Laporan Penelitian
Laporan Penelitian
Laporan Penelitian
LAPORAN PENELITIAN
Diajukan guna melengkapi persyaratan dalam mengikuti
Program Pendidikan Dokter Spesialis I
Ilmu Kesehatan Mata
Disusun oleh:
Sri Mariati
Oleh :
Sri Mariati
Pembimbing I Pembimbing II
IV.3.Populasi .......................................................................................... 38
LAMPIRAN ............................................................................................. 59
DAFTAR GAMBAR
Gambar1. Struktur Lapisan Retina ........................................................... 10
Aflibercept.................................................................................................. 51
BAB I
PENDAHULUAN
seperti mata, ginjal, saraf, jantung dan vaskular.1,2 Kerusakan vaskular dibedakan
Makroangiopati diabetika terjadi pada pembuluh darah besar, seperti arteri koroner,
serebral, dan ekstremitas bawah. Mikroangiopati diabetika terjadi pada pembuluh darah
ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Amerika Serikat dilaporkan
terjadi sekitar 40% - 50% pada penderita DM, sedangkan prevalensi di dunia sekitar 150
juta orang. Berdasarkan The National Diabetes Data Group kurang lebih 90% kasus
retinopati diabetika non proliferatif berkembang menjadi proliferatif kurang lebih 20%,
pembuluh darah baru abnormal, timbul jaringan ikat fibrovaskular sehingga dapat
dapat mengakibatkan penebalan membrana basalis dan perubahan aliran darah retina
yang akan menyebabkan sumbatan aliran vaskular dan kematian sel akibat iskemi pada
retina. Retina yang iskemi dapat memicu terjadinya transkripsi dari gen VEGF.
Transkripsi VEGF meningkatkan transkripsi mRNA VEGF dan famili lain dari VEGF antara
lain VEGF A, Placenta Growth Factor (PlGF) sehingga meningkatkan kadar VEGF dan PlGF
retinopati diabetika proliferatif. Neovaskularisasi pada disk (new vessel on the disk/NVD)
dan retina perifer (new vessel elsewhere/NVE) akan memacu pembentukan traksi dan
dapat berlanjut menjadi ablasio retina, perdarahan vitreus, dan edema pada makula
darah, terapi medikamentosa di bidang mata dapat berupa terapi laser fotokoagulasi,
injeksi steroid intravitreal, pemberian injeksi intravitreal anti VEGF dan vitrektomi pars
plana.3,6,8-12
baik in vitro maupun in vivo. VEGF menstimulasi terjadinya proliferasi dan migrasi dari
sel endotel pembuluh darah dan memicu neovaskularisasi intraokular. VEGF diinduksi
pada penderita PDR.VEGF juga menyebabkan kerusakan blood-retinal barrier yang akan
material protein. Klinis didapatkan penebalan retina dan didapatkan eksudat. Penebalan
retina dan eksudat yang melibatkan fovea merupakan penyebab tersering yang
fotokoagulasi. Dijelaskan pada penelitian Stephane Régnier et all terapi anti VEGF
pada kasus Diabetic Macular Edema (DME) dikarekan gambaran seacara anatomi
mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap VEGF A bila dibandingkan dengan
Ranibizumab, selain itu Aflibercept juga dapat mengikat VEGF B dan PlGF,
mengurangi zat proangigenik. Waktu paruh Aflibercept adalah 4.7 hari sedangkan
Degeneration (wet AMD), Central Retinal Vein Occlusion (CRVO) dan retinopati
diabetika.18-20
perbedaan yang signifikan diantara kedua nya pada hasil tajam penglihatan setelah
rerata tajam penglihatan sebesar 8.7 huruf pada pemberian Aflibercept pada kasus wet
AMD, sedangkan pada pemberian Ranibizumab rerata tajam penglihatan sebesar 9.4
huruf. Ditinjau dari sisi kemananannya baik Aflibercept ( 0.7 % - 3.3 %) maupun anti
VEGF (1.7 % - 3.3 %) tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam menimbulkan efek
samping secara sistemik dan efek samping yang berat pada daerah okular, dimana efek
samping dari kedua nya antara lain stroke, infark myocard, tromboemboli arteri,
intravitreal memberikan manfaat secara anatomi dan fungsional pada pasien edema
makula karena oklusi vena retina sentral (Central Retinal Vein Occlision = CRVO) dan
Penelitian ini merupakan satu bagian dari pohon penelitian besar yang
meneliti secara bersamaan penderita retinopati diabetika proliferatif. Peneliti yang lain
meneliti tentang : a) Kadar VEGF cairan vitreus pada kelompok kontrol dibandingkan
kelompok setelah pemberian Aflibercept, b) Kadar PlGf cairan vitreus pada kelompok
berbeda, pada penelitian ini akan meneliti kadar VEGF cairan vitreus pada pasien
mana yang lebih efektif menurunkan kadar VEGF sehingga dapat dipercaya dapat
menghambat progresifitas lebih baik pada pasien PDR. Penelitian ini dilakukan
pengambilan cairan vitreus pada pasien saat vitrektomi, sehingga pengambilan sampel
Aflibercept.
