Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Lap Ny N Prolaps Uteri

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN ILMIAH

ASUHAN KEBIDANAN GANGGUAN REPRODUKSI


PADA NY. N UMUR 49 TAHUN
DENGAN PROLAPSUS UTERI
DI RUANG PARIKESIT RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO
KOTA SEMARANG

DISUSUN OLEH:
MALVASEA QULBITA W.
P1337424417010
SARJANA TERAPAN KEBIDANAN SEMARANG SEMESTER V

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


DAN PROFESI BIDAN SEMARANG JURUSAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
TAHUN 2019/2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Ilmiah ini disusun oleh:


Nama : Malvasea Qulbita W.
NIM : P1337424417010
Kelas : Sarjana Terapan Kebidanan Semester V

Laporan ilmiah berjudul “Asuhan Kebidanan Gangguan Reproduksi Pada Ny. N


Umur 49 Tahun Dengan Prolapsus Uteri Di Ruang Parikesit RSUD K.R.M.T
Wongsonegoro Kota Semarang”
Dalam Rangka Praktik Klinik Asuhan Kebidanan pada Neonatus, Bayi, Balita
dan Anak Pra Sekolah yang telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing klinik dan
pembimbing akademik Prodi Sarjana Terapan Kebidanan dan Profesi Bidan
Semarang Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Semarang Tahun 2019.

Semarang, November 2019


Pembimbing Klinik Praktikan

Ariena Anggadewi, S.ST Malvasea Qulbita W.


NIP. 19821101 200501 2009 NIM. P1337424417010
Mengetahui,
Pembimbing Institusi

Ida Ariyanti, S.SiT, M.Kes


NIP. 19700514 199803 2 001

2
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ 2

DAFTAR ISI ................................................................................................... 3

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang. .................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah................................................................................ 5

C. Tujuan Penulisan. ................................................................................ 5

BAB II. TINJAUAN TEORI ......................................................................... 6

BAB III. TINJAUAN KASUS ....................................................................... 19

BAB III. PEMBAHASAN ............................................................................. 33

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................... .35

B. Saran. .................................................................................................... .36

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Epidemiologi Prolapsus organ panggul (POP) masih menjadi masalah
kesehatan pada wanita yang mengenai hingga 40% wanita usia di atas 50
tahun.3 Prolapsus uteri merupakan salah satu jenis prolapsus organ panggul
(genitalia) dan menjadi kasus nomor dua tersering setelah cystouretrochele
(bladder and urethral prolapse).
Frekuensi prolapsus genitalia di beberapa negara, seperti dilaporkan di
klinik Gynecologie et Obstetrique Geneva insidennya 5,7% dan pada periode
yang sama di Hamburg 5,4%, Roma 6,4%. Dilaporkan di Mesir, India, dan
Jepang kejadiannya cukup tinggi.19 Prolapsus organ panggul (POP)
merupakan masalah yang sering dialami dengan prevalensi 41-50% dari
keseluruhan perempuan di atas usia 40 tahun dan akan meningkat seiring
dengan bertambahnya usia harapan hidup seorang.
Prolaps organ panggul merupakan salah satu bentuk disfungsi dasar
panggul pada perempuan. Prolaps Organ Panggul (POP) adalah turun atau
menonjolnya dinding vagina ke dalam liang vagina atau keluar introitus
vagina yang diikuti oleh organ-organ panggul (uterus, kandung kemih, usus
atau rectum.
Prolaps organ panggul dapat muncul karena otot, ligamentum dan
fascia (anyaman jaringan ikat) yang menyangga organ-organ tersebut pada
posisi yang benar menjadi lemah. Penyebab utama dari POP adalah
kerusakan saraf, ligamen, dan otot yang menyangga organ panggul. Kondisi-
kondisi tersebut dapat disebabkan oleh kehamilan, persalinan dan menopause
(Jelovsek et al., 2007).
Kejadian prolaps organ panggul di Indonesia belum banyak ditemukan
datanya, menunjukkan bahwa kejadian ini tidak banyak terungkap.
Berdasarkan data dari RS Hasan Sadikin Bandung, kejadian prolaps organ
panggul pada tahun 2007 hanya terdapat 30 kasus (Rizkar, 2011) dan
sepanjang Januari 2007-Juli 2009 jumlah pasien yang didiagnosa prolaps

4
organ panggul di poliklinik Obstetri dan Ginekologi RS M.Djamil Padang
hanya 173 pasien (Ermawati, 2014). Kejadian ini tidak banyak terungkap,
diperkirakan karena masyarakat Indonesia memang tidak akan berobat jika
belum merasa sakit, dan sering sekali datang dalam keadaan sudah parah
(Ilmiyah, 2012).

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana aplikasi asuhan gangguan reproduksi pada Ny. N di RSUD
K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang?

C. TUJUAN
Untuk mengerahui aplikasi asuhan gangguan reproduksi pada Ny. N di
RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI UTERUS


Uterus merupakan organ berongga dan berdinding tebal, terletak di
tengahtengah rongga panggul di antara kandung kemih dan rektum.9,20,21
Uterus pada wanita nulipara dewasa berbentuk seperti buah avokad atau buah
pir dengan ukuran 7,5 x 5 x 2,5 cm.
Uterus terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu corpus uteri dan serviks
uteri, dimana kedua bagian tersebut menyatu pada bagian yang disebut ismus.
Hampir seluruh dinding uterus diliputi oleh serosa (peritoneum viseral)
kecuali di bagian anterior dan di bawah ostium histologikum uteri internum.
Uterus mempunyai tiga lapisan :
1. Lapisan serosa (peritoneum viseral). Di bawahnya terdapat jaringan
ikat subserosa; lapisan yang paling padat dan terdapat berbagai macam
ligamen yang memfiksasi uterus ke serviks.
2. Miometrium; lapisan otot uterus dan lapisan paling tebal, terdiri atas
serabutserabut otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat yang
mengandung pembuluh darah. Miometrium terdiri atas tiga lapisan,
otot sebelah luar berjalan longitudinal dan lapisan sebelah dalam
berjalan sirkuler, di antara kedua lapisan ini otot polos berjalan saling
beranyaman. Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi
dan berelaksasi. Ketebalan miometrium sekitar 15 mm pada uterus
perempuan nulipara dewasa.
3. Endometrium; lapisan terdalam yang terdapat di sekitar rongga uterus.
Endometrium terdiri atas epitel selapis kubik, kelenjar-kelenjar dan
stroma dengan banyak pembuluh darah yang berkelok-kelok.
Endometrium mengalami perubahan yang cukup besar selama siklus
menstruasi. Bagian atas uterus disebut fundus uteri dan merupakan
tempat tuba Falopii kanan dan kiri masuk ke uterus.

6
Umumnya uterus pada perempuan dewasa terletak di sumbu tulang panggul
dalam posisi anteversiofleksio, yaitu fundus uteri mengarah ke depan, hampir
horizontal, dengan mengadakan sudut tumpul antara korpus uteri dan serviks
uteri. Di Indonesia, uterus sering ditemukan dalam retrofleksio (korpus uteri
berarah ke belakang) yang pada umumnya tidak memerlukan pengobatan.

