Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Tinjauan Pustaka Fraktur

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 27

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fraktur
2.1.1 Definisi Fraktur
Fraktur yaitu kondisi medis yang ditandai oleh terputusnya kontinuitas jaringan
tulang.1 Pada fraktur hilangnya kontinuitas dapat terjadi pada tulang, tulang rawan, sendi,
baik bersifat total maupun parsial.2

2.1.2 Proses dan Mekanisme Terjadinya Fraktur


Penyebab tersering terjadinya fraktur adalah trauma, bisa akibat trauma langsung
dimana lokasi benturan menimbulkan tekanan langsung pada tulang dan patahan ditempat
trauma tersebut maupun trauma tidak langsung dimana trauma dihantarkan ke daerah yang
2
lebih jauh dari daerah fraktur dan menyebabkan patahan ditempat lain.. Beberapa bentuk
fraktur dapat diketahui dari mekanisme trauma yang terjadi (terlihat pada gambar dibawah),
seperti trauma berputar (twisting) menyebabkan bentuk fraktur spiral (a), trauma kompresi
(compression) dapat menimbulkan bentuk fraktur oblik yang pendek (b), trauma bengkok
(bending) akan terlihat bentuk tiga sudut atau triangular ‘butterfly’ fragmen (c) serta pada
trauma tarikan (tension) akan terlihat bentuk tranversal (d).1

Gambar 1. Hubungan mekanisme trauma dengan fraktur


Penyebab lainnya yaitu dapat dikarenakan kelelahan akibat penggunaan yang terus
menerus seperti yang dilakukan atlet, prajurit militer, angkat beban yang terus menerus.
Setiap beban berat yang diberikan pada tulang, dapat menyebabkan tulang tersebut memulai
proses remodelling dimana terjadi resorpsi dari tulang dan juga pembentukan tulang baru

12
seperti hukum Wolff. Ketika paparan dari stres dan deformasi terus menerus terjadi dan
berlangsung lama, resorpsi dari tulang akan terjadi lebih cepat daripada penggantian tulang
yang baru, sehingga akan menimbulkan area yang rentan terhadap terjadinya fraktur.
Keadaan tidak seimbangnya resorpsi tulang dan pembentukan tulang dapat juga ditemui pada
pasien dimana menggunakan obat-obatan steroid dan juga methotrexat.1
Fraktur juga mungkin terjadi hanya dengan trauma ringan jika terdapat kondisi medis
tertentu dimana struktur tulang memang sudah lemah seperti osteoporosis, keganasan tulang,
osteogenesis imperfecta, paget disease ataupun akibat lesi litik seperti kista tulang ataupun
akibat metastasis. Hal seperti ini yang disebut dengan fraktur patologis.1

2.1.3 Klasifikasi Fraktur


a. Klasifikasi Etiologis
 Fraktur Traumatik
Terjadi karena trauma yang tiba-tiba
 Fraktur Patologis
Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di tulang
tersebut
 Fraktur Stress
Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada tulang tersebut
b. Klasifikasi Klinis
 Fraktur Tertutup
Fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar
 Fraktur Terbuka
Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak, dapat berbentuk dari dalam (from within) dan dari luar (from without)
 Fraktur dengan Komplikasi
Fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya malunion, delayed union,
nonunion, dan infeksi tulang1
c. Klasifikasi segmen
Setiap tulang panjang memiliki 3 segmen yang terdiri atas segmen proksimal, diafisis,
dan segmen distal. Dilokasi tersebut dapat terjadi fraktur baik sederhana sampai yang

13
kompleks. Muller telah mengklasifikasikan fraktur menurut segmen yaitu fraktur
proksimal, diafisis dan fraktur distal. Pada fraktur diafisis dibagi menjadi simpel (b),
wedge (c), atau kompleks (d) sedangkan pada fraktur proksimal maupun distal dibagi
menjadi ekstra-artikular (e), parsial-artikular (f) atau komplit-artikular (g).1

Gambar 2. Fraktur diafisis

2.1.4 Diagnosis Fraktur


Anamnesis :
Penderita datang biasanya dengan riwayat trauma (traumatic fracture) oleh berbagai
sebab diikuti dengan adanya ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak.
Anamnesis harus dilakukan dengan cermat karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah
trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.2 Usia pasien, mekanisme dari cedera,
maupun kemungkinan predisposisi faktor patologis sangatlah penting untuk ditanyakan.
Penderita biasanya datang dengan berbagai keluhan, namun tanda pasti fraktur yaitu adanya
deformitas. Selain itu tanyakan pula gejala yang berkaitan dengan cedera seperti adakah
nyeri dan bengkak ditempat lain, gangguan fungsi anggota gerak, kelainan gerak, krepitasi,
atau datang dengan gejala-gejala lain rasa kebas, kehilangan kekuatan untuk bergerak, kulit
pucat maupun adakah sianosis, nyeri perut, darah di urin, sesak nafas ataupun pasien apakah
sempat pingsan atau tidak sebelumnya.1 Saat kegawatan sudah diatasi perlu untuk
menanyakan riwayat penyakit sebelumnya ataupun abnormalitas muskuloskeletal yang lain.1
Pemeriksaan Fisik :
Tahapan sistematis yang dilakukan pada pemeriksaan fisik fraktur adalah : 1)
Memeriksa bagian yang paling jelas terdapat perlukaan, 2) melakukan tes untuk menilai