Mengetahui perbedaan kadar VEGF cairan vitreus pada penderita retinopati diabetika
Aflibercept.
I.4. Manfaat penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para klinisi untuk
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para klinisi untuk
Aflibercept.
1. Heidrun L. Deissler, VEGF but not PlGF Perbedaan respon Pemberian Ranibizumab
Helmut Deissler, disturbs the barrier of antara VEGF dan PlGF dan Aflibercept pada
: 162-171
preretinal membranes
3. Yoshinori Mitamura, Vitreus levels of Kadar PlGF dan VEGF Kadar PlGF dan VEGF
Diabetic Retinopathy
pemberian Bevacizumabdibandingka
setelah pemberian
Aflibercept
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
berkembang dari lapisan inner dan outer optic cup. Struktur retina berlapis – lapis yang
melapisi dua pertiga posterior bagian dalam dinding bola mata. Pada potongan
melintang retina, dari lapisan luar ke dalam akan terlihat lapisan penyusunnya, yang
arteri karotis interna. Arteri oftalmika melalui foramen optikum masuk ke dalam orbita.
Arteri retina sentralis adalah cabang arteri oftalmika yang masuk kira-kira 10-12 mm di
belakang bola mata di dekat vena retina sentralis dan saraf optik. Arteri retina sentralis
bercabang-cabang sampai menjadi akhiran arteri (end artery) di dalam lapisan retina
dalam dan tidak membentuk kolateral. Cabang-cabang ini mendarahi neuron kedua dan
ketiga ke bawah lapisan pleksiformis luar. Neuron pertama sel-sel reseptor visual
didarahi oleh pembuluh darah koroid. Arteri ini mendarahi seluruh lapisan dalam dari
retina. Sedangkan pendarahan lapisan retina luar oleh koriokapilaris yang merupakan
sistem kapiler koroid cabang dari arteri siliaris. Arteri silioretina yang merupakan bagian
dari sirkulasi siliar, mendarahi retina bagian dalam yang terletak diantara nervus optikus
berfungsi sebagai sawar darah retina bagian dalam. Dinding pembuluh darah terdiri atas
tiga lapisan dari dalam ke luar, yaitu tunika intima, tunika media, dan tunika adventitia.1-
7
Tunika intima terdiri atas lapisan endotel, lapisan perisit dan lamina basalis.
Lapisan endotel pembuluh darah retina tidak memiliki venestrasi dengan tight junction
yang kedap terhadap beberapa substansia seperti zat fluoresin. Sel endotel pembuluh
darah merupakan barier yang memisahkan komponen darah dalam sirkulasi dengan
bagian media dan adventitia pembuluh darah.12 Fungsi sel endotel adalah untuk
Lapisan media terdiri atas otot polos dan serabut kolagen. Tidak seperti
pembuluh darah yang lain, pembuluh darah retina hanya sedikit mengandung sel otot
polos. Sel otot polos hanya terdapat pada pembuluh darah dekat dengan papil nervus
DM yang telah berlangsung lama akibat tidak terkontolnya gula darah dalam tubuh.
