LP HIV Prin
LP HIV Prin
LP HIV Prin
HIV
1. Pengertian
Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang termasuk
dalam family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan menggunakan RNA nya dan
DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama masa inkubasi yang
panjang. Seperti retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam proses yang panjang
(klinik laten), dan utamanya penyebab munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV
menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal ini terjadi
dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam
proses itu, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam 2007).
HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif
lama dapat menyebabkan AIDS. Sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma
penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan
sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV (Doenges, 2000).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti
kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan
infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari
serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak
sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit
lain (Yatim, 2006).
2. Etiologi
Penyebabnya adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan
disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi
nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan
HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
HIV dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita.
Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
a. Lelaki homoseksual atau biseks.
b. Partner seks dari penderita HIV/AIDS.
c. Penerima darah atau produk darah (transfusi) yang tercemar HIV.
d. Penggunaan jarum suntik, tindik, tattoo, pisau cukur, dll yang dapat menimbulkan
luka yang tidak disterilkan secara bersama-sama dipergunakan dan sebelumnya
telah dipakai orang yang terinfeksi HIV. Cara-cara tersebut dapat menularkan HIV
karena terjadi kontak darah.
e. Ibu positif HIV kepada bayi yang dikandungnya. Cara penularan ini dapat terjadi
saat:
1) Antenatal, yaitu melalui plasenta selama bayi dalam kandungan.
2) Intranatal, yaitu saat proses persalinan, dimana bayi terpapar oleh darah ibu
atau cairan vagina
3) Postnatal, yaitu melalui air susu ibu.
3. Klasifikasi
Menurut WHO, stadium klinis HIV/AIDS dibedakan menjadi 4 stadium yaitu :
a. Stadium 1 : Periode Jendela
a) HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibodi terhadap HIV
dalam darah
b) Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
c) Test HIV belum dapat mendeteksi keberadaan virus ini
d) Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 1-6 bulan.
b. Stadium 2 : HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun:
a) HIV berkembang biak dalam tubuh
b) Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
c) Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk
antibodi terhadap HIV
d) Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan
tubuhnya (rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek).
c. Stadium 3 : HIV Positif (muncul gejala)
a) Sistem kekebalan tubuh semakin turun
b) Mulai muncul gejala infeksi opportunistik, misalnya: pembengkakan kelenjar
limfa di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll
c) Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan
tubuhnya
d. Stadium 4 : AIDS
a) Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah
b) Berbagai penyakit lain (infeksi opportunistik) semakin parah
c) Wasting (kehilangan berat badan secara drastis)
d) Diare kronis.
Kelas Kriteria
Stadium Klinis 1 -asimtomatik
Asimtomatik.Total -limfadenopati generalisata persisten
CD4>500
Stadium klinis II.Sakit -Penurunan berat badan 10%
ringan.Total CD4:200- -ISPA berulang (sinusitis,tonsillitis,otitis media dan
499 faringitis)
-herpes zoster
-Kelitis angularis
Stadium klinis III -penurunan berat badan >10%
(sakit sedang) -Diare kronis >1 bulan
-Kandidiasis oral
-TB paru
-limfadenopathy generalisata persisten
Stadium klinis IV.Sakit -HIV wasting syndrome
berat (AIDS).Total -Pneumonia
CD4 <200 -Herpes simpleks > 1 bulan
-Kandidiasis esophagus
-Sarkoma Kaposi
-Toksoplasmosis
-Ensefalopathy HIV
-Meningitis kriptokus
-Mikosis profunda
-Limfoma
-Karsinoma
-isoprosiasis kronis
-Neropathy dan kardiomegalu terkait HIV
4. Manifestasi Klinis
Ditinjau dari stadium perkembangan virus, manifestasi klinis HIV dibagi
menjadi empat fase, yaitu:
a. Fase I: Periode Jendela
Individu sudah terpapar dan terinfeksi. Tetapi ciri-ciri terinfeksi belum terlihat
meskipun ia melakukan tes darah. Pada fase ini antibodi terhadap HIV belum
terbentuk. Fase ini akan berlangsung sekitar 1-6 bulan dari waktu individu terpapar.
b. Fase II: HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun
Berlangsung lebih lama, yaitu sekitar 2-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase
kedua ini individu sudah positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit, tetapi
sudah dapat menularkan pada orang lain.
c. Fase III: HIV Positif (muncul gejala)
Mulai muncul gejala-gejala awal penyakit yang disebut dengan penyakit terkait
dengan HIV. Tahap ini belum dapat disebut sebagai gejala AIDS. Gejala-gejala yang
berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada waktu malam, diare terus
menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang tidak sembuh-sembuh,
nafsu makan berkurang dan badan menjadi lemah, serta berat badan terus berkurang.
