Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Lapres Respirasi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

PENGARUH SUHU TERHADAP KECEPATAN RESPIRASI KECAMBAH

KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus)

Disusun oleh:

Alya Rose Andini


17030204069
PENDIDIKAN BIOLOGI B 2017

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI

2019
A. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi pada kecambah kacang
hijau (Phaseolus radiates) ?

B. Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi pada kecambah
kacang hijau (Phaseolus radiates).

C. Hipotesis
Ha = Adanya pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi pada kecambah kacang hijau
(Phaseolus radiates).
Ho = tidak adanya pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi pada kecambah kacang
hijau (Phaseolus radiates).

D. Kajian Pustaka
Bernafas yang buasa diartikan sebagai proses pertukaran gas di paru – paru,
namun tidak semua makhluk hidup bernafas dengan cara seperti itu. Secara biologis,
repirasi merupakan proses pembongkaran atau pembakaran zat sumber energy di dalam
sel – sel tumbuhan untuk memperoleh energy atau tenaga. Sel pada tumbuhan dan
hewan menggunakan respirasi sebagai alat untuk mengubah energy tersimpan menjadi
bahan kiia yang dikonsumsi oleh sel individual. Berbeda dengan pernapasan pada
manusia dan hewan, pernapasan pada tumbuhan cenderung lebih kompleks. Respirasi
merupakan proses yang vital bagi tumbuhan, karena merupakan salah satu proses
metabolisme primer yakni respirasi. Proses respirasi merupakan proses esensial bagi
kehidupan tumbuhan (Novitasari, 2017). Substrat dari respirasi meliputi pati, fruktosa,
sukrosa, lemak, asam organic yang bukan protein, oksigen, dan lain – lain. Semua sel
aktif terus menerus melakukan repirasi untuk menyerap oksigen dan melepaskan
karbondioksida dalam volume yang sama. Respirasi juga merupakan aspek alamiah
dari metabolisme sel yang meliputi proses – proses oksidasi bahan organik dengan
terjadinya reaksi molekul oksigen membentuk air dan pembebasan energi dalam bentuk
fosfat berenergi tinggi atau yang biasa disebut dengan ATP (Anfa, 2016).
Pada tumbuhan respirasi terjadi di dalam sel yaitu dalam sitoplasma
(anaerob) dan terutama di mitokondria (aerob). Di dalam mitokondria berlangsung
pemecahan kerangka-kerangka karbon antara untuk menghasilkan berbagai produk
essensial lainnya. Mitokondria mengandung DNA sirkular yang mempunyai informasi
genetic untuk menghasilkan enzim. Panjang mitokondria hanya beberapa micrometer.
Membran dalam mitokondria sangat berbelit-belit, menjorok ke matriks dengan pola
seperti tabung yang sempit (Sallisbury, F.B:1995). Terdapat dua macam respirasi pada
tumbuhan, yakni respirasi aerob dan repirasi anaerob.
a. Respirasi Anaerob
Respirasi anaerob merupakan respirasi yang dapat berlangsung meskipun
jumlah oksigen disekitar tumbuhan tersebut sedikit. Respirasi ini membutuhkan asam
organic sebagai acceptor electron. Berikut merupakan proses respirasi anaerob :
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + ATP
b. Respirasi Aerob