Retinopati diabetika merupakan akibat dari kerusakan pembuluh darah di retina berupa
pembuluh darah baru abnormal, timbul jaringan ikat fibrovaskular sehingga dapat
kebutaan.8-12
II.3.1. Klasifikasi Retinopati Diabetika
Retinopathy (NPDR) dan tahap lanjut yaitu Proliferatif Diabetic Retinopathy (PDR).8-12
melewati membrana limitan interna. NPDR dibedakan menjadi mild, moderate, severe,
a. Stadium mild
b. Stadium moderate
c. Stadium severe
kuadran
Pada stadium ini ditemukan 2 atau lebih stadium severe, tetapi belum terdapat
gambaran neovaskularisasi.8
Gambar 3. Gambaran klinis NPDR 8
baru di permukaan dalam retina akibat iskemia retina, yaitu meliputi pembuluh darah
baru di optik disk (new vessel on the disc/NVD) dan pembuluh darah baru di retina (new
vessel elsewhere in the retina/NVE) yang karena struktur anatominya akan mudah pecah
proliferatif ringan (tanpa risiko) dan retinopati diabetika proliferatif risiko tinggi.8-12
mencakup kurang ¼ dari daerah diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau
perdarahan vitreus
retina, glomerulus ginjal, dan vasa vasorum. Pada fase awal hiperglikemia yang kronis
darah, ditandai dengan adanya penurunan aktivitas vasodilatator seperti nitrat oksida
ireversibel. Hilangnya sel mikrovaskular terjadi akibat kematian sel yang terprogram,
dimana kelebihan protein pada matriks ekstraselular dan pengendapan periodik protein
asam Schiff positif yang disebabkan oleh faktor pertumbuhan TGF-b akan menyebabkan
pembuluh darah kapiler oklusi secara progresif. Hiperglikemia juga akan menyebabkan
penurunan produksi endotel dan faktor neuronal sel trofik sehingga terjadi edema,
jalur hexosamin masing masing mencegah berbagai induksi kelainan diabetes melitus
tetapi apabila terjadi secara berlebihan akan menyebabkan produksi superoksidan oleh
mitokondria sehingga akan menyebabkan stress oksidatif pada sel mitokondria tersebut.
Pada diabetes melitus terjadi gangguan autoregulasi sehingga
menyebabkan iskemia intra selular maupun ekstraselular yaitu fungsi autoregulasi dapat
sehingga menyebabkan penurunan tekanan dan aliran menuju arteriole. Hal ini akan
berpindah ke ekstraselular sesuai Hukum Starling. Keadaan ini akan merangsang Sitokin
seperti VEGF dari endotel sel, neuroglia, dan leukosit diaktifkan yang akan menyebabkan
kerusakan pada barier retina melalui beberapa mekanisme yang menyebabkan albumin
terdiri dari retinal capillary endotelial cells dan tight jungtion yang lain dan outer BRB
terdiri dari retinal pigment epithelium dan tight junction yang lain. Pada keadaan normal
membran sel bersifat hidrofobik sehingga sel sel molekul yang berat molekul besar tidak
dapat menembus BRB. Pada pasien diabetes melitus terjadi gangguan pada BRB
sehingga sel leukosit, VEGF tampak dalam BRB. VEGF dapat tampak pada BRB dimana
menunjukkan kerusakan dari tight junction. Masuknya VEGF dalam BRB akan pada mata
baik in vitro maupun in vivo. VEGF dibagia menjadi beberapa famili yaitu A, B, C, D, E dan
PlGF atau Placental Growth factor. VEGF akan menstimulai signaling pathway termasuk
protein kinase C pada sel endotelial. VEGF menstimulus terjadinya proliferasi dan
migrasi dari sel endotel pembuluh darah dan berhubungan dengan pertumbuhan
material protein, secara klinis akan terjadi penebalan retina dan eksudat. Penebalan
retina dan eksudat yang melibatkan fovea merupakan penyebab tersering terjadinya
darah diperlukan terapi antara lain dilakukannya laser fotokoagulasi, injeksi steroid
fotokoagulasi.3,6,8-12
Pengendalian gula darah dalam tubuh sangat penting. Gula darah dalam
tubuh yang terkontrol akan menyebabkan proses patogenesis tidak berlanjut menjadi
lebih buruk. Pengendalian gula darah akan dapat terlaksana dengan cara kerjasama
retinopati diabetika. Secara umum, terapi ini direkomenasikan untuk pasien dengan
retinopati diabetika proliferatif risiko tinggi, CSME atau neovaskularisasi pada sudut bilik
mata depan. Teknik laser fotokoagulasi dapat diklasifikasikan menjadi panretinal atau
Scatter Photocoagulation, fokal atau grid. Pada penelitian Amelie Pielen dkk
fotokoagulasi grid. Penelitian menunjukkan bahwa injeksi intravitreal lebih efektif dan
tinggi. Injeksi intravitreal ini lebih berisiko dari pada laser fotokoagulasi.16-18
dengan retinopati diabetika proliferatif risiko tinggi. Tujuan dilakukan scatter PRP adalah
untuk membuat regresi jaringan neovaskular yang ada dan mencegah progesifitas
pembuluh darah serta peningkatan jaringan fibrosa yang avaskular. PRP total seperti
yang digunakan 1200 atau lebih laser dengan ukuran 500 лm. Terapi scatter laser harus
dihindari apabila terdapat membran fibrovaskular luas, traksi vitreoretina, dan ablasio
retina traksional. Efek samping yang dapat terjadi di antaranya penurunan penglihatan
malam, penglihatan warna, dan atau penglihatan perifer pada beberapa pasien. Efek
samping lain adalah glare, hilangnya kemampuan akomodasi sementara dan fotopsia.16-
20
menembakkan laser berpola grid ke daerah edem makula yang terjadi akibat kebocoran
kapiler difus atau non perfusi yang terlihat pada fluorescein angiografi.24
VEGF), kerusakan protein endothelial tight junction, dan produksi mediator mediator
terapi steroid, namun masih sedikit bukti penelitian randomisasi hingga saat ini.
Penelitian Amieli Pielen dkk membandingkan efektifitas dan keamanan terapi injeksi
penting dalam patofisiologi gangguan retina. Jumlah VEGF pada vitreus retina
pembuluh darah dengan mempengaruhi protein tight junction dan faktor penting yang
perubahan perlakuan klinisi terhadap keadaan ini. Tersedianya anti-VEGF saat ini
®
yang digunakan di bagian oftalmologi adalah Pegaptanib (Macugen , Pfizer),
atau atau VEGF Trap-Eye (EYLEA®, Bayer). Ada perbedaan efektifitas diantara anti
VEGF diatas. Dikatakan pemerian injeksi anti VEGF intravitreal lebih efektif bila
II.3.3.4.1. Aflibercept
mempunyai afinitas tinggi pada VEGFR1 dan VEGFR2 dan soluble decoy receptor, yaitu
berkompetisi dengan reseptor natural VEGF reseptor. Aflibercept juga mengikat VEGF
A, VEGF B, dan PlGF hal ini disebabkan karena aflibercept mempunyai kemampuan
untuk menghilangkan zat proangiogenik. Aflibercept mempunyai waktu paruh 4,7 hari.
pada endotel retina bovine (REC) sel ditekan oleh ranibizumab.VEGF dimediasi
oleh vaskuler pada perubahan retina pada tahap awal retinopati diabetika. Anti
VEGF yang lain dapat berperan secara sistemik ataupn lokal (intraokular). Aflibercept
domain yang mengikat kedua VEGFR-1 reseptor dan domain ketiga dari VEGFR-2
reseptor fusi Fc sebagian dari IgG manusia. Afinitas mengikat VEGFnya sangat tinggi (K ≈
01:00) atau sebanding dengan 200 kali lipat lebih tinggi afinitas untuk mengikat VEGF
dari Ranibizumab. Aflibercept adalah glikoprotein dimer dengan berat molekul protein
dari 97 kiloDaltons dan berisi glikosilasi, merupakan tambahan 15% dari massa molekul
total, sehingga memiliki berat molekul total 115 kilodalton. Aflibercept adalah
diproduksi di sel recombinant Chinese hamster ovary (CHO). Eliminasi paruh waktu
(t1/2) aflibercept bebas dalam plasma sekitar 5 sampai 6 hari setelah I.V. Pemberian
AMD. 13
Mekanisme kerja:13
Aflibercept sebagai anti VEGF mampu mengikat VEGF-A, VEGF-B dan PlGF.
VEGF-A mengikat baik VEGFR-1 dan VEGFR-2 tapi PlGF mengikat hanya VEGFR-1.
kadar VEGF yang bebas lebih sediti dibandingkan dengan Anti VEGF yang lain yang
untuk neovaskular AMD, dosis yang dianjurkan adalah 2 mg intravitreal setiap 4 minggu
(bulanan) untuk 12 minggu pertama (3 bulan), diikuti dengan 2 mg (0,05 ml) injeksi
adanya perbedaan yang signifikan denagn penggunaan tiap 8 minggu. Aflibercept juga
disetujui untuk Diabetic Macular Edema serta Central Retina Vein Occlusion (CRVO)
dengan dosis 2 mg (0,05 ml) intravitreal sekali setiap 4 minggu (bulanan). Injeksi
intravitreal harus diberikan dengan tepat dengan jarum 30G. Aflibersept tersedia
huruf pada pemberian Aflibercept pada kasus wet AMD. Penelitian (VIVID-DME dan
Keuntungan Aflibercept13-16
Afinitas Aflibercept lebih tinggi dibandingkan Ranibizumab sehingga
membutuhkan frekuensi injeksi lebih rendah, begitu pula dengan efektifitas Aflibercept
lebih tinggi. Dilaporkan bahwa injeksi Ranibizumab sering terjadi DME lebih sering,
sehingga Aflibercept menjanjikan untuk menjadi pilihan obat di masa depan. Aflibercept
penurunan permanen dalam kelangsungan hidup sel, densitas sel atau proliferasi sel.
Aflibercept memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan Bevacizumab
atau Ranibizumab. Tujuh puluh sembilan hari setelah injeksi VEGF Trap pada pemberian
injeksi tunggal 1,15 mg aktivitas mengikat VEGF intravitreal akan sebanding dengan
Retinal Detachment, Katarak dan tekanan intra okular meningkat. Efek samping pada
tekanan intraokular. Mansour dan Shahin et al., penjelaskan pada penelitiannya bahwa
risiko kejadian Vascular Oclusion (sumbatan pembuluh darah) beberapa saat setelah
injeksi anti VEGF (0.108% ) pada populasi umum dan 2,61% pada populasi diabetes.
tiba-tiba dan dapat samapai keadaan yang berat sekalipun yaitu tidak adanya persepsi
cahaya. 13-16
Efek samping sistemik dengan Aflibercept antara lain peningkatan tekanan
darah, mual, dan gagal jantung kongestif. Ada potensi risiko kejadian Tromboemboli
sebagai stroke yang tidak fatal, infark miokard nonfatal. Insidensi pada VIEW-1 dan
VIEW-2 pada studi AMD selama tahun pertama adalah 1,8% (32 dari 1824) pada
kelompok gabungan pasien yang diobati dengan Aflibercept. Penelitian Copernicus dan
Galileo, insidensi pada pasien yang diinjeksi dengan Aflibercept 2 mg setiap 4 minggu
selama 6 bulan pertama kejadian Tromboemboli arteri 0% (0/218). Marina study dan
Anchor study menjelaskan bahwa pada pasien AMD neovascular diinjeksi Aflibercept
pada tahun kedua, tingkat Tromboemboli arteri 2,6% (19 dari 721) dalam kelompok
gabungan dari pasien yang diobati dibandingkan dengan Ranibizumab 2,9% (10 dari 344)
pada pasien dari kelompok kontrol. Analisis Studi DME oleh Ride dan Rise pada 3 tahun
pertama, tingkat Tromboemboli arteri 10,4% (26 dari 249) dengan dosis injeksi 0,5 mg
Ranibizumab. 13-16
Bevacizumab
pada pertumbuhan embrionik dan proliferasi serta proses penyembuhan pada orang
banyak penemuan besar lainnya dalam kedokteran, pada penelitian Ferra et al. VEGF A
bekerja pada populasi sel hormon non sekresi dari hipofisis anterior. Fungsinya saat ini
belum diketahui, tetapi pada penelitian didapatkan pada media yang dikondisikan
seperti kultur memiliki efek mitogenik kuat pada sel endotel menunjukkan sel – sel ini
mensekresi faktor pertumbuhan. Pada pengamatan Ferra et al, sel ini bekerja pada
isolasi dan kloning VEGF A yang aktif selama 1 tahun di perusahaan Genetech, dimana
VEGF A memiliki famili meliputi VEGF B, VEGF C, VEGF D dan PlGF. VEGF A
in vitro dan vivo. Ada 6 karakteristik isoform VEGF A : 121, 145, 165, 183, 189 dan 206
asam amino pada manusia, dimana dihasilkan oleh alternatif mRNA splicing dari gen
fragmen dengan target mengikat smua isoform VEGF A. Bevacizumab intravitreal (IVB)
telah banyak digunakan off-label untuk pengobatan AMD neovaskular dan telah di
setujui oleh FDA, terutama karena biaya secara signifikan lebih rendah dibandingkan
dengan Ranibizumab, di samping efek klinis yang positif menunjukkan dalam studi
awal.8-16
dari antibodi. Bevacizumab diproduksi dari klon G7 sebagai 149-kDa full-length IgG1
antibodi terdiri dari dua rantai ringan 214-residu dan dua rantai berat 453-residu. Setiap
rantai cahaya kovalen terkait dengan 1 rantai berat dan 2 rantai berat yang juga kovalen
afinitas yang lebih tinggi dari Fab-12 dengan peningkatan potens idan efektifitas.