Pada fase ketiga ini sistem kekebalan tubuh mulai berkurang.
d. Fase IV: AIDS
AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan tubuh sangat berkurang dilihat dari
jumlah sel-T nya. Timbul penyakit tertentu yang disebut dengan infeksi
opportunistik yaitu kanker, khususnya sariawan, kanker kulit atau sarcoma kaposi,
infeksi paru-paru yang menyebabkan radang paru-paru dan kesulitan bernafas,
infeksi usus yang menyebabkan diare parah berminggu-minggu, dan infeksi otak
yang menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala.
Sedangkan dari kriteria mayor dan minor, manifestasi HIV adalah sebagai
berikut:
a. Gejala mayor :
a) Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan.
b) Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan.
c) Demam berkepanjangan lebih dari satu bulan.
d) Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.
e) Demensia/ensefalopati HIV.
b. Gejala minor:
a) Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
b) Dermatitis generalisata yang gatal.
c) Herpes Zoster multisegmental dan atau berulang.
d) Kandidiasis orofaringeal.
e) Herpes simpleks kronis progresif.
f) Limfadenopati generalisata.
g) Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes Serologis
1) Rapid test dengan menggunakan reagen SD HIV, Determent, dan Oncoprobe.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan pengamatan visual. Klien dinyatakan
positif HIV apabila hasil dari ketiga tes tersebut reaktif. Tes ini paling sering
digunakan karena paling efektif dan efisien waktu.
2) ELISA (The Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) mengidentifikasi antibodi
yang secara spesifik ditunjukkan kepada virus HIV. Tes ELISA tidak
menegakkan diagnosis penyakit AIDS tetapi lebih menunjukkan seseorang
pernah terinfeksi oleh HIV. Orang yang darahnya mengandung antibodi untuk
HIV disebut dengan orang yang seropositif.
3) Western blot
Digunakan untuk memastikan seropositivitas seperti yang teridentifikasi lewat
ELISA.
4) PCR (Polymerase Chain Reaction)
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer
monoseluler.
5) P24 ( Protein Pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV))
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi.
b. Tes untuk deteksi gangguan sistem imun:
1) Limfosit plasma menurun <1200.
2) Leukosit bisa normal atau menurun.
3) CD4 menurun <200
4) Rasio CD4/CD8
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( CD8
ke CD4 ) mengindikasikan supresi imun.
5) Albumin
Beberapa tes laboratorium yang digunakan menentukan presentase infeksi HIV
Viral Load Test Mengukur jumlah Tidak terdeteksi Jumlah yang lebih tinggi
jumlah HIV di menunjukkan jumlah HIV di
darah tepi. dalam darah lebih banyak.
Dilaporkan dalam Treatmen yang efektif
satuan jumlah per seharusnya dapat menurunkan
milliliter darah. jumlah HIV atau menunjukkan
hasil yang tidak terdeteksi.
6. Penatalaksanaan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
a) Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi
b) Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
c) Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT
dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
d) Mengatasi dampak psikososial
e) Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan
prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
f) Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)
1. Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS
tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat
yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara
medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orang yang mengidap
HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu
kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai
terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini
dapat mengunakan:
a. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan
pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari
viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC).
b. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat
reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu
enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam
memasukan materi turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk:
Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).
c. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya
sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan
dilepaskan.
2. Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang
mengidap HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan,
persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan,
kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan
terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi
penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut adalah:
a. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–28
minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan
angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada
kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu
rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi
telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan
Lamivudine (3TC)
b. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan
dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa
dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya
digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa
persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.
2. Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS
tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat
yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara
medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orang yang mengidap
HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu
kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai
terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini
dapat mengunakan:
d. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan
pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari
viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC).
e. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat
reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu
enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam
memasukan materi turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk:
Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).
f. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya
sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan
dilepaskan.
3. Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang
mengidap HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan,
persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan,
kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan
terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi
penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut adalah:
c. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–28
minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan
angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada
kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu
rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi
telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan
Lamivudine (3TC)
d. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan
dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa
dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya
digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa
persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.
7. Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan
berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
1) Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency
Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan
motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial.
2) Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala,
malaise, demam, paralise, total / parsial.
3) Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
4) Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci
Virus (HIV).
c. Gastrointestinal
1) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
2) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma kaposi, obat illegal, alkoholik.
Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
3) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-
gatal dan diare.
d. Respirasi
1) Pneumonia Pneumocystis (PCP)
Pada umumnya 85% infeksi opportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru-paru
PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam.
2) Cytomegalo Virus (CMV)
Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada paru-paru tetapi dapat
menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan penyebab kematian pada 30%
penderita AIDS.
3) Mycobacterium Avilum
Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit disembuhkan.