B. PENGERTIAN PROPLAPSUS UTERI


Prolaps organ panggul (POP) adalah turun atau menonjolnya dinding
vagina ke dalam liang vagina atau sampai dengan keluar introitus vagina,
yang diikuti oleh organ-organ panggul (uterus, kandung kemih, usus atau
rektum). Selain menyebabkan ketidak nyamanan, POP juga memberikan
dampak negatif pada berbagai hal seperti fungsi seksual, penampilan, serta
kualitas hidup. Atas dasar alasan perbaikan kualitas hidup, operasi POP 2
menjadi salah satu indikasi operasi ginekologi yang sering dilakukan.
(Ermawati, 2014).

7
Prolaps uteri merupakan salah satu bentuk dari turunnya peranakan,
yaitu turunnya rahim beserta jaringan penunjangnya ke dalam liang atau
rongga kemaluan (Jelovsek et al., 2007). Prolaps uteri adalah salah satu
bentuk prolaps organ panggul dan merupakan suatu kondisi jatuh atau
tergelincirnya uterus (rahim) ke dalam atau keluar melalui vagina sebagai
akibat dari kegagalan ligamen dan fasia yang dalam keadaan normal
menyangganya (Price and Wilson, 2012).
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat biasa, oleh karena
kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya atau
turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis akan jadi longgar
dan organ pelvis akan turun ke dalamnya (Winkjosastro 2008).
Prinsip terjadinya prolapsus uteri adalah terjadinya defek pada dasar
pelvis yang disebabkan oleh proses melahirkan, akibat regangan dan, robekan
fasia endopelvik, musculus levator serta perineal body. Neuropati perineal dan
parsial pudenda juga terlibat dalam proses persalinan. Sehingga wanita
multipara sangat rentan terhadap faktor resiko terjadinya prolaps uteri
(Lazarou 2010).

C. EPIDEMIOLOGI
Prolapsus organ panggul (POP) masih menjadi masalah kesehatan
pada wanita yang mengenai hingga 40% wanita usia di atas 50 tahun.
Prolapsus uteri merupakan salah satu jenis prolapsus organ panggul (genitalia)
dan menjadi kasus nomor dua tersering setelah cystouretrochele (bladder and
urethral prolapse).
Frekuensi prolapsus genitalia di beberapa negara, seperti dilaporkan di
klinik Gynecologie et Obstetrique Geneva insidennya 5,7% dan pada periode
yang sama di Hamburg 5,4%, Roma 6,4%. Dilaporkan di Mesir, India, dan
Jepang kejadiannya cukup tinggi.
Prolapsus organ panggul (POP) merupakan masalah yang sering
dialami dengan prevalensi 41-50% dari keseluruhan perempuan di atas usia 40
tahun dan akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia harapan hidup
seorang perempuan. Insidensi bedah untuk POP yaitu 15-49 kasus per 10.000
perempuan per tahun.
Pada studi Women’s Health Initiative (Amerika), 41 % wanita usia 50-79
tahun mengalami Prolapsus Organ Panggul (POP), diantaranya 34%
mengalami cystocele, 19% mengalami rectocele dan 14% mengalami
prolapsus uteri.

8
Prolapsus terjadi di Amerika sebanyak 52% setelah wanita melahirkan
anak pertama, sedangkan di Indonesia prolapsus terjadi sebanyak 3,4-56,4%
pada wanita yang telah melahirkan. Data Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
menunjukkan setiap tahun ada 47-67 kasus prolapsus, dan sebanyak 260 kasus
pada tahun 2005-2010 yang mendapat tindakan operasi.

D. FAKTOR RISIKO
Penyebab prolapsus organ panggul belum diketahui secara pasti,
namun secara hipotetik penyebab utamanya adalah persalinan pervaginam
dengan bayi aterm.9 Pada studi epidemiologi menunjukkan bahwa faktor
risiko utama penyebab prolapsus uteri adalah persalinan pervaginam dan
penuaan. Para peneliti menyetujui bahwa etiologi prolapsus organ panggul
adalah multifaktorial dan berkembang secara bertahap dalam rentang waktu
tahun.10 Terdapat berbagai macam faktor risiko yang mempengaruhi
terjadinya prolapsus dan dikelompokkan menjadi faktor obstetri dan faktor
non-obstetri.

Faktor Obstetri Faktor Non Obstetri


1. Paritas 1. Genetik
2. Persalinan pervaginam 2. Usia
3. Perpanjangan kala 2 persalinan 3. Ras
(> 2 jam) 4. Menopause
4. Makrosomia (berat badan lahir ≥ 5. Peningkatan BMI (obesitas)
4000 gram) 6. Peningkatan tekanan intra
5. Persalinan dengan tindakan abdomen
(riwayat persalinan dengan 7. Kelainan jaringan ikat
forsep atau ekstraksi vakum) 8. Merokok

1. Faktor obstetri
a) Proses persalinan dan paritas Prolapsus uteri terjadi paling sering pada
wanita multipara sebagai akibat progresif yang bertahap dari cedera
melahirkan pada fascia endopelvik (dan kondensasi, ligamentum
uteroskral dan kardinal) dan laserasi otot, terutama otot-otot levator dan
perineal body (perineum).
Persalinan pervaginam merupakan faktor risiko utama terjadinya
prolapsus organ genital. Pada penelitian tentang levator ani dan fascia
menunjukkan bukti bahwa kerusakan mekanik dan saraf terjadi pada

9
perempuan dengan prolapsus dibandingkan perempuan tidak prolapsus,
dan hal tersebut terjadi akibat proses melahirkan.
Secara global, prolapsus mempengaruhi 30% dari semua wanita yang
telah melahirkan. 27 Jumlah paritas berbanding lurus dengan kejadian
prolapsus. WHO Population Report (1984) menduga bahwa kejadian
prolapsus akan meningkat tujuh kali lipat pada perempuan dengan tujuh
anak dibandingkan dengan perempuan yang mempunyai satu anak.
b) Faktor obstetri lainnya
Penggunaan forsep, vakum, dan episiotomi, disebutkan sebagai faktor
risiko potensial dalam terjadinya prolaps organ panggul. Penggunaan
forsep secara langsung terlibat dalam terjadinya cedera dasar panggul,
yaitu dalam kaitannya dengan terjadinya laserasi sfingter anal. Manfaat
forsep terhadap dasar panggul dalam memperpendek kala dua masih
mempunyai bukti yang kurang. Penggunaan forsep elektif untuk
mencegah kerusakan pada dasar panggul tidak direkomendasikan.
Percobaan kontrol secara acak pada penggunaan elektif dan selektif
episiotomi tidak menunjukkan manfaat, tetapi telah menunjukkan
hubungan dengan terjadinya laserasi sfingter anal inkontinensia dan nyeri
pasca persalinan.
Sejumlah cedera pada ibu dan bayi dapat terjadi sebagai akibat
penggunaan forsep. Luka yang dapat ditimbulkan pada ibu berkaitan
dengan penggunaan forsep berkisar dari ekstensi sederhana sampai ruptur
uterus atau kandung kemih. Klein, dkk menemukan hubungan antara
episiotomi dan berkurangnya kekuatan dasar panggul tiga bulan post
partum.
Fascia pelvis, ligamentum-ligamentum dan otot-otot dapat menjadi lemah
akibat peregangan yang berlebihan selama kehamilan, persalinan dan
persalinan pervaginam yang sulit, terutama dengan penggunaan forsep
dan vakum ekstraksi.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Handa dkk, menunjukkan bahwa
persalinan menggunakan forsep dan laserasi perineum berhubungan
dengan gangguan dasar panggul 5-10 tahun setelah persalinan yang
pertama, tetapi pada episiotomi tidak berhubungan. Wanita dengan
laserasi perineum dalam dua atau lebih persalinan beresiko lebih tinggi
secara signifikan terhadap prolapsus.