perbedaan yang signifikan diantara kedua nya pada hasil tajam penglihatan setelah
AMD, sedangkan pada pemberian Ranibizumab rerata tajam penglihatan sebesar 9.4
huruf. Ditinjau dari sisi kemananannya baik Aflibercept ( 0.7 % - 3.3 %) maupun anti
VEGF (1.7 % - 3.3 %) tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam menimbulkan efek
samping secara sistemik dan efek samping yang berat pada daerah okular, dimana efek
samping dari kedua nya antara lain stroke, infark myocard, tromboemboli arteri,
fotokoagulasi makula pada pasien dengan persisten CSME setelah tindakan 1 x laser.
Hasil publikasi adalah bahwa data dalam 1 tahun pada 80 mata yang dilakukan secara
randomized 6 minggu dengan minimal 3 injeksi dan maksimal 9 injeksi, atau 4 bulan
laser fotokoagulasi dengan tindakan laser minimal 1 maksimal 4 laser, rerata ETDRS
BCVA meningkat 55,7 – 61,3 huruf pada kelompok Bevacizumab, dan memburuk dari
54,6 – 50,0 baris huruf dengan laser (p = 0.0006). Kelompok laser ETDRS BCVA rata rata
menurun 0,5 baris (p=0.0002). Pada group yang diinjeksi Bevacizumab dalam 1
tahun,menunjukkan hasil ketebalan makula sental berkurang 507 mikro meter pada
baseline menjadi 378 mikro meter (p= 0.001). Pada group laser fotokoagulasi berkurang
5. Dengan deeppers betadin usap daerah yang akan disuntik (superonasal atau
superotemporal)
dengan tidak melepas tuas spuit, tarik jarum dengan ditekan menggunakan
1. Perdarahan subkonjungtiva
3. Katarak
5. Endoftalmitis
pembuluh darah dimata setelah injeksi anti VEGF intravitreal 0.108% pada
populasi umum dan 2,61% pada populasi diabetes. Hal ini dijelaskan bahwa
7. Efek samping sistemik yaitu : hipertensi, mual, dan gagal jantung kongestif. Ada
Penelitian yang dilakukan dalam bidang onkologi, gambar di atas menjelaskan tentang
sel endotel, perisit, dan sel tumor. Tiga VEGF reseptor tirosin kinase VEGFR1, VEGFR2
II.6.7 Vitrektomi
II.6.7.2. Terdapat ablasio retina traksional yang melibatkan atau mengancam makula
II.6.7.4. Edema makula difus yang berhubungan dengan traksi pada hialoid posterior
II.6.7.5. Perdarahn vitreus signifikan yang berulang walaupun telah dilakukan laser
fotokoagulasi maksimal.
Vitreus tap dilakukan pada pasien yang mempunyai indikasi vitrektomi, dan
dilakukan durante operasi sebelum dilakukan vitrektomi. Vitreus tap dilakukan untuk
Diabetes Mellitus
hiperglikemi
retina hipoksia
Peningkatan permeabilitas
vaskular
HIF-1 (Hypoxia Induced
Factor-a DNA binding protein
edema makula
Anti VEGF
(VEGF,PIGF)
VEGF trap
traksi retina
ablasio retina
II. 5. Kerangka Teori
Diabetes Mellitus
hiperglikemi
retina hipoksia
VEGF,PlGf
Anti VEGF
neovaskularisasi retina regresi
VEGF trap
Perdarahan neovaskularisasi
vitreus retina
berberkura
Mempermudah ng
durante
vitrektomi
ablasio retina
II. 5. Kerangka Konsep
Kelompok
Bevacizumab
Kadar
Vaskular Endotelial Growth Factor (VEGF)
Kelompok
VEGF trap
(Aflibercept)
BAB III
HIPOTESIS
METODE PENELITIAN
Semarang.