14
adakah cedera pada arteri dan saraf, 3) mencari cedera lain di sekitar regio luka, 4) mencari
cedera ditempat jauh dari lokasi luka. Untuk pemeriksaan daerah perlukaan dan fraktur dapat
melakukan tiga tahapan yaitu
1. Inspeksi (look)
Inspeksi diawali dengan melihat keadaan umum penderita secara keseluruhan, seperti
memperhatikan posisi anggota gerak, adanya tanda-tanda syok dan anemia karena
perdarahan, ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Lakukan
survey pada seluruh tubuh, apakah ada trauma dan kerusakan pada organ-organ lain. Inspeksi
di daerah perlukaan perlu dibandingkan dengan bagian yang sehat. Perhatikan adanya
bengkak, memar, deformitas berupa angulasi, rotasi, dan kependekan, serta apakah terdapat
luka pada kulit dan jaringan lunak. Jika kulit robek akan menyebabkan luka berhubungan
langsung dengan fraktur atau bisa disebut fraktur terbuka. Penting juga dilihat postur dari
ekstremitas dan warna dari kulit adakah kerusakan pembuluh darah dan saraf.
2. Palpasi (feel)
Palpasi dilakukan sangat hati-hati oleh karena penderita mengeluh sangat nyeri. Hal-
hal yang perlu diperhatikan diantaranya : a) temperatur setempat yang meningkat, b) nyeri
tekan ; nyeri tekan yang bersifat superficial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan
lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang, c) Krepitasi ; dapat diketahui dengan perabaan
dan harus dilakukan secara hati-hati, d) Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma
sesuai dengan anggota gerak yang terkena, e) Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna
kulit pada bagian distal trauma, temperature kulit. Pengukuran tungkai terutama pada tungkai
bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai.
3. Pergerakan (move)
Pemeriksaan pergerakan dilakukan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan
secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Setiap
gerakan bila fraktur akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh
dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan
lunak seperti pembuluh darah dan syaraf. Bagian dari cedera juga di palpasi dengan lembut
apakah perabaan terasa lunak, adakah nyeri tekan, adakah gerakan terkunci, pergerakan
apakah sulit karena nyeri, dan pergerakan yang abnormal juga mungkin ditemukan. namun
tidak perlu dikerjakan karena hanya akan menambah nyeri pasien.1

15
4. Pemeriksaan Neurologis
Berupa pemeriksaan syaraf secara sensoris dan motoris serta gradasi kelainan
neurologis yaitu neuropraksia aksonotemesis atau neurotemesis. Kelainan syaraf yang
didapat harus dicatat dengan baik karena bisa menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan
(claim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.

2.1.5 Pemeriksaan Radiologis


Foto Polos
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan lokasi serta ekstensi
fraktur. Sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis sebaiknya menggunakan bidai yang
bersifat radiolusen sebagai imobilisasi sementara, untuk menghindarkan nyeri serta
kerusakan jaringan lunak. Tujuan pemeriksaan radiologis adalah untuk mempelajari
gambaran normal tulang dan sendi, konfirmasi adanya fraktur, melihat sejauh mana
pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakan, menentukan teknik pengobatan,
apakah fraktur itu baru atau tidak, apakah fraktur intraartikuler atau ekstraartikuler, benda
asing misalnya peluru, serta adanya keadaan patologis lain pada tulang.1
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua yaitu
- Two views – Dua posisi proyeksi dilakukan minimal 2 arah seperti anteroposterior dan
lateral.
- Two joints – Fraktur dilokasi cedera terutama pada diafisis dapat juga menimbulkan
fraktur di sendi proksimal maupun distalnya, sehingga sendi di distal dan proksimal
fraktur perlu di foto juga.
- Two limbs – Pada anak-anak epifisis belum matur sehingga dapat mengacaukan
diagnosa fraktur, sehingga perlu dilakukan foto pada kedua anggota gerak agar dapat
dibandingkan.
- Two Injuries - Pada trauma yang hebat sering kali fraktur dilokasi cedera dapat juga
menimbulkan fraktur ditempat lain yaitu bisa di proksimal maupun distalnya.
- Two occasions – Dua kali dilakukan foto. Beberapa fraktur susah untuk langsung
terdeteksi pada awal setelah cedera terjadi, pemeriksaan foto 1 – 2 minggu setelah
cedera dapat menunjukkan kelainan lesi pada tulang tersebut.1

16
Terdapat tiga posisi yang diperlukan pada foto pergelangan tangan untuk menilai
sebuah fraktur distal radius yaitu AP, lateral, dan oblik. Posisi AP bertujuan untuk menilai
kemiringan dan panjang os radius, posisi lateral bertujuan untuk menilai permukaan
artikulasi distal radius pada posisi normal volar (posisi anatomis).3
Tanda dan gambaran yang khas pada fraktur adalah :
 Garis fraktur : garis fraktur dapat melintang di seluruh diameter tulang atau
menimbulkan keretakan pada tepi kortikal luar yang normal pada fraktur minor.
 Pembengkakan jaringan lunak : biasanya terjadi setelah terjadi fraktur.
 Iregularis kortikal : sedikit penonjolan atau berupa anak tangga pada korteks.4
Pemeriksaan khusus dapat dilakukan dengan tomografi misalnya pada fraktur vertebrae atau
condilus tibia, CT-Scan, MRI, dan Radioisotop scanning. 5

2.2 Fraktur Terbuka


Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak, dapat berbentuk dari dalam (from within) dan dari luar (from without).
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar
melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri, sehingga timbul komplikasi berupa
infeksi. Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut
kekuatannya melebihi kekuatan tulang, 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur :
1. Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan
kekuatan trauma.
2. Instrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan
dan densitas tulang.
Setelah fraktur lengkap, fragmen-fragmen biasanya bergeser. Sebagian oleh gaya berat
dan sebagian oleh tarikan otot yang melekat padanya. Pergeseran biasanya disebut dengan
aposisi, penjajaran (alignment), rotasi dan berubahnya panjang. Semua fraktur terbuka harus
dianggap terkontaminasi, sehingga mempunyai potensi untuk terjadi infeksi. Pada fraktur
tulang dapat terjadi pergeseran fragmen-fragmen tulang. Pergeseran fragmen bisa
diakibatkan adanya keparahan cedera yang terjadi, gaya berat, maupun tarikan otot yang
melekat padanya. Pergeseran fragmen fraktur akibat suatu trauma dapat berupa :