10
Perlukaan diafragma urogenitalis dan muskulus levator ani yang terjadi
pada waktu persalinan pervaginam atau persalinan dengan alat dapat
melemahkan dasar panggul sehingga mudah terjadi prolapsus genitalia.
c) Faktor non-obstetri
a) Genetik
Dua persen prolapsus simptomatik terjadi pada perempuan nulipara.
Perempuan nulipara dapat menderita prolapsus dan diduga
merupakan peran dari faktor genetik. Bila seorang perempuan dengan
ibu atau saudaranya menderita prolapsus, maka risiko relatif untuk
menderita prolapsus adalah 3,2. Dibandingkan jika ibu atau saudara
perempuan tidak memiliki riwayat prolapsus, risiko relatifnya adalah
2,4.
b) Usia
Bertambahnya usia akan menyebabkan berkurangnya kolagen dan
terjadi kelemahan fascia dan jaringan penyangga. Hal ini terjadi
terutama pada periode post-menopause sebagai konsekuensi
akibat berkurangnya hormon estrogen.
c) Ras
Perbedaan ras pada prevalensi prolapsus organ panggul (POP)
telah dibuktikan dalam beberapa penelitian. Perempuan berkulit
hitam dan perempuan Asia memiliki risiko yang lebih rendah,
sedangkan perempuan Hispanik dan berkulit putih memiliki risiko
tertinggi. Perbedaan kandungan kolagen antar ras telah
dibuktikan, tetapi perbedaan bentuk tulang panggul juga diduga
memainkan peran. Misalnya, perempuan kulit hitam lebih banyak
yang memiliki arkus pubis (lengkungan kemaluan) yang sempit
dan bentuk panggul android atau antropoid. Bentuk-bentuk
panggul tersebut adalah pelindung terhadap POP dibandingkan
dengan panggul ginekoid yang merupakan bentuk panggul
terbanyak pada perempuan berkulit putih.
d) Menopause
Pada usia 40 tahun fungsi ovarium mulai menurun, produksi
hormon berkurang dan berangsur hilang, yang berakibat
perubahan fisiologik. Menopause terjadi rata-rata pada usia 50-52
tahun. Hubungan dengan terjadinya prolaps organ panggul adalah,
di kulit terdapat banyak reseptor estrogen yang dipengaruhi oleh
kadar estrogen dan androgen. Estrogen mempengaruhi kulit

11
dengan meningkatkan sintesis hidroksiprolin dan prolin sebagai
penyusun jaringan kolagen. Ketika menopause, terjadi penurunan
kadar estrogen sehingga mempengaruhi jaringan kolagen,
berkurangnya jaringan kolagen menyebabkan kelemahan pada
otot-otot dasar panggul.
Saraf pada serviks merupakan saraf otonom, sebagian besar
serabut saraf cholinesterase yang terdiri dari serabut saraf
adrenergik dan kolinergik, jumlah serabut kolinergik lebih sedikit.
Sebagian besar serabut ini menghilang setelah menopause.
e) Peningkatan BMI (obesitas)
Obesitas menyebabkan memberikan beban tambahan pada otot-
otot pendukung panggul, sehingga terjadi kelemahan otot-otot
dasar panggul. Pada studi Women’s Health Initiative (WHI),
kelebihan berat badan (BMI 25 – 30 kg/m2 ) dikaitkan dengan
peningkatan kejadian prolapsus dari 31- 39%, dan obesitas (BMI
> 30 kg/m2 ) meningkat 40-75%.
f) Peningkatan tekanan intra abdomen
Tekanan intra abdomen yang meningkat karena batuk-batuk
kronis (bronkitis kronis dan asma), asites, mengangkat beban berat
berulang-ulang, dan konstipasi diduga menjadi faktor risiko
terjadinya prolapsus. Seperti halnya obesitas (peningkatan indeks
massa tubuh) batuk yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan
intraabdomen (rongga perut) dan secara progresif dapat
menyebabkan kelemahan otot-otot panggul.
g) Kelainan jaringan ikat
Wanita dengan kelainan jaringan ikat lebih untuk mungkin untuk
mengalami prolapsus. Pada studi histologi menunjukkan bahwa
pada wanita dengan prolapsus, terjadi penurunan rasio kolagen
tipe I terhadap kolagen tipe III dan IV.10 Pada beberapa
penelitian, sepertiga dari perempuan dengan Sindroma Marfan dan
tigaperempat perempuan dengan Sindroma Ehler- Danlos tercatat
mengalami POP.17 Kelemahan bawaan (kongenital) pada fasia
penyangga pelvis mungkin penyebab prolapsus uteri seperti yang
kadang-kadang ditunjukkan pada nulipara.
h) Merokok
Merokok juga dikaitkan dalam pengembangan prolapsus.
Senyawa kimia yang dihirup dalam tembakau dipercaya dapat

12
menyebabkan perubahan jaringan yang diduga berperan dalam
terjadi prolapsus. Namun, beberapa penelitian tidak menunjukkan
hubungan antara merokok dengan terjadinya prolapsus.
E. Patofisiologi
Penyangga organ panggul merupakan interaksi yang kompleks antara
otototot dasar panggul, jaringan ikat dasar panggul, dan dinding vagina.
Interaksi tersebut memberikan dukungan dan mempertahankan fungsi
fisiologis organorgan panggul. Apabila otot levator ani memiliki kekuatan
normal dan vagina memiliki kedalaman yang adekuat, bagian atas vagina
terletak dalam posisi yang hampir horisontal ketika perempuan dalam posisi
berdiri.
Posisi tersebut membentuk sebuah “flap-valve” (tutup katup) yang
merupakan efek dari bagian atas vagina yang menekan levator plate selama
terjadi peningkatan tekanan intra abdomen. Teori tersebut mengatakan bahwa
ketika otot levator ani kehilangan kekuatan, vagina jatuh dari posisi horisontal
menjadi semi vertikal sehingga menyebabkan melebar atau terbukanya hiatus
genital dan menjadi predisposisi prolapsus organ panggul. Dukungan yang
tidak adekuat dari otot levator ani dan fascia organ panggul yang mengalami
peregangan menyebabkan terjadi kegagalan dalam menyangga organ panggul.
Mekanisme terjadinya prolapsus uteri disebabkan oleh kerusakan pada
struktur penyangga uterus dan vagina, termasuk ligamentum uterosakral,
komplek ligamentum kardinal dan jaringan ikat membran urogenital. Faktor
obstetri, dan non-obstetri yang telah disebutkan di awal diduga terlibat dalam
terjadinya kerusakan struktur penyangga tersebut sehingga terjadi kegagalan
dalam menyangga uterus dan organ-organ panggul lainnya. Meskipun
beberapa mekanisme telah dihipotesiskan sebagai kontributor dalam
perkembangan prolapsus, namun tidak sepenuhnya menjelaskan bagaimana
proses itu terjadi.