IV.3. Populasi
Populasi Target :
Populasi Terjangkau :
Instalasi Rawat Jalan dan Rawat Inap di RSUP Dr. Kariadi Semarang dan
Jumlah sampel:
Bevacizumab
Aflibercept
Zα = 1,96
Zβ = 0,842
s = 0,9
x1 – x2 = 1,18 (2,01-0,83)
n1 = 9,2
untuk antisipasi adanya sampel yang drop out, sampel ditambah + 10%
n1 = n2 = 10 + 2 = 22
Sehingga jumlah sampel pada penelitian ini untuk setiap subyek adalah 12
Kriteria Inklusi:
vitrektomi.
Kriteria Eksklusi:
a. Riwayat stroke
operasi vitrektomi
Skala : nominal
2. Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) merupakan faktor
Skala : rasio
3. Slit lamp
6. Bevacizumab
7. Aflibercept
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Alamat
4. Kadar Hba1C
7. Data mengenai hasil pemeriksaan kadar VEGF pada cairan vitreus masing-
masing sampel
IV.10. Alur penelitia
Analisa Data
Penyusunan Laporan
IV. 11. Cara pengolahan data dan analisis data
kebenaran data, lalu data dimasukkan dan diolah ke dalam komputer. Analisa
data meliputi analisa deskriptif dan uji hipotesis. Pada analisa deskriptif, data
yang berskala kategorial seperti umur, jenis kelamin penderita akan dinyatakan
rasio, seperti kadar VEGF akan dinyatakan sebagai rerata dan simpang baku
Uji hipotesis yang akan dilakukan menggunakan uji t tidak berpasangan, oleh
Sebelum uji t akan dilakukan, pemeriksaan asumsi untuk uji t yaitu normalitas
distribusi dan homogenitas varian data. Normalitas distribusi data akan diuji
diuji dengan menggunakan uji lavene. Apabila uji t tidak terpenuhi, khususnya
Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Jalan dan Rawat Inap RSUP Dr.
Semarang. Pengukuran kadar VEGF dalam cairan vitreus dengan metode ELISA
Aflibercept dalam tabel berikut ini. Karakteristik subyek meliputi jenis kelamin
sampel penelitian. Total sampel pada penelitian ini adalah 24 sampel terdiri dari 9
median 460,12 (300,17 – 1057,8). HbA1c pada seluruh sampel yaitu 8,05 ± 1,74
dengan median 7,5 (5,7 – 12). Lama menderita pada seluruh sampe rata – rata
7,44 ± 6,43 dengan median 5 (1 – 20). Gula Darah Sewaktu sampel mayoritas
≥150 mg/dl, yaitu sebanyak 14 (58%) dan <150 mg/dl yaitu 10 (41,7%).
perlakuan total sampel pada penelitian ini adalah 24 sampel, dimana sampel yang
diinjeksi bevacizumab terdiri dari 4 laki – laki (33%) dan 8 perempuan (66,7%);
sedangkan sampel yang diinjeksi aflibercept terdiri 5 laki – laki (41,7%) dan
sampel 7 perempuan (58,3). Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan uji
Chi Square . Hasil uji diperoleh p = 1,000* (>0,05), maka dapat disimpulkan tidak
terdapat perbedaan usia yang signifikan antara jenis kelamin antara kelompok
bevacizumab terdiri dari 1 sampel (8,3%) usia <41 tahun , 3 sampel (25%) usia 41
– 50 tahun, 8 sampel (66,7%) usia 51 – 60 tahun, 8 sampel usia >60 tahun 0 (0%),
kelompok yang diinjeksi aflibercept terdiri dari 1 sampel (8,3%) usia <41 tahun, 4
sampel(25%) usia >60 tahun. Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan uji
Chi Square . Hasil uji diperoleh p = 0,214* (>0,05), maka dapat disimpulkan tidak
Aflibercept.