17
1. Aposisi (pergeseran ke samping/ sideways, tumpang tindih dan berhimpitan/
overlapping, bertrubukan sehingga saling tancap/ impacted) : fragmen dapat bergeser ke
samping, ke belakang atau ke depan dalam hubungannya dengan satu sama lain,
sehingga permukaan fraktur kehilangan kontak. Fraktur biasanya akan menyatu
sekalipun aposisi tidak sempurna, atau sekalipun ujung-ujung tulang terletak tidak
berkontak sama sekali.
2. Angulasi (kemiringan/ penyilangan antara kedua aksis fragmen fraktur) : fragmen dapat
miring atau menyudut dalam hubungannya satu sama lain.
3. Rotasi (pemuntiran fragmen fraktur terhadap sumbu panjang) : salah satu fragmen dapat
berotasi pada poros longitudinal, tulang itu tampak lurus tetapi tungkai akhirnya
mengalami deformitas rotasional.
4. Panjang (pemanjangan atau pemendekan akibat distraction atau overlapping antara
fragmen fraktur) : fragmen dapat tertarik dan terpisah atau dapat tumpang tindih, akibat
spasme otot, menyebabkan pemendekan tulang.

Tabel I. Hubungan garis fraktur dengan energi trauma :

GARIS FRAKTUR MEKANISME TRAUMA ENERGI

Transversal, oblik, spiral (sedikit Angulasi/ memutar Ringan


bergeser/ masih ada kontak)

Butterfly, transversal (bergeser), sedikit Kombinasi Sedang


kominutif

Segmental kominutif (sangat bergeser) Variasi Berat

Kalsifikasi fraktur terbuka paling sering digunakan menurut Gustillo dan Anderson
(1976), yang menilai fraktur terbuka berdasarkan mekanisme cedera, derajat kerusakan jaringan
lunak, konfigurasi fraktur dan derajat kontaminasi. Kalsifikasi Gustillo ini membagi fraktur
terbuka menjadi tipe I, II, dan III

18
Tabel II Klasifikasi fraktur terbuka

 Tipe I berupa luka kecil kurang dari 1 cm akibat tusukan fragmen fraktur dan bersih.
Kerusakan jaringan lunak sedikit dan fraktur tidak kominutif. Biasanya luka tersebut
akibat tusukan fragmen fraktur atau in-out.
 Tipe II terjadi jika luka lebih dari 1 cm tapi tidak banyak kerusakan jaringn lunak dan
fraktur tidak kominutif.
 Tipe III dijumpai kerusakan hebat maupun kehilangan cukup luas pada kulit, jaringan
lunak dan putus atau hancurnya struktur neurovaskuler dengan kontaminasi, juga
termasuk fraktur segmental terbuka atau amputasi traumatik. Kalsifikasi ini juga
termasuk trauma luka tembak dengan kecepatan tinggi atau high velocity, fraktur terbuka
di pertanian, fraktur yang perlu repair vaskulr dan fraktur yang lebih dari 8 jam setelah
kejadian. Kemudian Gustillo membagi tipe III menjadi subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB, dan
IIIC :
- Tipe IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak,
walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.
- Tipe IIIB terjadi pada fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringn lunak, sehingga
tulang terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur
kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan trauma high energy
tanpa memandang luas luka.

19
- Tipe IIIC terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar kehidupan
bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan jaringan
lunak.

Gambar 3. Klasifikasi Fraktur terbuka

Komplikasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) dibagi menjadi 2 yaitu:
Komplikasi Awal / Umum
Syok, koagulasi difus dan gangguan fungsi pernafasan terjadi selama 24 jam
pertama setelah cedera. Juga terdapat reaksi metabolic lambat terhadap cedera yang terjadi
beberapa hari atau beberapa minggu setelah cedera, ini mencangkup peningkatan katabolisme
dan membutuhkan dukungan gizi.

Sindroma peremukan (Crush syndrome)


Sindroma peremukan dapat terjadi kalau sejumlah besar massa otot remuk, seperti
tukang batu yang terjatuh, atau kalau suatu turniket dibiarkan terlalu lama. Bila kompresi
dilepaskan, asam miohematin (sitokrom C), akibat pemecahan otot, dibawa oleh darah ke
ginjal dan menyumbat tubulus. Penjelasan lainnya adalah terjadinya spasme arteria
renalis dan sel tubulus yang anoksia mengalami nekrosis dan dapat menyebabkan syok.
Sekresi ginjal berkurang dan terjadi uremia keluaran rendah dengan asidosis. Untuk
mencegah terjadinya crush syndrome, tungkai yang remuk hebat dan belum ditangani
selama beberapa jam harus diamputasi. Karena itu, kalau turniket dibiarkan selama lebih
dari 6 jam tungkai harus dikorbankan. Amputasi dilakukan di sebelah atas tempat
penekanan dan sebelum tekanan dilepaskan.

20
Trombosis vena dan emboli paru-paru

Trombosis vena dalam (DVT = deep venous thrombosis) adalah komplikasi yang
paling sering ditemukan pada cedera dan operasi. Trombosis paling sering terjadi dalam
vena-vena di btis, dan jarang dalam vena-vena proksimal dipaha dan pelvis. Thrombosis
terutama berasal dari tempat yang terakhir itu dan fragmen bekunya dibawa ke paru-paru.
Insiden emboli paru-paru setelah operasi ortopedik besar sekitar 5% dan insiden emboli
fatal sekitar 0,5%. Penyebab utama DVT pada pasien pembedahan adalah
hipokoagulabilitas darah, terutama akibat aktivitas factor X oleh tromboplastin yang
dilepas oleh jaringan rusak. Pasien yang sering terkena DVT adalah orang tua, pasien
dengan penyakit kardiovaskular, pasien yang tertahan di tempat tidur setelah cedera dan
pasien yang mengalami artroplasti pinggul (dimana pelebaran reaming pada tulang dan
terlalu banyak manipulasi pada tungkai dapat merupakan factor predisposisi tambahan).