4) Mycobacterium Tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan cepat menyebar ke
organ lain diluar paru.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,
reaksi otot, lesi scabies, dan dekubitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi
skunder dan sepsis.
f. Sensorik
1) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
2) Pendengaran : otitis eksternal akut & otitis media, kehilangan pendengaran dengan
efek nyeri.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1) Identitas
Menyajikan data identitas diri pasien secara lengkap dengan tujuan menghindari
kesalahan dalam memberikan terapi dan patokan untuk memberikan asuhan
keperawatan yang sesuai. Data identitas meliputi Nama, Tgl. MRS, Umur,
Diagnosa, Jenis kelamin, Suku/bangsa, Agama, Pekerjaan, Pendidikan,dan
Alamat.
2) Riwayat kesehatan dan keperawatan
Untuk mengetahui riwayat kesehatan dan keperawatan pasien, maka dikakukan
anamnesis. Anamnesis pada pasien dengan gangguan sistem vaskular meliputi
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
penyakit keluarga, dan pengkajian psikososiospiritual.
3) Keluhan utama
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
biasanya berhubungan dengan gangguan pernafasan yang terjadi selama
beberapa minggu, batuk yang tidak kunjung sembuh, dan nyeri dada yang
menurunkan kemampuan ekspansi dada selama proses respirasi.
4) Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian mengenai riwayat penyakit yang sedang diderita pasien. Mulai dari
pasien merasakan gejala awal penyakit hingga saat pengkajian berlangsung.
5) Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya penyakit terdahulu yang pernah terjadi pada pasien yang
berhubungan dengan penyakit pasien saat ini, misalnya AIDS, pneumonia. Kaji
riwayat penggunaan obat yang pernah dikonsumsi oleh klien. Pengkajian
riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan
tindakan selanjutnya.
6) Riwayat penyakit keluarga
Kaji tingkat kesehatan pada keluarga akan adanya penyakit yang sama atau
mirip pada keluarga terdahulu, atau merupakan penyakit bawaan.
7) Pengkajian psikososiospiritual
Menunjukkan interaksi inter dan intra personal pasien. Kemungkinan akan
adanya kelainan psikologis dan gangguuan interaksi sosial. Tentang bagaimana
hubungan antara pasien dengan lingkungannya dan aspek spiritual pasien.
8) Pengkajian lingkungan
Menunjukkan linglungan dimana klien tinggal. Keadaan lingkungan klien dapat
memberikan gambaran untuk menegakkan diagnosa dan program asuhan
keperawatan yang akan diberikan pada klien nantinya.
a. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas/istirahat
Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktifitas, kelelahan.
Tanda : kelemahan otot, nyeri otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi
terhadap aktifitas.
2) Sirkulasi
Gejala : demam, proses penyembuhan luka lambat, perdarahan lama bila cedera
Tanda : suhu tubuh meningkat, berkeringat, takikardia, mata cekung, anemis,
perubahan tekanan darah postural, volume nadi perifer menurun, pengisian
kapiler memanjang.
3) Integritas ego
Gejala : merasa tidak berdaya, putus asa, rasa bersalah, kehilangan kontrol
diri, dan depresi.
Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis,
kontak mata kurang.
4) Eliminasi
Gejala : diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih.
Tanda : feces encer disertai mucus atau darah, nyeri tekan abdominal, lesi pada
rectal, ikterus, perubahan dalam jumlah warna urin.
5) Makanan/cairan
Gejala : tidak ada nafsu makan, mual, muntah, sakit tenggorokan.
Tanda : penurunan BB yang cepat, bising usus yang hiperaktif, turgor kulit
jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan warna mukosa
mulut
6) Hygiene
Tanda : tidak dapat menyelesaikan ADL, penampilan yang tidak rapi.
7) Neurosensorik
Gejala : pusing, sakit kepala, photofobia.
Tanda : perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensasi,
kelemahan otot, tremor, penurunan visus, bebal, kesemutan pada ekstrimitas.
8) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri umum atau lokal, sakit, nyeri otot, sakit tenggorokan, sakit
kepala, nyeri dada pleuritis, nyeri abdomen.
Tanda : pembengkakan pada sendi, hepatomegali, nyeri tekan, penurunan
ROM, pincang.
9) Pernapasan
Tanda : terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non, sesak
pada dada, takipneu, bunyi napas tambahan, sputum kuning.
10) Keamanan
Gejala : riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka lambat proses penyembuhan.
Tanda : demam berulang
11) Seksualitas
Tanda : riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaan
kondom yang tdk konsisten, lesi pada genitalia, keputihan.
12) Interaksi social
Tanda : isolasi, kesepian, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tidak
terorganisir
2. DIAGNOSA
a. Nyeri akut
b. Resiko infeksi
c. Resiko defisit nutrisi
d. Kurang pengetahuan
e. Kecemasan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol.2 Jakarta:
EGC.
Hidayat. 2006. Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Sjamsuhidayat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Tambayong, Jan. 2000. Parasitologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2017. Satandar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018. Satandar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2018. Satandar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI