BIOMOLEKUL
BIOMOLEKUL
BIOMOLEKUL
Disusun Oleh:
A. Pengertian PCR
Polymerase Chain Reaction atau apabila diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia menjadi reaksi berantai menggunakan enzim polimerase. PCR merupakan
suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatis tanpa
menggunakan organisme.
B. Sejarah PCR
Metode ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1985 Oleh seorang biokimia
Amerika Serikat. Metode PCR dilakukan dengan menyalin sejumlah kecil DNA,
sehingga didapatkan jutaan cetak dari tiap segmen dalam beberapa jam. Metode ini
menjadi penerobosan revolusioner di bidang biokimia dan genetika serta
memungkinkan adanya metode diagnostik baru di bidang kedokteran dan forensik.
E. Proses PCR
1) Denaturasi
Denaturasi dilakukan pada suhu 90-95°C, sehingga terjadi pemisahan
utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal DNA yang menjadi cetakan (template)
tempat penempelan primer dan tempat kerja DNA polimerase. Hal ini disebabkan
karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen
diantara basa-basa yang komplemen.
2) Anneling
Selanjutnya, suhu diturunkan untuk penempelan primer oligonukleotida
pada sekuens yang komplementer pada molekul DNA cetakan. Tahap ini disebut
annealing. Suhu campuran diturunkan sampai mencapai 55-65°C Selama tahap ini,
primer berpasangan dengan sekuens komplementernya di dalam DNA cetakan.
Primer oligonukleotida melekat pada masing-masing utas tunggal DNA dengan
arah yang berlawanan; satu primer melekat pada ujung untai DNA sense,
sedangkan primer yang lain melekat pada ujung utas DNA antisense.
Gambar 3. Proses Anneling
3) Eksistensi
Tahap selanjutnya adalah tahap ekstensi yang dilakukan pada suhu
72°C. Suhu ini merupakan suhu optimum untuk kerja enzim Taq DNA polimerase.
Pada tahap ini enzim Taq DNA polimerase mengkatalis reaksi penambahan
mononukleotida pada primer yang sesuai dengan utas DNA komplemen yang
berada di sebelahnya. Suhu pada setiap tahap diatur sedemikian rupa sehingga
dihasilkan amplifikasi sekuens target DNA yang efisien. Umumnya, reaksi
polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72˚C.
Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada
sisi 3’nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan template oleh DNA
polimerase. Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh
dua primer akan di amplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa
untai ganda), sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan
(2n)x. Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA.
Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus,
akan menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan
menjadi 8 copy dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara
eksponensial.
Gambar 4. Proses Eksistensi
F. Aplikasi PCR
1) Aplikasi PCR dalam Bidang Penelitian Mikologi dan Parasitologi
Teknologi PCR juga telah menemukan aplikasi dalam mikologi dan
parasitologi, dengan memungkinkan identifikasi awal mikroorganisme, sehingga
membantu diagnosis yang efisien dan pengobatan infeksi jamur dan parasit.
2) Aplikasi PCR dalam Kedokteran Gigi
Teknik PCR telah menjadi alat diagnostik dan penelitian standar di
bidang kedokteran gigi. PCR dan teknik biologi molekuler lainnya memungkinkan
diagnosis mikroba infeksi yang menyebabkan infeksi maksilofasial. Ini membantu
dalam manajemen yang efektif dari kondisi seperti penyakit periodontal, karies,
kanker mulut, dan infeksi endodontik.
3) Aplikasi Teknik PCR dalam Bidang Virologi
Aplikasi Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) menggunakan
primer degenerate dan Spesifik Gen AV1 untuk mendeteksi begomovirus Pada
Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.). Tujuan dari penelitian adalah untuk
mendeteksi begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat menggunakan teknik
PCR dengan primer degenerate dan spesifik.
4) Aplikasi Teknik PCR dalam Bidang Mikrobiologi
Deteksi cepat bakteri Escherichia Coli dalam sampel air dengan metode
Polymerase Chain Reaction Menggunakan Primer 16e1 Dan 16e2
• DNA genomik Escherichia coli diekstraksi menggunakan metode boiling,
kemudian diamplifikasi menggunakan primer 16E1 dan 16E2. Hasil PCR positif
Escherichia coli ditunjukkan dengan adanya fragmen DNA pada ukuran sekitar
584 pasang basa, pada gel elektroforesis.
• Metode :
a) Penyiapan Template DNA Escherichia coli.
b) Penyiapan Template DNA dari Sampel Air dengan Metode Boiling.
c) Amplifikasi Template DNA dengan PCR.
d) Analisis Hasil PCR dengan Elektroforesis Gel Agarosa.
e) Deteksi Escherichia coli secara Konvensional menggunakan Media
Perbenihan.
KLONING
A. Pengertian Kloning
Kloning adalah proses proses menghasilkan individu-individu dari jenis yang
sama yang identik secara genetik. Gen menjadi dasar dalam pengembangan penelitian
genetika, meliputi gen, menganalisis posisi gen pada kromosom. Kloning dalam bidang
genetika merupakan replikasi segmen DNA tanpa melalui proses seksual. Itulah
sebabnya, kloning juga dikenal dengan istilah rekombinasi DNA.
Secara Etimologi kloning berasal dari kata “clone” yang diturunkan dari yunani
“klon”, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman. Kata ini
dipergunakan dalam dua pengertian, yaitu klon sel dan klon gen atau molekuler. Klon
sel yaitu menduplikasi sejumlah sel dari sebuah sel yang memiliki sifat –sifat genetik
yang identik sedangkan klon gen yaitu sekelompok salinan gen yang bersifat identik
yang direplikasi dari satu gen dimasukkan dalam sel inang.
C. Manfaat Kloning
D. Proses Kloning
1) Isolasi DNA
Adapun tujuan dari isolasi fragmen DNA ini adalah untuk memisahkan antara
fragmen DNA yang baik dan yang buruk, dimana nantinya yang baiklah yang akan
digunakan untuk dipasangkan dengan DNA yang baik lainnya. Perlu diketahui
bahwa pada proses ini setidaknya membutuhkan DNA primer, DNA polimerasi
serta DNA yang merupakan campuran dari 4 deoksiribonukleotida-trifosfat yang
terdiri atas dATP, dCTP, dGTP dan dTTP.
2) Pemotongan DNA
Dilakukan dengan menggunakan enzim restriksi endonuklease. Pemutusan ini
dilakukan di dalam strain tertentu yang bertujuan untuk mencegah agar tidak
merusak DNA
.
Gambar 9. Pemotongan DNA
Perpindahan molekul DNA yang berasal dari pendonor yang berada diluar
lingkup sel atau memasukan DNA ke dalam sel inang. Transformasi dapat
dilakukan dengan cara :
• Heat Shock (Kejutan Panas), dimana campuran sel dan DNA plasmid
rekombinan didinginkan dalam waktu yang lama, kemudian di panaskan dengan
segera pada suhu 42°C.
• Elektroporasi (kejutan listrik) menggunakan suatu alat yang dialiri arus listrik
5) Seleksi Klon Rekombinan
Seleksi klon rekombinan bertujuan untuk menentukan koloni mana yang
membawa plasmid rekombinan. Terdapat beberapa cara seleksi klon rekombinan,
diantaranya :
• Seleksi berdasarkan sifat resistan terhadap antibiotik.
• Seleksi dengan melibatkan gen Lac-Z.
E. Macam – macam Kloning
Berdasarkan teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang samadengan
induknya pada makhluk hidup tertentu, maka kloning dapat dilakukan pada tumbuhan,
hewan, maupun manusia. Maka contoh kloning pada makhluk hidup tersebut adalah
sebagai berikut :
1) Kloning Hewan
Suatu proses dimana keseluruhan organisme hewan dibentuk dari satu sel yang
diambil dari oganisme induknya dan secara genetika membentuk individu baru yang
identik sama.
2) Kloning Tumbuhan
Suatu proses dimana keseluruhan organisme tumbuhan dibentuk dari satu sel yang
diambil dari oganisme induknya dan secara genetika membentuk individu baru yang
identik sama.
3) Kloning Manusia
Kloning manusia merupakan sebuah cara/teknik untuk membuat keturunan
terhadap kode genetik yang sama dari induknya merupakan manusia.
A. Pendahuluan
Terdapat 2 jenis struktur gen, diantaranya adalah:
a. Struktur Gen Prokariotik, secara umum terdiri atas:
1) Promoter
2) Bagian Struktural
3) Operator
4) Terminator
5) Pengkode
b. Struktur Gen Eukariotik, terdiri dari:
1) Domain regulasi inisiasi transkripsi
2) Intron
3) Ekson
B. Promotor
Promoter adalah urutan DNA spesifik yang berperan dalam mengendalikan
transkripsi gen struktural dan terletak di daerah upstream (hulu) dari bagian struktural
gen. Fungsi promoter adalah sebagai tempat awal pelekatan enzim RNA polimerase
yang nantinya melakukan transkripsi pada bagian struktural.
C. ORF
1) Operator
Operator merupakan urutan nukelotida yang terletak di antara promotor dan
bagian struktural dan merupakan tempat pelekatan protein represor (penekan atau
penghambat ekspresi gen). Jika ada represor yang melekat di operator maka RNA
polimerase kearah ekspresi gen tidak bisa berlangsung.
D. Terminator
a) Terminasi pada transkripsi prokariout
Terminasi yaitu berakhirnya polimerisasi RNA ditandai oleh disosiasi
kompleks transkripsi atau terlepasnya enzim RNA polimerase beserta kofaktor-
kofaktornya dari untai DNA cetakan. Begitu pula halnya dengan molekul RNA
hasil sintesis. Hal ini terjadi ketika RNA polimerase mencapai urutan basa tertentu
yang disebut dengan terminator.Terminasi transkripsi dapat terjadi oleh dua
macam sebab, yaitu terminasi yang hanya bergantung kepada urutan basa cetakan
(disebut terminasi diri) dan terminasi yang memerlukan kehadiran suatu protein
khusus (protein rho). Di antara keduanya terminasi diri lebih umum dijumpai.
Terminasi diri terjadi pada urutan basa palindrom yang diikuti oleh beberapa
adenin (A). Urutan palindrom adalah urutan yang sama jika dibaca dari dua arah
yang berlawanan. Oleh karena urutan palindom ini biasanya diselingi oleh
beberapa basa tertentu, maka molekul RNA yang dihasilkan akan mempunyai
ujung terminasi berbentuk batang dan kala (loop) (Yuwono, 2005).
TAHAPAN
o Rho Independent
• Dalam mekanisme ini, transkripsi dihentikan karena urutan spesifik
dalam terminator DNA.
• Terminator DNA mengandung invert repeat yang menyebabkan
pasangan bebas sebagai transkrip RNA membentuk struktur pin
rambut.
• Ulangi terbalik ini diikuti oleh jumlah TTTTTTTT (~ 8 bp) yang lebih
besar pada DNA templat. Urasil muncul dalam RNA. Beban struktur
pin rambut tidak ditoleransi oleh pasangan basa A = U sehingga RNA
terpisah dari heteroduplex RNA-DNA.
o Rho dependent
• Dalam mekanisme ini, transkripsi diakhiri oleh protein rho (ρ).
• Ini adalah protein ATpase mengikat untai tunggal berbentuk cincin.
• Protein yang mengikat RNA untai tunggal saat keluar dari kompleks
enzim polimerase dan menghidrolisis RNA dari kompleks enzim.
• Protein rho tidak mengikat RNA yang proteinnya sedang
diterjemahkan. Sebaliknya itu mengikat RNA setelah terjemahan.
• Pada bakteri transkripsi dan translasi terjadi secara bersamaan sehingga
protein rho mengikat RNA setelah terjemahan selesai tetapi transkripsi
masih ON.
Gambar 18. Rho Dependent
E. Aplikasi
Salah satu aplikasi gen yaitu terapi gen, yang dilakukan oleh Ashanti De Silva,
Orang pertama yang menjalani terapi gen. Ashantii terlahir dengan Kekurangan ADA
(Adenosin Deaminase). Ashantii tidak memiliki enzim kritis untuk sistem kekebalan.
Dengan terapi gen, Ashantii hidup sehat dan produktif. Terapi gen adalah suatu teknik
yang digunakan untuk memperbaiki gen-gen mutan (abnormal/cacat) yang bertanggung
jawab terhadap terjadinya suatu penyakit. Sejarah Dari Terapi Gen pada awal 1970-an,
para ilmuwan mengusulkan apa yang mereka sebut “gen operasi” untuk mengobati
penyakit warisan yang disebabkan oleh gen yang cacat. Para ilmuwan melakukan
percobaan di mana sebuah gen yang memproduksi enzim untuk memperbaiki penyakit
itu disuntikkan ke sekelompok sel. Para ilmuwan berteori sel-sel kemudian bisa
disuntikkan ke orang dengan penyakit Lesch-Nyhan yang merupakan gangguan
neurologis langka.Terdapat dua tipe terapi gen, yaitu:
a. Terapi gen sel embrional (germ line gene therapy)
Pada terapi gen sel kelamin ini, digunakan sel kelamin jantan (sperma) maupun
sel kelamin betina (ovum) yang dimodifikasi dengan adanya penyisipan gen
fungsional yang terintegrasi dengan genomnya.
b. Terapi gen sel tubuh (somatic gene therapy)
Pada terapi gen sel tubuh ini, dilakukan transfer gen fungsional ke dalam sel
tubuh pasien sehingga malfungsi pada organ dapat diperbaiki. Singh et al.
(2016) menyatakan bahwa terapi gen sel tubuh spesifik untuk setiap pasien dan
tidak diturunkan ke generasi berikutnya.
RESTRICTION SITE DAN SEQUENCING
A. Enzim Restriksi
Enzim restriksi adalah enzim yang bekerja untuk memotong fragmen DNA pada
situs spesifik. Restriction site adalah lokasi pada molekul DNA yang mengandung
urutan nukleotida spesifik (4-8 pasangan panjang), yang dikenali oleh enzim restriksi.
Perkembangan teknologi DNA rekombinan sangat dimungkinkan karena
penemuan enzim yang dapat memotong molekul DNA pada lokasi-lokasi spesifik yang
jumlahnya terbatas. Enzim-enzim tersebut dikenal sebagai enzim restriksi. Enzim
tersebut ditemukan pertama kali di bakteri pada akhir tahun 1960-an.
Kerja enzim tersebut dalam tubuh inangnya adalah mengenali dan memotong
DNA (termasuk DNA fage tertentu) yang asing bagi bakteri tersebut. Enzim restriksi
memiliki tiga tipe, Tipe I memotong DNA secara acak dan jauh dari sekuens
pengenalannya, tipe II memotong DNA dekat atau pada situs pengenalan, enzim tipe II
yang umum digunakan adalah HhaI, HindIII, EcoRI. Tipe III tidak digunakan
dalam laboratorium. Hal ini dikarenakan enzim ini memotong di luar situs pengenalan
dan membutuhkan dua sekuen dengan orientasi berlawanan pada DNA yang sama
untuk menyelesaikan pemotongan sehingga enzim ini jarang menghasilkan potongan
sempurna. Hasil pemotongan enzim restriksi ada dua jenis, yaitu:
1) Blunt end yaitu hasil pemotongan yang menghasilkan ujung tumpul
2) Sticky end yaitu hasil pemotongan yang menghasilkan ujung lancip/ lengket
B. Sequensing
Sequencing adalah penentuan urutan basa DNA dalam segmen molekul DNA
yang relatif pendek, yang memungkinkan untuk dapat mengetahui kode genetik dari
molekul DNA. DNA sequencing menggunakan metode PCR (Polymerase Chain
Reaction) sebagai pijakannya.
DNA yang akan ditentukan urutan basa ACGTnya dijadikan sebagai cetakan
(template) untuk kemudian diamplifikasi menggunakan enzim dan bahan-bahan yang
mirip dengan reaksi PCR, namun ada penambahan beberapa pereaksi tertentu, Proses
ini dinamakan cycle sequencing. Yang membedakan cycle sequencing dengan PCR
biasa adalah:
1) Primer yang digunakan hanya satu untuk satu arah pembacaan, tidak dua
(sepasang) seperti PCR.
2) ddNTPs (dideoxy-Nucleotide Triphosphate) adalah modifikasi dari dNTPs
dengan menghilangkan gugus 3′OH pada ribose
C. Tahapan Sequencing
1. Teknik Maxam – Gilbert
Metode sekuensing DNA yang pertama dikenal adalah metode kimia yang
dikembangkan oleh A.M. Maxam dan W. Gilbert pada tahun 1977. Metode
Maxam-Gilbert dapat diterapkan baik untuk DNA untai ganda maupun DNA untai
tunggal dan melibatkan pemotongan basa spesifik yang dilakukan dalam dua tahap.
Pada metode ini fragmen-fragmen DNA yang akan disekuens harus dilabeli
pada salah satu ujungnya, biasanya menggunakan fosfat radioaktif atau suatu
nukleotida pada ujung 3’.
Molekul DNA terlebih dahulu dipotong-potong secara parsial menggunakan
piperidin. Selanjutnya, basa dimodifikasi menggunakan bahan-bahan kimia
tertentu. Dimetilsulfat (DMS) akan memetilasi basa G, asam format menyerang A
dan G, hidrazin akan menghidrolisis C dan T, tetapi garam yang tinggi akan
menghalangi reaksi T sehingga hanya bekerja pada C. Dengan demikian, akan
dihasilkan empat macam fragmen, masing-masing dengan ujung G, ujung A atau
G, ujung C atau T, dan ujung C
2. Teknik Sanger
• Tahapan sekuensing yang pertama adalah menyediakan dsDNA (double
strand DNA)
• Mengambil template (cetakan) DNA dari ssDNA hasil potongan dari dsDNA
tadi
Gambar 22. Tahap 3 Sanger
• Menyediakan seluruh alat dan bahan untuk sekuensing DNA. Bahan untuk
sekuensing adalah template (cetakan) DNA, primer, dNTP, ddNTP dan enzym
polymerase
A. Pengertian Vektor
Vektor adalah alat pengangkut yang akan membawa suatu fragmen DNA
masuk kedalam sel inang hingga memungkinkan terjadinya replikasi dan ekspresi
fragmen DNA tersebut. Vektor merupakan DNA yang melingkar dan dapat digunakan
untuk proses kloning gen maupun perbanyakan fragmen DNA secara in vitro. Vektor
di sini diartikan sebagai alat pembawa DNA ke dalam sel induk barunya. Syarat suatu
vektor adalah :
B. Komponen Vektor
1) ORI (Origin Of Replication)
ARS merupakan tempat awal replikasi untuk DNA di sel eukariot. Pada
daerah ini banyak mengandung basa adenin dan timin.
3) Gen AmpR
Shuttle vector adalah vektor yang dapat bereplikasi baik di dalam sel
prokariot maupun sel eukariot. Salah satu syarat vektor dapat bereplikasi di
dalam dua jenis sel adalah harus memiliki tempat awal replikasi yang berasal
dari kedua sel tersebut. Jika shuttle vektor ditransformasikan ke dalam sel
bakteri (sel prokariot) sel ragi (sel eukariot), maka dalam kedua sel tersebut
akan terjadi proses replikasi yang baik.