Tetanus

Organism tetanus hanya berkembang dalam jaringan mati. Organism ini


menghasilkan eksotosin yang menuju susunan saraf pusat lewat darah dan saluran getah
bening perineural dari derah yang terinfeksi. Tetanus ditandai oleh kontraksi tonik, dan
belakangan klonik, terutama pada otot rahang dan muka (trismus, risus sardonicus), otot
dekat luka itu sendiri, dan kemudian pada leher dan badan. Pada akhirnya, diafragma dan
otot interkostal dapat kejang dan pasien mati karena asfiksia.

Gas gangren

Keadaan yang mengerikan ini ditimbulkan oleh infeksi klostrodium (terutama C welchii).
Organisme anaerob ini dapat hidup dan berkembang biak hanya dalam jaringan dengan
tekanan oksigen yang rendah, karena itu tempat utama infeksinya adalah luka yang kotor
dengan otot yang mati yang telah ditutup tanpa debridement yang memadai. Gambaran
klinik timbul dalam 24 jam setelah cedera, pasien mengeluh nyeri hebat dan terdapat
pembengkakan di sekitar luka dan secret yang kecoklatan dapat ditemukan. Pembentukan
gas biasanya tidak sangat nyata. Terdapat sedikit atau tidak ada demam, tetapi denyut
nadi meningkat dan bau yang khas menjadi jelas. Dengan cepat pasien akan mengalami
toksemia dan dapat terjadi koma dan kematian.

21
Emboli lemak

Emboli lemak merupakan gumpalan lemak yang diameternya lebih besar daripada 10
mikrometer beredar dalam sirkulasi menuju paru-paru, dan terjadi pada sebagian besar
orang dewasa setelah fraktur tertutup pada tulang panjang. Keadaan ini sering ditemukan
pada pasien dengan fraktur multiple yang tertutup.

Sindroma kompartemen

Fraktur pada lengan dan kaki dapat menimbulkan iskemia hebat sekalipun tidak ada
kerusakan pembuluh besar. Perdarahan, edema atau radang (infeksi) dapat meningkatkan
tekanan pada salah satu kompartemen osteofasia. Terdapat penurunan aliran kapiler yang
mengakibatkan iskemia otot, yang akan menyebabkan edema lebih jauh, mengakibatkan
tekanan yang lebih besar lagi dan iskemia lebih hebat, suatu lingkaran setan yang
berakhir. Setelah 12 jam atau kurang, dengan nekrosis saraf dan otot dalam
kompartemen. Saraf dapat mengalami regenerasi, tetapi otot sekali terkena infark, tidak
dapat pulih dan digantikan oleh jaringan fibrosa yang tidak elastic (kontraktur iskemik
Volkman). Rangkaian kejadian yang serupa dapat disebabkan oleh pembengkakan suatu
tungkai dalam suatu cetakan gips yang ketat.

Nekrosis avaskular

Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling
sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur
berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular
mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak
akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi
pada pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya
melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan
beban

22
Komplikasi Lokal atau Lambat

Komplikasi lokal dapat timbul lebih dini (selama beberapa minggu pertama setelah
cedera) atau belakangan (dari beberapa minggu sampai beberapa tahun setelah fraktur).
Komplikasi ini selanjutnya dapat dibagi lagi memnjadi yang mempengaruhi tulang dan yang
melibatkan jaringan lunak dan sendi-sendi.

 Komplikasi tulang
Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat
berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang
berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka
tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang
terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom
kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar.
Delayed union, malunion, nonunion
Penyatuan terlambat (delayed union)terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan
kecepatan normal berhubungan dengan infeksi dan distraksi (tarikan) dari fragmen
tulang. Tarikan fragmen tulang juga dapat menyebabkan kesalahan bentuk dari
penyatuan tulang (malunion). Tidak adanya penyatuan (nonunion) terjadi karena
kegagalan penyatuan ujung- ujung dari patahan tulang.
 Komplikasi jaringan lunak
Lepuh fraktur

Keadaan ini akibat naiknya lapisan dangkal kulit karena edema, dan kadang-kadang dapat
dicegah dengan pemmbalutan yang erat. Lepuh harus ditutupi dengan suatu pembalut
steril yang kering.

Ulkus akibat gips

Ulkus akibat gips terjadi bila kulit menekan langsung pada tulang. Keadaan ini harus
dicegah dengan memberikan bantalan pada tonjolan-tonjolan tulang dan dengan
mengatur atau memotong bentuk gips yang basah, sehingga tekanan didistribusikan ke
jaringan lunak di sekitar tonjolan-tonjolan tulang.

23
Hematrosis

Fraktur yang melibatkan sendi dapat menyebabkan hemartrosis akut. Sendi bengkak dan
tegang dan pasien terhalang setiap kali mencoba menggerakkannya. Darah harus
diaspirasi sebelum menangani fraktur.

Cedera pembuluh darah

Fraktur yan paling sering disertai kerusakan pada arteri utama adalah fraktur di sekitar
lutut dan siku, dan fraktur batang humerus dan femur.

Cedera saraf

Fraktur dapat disertai komplikasi cedera saraf. Pada cedera tertutup, saraf jarang terputus,
dan penyembuhan spontan harus ditunggu. Pada fraktur terbuka, suatu lesi lengkap
(neurotmesis) kemungkinan besar terjadi. Saraf dieksplorasi selama debridement luka dan
diperbaiki, atau sebagi prosedur sekunder 3 minggu kemudian.

 Komplikasi belakang-jaringan lunak


Ulkus dekubitus (bed sores)

Ulkus dekubitus terjadi pada manusia atau pasien yang lumpuh. Kulit, terutama di atas
sakrum dan tumit, mudah terserang. Perawatan yang cermat dan aktivitas lebih awal
biasanya dapat mencegah ulkus dekubitus. Sekali ulkus ini terjadi, terapi sukar, mungkin
diperlukan eksisi jaringan nekrotik dan pencangkokan kulit.