13
F. Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala prolapsus uteri bersifat individual, berbeda-beda pada
setiap orang. Tingkat keparahan prolapsus uteri bervariasi. Kadangkala
penderita dengan prolapsus yang cukup berat tidak mempunyai
keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolapsus ringan
mempunyai banyak keluhan. Keluhankeluhan yang paling umum
dijumpai.
 Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal di vagina atau
menonjol di genitalia eksterna
 Rasa sakit di panggul atau pinggang (backache) merupakan
gejala klasik dari prolapsus
 Luka dan dekubitus pada porsio uteri akibat gesekan dengan
celana atau pakaian dalam
 Gangguan berkemih, seperti inkontinensia urin atau retensi urin
 Kesulitan buang air besar
 Infeksi saluran kemih berulang
 Perdarahan vagina
 Rasa sakit atau nyeri ketika berhubungan seksual (dispareunia)
 Keputihan atau cairan abnormal yang keluar melalui vagina
 Prolapsus uteri derajat III dapat menyebabkan gangguan bila
berjalan dan bekerja

Gejala dapat diperburuk apabila berdiri atau berjalan dalam waktu


yang lama. Hal ini dikarenakan peningkatan tekanan pada otot-otot
panggul oleh pengaruh gravitasi. Latihan atau mengangkat beban juga
dapat memperburuk gejala.

2. Pemeriksaan Fisik
Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan fisik, yaitu :
1. Pasien dalam posisi telentang pada meja ginekologi dengan posisi
litotomi.
2. Pemeriksaan ginekologi umum untuk menilai kondisi patologis
lain.
3. Inspeksi vulva dan vagina, untuk menilai :
 Erosi atau ulserasi pada epitel vagina.

14
 Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi segera,
ulkus yang bukan kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak
ada reaksi pada terapi.
 Perlu diperiksa ada tidaknya prolapsus uteri dan penting untuk
mengetahui derajat prolapsus uteri dengan inspeksi terlebih
dahulu sebelum dimasukkan inspekulum.
4. Manuver Valsava
 Derajat maksimum penurunan organ panggul dapat dilihat
dengan melakukan pemeriksaan fisik sambil meminta pasien
melakukan manuver Valsava.
 Setiap kompartemen termasuk uretra proksimal, dinding
anterior vagina, serviks, apeks, cul-de-sac, dinding posterior
vagina, dan perineum perlu dievaluasi secara sistematis dan
terpisah.
 Apabila tidak terlihat, pasien dapat diminta untuk mengejan
pada posisi berdiri di atas meja periksa.
 Tes valsava dan cough stress testing (uji stres) dapat
dilakukan untuk menentukan risiko inkontinensia tipe stres
pasca operasi prolapsus.
5. Pemeriksaan vagina dengan jari untuk mengetahui kontraksi dan
kekuatan otot levator ani.
6. Pemeriksaan rektovaginal
 Untuk memastikan adanya rektokel yang menyertai prolapsus
uteri.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu :
a) Urin residu pasca berkemih
Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai dengan mengukur
volume berkemih pada saat pasien merasakan kandung kemih yang
penuh, kemudian diikuti dengan pengukuran volume residu urin pasca
berkemih dengan kateterisasi atau ultrasonografi.
b) Skrining infeksi saluran kemih.
c) Pemeriksaan urodinamik apabila dianggap perlu.
d) Pemeriksaan Ultrasonografi

15
Ultrasonografi dasar panggul dinilai sebagai modalitas yang relatif mudah
dikerjakan, cost-effective, banyak tersedia dan memberikan informasi real
time.
Pencitraan dapat mempermudah memeriksa pasien secara klinis. Namun
belum ditemukan manfaat secara klinis penggunaan pencitraan dasar
panggul pada kasus POP.

Jadi, yang dimaksud dengan prolapsus organ panggul adalah apabila


jelas ada penurunan organ ke dalam vagina atau keluar melalui vagina dengan
keluhan seperti di atas.

H. Penatalaksanaan
a) Observasi
Derajat luasnya prolapsus tidak berhubungan dengan gejala.
Apabila telah menderita prolapsus, mempertahankan tetap dalam
stadium I merupakan pilihan yang tepat. Observasi direkomendasikan
pada wanita dengan prolapsus derajat rendah (derajat 1 dan derajat 2,
khususnya untuk penurunan yang masih di atas himen). Memeriksakan
diri secara berkala perlu dilakukan untuk mencari Gambar 6. Derajat
prolapsus uteri perkembangan gejala baru atau gangguan, seperti
gangguan dalam berkemih atau buang air besar, dan erosi vagina.
b) Konservatif
Pilihan penatalaksaan non-bedah perlu didiskusikan dengan semua
wanita yang mengalami prolapsus. Terapi konservatif yang dapat
dilakukan, diantaranya :
1. Latihan otot dasar panggul
Latihan otot dasar panggul (senam Kegel) sangat berguna pada
prolapsus ringan, terutama yang terjadi pada pasca persalinan
yang belum lebih dari enam bulan. Tujuannya untuk menguatkan
otot-otot dasar panggul dan otototot yang mempengaruhi miksi.
Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Cochrane review of
conservative management prolapsus uteri menyimpulkan bahwa
latihan otot dasar panggul tidak ada bukti ilmiah yang
mendukung. Cara melakukan latihan yaitu, penderita disuruh
menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti setelah
selesai buang air besar atau penderita disuruh membayangkan

16
seolah-olah sedang mengeluarkan buang air kecil dan tiba-tiba
menghentikannya.
2. Pemasangan pesarium
Pesarium dapat dipasang pada hampir seluruh wanita dengan
prolapsus tanpa melihat stadium ataupun lokasi dari prolapsus.
Pesarium digunakan oleh 75%- 77% ahli ginekologi sebagai
penatalaksanaan lini pertama prolapsus. Alat ini tersedia dalam
berbagai bentuk dan ukuran, serta mempunyai indikasi tertentu.
c) Operatif
Operasi pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti
umur penderita, masih berkeinginan untuk mendapatkan anak atau
mempertahankan uterus, tingkat prolapsus, dan adanya keluhan.
Prolapsus uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina. Maka, jika
dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina juga
perlu ditangani. Terdapat kemungkinan prolapsus vagina yang
membutuhkan pembedahan, tetapi tidak ada prolapsus uteri atau
prolapsus uteri yang ada belum perlu dioperasi. Di Inggris dan Wales
pada tahun 2005-2006, 22.274 operasi dilakukan untuk prolapsus
vagina. Beberapa literatur melaporkan bahwa dari operasi prolapsus
uteri, disertai dengan perbaikan prolapsus vagina pada waktu yang
sama.2 Macam-macam operasi untuk prolapsus uteri sebagai berikut :
1. Ventrofikasi
Dilakukan pada wanita yang masih tergolong muda dan masih
menginginkan anak. Cara melakukannya adalah dengan
memendekkan ligamentum rotundum atau mengikat ligamentum
rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi Purandare
(membuat uterus ventrofiksasi).
2. Operasi Manchester
Operasi ini disarankan untuk penderita prolapsus yang masih
muda, tetapi biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan
penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong, di depan
serviks dilakukan pula kolporafi anterior dan kolpoperineoplastik.
Amputasi serviks dilakukan untuk memperpendek serviks yang
memanjang (elongasio koli). Tindakan ini dapat menyebabkan
infertilitas, partus prematurus, abortus .
Bagian yang penting dari operasi Manchester ialah penjahitan
ligamentum kardinale di depan serviks karena dengan tindakan ini

17
ligamentum kardinale diperpendek, sehingga uterus akan terletak
dalam posisi anteversifleksi, dan turunnya uterus dapat dicegah.
3. Histerektomi Vagina
Operasi ini tepat dilakukan pada prolapsus uteri tingkat lanjut
(derajat III dan IV) dengan gejala pada saluran pencernaan dan
pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus diangkat,
puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan
dan kiri atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian
operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan
kolpoperineorafi untuk mengurangi atau menghilangkan gejala
saluran pencernaan seperti, sembelit, inkontinensia flatus, urgensi
tinja, kesulitan dalam mengosongkan rektum atau gejala yang
berhubungan dengan gangguan buang air besar dan untuk
mencegah prolaps vagina di kemudian hari. Histerektomi vagina
lebih disukai oleh wanita menopause yang aktif secara seksual.
Di Netherlands, histerektomi vaginal saat ini merupakan metode
pengobatan terkemuka untuk pasien prolapsus uteri simtomatik.
4. Kolpokleisis (kolpektomi)
Tindakan ini merupakan pilihan bagi wanita yang tidak
menginginkan fungsi vagina (aktivitas seksual dan memiliki anak)
dan memiliki risiko komplikasi tinggi.
Operasi ini dilakukan dengan menjahit dinding vagina depan
dengan dinding vagina belakang, sehingga lumen vagina tertutup
dan uterus terletak di atas vagina. Keuntungan utama dari
prosedur ini adalah waktu pembedahan singkat dan pemulihan
cepat dengan tingkat keberhasilan 90 - 95%.

18
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN GANGGUAN REPRODUKSI
PADA NY. S UMUR 30 TAHUN
DENGAN SERVIKS INKOMPETEN
DI RUANG PARIKESIT RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO
KOTA SEMARANG

I. PENGKAJIAN
Tanggal : 26 November 2019
Jam : 21.00
Tempat : Ruang Parikesit/Gynekologi

II. IDENTITAS
Nama : Ny. N Nama : Tn. T
Umur : 49 Tahun Umur : 50 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SLTA Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Suku Bangsa : Jawa Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Gayamsari Alamat : Gayamsari

III. DATA SUBYEKTIF


1. Alasan Datang
Ibu merasa ada benjolan yang muncul di vagina saat BAK
Keluhan Utama : Ibu mengatakan muncul benjolan sejak 2015
2. Riwayat Kesehatan
a. Penyakit/kondisi yang pernah atau sedang diderita

19
Ibu mengatakan pernah hamil kembar (gemelli)
Ibu mengatakan tidak pernah/ tidak sedang menderita penyakit
menular seperti :
1. TBC, cirinya yaitu batuk lebih dari satu bulan disertai darah,
berkeringat dimalam dan saat tidak melakukan aktivitas, B8 turun
drastis
2. Hepatitis B, cirinya yaitu nyeri pada sendi dan otot, menjadi sering
tidur, kulit menjadi kuning.
3. HIVIAIDS, cirinya yaitu diare berkepanjangan, sariawan didaerah
mulut, berat badan turun drastis.
4. IMS, cirinya yaitu mengeluarkan keputihan yang berbau dan gatal,
berwama kuning kehijauan.
Ibu mengatakan tidak pernah atau tidak sedang menderita penyakit
menurun seperti :
1. Kencing manis, cirinya yaitu luka yang tidak sembuh-sembuh,
sering merasa haus, sering BAK, BB turun drastic.
2. Tekanan darah tinggi, cirinya yaitu tekanan darah tetap tinggi
walaupun tidur dan tidak banyak pikiran, pusing.
Ibu mengatakan tidak pernah atau tidak sedang menderita penyakit
menahun seperti:
1. Jantung, cirinya yaitu tidak dapat beräktifitas berat, mudah Lelah,
nyeri dada pada bagian kiri.
2. Asma, cirinya yaitu sulit bernafas, cepat lelah, lesu, sulit tidur,
tidak mudah dalam beraktifitas.
b. Riwayat penyakit dalam keluarga (menular maupun keturunan)
Ibu mengatakan mempunyai riwayat keturunan kembar (gamelli).
Ibu mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita atau
mengalami gejala penyakit menurun (jantung, hipertensi, DM, asma),

20
penyakit menular (TBC, Hepatitis, PMS, HIV I AIDS) dan penyakit
menahun (jantung, asma)
3. Riwayat Obstetri
a. Riwayat Haid :
Menarche : 13 tahun
Siklus : 28 hari
Warna Darah : Merah
Lama Haid : 5 hari
Nyeri Haid : Tidak ada
Banyaknya : Ganti pembalut 2-3x/hari
Leukhorea : Tidak
b. Riwayat KB : Pernah
Jika pernah :
Jenis KB Lama Keluhan Alasan
Pemakaian Berhenti
Implan 9 tahun Flek -

c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu


Anak Umur Ab Jenis Penolo Komplika Nifas BBL Keadaan Anak
ke Kehamila Partus ng si Hidup Mati
n Umur JK Umu JK
r
1 Aterm Tdk Spontan Bidan Tdk ada Nor 2200 28 thn P - -
mal
2 Aterm Tdk Spontan Bidan Tdk ada Nor 2000 28 thn P - -
mal
3 Aterm Tdk Spontan Bidan Tdk ada Nor 3900 19 thn L - -
mal

21
4. Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
1) Nutrisi
a) Makan
➢ Frekuensi makan pokok : 3 x perhari
➢ Komposisi :
✓ Nasi : 3 x @ 1 piring (sedang / penuh)
✓ Lauk : 3 x @ 3-4 potong (sedang / besar), jenisnya tahu,
tempe, telur
✓ Sayuran : 3 x @ 1 mangkuk sayur ; jenis sayuran bayam,
kangkung, kacang
✓ Buah : 2 x sehari / seminggu; jenis jeruk, apel, anggur,
mangga, pepaya
✓ Camilan : 3 x sehari;
✓ jenis roti, biskuit
➢ Pantangan : Tidak ada
b) Minum
➢ Jumlah total 10 gelas perhari; jenis air putih
2) Eliminasi
a) Buang Air Kecil :
➢ Frekuensi perhari : 4-5 x ; warna kuning
➢ Keluhan/masalah : Tidak ada
b) Buang Air Besar :
➢ Frekuensi perhari : 1x ; warna kuning konsistensi lembek / keras*)
➢ Keluhan/masalah : Tidak ada
3) Personal hygiene
➢ Mandi 2 x sehari
➢ Keramas 2 x seminggu
➢ Gosok gigi 2 x sehari
➢ Ganti pakaian 2 x sehari; celana dalam 3-4 x sehari

22
➢ Kebiasaan memakai alas kaki : Ya
4) Hubungan seksual
➢ Frekuensi : Ibu mengatakan jarang berhubungan dengan suami
➢ Keluhan lain : Tidak ada
5) Istirahat/tidur
➢ Tidur malam 6-7 jam
➢ Tidur siang 1-2 jam
➢ Keluhan/masalah : Tidak ada
6) Aktivitas fisik dan olah raga
➢ Aktivitas fisik (beban pekerjaan) : Ibu mnegerjakan pekerjaan rumah
tangga
➢ Olah raga : jenisnya -
7) Kebiasaan yang merugikan kesehatan :
➢ Merokok : Tidak
➢ Minuman beralkohol : Tidak
➢ Obat-obatan : Tidak
➢ Jamu : Tidak
8) Riwayat Psikososial-spiritual
a) Riwayat perkawinan :
➢ Status perkawinan : menikah / tidak menikah*),
umur waktu menikah : 20 th.
➢ Pernikahan ini yang ke 1 sah/ tidak*)
lamanya 30 th
➢ Hubungan dengan suami : baik/ ada masalah
b) Respon & dukungan keluarga terhadap Gangguan Reproduksi yang
dialami: Keluarga menyarankan untuk periksa ke tenaga kesehatan
a) Mekanisme koping (cara pemecahan amsalah) : Musyawarah
b) Ibu tinggal serumah dengan : Suami
c) Pengambil keputusan utama dalam keluarga : Suami

23
d) Dalam kondisi emergensi, ibu dapat / tidak * mengambil
keputusan sendiri.
e) Orang terdekat ibu : Suami
f) Adat istiadat yang dilakukan ibu berkaitan dengan Kesehatan
Reproduksi : Tidak ada
g) Penghasilan perbulan: Rp 4.000.000 Cukup/Tidak Cukup*)Praktk
agama yang berhubungan dengan nifas : Tidak ada
h) Keyakinan ibu tentang pelayanan kesehatan :
◻ ibu dapat menerima segala bentuk pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh nakes wanita maupun pria;
◻ tidak boleh menerima transfusi darah;
◻ tidak boleh diperiksa daerah genitalia,
◻ lainnya : ..................................................................................
i) Tingkat Pengetahuan Ibu :
Ibu mengerti tentang penyakit yang di deritanya

IV. Data Obyektif


a. Pemeriksaan Umum :
1. Status Emosional : Baik
2. Tanda-Tanda Vital :
Tensi : 120/70 mmHg
Nadi : 82x/mnt
Suhu : 360C
RR : 20 x/mnt
b. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Bersih, tidak ada ketombe, tidak ada benjolan abnormal
Muka : Tidak ada oedem, tampak segar, tidak ada bekas luka
Mata : Simestris, sklera tidak ikterik, konjungtiva merah muda
Hidung : Simetris, bersih, tidak ada polip

24
Mulut : Bibir tampak lembab, tidak ada keries gigi, bersih
Telinga : Simetris, tidak ada serumen
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfa
Ketiak : Tidak ada pembesaran kelenjar limfa, tidak ada benjolan,
bersih
Dada : Simetris, tidak ada retraksi dada
Abdomen : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
Lipat paha : Tidak ada pembesaran limfa, tidak ada nyeri tekan
Vulva : Tidak ada oedem, tidak ada varises
Ekstremitas: Tidak ada oedem pada tangan dan kaki, turgor kulit baik
Punggung : Tidak ada kelainan tulang punggung, tidak ada benjolan
Anus : Tidak ada hemoroid

c. Status Obstetrik
1. Muka : Tidak Pucat, tidak oedem
2. Mamae : Membesar, Tidak ada benjolan, putting susu menonjol
3. Abdomen : Membesar, terdapat bekas operasi, terdapat linea nigra
4. Genetalia : Tidak ada oedem, terdapat benjolan
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah :
Hemoglobin : 13,7 g/dL
Hematokrit : 38,00 %
Jumlah Leukosit : 6,7 /uL
Jumlah Trombosit : 228/uL
Masa Pendarahan/BT : 02 min 00 sec
Masa Pembekuan/CT : 08 min 40 sec
GDS : 98 mg/dL
Ureum : 19,4 mg/dL
Creatinin : 0,0 mg/dL

25
Albumin : 4,6 g/dL
Natrium : 141,0 mmol/L
Kalium : 3,30 mmol/L
Calsium : 1,20 mmol/L
HBsAg : Negatif
Pemeriksaan Foto Thorax PA :
Cor : CTR ,50%. Bentuk dan letak normal
Pulmo : Corakan vaskuler noemal.
Tak tampak bercak pada kedua paru.
Diafragma dan sinus kostrofrenikus kanan kiri baik.
Tulang dan soft tissue baik
KESAN :
Cor tidak membesar
Tak tampak infiltart paru
Tulang dan soft tissue baik
Pemeriksaan USG :
-

V. ANALISA
Ny. N umur 49 tahun P3A0 dengan prolapsus uteri
Masalah : Terdapat benjolan pada vagina saat BAK
Kebutuhan : Kolaborasi dengan dokter Obgyn dan dokter Spesialis
Anastesi dan memberikan dukungan psikologis.

VI. PENATALAKSANAAN
Tanggal : 26 November 2019 Jam : 21.00
1. Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan tanda-tanda vital serta hasil
laborat. Tensi 120/70 mmHg, Nadi 84x/mnt, RR 20 x/mnt, Suhu 360C
Hasil : Ibu mengetahui kondisinya.

26
2. Memberikan konseling kepada ibu mengenai prolapsus uteri adalah
gangguan pada sistem reproduksi yang membutuhkan tindakan lanjut.
Hasil : Ibu mengerti bahwa penyakit yang dideritanya merupakan suatu
gangguan pada sistem reproduksi yang membutuhkan tindakan lanjut.
3. Memberikan dukungan agar ibu tidak perlu khawatir dan cemas terhadap
penyakit yang dideritanya.
Hasil : Ibu mencoba untuk lebih tenang
4. Melakukan kolaborasi dengan pihak radiologi untuk USG.
Hasil : Kolaborasi telah dilakukan.
5. Melakukan kolaborasi dengan pihak laborat untuk cek Darah.
Hasil : Kolaborasi telah dilakukan
6. Melakukan kolaborasi dengan pihak bank darah untuk mempersiapkan
stok darah apabila dibutuhkan.
Hasil : Kolaborasi telah dilakukan.
7. Melakukan kolaborasi dengan dokter Spesialis Kandungan untuk
dilakukan intervensi lebih lanjut.
Hasil : Kolaborasi telah dilakukan dan dokter menganjurkan untuk
dilakukan histerektomi abdominal dan memberikan advise terapi obat
8. Melakukan kolaborasi dengan pihak IBS untuk penjadwalan program
histerektomi abdominal pada pasien.
Hasil : Histerektomi abdominal dilaksanakan pada Rabu, 27 November
2019 pukul 10.00 WIB
9. Memberikan terapi obat sesuai advise dokter berupa infus RL 20 tpm
Hasil : Terapi telah diberikan dan sesuai dengan advise dokter
10. Memberitahu ibu bahwa akan dilakukan tindakan histerektomi abdominal
dimana akan dilakukan pengangkatan rahim melalui pembedahan di
perut.
Hasil : Ibu dan keluarga sudah mengerti dengan penjelasan yang
diberikan.

27
11. Memberitahu ibu bahwa akan dilakukan histerektomi abdominal pada
Rabu, 27 November 2019 pukul 10.00 WIB.
Hasil : Ibu mengetahui bahwa dirinya akan dilakukan histerektomi
abdominal pada Rabu, 27 November 2019 pukul 10.00 WIB
12. Memberikan baju operasi kepada ibu dan menjelaskan ibu untuk bersiap
pukul 06.00 WIB (sudah mandi, keramas dan gosok gigi). Serta
menjelaskan cara memakai baju operasi yaitu tali berada dibelakang dan
tidak memakai pakaian sama sekali termasuk pakaian dalam.
Hasil : Ibu mengerti dan bersedia siap pukul 06.00 (sudah mandi, keramas
dan gosok gigi) serta memakai baju operasi dengan benar yaitu tali berada
dibelakang dan tidak memakai pakaian sama sekali termasuk pakaian
dalam.
13. Menganjurkan ibu untuk puasa dari pukul 05.00 WIB sampai setelah
operasi.
Hasil : Ibu mnegerti dan bersedia puasa dari pukul 05.00 WIB sampai
setelah operasi.

28
Catatan Perkembangan

RB/BPM NO.RM

Nama Pasien: Ny. N

Alamat : Gayamsari

CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal dan CATATAN PERKEMBANGAN Nama dan


Jam Paraf
(SOAP)
27 November S = Ibu mengatakan tidak ada keluhan
2019
Pk. 05.00 O=
KU baik
Kesadaran Composmentis
TD 110/70 mmHg
N 80 x/mnt
RR 20 x/mnt
S 360C

A=
Ny. N umur 49 tahun P3A0 dengan Prolaps
Uteri

P=
1. Memberitahu ibu tentang hasil
pemeriksaan. TD 110/60 mmHg, N 80
x/mnt, RR 20 x/mnt, S 360C
Hasil : Ibu mengetahui kondisinya

29
2. Menjelaskan kepada ibu bahwa akan
diberikan obat yang dimasukkan melalui
anus.
Hasil : Ibu mengerti dan bersedia
diberikan obat melalui anus
3. Membantu ibu memasukkan obat
melalui anus
Hasil : Obat telah dimasukkan

27 November S= Ibu mengatakan agak cemas sebelum


2019 operasi
Pk. 08.00
O=
KU cemas
Kesadaran Composmentis
TD 120/60 mmHg
N 84 x/mnt
RR 21 x/mnt
S 360C

A = Ny. N umur 49 tahun P3A0 dengan Prolaps


Uteri

30
P=
1. Memberitahu ibu tentang hasil
pemeriksaan. TD 120/60 mmHg, N 84
x/mnt, RR 21 x/mnt, S 360C
Hasil : Ibu mengetahui kondisinya
2. Memberikan konseling kepada ibu
bahwa ibu tidak perlu terlalu cemas agar
ibu tidak stress
Hasil : Ibu mencoba untuk
menenangkan dirinya
3. Mengantarkan ibu menuju ruang IBS
Hasil : Ibu telah sampai di ruang IBS

28 November S= Ibu mengatakan tidak ada keluhan


2019
Pk. 11.00 O=
KU baik
Kesadaran Composmentis
TD 110/60 mmHg
N 80 x/mnt
RR 20 x/mnt
S 360C

A=
Ny. N umur 49 tahun P3A0 dengan post op
Prolaps Uteri

31
P=
1. Memberitahu ibu tentang hasil
pemeriksaan. TD 110/60 mmHg, N 80
x/mnt, RR 20 x/mnt, S 360C
Hasil : Ibu mengetahui kondisinya
2. Memberikan infus RL 20 tpm
Hasil : Infus RL 20 tpm telah diberikan
3. Menganjurkan ibu untuk istirahat
Hasil : Ibu mengerti dan bersedia untuk
istirahat
4. Melakukan kolaborasi dengan dokter
obgyn untuk kolaborasi terapi obat
Hasil : Kolaborasi telah dilakukan

32
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Kariadi didapatkan hasil bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan kejadian prolapsus uteri
dimana ibu dengan multiparitas berisiko 73,8 kali terkena prolapsus dibandingkan
dengan ibu yang bukan multipara. Ligamentum pendukung, fasia dan otot dasar
pelvis berfungsi untuk mempertahankan organ pelvis termasuk rahim, vagina,
kandung kemih dan rektum. Satu organ pelvis atau lebih dapat mengalami prolapsus
di dalam dan bahkan dapat keluar melalui vagina apabila terjadi kerusakan pada
struktur penyangga tersebut .

Pada penelitian ini didapatkan kasus prolapsus uteri sebagian besar (80,4%)
terjadi pada wanita usia ≥ 50 tahun, hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa prolapsus uteri lebih umum terjadi pada masa reproduksi lanjut, namun dalam
penelitian ini terdapat seorang ibu berusia 40 tahun telah mengalami prolapsus uteri.
Penyebab terjadinya prolapsus pada ibu tersebut tidak dapat diketahui secara pasti,
karena bila dilihat dari faktor paritas ibu tersebut adalah seorang primipara,
sedangkan data mengenai faktor risiko lainnya tidak tercantum dalam rekam medis.

Pasien prolaps uteri dengan terapi operasi cenderung lebih tinggi kualitas
hidupnya. Operasi dipilih ketika pasien tidak nyaman dengan pesarium. Ada beberapa
teknik bedah yang berbeda dan efektif. Selain pengalaman dan pelatihan ahli bedah,
pilihan terapi operasi didasarkan pada beberapa aspek individual pasien, yakni
anatomi, kondisi kesehatan saat ini, dan keinginan untuk mempertahankan hasrat
seksual. Junizaf menyebutkan bahwa berdasarkan sebuah telaah sistematis mengenai
penatalaksanaan prolaps uteri yang terbaru, terapi operasi/pembedahan pada wanita
yang memiliki prolaps dapat meningkatkan kualitas hidup wanita.

Operasi prolaps organ panggul biasanya efektif dalam mengendalikan gejala-


gejala prolaps, seperti adanya benjolan pada vagina.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori (Manuaba,2009) mengatakan bahwa


Pada ibu menopause mengalami perubahan fisik ketika menopause, penurunan
hormon bisa 169 menyebabkan lemahnya penyangga alat kelamin bagian dalam
sehingga terasa kurang enak sekitar liang senggama, dan liang senggama terasa turun
(menonjol). Dan dipicu oleh beberapa faktor lain yaitu melahirkan dan menopause.
Persalinan lama yang sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding

33
vagina bawah pada kala dua, penatalaksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot
panggul yang tidak baik. (Prawirohardjo, 2009).

Hasil Peneltian Hubungan Antara Persalinan normal dengan prolaps uteri di


Poli Kandungan RSUD Ibnu Sina Gresik. Di dapatkan bahwa hampir semua ibu
prolaps uteri memiliki riwayat proses persalinan normal dan ada yang pernah
melakukan sectio cesarea pada beberapa tahun yang lalu. Dari 45 esponden 97,8%
mereka memiliki riwayat proses persalinan normal. Menurut teori faktor resiko yang
dapat memicu terjadinya prolaps uteri adalah penyakit yang diderita sperti batuk
menahun, dan faktor umur yang semakin tua. Dan dari peneliti lain mengatakan
bahwa angka kejadian tertinggi prolaps uteri pada umur lebih dari 65 tahun sebanyak
49 kasus. Pada pasien prolaps uteri tersebut, 35,44% memiliki enam sampai delapan
kali persalinan sepanjang hidupnya. Ini merupakan angka tertinggi untuk variable
kelahiran. Sebanyak 100% pasien prolaps uteri memiliki riwayat persalinan
pervaginam, dan tidak ditemukan adanya pasien prolaps uteri yang melahirkan
bayinya dengan metode seksio caesarea (Ulya, 2008).