5) Gen Marker
Gen marker ini bermanfaat untuk seleksi transforman mikroorganisme
eukariot. Apakah gen yang ingin diekspresikan telah masuk dalam inang atau
belum
E. Proses Vektor
1) Analisis restriksi DNA
Teknik ini dilakukan dengan cara mengisolasi DNA dari koloni-koloni
transforman yang tumbuh pada meduim selektif. Selanjutnya itu DNA dipotong
dengan enzim restriksi yang spesifik sehingga dapat menunjukkan ada perbedaan
antara sel yang membawa DNA rekombinan dengan sel yang membawa DNA vektor
saja tanpa sisipan DNA asing. Hasil potongan DNA tersebut kemudian
dielektroforesis pada gel agarosa sehingga diperoleh pita-pita DNA yang akan
memberikan gambaran apakah suatu koloni transforman membawa molekul DNA
rekombinan atau tidak. Teknik ini cocok digunakan jika jumlah koloni transforman
yang dianalisis tidak terlalu banyak.
2) Hibridisasi dengan pelacak DNA (DNA probe)
Proses pelacakan dilakukan dengan terlebih dahulu memindahkan koloni-
koloni transforman yang muncul pada medium selektif ke atas suatu membran,
misalnya nitroselulosa atau nilon. Kemudian koloni-koloni tersebut dilisiskan
dengan senyawa alkali sehingga DNA di dalam selnya terpapar ke luar. Membran
tersebut selanjutnya diinkubasi dengan pelacak DNA. Jika di antara koloni-koloni
tersebut ada DNA yang mempunyai kemiripan dengan pelacak, maka akan terjadi
hibridisasi antara DNA target dengan DNA pelacak.
3) Analisis ekspresi gen asing yang diklon
Salah satu teknik analisis gen asing yang dapat dilakukan untuk menguji
keberhasilan terjadinya DNA rekombinan adalah dengan menggunakan antibodi
yang dibuat dengan menggunakan protein yang dikode oleh gen asing tersebut
sebagai antigen. Jika kita mengklon gen yang mengkode sintesis protein papain dari
tanaman pepaya, maka dibuat terlebih dahulu antibodi terhadap papain. Antibodi
papain diperlukan protein papain yang dapat diisolasi dari daun pepaya. Protein yang
diperoleh selanjutnya digunakan sebagai antigen untuk menginduksi pembentukan
antibodi. Antibodi ini yang selanjutnya digunakan sebagai alat deteksi ekspresi gen
papain yang diklon. Keberhasilan kloning dapat dianalisis dengan mengekspresikan
fragmen DNA hasil kloning.
4) Amplifikasi DNA dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction)
Penyisipan suatu fragmen DNA asing di dalam vektor dapat dianalisis dengan
menggunakan amplifikasi terhadap fragmen DNA tersebut dengan teknik PCR.
Primer yang digunakan dapat berupa oligonukleotida yang komplementer dengan
fragmen DNA asing tersebut, atau oligonukleotida yang komplementer dengan
bagian hulu dan hilir tempat penyisipan fragmen DNA asing tersebut. Hasil
amplifikasi kemudian dianalisis dengan elektroforesis menggunakan gel agrosa
untuk membuktikan apakah ada pita DNA yang telah teramplifikasi.
5) Penentuan urutan nukleotida (DNA sequencing)
Penentuan urutan nukleotida merupakan analisis yang dilakukan setelah analisis
DNA rekombinan sederhana. Teknik ini digunakan untuk lebih memastikan
keberadaan DNA asing di dalam vektor rekombinan.
EKSPRESI GEN
Gen adalah bagian dari kromosom atau salah satu kesatuan kimia (DNA) dalam
kromosom yaitu dalam lokus yang mengendalikan ciri-ciri genetis dari suatu makhluk
hidup. Menurut Fred (2005) bahwa struktur gen tersusun dari:
1. Daerah pengkode yaitu ekson and intron yang mengkode RNA atau protein.
Intron(intervening sequences) merupakan sekuens yg tidak mengkode asam amino
sedangkan ekson merupakan merupakan bagian yang akan dikode menjadi asam
amino.
2. Promoter
Promoter adalah adalah urutan DNA spesifik yang berperan dalam mengendalikan
transkripsi gen struktural dan terletak di daerah upstream (hulu) dari bagian
struktural gen. Promoter berfungsi sebagai tempat awal pelekatan enzim RNA
polimerase yang nantinya melakukan transkripsi pada bagian structural.
3. Operator
Operator merupakan urutan nukelotida yang terletak di antara promoter dan bagian
struktural dan merupakan tempat pelekatan protein represor (penekan atau
penghambat ekspresi gen). Jika terdapat represor yang melekat di operator maka
RNA polimerase tidak dapat berjalan dan ekspresi gen tidak dapat berlangsung.
Selain adanya supresor juga terdapat enhancer. Supresor digunakan untuk
menghambat sedangkan enhancer digunakan untuk meningkatkan proses
transkripsi dengan meningkatkan jumlah RNA polimerase. Namun letaknya tidak
pada lokasi yang spesifik seperti operator, ada yg jauh di upstream atau bahkan
downstream dari titik awal transkripsi.
4. Terminator
Terminator dicirikan dengan struktur jepit rambut atau hairpin dan lengkungan
yang yang kaya akan urutan GC yang terbentuk pada molekul RNA hasil
transkripsi
Ekspresi gen ini berkaitan dengan sintesis protein, yaitu proses transkripsi dan
translasi. DNA akan mengkode informasi genetik sesuai kebutuhannya.
1. Proses transkripsi yaitu Tahap pertama urutan rantai nukleutida tempale (cetakan)
dari suatu DNA untai ganda disalin untuk menghasilkan satu rantai molekul RNA.
2. Proses translasi yaitu Tahap kedua merupakan sintesis polipeptida dengan urutan
spesifik berdasarkan rantai DNA yang dibuat pada tahap pertama, menjadi protein
Proses transkripsi DNA menjadi mRNA dan translasi mRNA menjadi sebuah
polipeptida disebut dogma sentral (central dogma) setiap proses transkripsi ataupun
translasi, ada tiga tahap didalamnya, yaitu : Inisiasi, elongasi dan terminasi
2. EUKARIOT
PROSES TRANSKRIPSI
Terjadi di nukleus, dimana merubah proses translasi dari DNA menjadi mRNA
Gambar 35. Proses Transkripsi
Cuman terjadi pada eukariot, Pada sel eukariotik terjadi splicing karena dalam
satu untai mRNA hasil transkripsi yang akan diterjemahkan terdapat intron dan
ekson yang berseling-seling. Proses translasi berlangsung di sitoplasma, maka
diberikan perlakuan yaitu capping dan polyAdenasil.
b. Splicing
Penyambungan RNA dikatalis oleh ribonukleo protein nucleus
• Intron = Bukan Pengode, terletak diantara Ekson
• Ekson = Pengode
Gambar 37. Proses Splicing
PASCA TRANSLASI
1. Rantai polipeptida yang terbentuk mulai menggulung dan melipat secara
spontan membentuk protein fungsional dengan konformasi yang spesifik.
Pelipatan protein dibantu oleh suatu protein chaperon.
2. Langkah tambahan yang dilakukan sebelum dikirim ke target adalah
memberikan modifikasi secara kimiawi. Pada asam amino tertentu dilakukan
penambahan gula, lipid, gugus fosfat atau penambahan-penambahan lain. Pada
beberapa kasus, rantai polipetida tunggal dapat membelah secara enzimatik
menjadi dua atau lebih potongan, misal insulin.
TERMINASI
Suatu metode yang sering digunakan dalam bidang biologi molekular untuk
menguji keberadaan dari sekuen DNA dalam suatu sampel DNA. Teknik memindahkan
atau mentranfer DNA ke lembaran tipis atau matriks membran. Istilah blotting
mengacu pada transfer sampel biologis dari gel ke membran yang selanjutnya dideteksi
pada permukaan membran.
Metode ini ditemukan oleh seorang ahli biologi dari inggris yang bernama
Edward M. Southern, yang mengembangkan prosedur ini pada tahun 1975 di
Universitas Edinburgh. Teknik ini digunakan untuk memindahkan DNA ke suatu
pengangkut sehingga dapat dipisahkan, dan sering juga diikuti penggunaan suatu gel
elektroforesis.
Southern bloting digunakan penemuan gen dan pemetaan, evolusi dan studi
pengembangan, forensik dan diagnostik. Dalam tingkat genetik untuk memodifikasi
pada organisme, Southern blot digunakan sebagai test untuk memastikan bahwa bagian
DNA tertentu mengenal urutan gen. Southern blot analysis untuk menandai karakter
transforman. Southern blot analysis bermanfaat untuk mengidentifikasi bentuk berbeda,
menentukan memasukkan atau menyisipkan jumlah copy dan untuk mendeteksi gross
DNA penyusunan kembali yang mungkin telah terjadi perubahan. Jika kamu sedang
menganalisis ß-galactosidase dengan memasukkan atau menyisipkan dan dipotong-
potong dengan EcoRV maka akan dihasilakn potongan sekitar 1kb dari atas dan bawah
dari urutan ß-galactosidase persandian dimulai. Pemecahan oleh enzim restriksi,
Analisis Gel, dan bloting.