Miotitis osifikans

Oksifikasi heterotopik otot kadang-kadang terjadi setelah cedera, terutama dislokasi pada
siku atau pukulan pada brakialis, deltoid, atau kuadriseps. Diduga ini akibat dari
kerusakan otot, tetapi keadaan ini juga terjadi tanpa cedera lokal pada pasien yang tidak
sadar atau pasien paraplegia.

Tendinitis

Tendinitis dapat menyerang tendon posterior tibialis setelah fraktur maleolus medial.
Tendinitis harus dicegah dengan reduksi yang tepat, kalau perlu dengan operasi terbuka.

24
Ruptur tendon

Ruptur belakangan pada tendon ekstensor polisis longus dapat terjadi 6-12 minggu
setelah fraktur radius bagian bawah. Penjahitan langsung jarang berhasil dan
ketidakstabilan yang diakibatkannya diterapi dengan memindahkan tendon ekstensor
indisis peoprius ke ujung distal tendon ibu jari yang robek. Ruptur belakangan pada kaput
biseps panjang setelah fraktur leher humerus biasanya tidak memerlukan terapi.

Kompresi saraf

Kompresi saraf dapat merusak saraf popliteal lateral kalau seorang lanjut usia atau pasien
yang kurus berbaring dengan kaki dalam rotasi luar penuh. Kellumpuhan radialis dapat
terjadi akibat kesalahan dalam penggunaan penopang. Kedua keadaan itu adalah akibat
kurangnya pengawasan.

Terjepitnya saraf

Deformitas tulang atau sendi mungkin mengakibatkan terjepitnya saraf lokal dengan
tanda-tanda yang khas, misalnya rasa baal atau paraestesia, hilangnya tenaga dan
pengecilan otot dalam distribusi saraf yang terkena.

Kontraktur volkman

Setelah cedera arteri atau suatu sindroma kompartemen, pasien dapat mengalami
kontraktur iskemik pada otot yang terkena. Tetapi saraf yang cedera oleh iskemia
kadang-kadang sembuh kembali. Sekurang-kurangnya sebagian, kerena itu pasien
memperlihatkan deformitas dan mengalami kekakuan, tetapi rasa baal tidak selalu
ditemukan. Tempat yang paling sering terkena adalah lengan bawah, tangan, tungkai
bawah dan kaki.

25
Penatalaksanaan Fraktur Terbuka
Pada kasus fraktur terbuka diperlukan ketepatan dan kecepatan diagnosis pada
penanganan agar komplikasi terhindar dari kematian atau kecacatan. Penatalaksanaan fraktur
terbuka meliputi tindakan life saving dan life limb dengan resusitasi sesuai dengan indikasi,
pembersihan luka dengan irigasi, eksisi jaringan mati dan debridement, pemberian antibiotik
(sebelum, selama, dan sesudah operasi), pemberian anti tetanus, penutupan luka, stabilisasi
fraktur dan fisioterapi.

Tindakan definitif dihindari pada hari ketiga atau keempat karena jaringan masih
inflamasi/ infeksi dan sebaiknya ditunda sampai 7-10 hari, kecuali dapat dikerjakan sebelum 6-8
jam pasca trauma. Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip
pengobatan ada empat (4R) yaitu:2

1. Recognition
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,
pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan:
- Lokalisasi fraktur
- Bentuk fraktur
- Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
- Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
2. Reduction
Reduksi fraktur bila diperlukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima. Pada
fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin
mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas
serta perubahan osteoartritis di kemudian hari. Posisi yang baik adalah alignment yang
sempurna, aposisi yang sempurna.
3. Retention
Imobilisasi fraktur sehingga diharapkan penyembuhan fraktur sesuai dengan posisi
anatomis dan penyembuhan dapat lebih cepat terjadi.
4. Rehabilitation
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin

26
Pada penatalaksanaan Awal, sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur,
diperlukan :

1. Pertolongan pertama
Pertolongan pertama secara umum untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri dan
mencegah gerakan-gerakan fragmen yang dapat merusak jaringan sekitarnya. Pada
penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan nafas,
menutup luka dengan perban yang bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang
terkena agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri.2

2. Resusitasi
Penatalaksanaan sesuai dengan ATLS (Advance Trauma Life Support) dengan
memberikan penanganan sesuai prioritas (resusitasi), bersamaan itu pula dikerjakan
penanganan fraktur terbuka agar terhindar dari komplikasi. Tindakan resusitasi dilakukan
dilakukan bila ditemukan tanda syok hipovolemik, gangguan nafas atau denyut jantung
karena fraktur terbukaseringkali bersamaan dengan cedera organ lain. Penderita diberikan
resusitasi cairan Ringer Laktat atau transfusi darah dan pemberian analgetik selama tidak
ada kontraindikasi. Pemeriksaan radiologis dilakukan setelah pasien stabil. 2

3. Penilaian awal
Pemeriksaan yang teliti dan hati-hati merupakan dasar dalam observasi dan penanganan
awal yang memadai. Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis
apakah luka itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah atau syaraf, ataukah
ada trauma organ-organ dalam yang lain. 2

4. Terapi antibiotik dan anti tetanus serum (ATS)


Pemberian antibiotik sebaiknya diberikan segera mungkin setelah terjadinya trauma.
Antibiotik adalah yang berspektrum luas, yaitu sefalosporin generasi I (cefazolin 1-2
gram) dan dikombinasikan dengan aminoglikosid (gentamisin 1-2 mg/kgBB tiap 8 jam)
selama 5 hari. Selanjutnya perawatan luka dilakukan setiap hari dengan memperhatikan
sterilitas, dan pemberian antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur dan sensitifitas
terbaru. Bila dalamperawatan ditemukan gejala dan tanda infeksi, maka dilakukan
pemeriksaan kultur dan sensitifitas ulang untuk penyesuaian ualng pemberian antibiotik