rata- rata GDS ≥150 455,91 (374,67 – 1057,8) dan rata – rata GDS <150 (300,17
– 619,68). Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan Uji beda Mann
Whitney. Hasil uji diperoleh nilai yang tidak signifikan yaitu p=0,977, maka
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara GDS
≤150 dan GDS >150. Pada tabel ini dapat diartikan bahwa kadar VEGF tidak
rata – rata HbA1c 7,5 (5,7 – 12). Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan Uji
Korelasi Spearman’s. Hasil uji diperoleh nilai tidak signifikan p=0,963 (>0,05), maka
dapat disimpulkan bahwa kadar HbA1c tidak mempengaruhi nilai kadar VEGF. Uji
korelasi terhadap lamanya menderita DM didapatkan rata rata 5 (1-20). Data yang
diperoleh diuji dengan menggunakan Uji Korelasi Spearman’s. Hasil uji diperoleh nilai
tidak signifikan p=0,267 (>0,005), maka dapat disimpulkan lama menderita DM tidak
Aflibercept yaitu 416,72 (300,17 – 1057,8). Data yang diperoleh diuji dengan
menggunakan uji Chi Square. Hasil uji diperoleh nilai signifikansi p = 0,003*
antara kadar VEGF kelompok Bevacizumab dan Aflibercept. Pada tabel ini dapat
Retinopati pada kelompok yang diinjeksi Aflibercept lebih menurun dari pada
kempok Bevacizumab.
yang disekresi ketika terjadi hipoksia jaringan. VEGF dapat menstimulasi terjadinya
proliferasi dan migrasi sel endotel retina sehingga terjadi neovaskularisasi. Kadar VEGF
pada pasien proliferatif diabetik retinopati dikatakan meningkat, hal ini sesuai dengan
Pada penelitian didapatkan hasil kadar VEGF pasien PDR kelompok setelah
afinitas atau kekuatan mengikat VEGF lebih baik pada Aflibercept dibandingkan
Bevacizumab.
BAB VI
VI. 1. Kesimpulan
VI.1.a. Kadar VEGF cairan vitreus penderita retinopati diabetika proliferatif setelah
VI.1.b. Kadar VEGF cairan vitreus penderita retinopati diabetika proliferatif setelah
VI.1.c. Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata kadar kadar VEGF cairan
p=0,003 (0<0,05).
VI. 2. Saran
VI.2.a Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan kadar VEGF vitreus
VI.2.b. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kadar VEGF vitreus pada
VI.2.b. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kadar VEGF humor akuos
VI.2.c. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kadar VEGF humor akuos pada
Dalam. Edisi kedua. Vol 1. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 1987 : 394
3. Subardjo, Hartono. Retina dan Vitreus. Dalam: Ilmu Kesehatan Mata. Bagian
Retina dari Pedriatik hingga Geriaatri. Jakarta: Jakarta Eye Center. 2011: 137–
152.
Verlag. 2013.
Vitreus. Section 12. Chapter V. Basic and Clinical Science Course. San
11. Kanski JJ, Bowling B.Clinical Ophthalmology A Systematic Approach. 7th ed.
12. Kollias AN, Ulbig MW. Diabetic Retinopathy Early Diagnosis and Effective
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4100770/
2013(1): 15-22.
19. Carle MV, Chu TG. Intravitreal Aflibercept Use in the Treatment of Macular
2013(3): 227-235.
20. Heier JS, et al. Intravitreal aflibercept (VEGF trap-eye) in wet age-related
21. Korobelnik JF, et al. Intravitreal Aflibercept Injection for Macular Edema
Resulting from Central Retinal Vein Occlision: One-Year Result of the Phase 3
121: 202–208.
22. 22. Brown DM, et al. Intravitreal Aflibercept Injection for Macular Edema
429–437.
Modeling And Predicting Clinical Efficacy for drug Targeting the tumor milleu.
http://www.nature.com/nbt/journal/v30/n7/fig_tab/nbt.2286_F2.html
LAMPIRAN
Perincian Jumlah
peneliti. Biaya penelitian akan ditanggung oleh kelima peneliti dengan total biaya
Rp.84.180.000, sehingga masing – masing peneliti akan dibebani biaya penelitian sekitar
Rp.16.836.000.
LAMPIRAN
JADWAL PENELITIAN
Pengumpulan
Data
Analisis Data
Penyusunan
Laporan