B. Prinsip Southern Boltting
DNA dipisahkan terlebih dahulu dengan elektroforesis. Probe yang dilabel akan
hibridisasi pada pita-pita DNA untuk mengetahui apakah DNA tersebut mengandung
gen yang diinginkan. Blot Southern mendeteksi DNA rantai tunggal dengan
menggunakan DNA sebagai pelacak. DNA yang terdeteksi dapat berupa gen tunggal,
atau dapat menjadi bagian dari potongan DNA yang lebih besar seperti genom virus.
1) Membran nitroselulosa
Tempat hasil jiplakan fragmen DNA dari gel agarosa
2) DNA Probe
Fragmen DNA yang berfungsi sebagai pelacak target gen
3) Larutan Buffer
Untuk membawa DNA dari gel dan memobilisasi DNA pada membran (larutan
akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah)
4) DNA
Materi atau molekul yang akan diidentifikasi pada Southern Blotting
5) Enzim restriksi
Berfungsi memotong DNA menjadi suatu fragmen tertentu
Tahapan pada proses southern bloting terdiri dari lima tahap, yaitu :
1) Isolasi DNA dan pemotongan DNA
Tahap untuk memperoleh DNA yang akan dideteksi. Pemotongan DNA yang
ingin diperoleh dilakukan dengan menggunakan enzim retriksi
(endonukleaseretriksi) yang bersifat spesifik terhadap DNA.
Gel agarosa dijiplak pada membran nitroselulosa merupakan salah satu metode
tahapan transfer DNA ke membran nitroselulosa yang berdasarkan pada prinsip
Kapilaritas. Kapilaritas adalah peristiwa naiknya zat cair pada pembuluh, celah atau
pori-pori kecil. Fragmen DNA yang telah terjiplak pada membran nitroselulosa
kemudian dipanaskan pada suhu 60oC kemudian membran diberi radiasi UV agar
terbentuk ikatan kovalen dan permanen antara pita-pita DNA dengan membran.
4) Hibridisasi DNA
Teknik Northern blotting dikembangkan pada tahun 1977 oleh James Alwine,
David Kemp, dan Gorge Stark di Stanford University. J.C. Alwine, seorang ahli biologi
dengan selera humor, dikembangkan sebuah teknik berbasis analog untuk Sourthern
blotting, saat ini untuk mengidentifikasi secara spesifik RNA dalam sebuah sampel
kompleks RNA menggunakan sebuah probe DNA Radiolabelled. Alwine memberi
nama teknik ini Northern blotting.
Salah satu aplikasi northern blotting yaitu lanjutan pendeteksian pada orang
yang diduga menderita HIV, di mana telah diperiksa menggunakan teknik southern
blotting dan dapat juga dideteksi lagi dengan northern blotting. Teknik ini untuk
mempelajari ekspresi gen dengan mendeteksi RNA. Ekstraksi RNA dilaksanakan
dengan menggunakan Mini Kit dari RNA QIAamp Viral Extraction (Qiagen, Jerman).
RNA yang diperoleh dapat disimpan pada freezer suhu -20oC.
Sensitivitas dan spesifisitas teknik deteksi HIV secara molekuler seperti RT-
PCR sangat ditentukan oleh primer yang digunakan. Primer yang digunakan adalah Hi
976C (3’- TCT GCA GCT TCC TCA TTG ATG G- 5’) dan Hi-853F (3’- CAG CAT
TAT CAG AAG GAG CCA C- 5’) (Primer ini ditemukan oleh sang penulis jurnal
sendiri). Hasil RT-PCR dideteksi dengan teknik elektroforesis gel. Fragmen DNA hasil
PCR setelah didenaturasi dengan pemanasan, dispotkan pada membran nilon Hybond
N+ menggunakan dot blotter (Rosilawati & Budiman, 2007).
WASTERN BLOTTING
Western Blot (WB) merupakan suatu teknik untuk menandai suatu protein pada
membran nitroselulosa, nilon, atau membran transfer lain setelah protein tersebut
terpisahkan melalui elektroforesis. Protein tersebut kemudian dapat dideteksi melalui
metode autoradiografi, pelabelan dengan senyawa-senyawa fluoresen, pelabelan
dengan 125I, pelabelan dengan antibodi terikat protein, lektin atau gen pengikat spesifik
lainnya.
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam proses transfer protein tersebut.
1) Arus listrik yang digunakan harus diperhatikan karena arus yang terlalu tinggi
dapat menghasilkan panas selama transfer yang dapat menimbulkan masalah.
2) Kekuatan ion yang rendah buffer transfer yang rendah dapat digunakan pada
tegangan listrik yang tinggi tanpa perlu dikhawatirkan menghasilkan panas
yang tinggi.
3) Salah satu arus listrik yang dapat digunakan adalah 200 mA selama 2 jam.
4) Untuk transfer protein dengan ukuran molekul besar, penggunaan gel dengan
konsentrasi poliakrilamid yang rendah.