27
yang digunakan. Pemberian anti tetanus diindikasikan pada fraktur terbuka derajat III
berhubungan dengan kondisi luka yang dalam, luka yang terkontaminasi, luka dengan
kerusakan jaringan yang luas serta luka dengan kecurigaan sepsis. Pada penderita yang
belum pernah mendapat imunisasi anti tetanus dapat diberikan gemaglobulin anti tetanus
manusia dengan dosis 250 unit pada penderita diatas usia 10 tahun dan dewasa, 125 unit
pada usia 5-10 tahun dan 75 unit pada anak dibawah 5 tahun. Dapat pula diberikan serum
anti tetanus dari binatang dengan dosis 1500 unit dengan tes subkutan0,1 selama 30
menit. Jika telah mendapat imunisasi toksoid tetanus (TT) maka hanya diberikan 1 dosis
boster 0,5 ml secara intramuskular. 2

5. Debridement
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat pembenihan
bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan subkutaneus, lemak,
fasia, otot dan fragmen –fragmen yang lepas. Debridement bertujuan untuk
membersihkan luka dari benda asing dan jaringan mati, memberikan persediaan darah
yang baik di seluruh bagian itu. Debridement dapat dilakukan dengan pembersihan luka
dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara mekanis untuk
mengeluarkan benda asing yang melekat maupun eksisi jaringan yang mati dan tersangka
mati dapat dengan operasi debridement. 2

6. Pengobatan fraktur itu sendiri

Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu traksi skeletal atau reduksi terbuka
dengan fiksasi eksterna tulang. Fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan fiksasi
eksterna. Dalam melakukan stabilitas fraktur awal penggunaan gips sebagai temporary
splinting dianjurkan sampai dicapai penanganan luka yang adekuat, kemudian bisa
dilanjutkan dengan pemasangan gips sirkuler atau diganti fiksasi dalam dengan plate and
screw, intermedullary nail atau external fixator devices sebagai terapi stabilisasi definitif.
Pemasangan fiksasi dalam dapat dipasang setelah luka jaringan luka baik dan diyakini
tidak ada infeksi lagi. Penggunaan fiksasi luar (external fixation devices) pada fraktur
terbuka derajat III adalah salah satu pilihan untuk memfiksasi fragmen-fragmen fraktur
tersebut dan untuk mempermudah perawatan luka harian. 2

28
7. Penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam mulai dari terjadinya
kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini tidak dilakukan apabila penutupan
membuat kulit sangat tegang Pada luka yang kecil dan tidak banyak kontaminasi setelah
dilakukan debridement dan irigasi dapat langsung dilakukan penutupan secara primer
tanpa tegangan. Pada luka yang luas dan dicurigai kontaminasi yang berat sebaiknya
dirawat secara terbuka, luka dibalut kassa steril dan dilakukan evaluasi setiap hari. Luka
dapat dibiarkan terbuka setelah 5 – 7 hari tapi tidak lebih dari 10 hari. Luka dapat ditutup
kembali disebut delayed primary closure, yakni penutupan kulit secara sekunder atau
melalui split thickness skin graft serta pemasangan drainase isap untuk mencegah
akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam. Yang perlu mendapat perhatian
adalah penutupan kulit tidak dipaksakan yang mengakibatkan kulit menjadi tegang.Pada
anak sebaiknya dihindari perawatan terbuka untuk menghindari terjadi khondrolisis yaitu
kerusakan epiphyseal plate akibat infeksi. Penyambungan tulang pada anak relatif lebih
cepat, maka reposisi dan fiksasi dikerjakan secepatnya untuk mencegahnya deformitas. 2

2.3 Penyembuhan Fraktur


Agar fraktur dapat sembuh yaitu kuncinya adalah selain segmen tulang yang bersentuhan
adalah imobilisasi tulang tersebut. Bisa menggunakan arm sling, gips, fiberglass, fiksasi eksterna
maupun interna namun pada pergerakan, tubuh juga bisa merespon penyembuhan tulang dengan
pembentukan kalus. Kebanyakan fraktur dilakukan pembidaian tidak hanya untuk memastikan
union namun untuk mengurangi nyeri, memastikan posisi union sudah baik, dan untuk
mempercepat penyembuhan luka dan pergerakan dari lokasi cedera sehingga fungsi klinisnya
kembali lebih cepat.1
1) Penyembuhan melalui kalus
Terdapat 5 tahap dalam proses penyembuhannya:
a. Penghancuran jaringan dan Pembentukan hematom
Pembuluh darah kecil dalam sistem Haversian mengalami robekan membentuk
hematoma. Hematoma diliputi periosteum. Osteosit dengan lakunanya akan kehilangan
darah dan mati yang akan menimbulkan daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada
sisi-sisi fraktur. 1

29
b. Inflamasi dan proliferasi sel
Di fase ini, terjadi reaksi jaringan lunak sebagai suatu reaksi penyembuhan. Sel-sel
osteogenik berproliferasi dari periosteum membentuk kallus eksterna serta pada daerah
endosteum membentuk kallus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis.
Setelah beberapa minggu kallus dari fraktur membentuk suatu massa yang meliputi
jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kallus belum mengandung tulang
sehingga merupakan suatu daerah radiolusen.1
c. Pembentukan kalus
Setelah pembetukan jaringan seluler yang berasal dari osteoblas, kemudian pada
kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks
interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk
tulang yang imatur (disebut sebagai woven bone). Pemeriksaan radiologis, woven bone
sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologi pertama terjadinya penyembuhan fraktur1

d. Konsolidasi
Woven bone membentuk kallus primer dan secara perlahan diubah menjadi tulang yang
lebih matang oleh osteoblas yang menjadi struktur lamelar, dan kelebihan kallus akan
diresorbsi secara bertahap1
e. Remodelling
Bila union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang menyerupai
bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Perlahan-lahan terjadi
resorbsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kallus
eksterna secara perlahan menghilang. Kallus intermediet berubah menjadi tulang yang
kompak dan berisi sistem haversian dan kallus bagian dalam akan mengalami peronggaan
untuk membentuk ruang sumsum1

