ++ mi s + mi + co +
12324
0,31 0,19 2,21 2,58 0,91 0,98 51,84 40,98
Catatan:
Jarak antar factor:
s – co = 0,31 + 0,19 + 0,19 + 0,98 + 2,39
co – mi = 0,31 + 0,19 + 2,21 + 2,58 = 5,29
s – mi = (2,21 + 2,58 + 0,91) + 2 (frekuensi rekombinasi ganda)
= 6,68 + 2 (0,50) = 7,78
Data pada Tabel diatas memperlihatkan bahwa frekuensi rekombinasi
ganda harapan adalah 0,0239 X 0,0529 = 0,00126 atau 0,126%. Di lain pihak
frekuensi rekombinasi ganda hasil observasi adalah sebesar 0,005 atau 0,5% atau
sekitar 4 kali lebih tinggi dibanding frekuensi harapan.
Nilai interfensi genetic yang negative pada fag bersangkutan paut dengan
dua keunikan reproduksi kromosom fag. Dikarenakan lebih dari satu putaran
“perkawinan” dapat terjadi antara kromosom-kromosom fag. Dalam hal ini satu
kromosom yang sebelumnya telah mengalami satu kejadian rekombinasi dapat
“kawin lagi” dan dapat mengalami rekombinasi pada suatu daerah (interfal)
kromosom yang berdekatan. Sebagai contoh suatu kromosom rekombinasi ab+c+
dapat “kawin” dengan suatu kromosom a b c atau a+bc sehingga terbentuk
rekombinasi ganda ab+c.
Peningkatan frekuensi rekombinasi ganda pada fag seperti yang telah
dikemukakan tidak terjadi karena ada peningkatan pertukaran genetic simultan
yang riil pada dua interval kromosom berdekatan. Fenomena ini disebut
interferensi negative rendah atau low negative interference karena mempunyai
efek yang relative kecil.
Berkenaan dengan peningkatan frekuensi rekombinasi ganda pada fag, ada
fenomena lain disebut interferensi negative tinggi atau high negative interference.
Pada fenomena ini frekuensi rekombinasi ganda dapat meningkat mencapai nilai
yang 30 kali lebih tinggi daripada frekuensi harapan. Salah satu contoh yang
berkenaan dengan fenomena ini adalah data yang terungkap pada persilangan tiga
gen (titik) atau three-point crosses yang dilakukan Chase dan Doermann.
Persilangan itu dilakukan antara mutan r pada fag T4, dan frekuensi rekombinasi
ganda yang terungkap sebesar 5-35 kali lebih tinggi daripada frekuensi harapan.
Data persilangan Chase dan Daermann memperlihatkan bahwa, jika frekuensi
rekombinasi pada dua interval kromosom yang berdekatan menjadi lebih kecil
maka terjadi peningkatan interferensi negative yang menyolok.
REKOMBINASI INTRAGENIK
Rekombinasi intragenik juga ditemukan pada fag yaitu pada fag T. Awal
dekade 1950, Benzer melakukan pengamatan dan pengkajian rinci terhadap lokus
rII fag T4. Benzer berhasil melaksanakan percobaan yang mengungkap
keberadaan rekombinan-rekombinan genetic yang sangat jarang terjadi akibat
pertukaran yang berlangsung dalam gen, bukan antar gen. Benzer juga berhasil
menunjukkan bahwa peristiwa rekombinasi semacam itu terjadi antar DNA fag-
fag bakteri selama infeksi simultan terhadap E. coli. Hasil akhir Benzer adalah
terungkapnya peta rinci dari lokus rII
Benzer mengisolasi atas sejumlah mutan didalam lokus rII fag T4. Dalam
hal ini mutan dalam lokus tersebut menghasilkan plak yang berlainan jika
dibiarkan pada cawan yang mengandung E.coli strain B. Sebanyak 20000 mutan
di dalam lokus rII fag T4 telah berhasil diisolasi. Kunci analisis bahwa mutan
tersebut tidak dapat lisis secara berhasil terhadap strain E.coli yang lain yaitu
seperti K12 (λ) yang telah mengalami lizogenasi oleh fag λ. Tetapi strain wild
type mampu melakukan lisis pada kedua strain tersebut yaitu pada strain B dan
K12 (λ). Berdasarkan hal tersebut lokus rII yang menghasilkan wild type maka
rekombinan wild type tersebut dapat hidup dalam sel E.coli K12 (λ) dan berhasil
bereproduksi serta menghasilkan plak wild type sedang mutan rekombinasi tidak
mampu.
Upaya lain yang dilakukan Benzer yaitu menghitung jumlah total turunan
mutan maupun jumlah rekombinan wild type. Teknik yang dilakukan yaitu teknik
pengenceran serial T4 dan dengan teknik ini mampu menentukan mutan lokus rII
yang dihasilkan pada E. coli B maupun total wild type yang melakukan lisis
terhadap E.coli K12 (λ). Selain itu juga melakukan uji komplementasi untuk
menjaga ketelitian data/hasil. Bilamana banyak pasangan mutan yang diuji
komplementasi maka setiap mutan dikelompokkan dalam satu dari dua kelompok
yang bisa disebut A dan B. tiap kelonpok ini disebut sebagai cistron yaitu cistron
A dan cistron B pada lokus rII fag T4.dengan pengujian ini menunjukkan bahwa
rekombinasi intragenik dalam cistron A dan cistron B. total jumlah turunan fag
juga dapat dilakukan dengan menghitung jumlah plak. Contohnya: jumlah
rekombinan adalah sebanyak 4 x 10 3/ml sedangkan total jumlah turunan adalah 8
x 109/ml, maka frekuensi rekombinan antara dua mutan adalah
4 𝑥 103
2( ) 2 (0,5 𝑥 10−6 ) = 10−6 = 0,000001 = 0,0001%
8 𝑥 109
Oleh:
Kelompok 2/Off B
S1 Pendidikan Biologi
Binazir Tuza Qiyah Ma’rufah 170341615065
Nida Layli Asfia 170341615020
JURUSAN BIOLOGI
Oktober 2019