D. Proses Wastern Blotting
Pada tahap pertama, protein yang diinginkan dipisahkan dari sampel secara
elektroforesis. Elektroforesis merupakan pemisahan protein berdasarkan ukuran
molekul dalam suatu tegangan listrik tertentu. Dalam elektroforesis, biasanya
sampel yang mengandung protein biasanya dicampur dengan SDS.
2) Elektrotransfer
Tahap kedua dalam WB yaitu pemindahan protein dari gel poliakrilamid
menuju gel transfer. Tahap pemindahan tersebut menggunakan arus listrik sebagai
faktor pendorong transfer protein. Gel transfer yang umum digunakan pada WB
ada dua, yaitu nitroselulosa dan nilon. Pada sebagian besar aplikasi, nitroselulosa
lebih umum digunakan karena relatif tidak mahal dan bloking mudah dan cepat
dilakukan Elektrotransfer dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu (Bollag et al.,
1996):
a) Blotting semi kering
Blotting semikering menggunakan kertas saring yang telah dibasahi
dengan buffer transfer. Kertas saring tersebut diletakkan di antara gel
poliakrilamid dan gel transfer. Transfer seperti ini dapat dilakukan selama 10-
30 menit dengan arus listrik tertentu.
b) Blotting basah
Blotting basah tidak menggunakan kertas saring diantara gel
poliakrilamid dan gel transfer, tetapi kedua gel tersebut diimpitkan dan
direndam dalam buffer transfer. Transfer dengan blotting basah dapat
dilakukan 45 menit hingga 1 malam (Bollag et al., 1996).
3) Deteksi
Tahap ke tiga merupakan deteksi protein yang telah dipindahkan ke membran
transfer. Deteksi protein tersebut memanfaatkan interaksi antara antigen dan
antibodi yang bersifat spesifik. Variasi metode-metode terletak pada penggunaan
antibodi primer dan sekunder, serta penggunaan molekul penanda.
Gambar 51. Deteksi Protein
A. Prinsip Dasar
B. Hormon Insulin
Proses pembuatan insulin dengan teknik DNA recombinan adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan mengisolasi gen penghasil insulin dari sel pankreas manusia
dengan metode PCR :
a. Mula-mula mRNA yang telah disalin dari gen penghasil insulin diekstrak dari
sel pancreas. Kemudian enzim transcriptase ditambahkan pada mRNA
bersamaan dengan nukleotida penyusun DNA.
b. Enzim ini menggunakan mRNA sebagai cetekan untuk membentuk DNA
berantai tunggal.
c. DNA ini kemudian dilepaskan dari mRNA.
d. Enzim DNA polymirase digunakan untuk melengkapi DNA rantai tunggal
menjadi ranati ganda,disebut DNA komplementer (c- DNA), yang merupakan
gen penghasil insulin.
e. Sehingga didapatkan kode gen penghasil insulin.
2. Melepaskan salinan gen penghasil insulin tersebut dengan cara memotong
kromosom secara khusus menggunakan enzim retrikasi dan meletakannya
kedalam vektor.
10. Diberikan perlakuan pada saat kultur jaringan untuk meningkatkan aktivitas
pembelahan, perlakuan ini tergantung penggunaan vektor diawal. Perlakuan dapat
berupa penaikan pH, Suhu, penambahan garam.
11. Insulin hasil ekpresi gen akan diekspresikan keluar dari tubuh Saccharomyces
cerevisiae menuju medium pertumbuhan, sehingga perlu dilakukan pemurnian
untuk mendapatkan insulin bebas tanpa pengotor.
12. Insulin yang terbentuk, terdiri dari sebagian β -galaktosidase yang bergabung ke
salah satu rantai A atau B insulin yang kemudian diekstraksi dari fragmen B-
galaktosidase lalu dimurnikan.
13. Pemurnian dapat dilakukan dengan cara sentrifuse menggunakan kecepatan rendah
kemudian di lewatkan menuju membran silica gel, sehingga insulin akan tertahan
sedangkan medium pertumbuhan akan terpisah
14. Insulin yang tertahan di silica gel akan diberikan pelarut yang sesuai untuk
memisahkan silica gel dengan insulin
15. Kedua rantai A dan B insulin yang telah murni, kemudian direaksikan untuk
membentuk jembatan disulfida yang merupakan bagian dari struktur insulin,
sehingga akan diperoleh hormon insulin hasil rekombinan yang identik dengan
insulin yang terdapat pada manusia.
Insulin bervariasi dari satu organisme ke organisme lainnya, namun hal ini tidak
membedakan aktivitasnya. Pada mulanya sumber insulin untuk penggunaan klinis pada
manusia diperoleh dari pankreas sapi atau babi. Insulin yang diperoleh dari sumber-
sumber tersebut efektif bagi manusia karena indentik dengan insulin manusia. Insulin
pada manusia, babi, dan sapi mempunyai perbedaan dalam susunan asam aminonya,
tapi aktivitasnya tetap sama.