30
Gambar 4. Penyembuhan Fraktur

2) Penyembuhan dengan direct union


Jika fraktur sudah immobilisasi maka tidak ada stimulus untuk terbentuknya kalus
sebagai gantinya pembentukan tulang / osteoblastik terjadi secara langsung diantara
fragmen tulang. Faktor-faktor yang penting dalam penyembuhan fraktur yaitu umur
penderita, lokasi dan konfigurasi, pergeseran awal serta vaskularisasi dari fragmen
fraktur.1

2.4 Perawatan Lanjut dan Rehabilitasi Fraktur


Ada 5 tujuan pengobatan fraktur :
1. Menghilangkan nyeri
2. Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dari fragmen fraktur
3. Mengharapkan dan mengusahakan union
4. Mengembalikan fungsi secara optimal dengan cara mempertahankan fungsi otot dan
sendi, mencegah atrofi otot, adhesi dan kekakuan sendi, mencegah terjadinya
komplikasi seperti dekubitus, trombosis vena, infeksi saluran kencing, serta
pembentukan batu ginjal
5. Mengembalikan fungsi secara maksimal merupakan tujuan akhir pengobatan fraktur.
Sejak awal penderita harus dituntun secara psikologis untuk membantu penyembuhan
dan pemberian fisioterapi untuk memperkuat otot-otot serta gerakan sendi baik secara
isometrik (latihan aktif statik) pada setiap otot yang berada pada lingkup fraktur serta

31
isotonik yaitu latihan aktif dinamik pada otot-otot tungkai dan punggung. Diperlukan
pula terapi okupasi.1

2.5 FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA


Fraktur tibia dan fibula dapat terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis atau
persendian pergelangan kaki2
1. Fraktur Kondilus Tibia
Fraktur kondilus tibia lebih sering mengenai kondilus lateralis daripada medialis maupun
fraktur pada kedua kondilus. Mekanisme trauma Fraktur kondilus lateralis terjadi karena
adanya trauma abduksi tibia terhadap femur dimana kaki terfiksasi pada dasar, misalnya
trauma sewaktu mengendarai mobil.1
Terdapat klasifikasi sederhana menurut Adam yaitu :
1. Fraktur kompresi kominutif
2. Tipe depresi plateau
3. Fraktur oblik
Sedangkan klasifikasi kompleks menurutRockwood :
1. Fraktur yang tidak bergeser
2. Kompresi local
3. Kompresi split
4. Depresi total kondiler
5. Fraktur split
6. Fraktur komunitif : Fraktur tidak bergeser apabila depresi kurang dari 4 mm,
sedangkan yang bergeser apabila depresi melebihi 4 mm.7
Diagnosis
Pada anamnesis terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan dan nyeri serta
hemarthrosis. Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut.2 Pemeriksaan radiologis
yang dibutuhkan yaitu foto rontgen posisi AP dan lateral untuk mengetahui jenis fraktur.
Tetapi kadang-kadang diperlukan pula foto oblik dan pemeriksaan laminagram.2

32
Pengobatan
1. Konservatif
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana depresi kurang dari 4 mm dapat dilakukan
beberapa pilihan pengobatan, antara lain:
 Perban elastis
 Traksi
 Gips sirkuler
Prinsip pengobatan adalah mencegah bertambahnya depresi, tidak menahan beban
dan segera mobilisasi pada sendi lutut agar tidak terjadi kekakuan sendi.
2. Operatif
Depresi yang lebih dari 4 mm dilakukan operasi dengan mengangkat bagian depresi
dan ditopang dengan bone graft. Pada fraktur split dapat dilakukan pemasangan
screw atau kombinasi screw dan plate untuk menahan bagian fragmen terhadap tibia.
Komplikasi
1. Genu valgum, terjadi oleh karena depresi yang tidak direduksi dengan baik
2. Kekakuan lutut, terjadi karena tidak dilakukan latihan yang lebih awal
3. Osteoarthritis, terjadi karena adanya kerusakan pada permukaan sendi
sehingga bersifat irregular yang menyebabkan inkonkruensi sendi lutut.1,6

2. Fraktur Kondilus Medialis


Sama seperti pada fraktur kondilus lateralis tetapi lebih jarang ditemukan1,6

3. Fraktur Diafisis Tibia dan atau Fibula


Fraktur diafisis tibia dan fibula lebih sering ditemukan bersama-sama. Fraktur dapat juga
terjadi hanya pada tibia atau fibula saja.2 Fraktur diafisis tibia dan fibula terjadi karena
adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek,
sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi
pada batas antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian distal sedangkan fraktur fibula pada
batas 1/3 bagian tengah dengan 1/3 bagian proksimal, sehingga fraktur tidak terjadi pada
ketinggian yang sama. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga

33
fraktur pada daerah tibia sering bersifat terbuka. Penyebab utama terjdinya fraktur adalah
akibat kecelakaan lalu lintas.2
Diagnosis
Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan penonjolan
tulang keluar kulit. Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan lokasi fraktur, jenis
fraktur, apakah fraktur pada tibia dan fibula atau hanya pada tibia saja atau fibula saja. Juga
dapat ditentukan apakah fraktur bersifat segmental.2
Pengobatan
1. Konservatif
Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan manipulasi
tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk imobilisasi,
dipasang sampai di atas lutut.
Prinsip reposisi :
 Fraktur tertutup
 Ada kontak 70% atau lebih
 Tidak ada angulasi
 Tidak ada rotasi
Apabila ada angulasi, dapat dilakukan koreksi setelah 3 minggu (union secara
fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral imobilisasi dengan gips biasanya sulit
dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan tindakan operasi.
Cast bracing adalah teknik pemasangan gips sirkuler dengan tumpuan pada tendo
patella (gips Sarmiento) yang biasanya dipergunakan setelah pembengkakan mereda
atau telah terjadi union secara fibrosa.
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan pada :
 Fraktur terbuka
 Kegagalan dalam terapi konservatif
 Fraktur tidak stabil
 Adanya nonunion
Metode pengobatan operatif :
 Pemasangan plate dan screw

34
 Nail intrameduler
 Pemasangan screwsemata-mata
 Pemasangan fiksasi eksterna.
Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia :
 Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat kerusakan
jaringan yang hebat atau hilangnya fragmen tulang.
 Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infectes pseudoarthrosis)2
Komplikasi
1. Infeksi
2. Delayed union atau nonunion, Malunion
3. Kerusakan pembuluh darah (sindroma kompartemen anterior)
4. Trauma saraf terutama pada saraf peroneal komunis
5. Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki. Gangguan ini biasanya disebabkan
karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai bawah.