34
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada bab ini praktikan sebagai penulis telah melakukan asuhan
kebidanan gangguan reproduksi pada Ny. N denganprolaps uteri du Ruang
Parikesit RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang menuliskan :
Anamnesa yang dilakukan saat praktik sama dengan yang ada di teori.
Dimana tidak perlu menanyakan lagi nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan suku bangsa dan alamat. Hal itu karena sudah ada dalam catatan
medis pasien pasien dalam satu folder. Jadi supaya bisa cepat dan efektif.
Tetapi alasan datang dan keluhan tetap ditanyakan, dimana ibu mengatakan
mempunyai keluhan dimana pasien merasa terdapat benjolan di vagina sat
BAK. Riwayat kesehatan juga ditanyakan dengan ibu mengatakan tidak
mempunyai riwayat penyakit menular maupun tidak menular seperti DM,
alergi, hipertensi, asma, TBC, HIVI AIDS, dan PMS. Ibu juga mengatakan
mempunyai keturunan kembar. Riwayat obstetric juga ditanyakan dengan
menanyakan riwayat haid, riwayat kehamilan sekarang, dan riwayat
kehamilan, persalinan, nifas yang lalu. Riwayat haid dengan menanyakan usia
menarche, siklus, warna darah, banyanya, nyeri haid, dan lama, Ibu juga
menjawab dengan koperatif dengan menyebutkan usia menarche 13 tahun,
siklus 28 hari, warna darah merah, banyaknya 2-3 kali ganti pembalut, tidak
ada nyeri haid, dan lama 5 hari, Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas
ditanyakan tahun, frekuensi ANC, penyulit, UK saat persalinan, penolong
persalinan, JK/BB, penyulit persalinan IMD, penyulit nifas, ASI
eksklusif, dan keadaan anak sehat. Pasien mengatakan tidak pemah hamil dan
keguguran.
Pola pemenuhan sehari-hari juga ditanyakan secara lengkap baik dari
nutrisi, eliminasi, personal hygiene, hubungan seksual istirahat/tidur, aktivitas
fisik dan olahraga kebiasaan yang merugikan kesehatan riwayat psikososiala
spirtual. Tetapi saat menanyakan tentang Hal-hal yang sudah diketahui ibu
mengatakan sudah mengerti tentang penyakit yang diderita yaitu prolaps uteri.
Uteri. Hal yang ingin diketahui Ibu ingin mengetahui perkembangan keadaan
dirinya sekarang. Untuk data objektif, di Ruang Parikesit RSUD K.R.MT
Wongsonegoro Kota Semarang melakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik terdapat pemeriksaan umum,

35
status present dan status obstetri. Pemeriksaan umum dilakukan dengan
menimbang BB pasien TB sudah ada dalam Catatan Assesment Awal pasien,
mengukur TTV dan tidak menghitung IMT. Maka diperoleh keadaan umum
baik, kesadaran composmentis, BB 57 kg, TB: 159 cm. Dilakukan
pemeriksaan TTV dengan lengkap dengan TD 120/70 mmHg. Nadi 82
x/menit, Suhu 360C RR 20 x/menit
Sedangkan untuk status present dilakukan pemeriksaan fisik secara
tidak lengkap dari kepala, mata, hidung, telinga, leher ketiak dada perut, lipat
paha, ekstremitas, dan punggung. Tetapi dilakukan pemeriksaan vulva dan
anus. Pemeriksaan Obstetrik dilakukan secara lengkap. Pemeriksaan
penunjang sudah terbilang lengkap. Untuk pemeriksaan fisik belum mendetail
karena keterbatasan waktu yang ada dan banyaknya pasien yang ada.
Untuk analisa yang di Ruang Parikesit RSUD KRM.T Wongsonegoro
Kota Semarang menunjukkan asuhan kebidanan gangguan reproduksi pada
Ny. N Umur 49 tahun P3A0 dengan Prolaps Uteri di Ruang Parikesit RSUD
KR.M.T Wongsonegoro Kota Semarang. sedangkan dalam teori pada Ny. F
Umur 47 tahun PAo dengan Mioma Uteri di Ruang Parikesit RSUD K.R.MT
Wongsonegoro Kota Semarang, Jadi dalam analisa tidak ada perbedaan antara
teori dan praktik di lahan.
Didalam data subjektif dan objektif terdapat masalah jadi di analisa
ditulis masalah pasien merasakan kecemasan tentang keadanya. Dan data
objektif dan data subjektif didapat kesimpulan kebutuhan memberikan
dukungan psikologis. Memberikan konseling mengenai Prolaps Uteri,
Kolaborasi dengan dr. SPOG dan dr spesialis bedah.

Pelaksanaan dalam kasus diatas dengan menjelaskan kepada ibu


mengenai hasil pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap Ny p dengan
memberitahu hasil pemeriksaan
yang telah dilakukan bahwa keadaan ibu cemas, TD 120/70 mmHg,
RR: 20 x/menit, N: 82 x/menit. T. 360C. Memberikan dukungan psikologis
Memberikan pendidikan kesehatan mengenai persiapan histerektomi
abdominal serta kolaborasi dengan Dokter Spesialis.

B. Saran
Setelah melakukan asuhan gangguan reproduksi pada Ny. N, adapun
saran yang ingin disampaikan oleh penulis yaitu:

36
1. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan
Petugas kesehatan hendaknya selalu meningkatkan kualitas dalam
pelayanan pada pasien dengan gangguan reproduksi sesuai dengan
perkembangan teori yang berkembang.
2. Bagi Paien
Diharapkan pasien selali menjaga kesehatannya dengan baik. Jika
terjadi/terdapat tanda bahaya pada kesehatan harus segera mencari
pelayanan kesehatan, baik di bidan maupun dokter.
3. Bagi Mahasiswa
Meningkatkan ilmu penegtahuan dan wawasan peserta didik khususnya
tentang gangguan reproduksi sehingga unutk kedepannya mahasiswa
mampu untuk meningkatkan kualitas pelayanan gangguan reproduksi
sehingga dapat mengurangi AKI dan AKB di Indonesia dan
memperhatikan kebutuhan asah, asih dan asuh.

37
DAFTAR PUSTAKA

Hamamah, Jefi dkk. 2013. Karakteristik Pasien Prolaps Uteri Di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta Tahun 2013

Cipta Hardianti, Baiq. 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Prolapsus Uteri Di Rsup Dr. Kariadi Semarang.

Deswita, Fiana. 2018. Faktor-Faktor Berhubungan Dengan Derajat Prolaps Organ


Panggul Di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Periode 1 Januari 2014
– 31 Desember 2018

Alifa, Rosita dkk. 2016. Perbandingan Kualitas Hidup Pasien Prolaps Uteri Yang
Dilakukan Operasi Dengan Non Operasi

Ilmiyah, Azimatul dkk. 2012. Hubungan Jenis Persalinan, Pekerjaan, Paritas


Terhadap Prolaps Uteri Pada Ibu Menopause Di RSUD Ibnu Sina Gresik Tahun
2010-2012

38

Anda mungkin juga menyukai