4. Fraktur tibia semata-mata atau fibula semata-mata


Fraktur tibia atau fibula semata-mata perlu diwaspadai sebab sering mengganggu terjadinya
union sehingga diperlukan osteotomi pada salah satu tulang.

5. Fraktur dan Fraktur dislokasi sendi pergelangan kaki


Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan dimana talus duduk
dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang diikat ligament. Dahulu, fraktur
sekitar pergelangan kaki disebut sebagai fraktur Pott. Fraktur maleolus dengan atau tanpa
subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam beberapa trauma.
1. Trauma abduksi
Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis bersifat oblik, fraktur
pada maleolus medialis yang bersifat avulsi atau robekan pada ligament bagian medial.
2. Trauma adduksi
Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat oblik atau
avulsi maleolus medialis lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa hanya
menyebabkan strain atau robrkan pada ligament lateral, tergantung beratnya trauma.

35
3. Trauma rotasi eksterna
Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi fraktur pada
fibula diatas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligament medial atau fraktur
avulse pada maleolus medialis. Apabila trauma lebih hebat dapat disertai dengan
dislokasi talus.
4. Trauma kompresi vertical
Pada kompresi vertical dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai dengan
dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur komunitif disertai dengan robekan diastasis.
Lauge-Hansen mengklasifikasikan menurut pathogenesis terjadinya pergeseran
dari fraktur, yang merupakan pedoman penting utuk tindakan pengobatan atau manipulasi
yang dilakukan. Klasifikasi lain yang lebih sederhana, menurut Danis & Weber. Dimana
fibula merupakan tulang yang penting dalam stabilitas dari kedudukan sendi berdasarkan
atas lokalisasi fraktur terhadap sindesmosis tibiofibular.2 Klasifikasi ini penting artinya
dalam tindakan pengobatan oleh karena selain fraktur juga perlu tindakan pada ligament.
Klasifikasi terdiri atas:
 Tipe A : fraktur maleolus dibawah sindesmosis
 Tipe B : fraktur maleolus medialis yang bersifat oblik dan disertai avulse maleolus
medialis dimana sering disertai dengan robekan dari ligament tibiofibular bagian
depan
 Tipe C : fraktur fibula diatas sindesmosis dan atau disertai avulse dari tibia
disertai fraktur atau robekan pada maleolus medialis. Pada tipe C terjadi robekan
pada sindesmosis. Jenis tipe C ini juga dikenal sebagai fraktur Dupuytren
Diagnosis
Ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruan, atau deformitas.
Yang penting diperhatikan adalah lokalisasi dari nyeri tekan apakah pada daerah tulang
atau pada ligament.2
Terapi
Fraktur dislokasi pada sendi pergelangan kaki merupakan fraktur intra-artikuler sehingga
diperlukan reduksi secara anatomis dan akurat serta mobilisasi sendi yang sesegera
mungkin. Tindakan pengobatan terdiri atas:2

36
1. Konservatif
Dilakukan pada fraktur yang tidak begeser, berupa pemasangan gips sirkuler
dibawah lutut.
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan berdasarkan kelainan-kelainan yang ditemukan apakah
hanya fraktur semata-mata, apakah ada robekan pada ligament atau diastasis pada
tibiofibula serta adanya dislokasi talus.
Beberapa hal yang penting diperhatikan pada reduksi, yaitu:
 Panjang fibula harus direstorasi sesuai panjang anatomis
 Talus harus duduk sesuai sendi dimana talus dan permukaan tibia duduk parallel
 Ruang sendi bagian medial harus terkoreksi sampai normal (4mm)
 Pada foto oblik tidak Nampak adanya diastasis tibiofibula
Tindakan operasi terdiri atas:
 Pemasangan screw (maleolar)
 Pemasangan tension band wiring
 Pemasangan plate and screw2
Komplikasi
1. Vaskuler
Apabila terjadi fraktur subluksasi yang hebat maka dapat terjadi gangguan
pembuluh darah yang segera, sehingga harus diakukan reposisi secepatnya2
2. Malunion
Reduksi yang tidak komplit akan menyebabkan posisi persendian yang tidak
akurat yang akan menimbulkan osteoarthritis
3. Osteoarthritis
4. Algodistrofi
Algodistrofi adalah komlikasi dimana penderita mengeluh nyeri, terdapat
pembengkakan dan nyeri tekan di sekitar pergelangan kaki. Dapat terjadi
oerubahan trofik dan osteoporosis yang hebat
5. Kekakuan yang hebat pada sendi.2

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Solomon, louis, et al. Apley’s System of Orthopedics and Fractures 9th.UK,2010.


2. Rasjad, Chairuddin Prof. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta. 2009
3. Eiff et. al., Radius and Ulna Fractures in : Fracture Management For Primary Care. Second
Edition. Publisher Saunders. UK. 2004. Page 116-119.
4. Patel Pradip R., Sistem Skeletal dalam: Patel Pradip R. Lecture Notes Radiologi. Edisi
kedua. Penerbit Buku Erlangga. Jakarta. 2005. Hal 191-194.
5. Begg James D., The Upper Limb in : Accident and Emergency X-Rays Made Easy.
Publisher Churchill Livingstone. UK. 2005. Page 162-167.
6. Salter B. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculosceletal System, 3th edition.
USA: Lippincott Williams & Wilkins. 1999. p. 7-10; 504-505
7. Kune Wong Siew, Peh Wilfred C. G., Trauma Ekstremitas dalam : Corr Peter. Mengenali
Pola Foto-Foto Diagnostik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2011. Hal 97-107.

38

Anda mungkin juga menyukai