Respirasi aerob merupakan respirasi yang menggunakan oksigen sebagai


terminal acceptor electron, dengan kata lain respirasi aerob merupakan respirasi yang
memerlukan oksigen pengurai secara lengkap sampai dihasilkannya karbondioksida
dan uap air atu oksidasi sempurna. Berikut merupakan proses respirasi aerob :
C6H12O6 + 6H2O → 6CO2 + 6H2O + Energi
Terdapat beberapa tahapan metabolisme yang terjadi pada proses respirasi,
aerob yakni glikolisis, dekarboksilasi oksidatif piruvat, dekarboksilasi oksidatif asam
piruvat, siklus krebs dan transport electron (Wiraatmaja, 2017).
1. Glikolisis
Glikosis merupakan peristiwa perubahan glukosa menjadi beberapa molekul.
- Setiap perubahan heksosa, 2 molekul NAD+ direduksi menjadi NADPH (+2H).
NADH akan dioksidasi oleh O2 di mitokondria yang dapat menghasilkan NAD+
dan 2 molekul ATP, maka dari itu NADH memiliki peran yang penting. Selain
masuk kedalam mitokondria, ada juga NADH yang tidak masuk kedalam
mitokondria, NADH ini digunakan sebagai peningkatan berbagai proses reduktif
anabolik. Pembentukan NADH hanya terjadi sekali pada tahap glikolsis yakni
pada proses oksidasi 3 fosfogliseraldehid menjadi asam 1,3 difosfogliserat.
- Secara keseluruhan glikosis menghasilkan ATP, namun pada tahap ini juga
menggunakan ATP yakni pada saat glukosa atau fruktosa mulai glikolisis, masing
– masing difosforilasi oleh ATP dan dikatalinase atau fruktokinase.
- Selanjutnya, fructose 6 fosfat difosforilasi pada karbon 1 oleh ATP lain untuk
membentuk fruktosa 1,6 difosfat. Enzim yang berperan adalah ATP –
Fosfofruktokinase (ATP – PFK). Terdapat dua rute yakni pengubahan fruktosa 6
fosfat menjadi fruktosa 1,6 difosfat dan melibatrkan posforilasi karbon 1 dari
fruktosa 6 fosfat demgan pirofosfat sebagai penyumbang posfat, dengan bantuan
enzim pirosfat posfofruktokinase (PPi – PFK) yang mana pada jalur ini
menghasilkan ATP.
2. Dekarboksilasi Oksidatif Piruvat
Proses dekarboksilasi oksidatif piruvat berlangsung pada matriks mitokondria.
Proses ini mengubah asam piruvat atau senyawa berkarbom 3 menjadi asetik KoA
yang dimaksud. Proses ini juga menghasilkan satu buah molekul NADH untuk tiap
pengubahan molekul asam piruvat menjadi asetil KoA.
3. Siklus Krebs
Siklus krebs merupakan langkah awal yang menyangkut oksidasi dan hilangnya
CO2 dari piruvat, dan penggabungan sisa unit asetat 2 karbon dengan senyawa
yang mengandung belerang, yakni ko-enzim A (COA) membentuk asetil COA.
Asetil COA berperan dalam daur krebs karena menyebabkan belerang termasuk
hara esensial. Reaksi dekarboksilasi piruvat juga melibatkan terfosforilasi tiamin
(Vitamin B1) sebagai gugus pprostetik, hal ini menyebabkan bahwa pentingnya
vitamin B1 pada tumbuhan dan hewan. Daur Krebs melakukan pengambilan
beberapa elektron dari asam organik antara dan mengangkut elektron tersebut ke
NAD+ atau ke ubikuinon. Fungsi utama dari Siklus Krebs adalah
- Reduksi NAD+ dan ubikuinon menjadi electron donor NADH dan ubikuinol,
yang akan dioksidasi untuk menghasilkan ATP .
- Sintesis langsung ATP dalam jumlah terbatas
- Pembentukan kerangka karbon yang dapat digunakan untuk mensintesis asam
amino tertentu yang kemudian akan diubah menjadi molekul yang lebih besar.
4. Transport Elektron
Dari daur krebs akan dihasilkan ion H+ yang dibawa sebagai NADH2 dan FADH,
sehingga di dalam mitokondria (dengan adanya siklus krebs yang dilanjutkan
dengan oksidasi melalui sistem pengangkutan electron) akan terbentuk air, sebagai
hasil sampingan repirasi selain CO2. Produk sampingan respirasi tersebut pada
akhirnya dibuang keluar tubuh melalui stomata pada tumbuhan. Proses ini terjadi
pada mitokondria dan sangat kompleks.
Meyer dan Anderson (1952) mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi proses respirasi, antara lain adalah :
1. Faktor protoplasmic
Protoplasma dalam sel akan pertambahan baik dari sisi kuantitas
maupun kualitas. Pertambahan tersebut karena pada sel tersebut
masih mengalami pertumbuhan sehingga massa protoplasma
bertambah serta terjadi penyempurnaan enzim di dalamnya. Hal
tersebut, dapat mempengaruhi laju respirasi suatu tanaman, dimana
semakin bertambahnya umur sel maka laju respirasinya semakin
cepat.
2. Ketersediaan substrat di dalam sel
Substrat merupakan bahan utama untuk terjadinya proses
respirasi. Dalam prose respirasi, substrat utama tersebut yaitu
karbohidrat. Ketersediaan substrat sangat menentukan kecepatan
respirasi pada tumbuhan, dimana jika tumbuhan dengan kandungan
substrat yang rendah akan melakukan respirasi dengan laju yang
rendah pula. Demikian sebliknya bila substrat yang tersedia cukup
banyak maka laju respirasi akan meningkat (semakin cepat).
Mayer dan Anderson (1952) juga menyebutkan adanya faktor
eksternal yang dapat mempengaruhi kecepatan respirasi yakni :
1. Ketersediaan oksigen
Ketersediaan Oksigen juga mempengaruhi respirasi, namun
peranannya berbeda bergantung pada jenis tumbuhan dan bahkan
bagian tumbuhan. Tiap tumbuhan memilki cara yang berbeda-beda
terhadap ketersediaan oksigen untuk proses respirasi.
2. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor eksternal yang cukup
berpengaruh terhadap proses respirasi. Dimana pada suhu 0 oC
respirasi berlangsung sangat lambat, sedangkan pada suhu 30-45 oC
respirasi berlangsung cepat (optimum). Seperti proses-proses yang
lain, laju respirasi juga dipengaruhi oleh suhu. Di dalam rentang suhu
0°C sampai dengan 45°C, peningkatan suhu akan diikuti oleh
peningkatan laju respirasi. Pada suhu yang tinggi, maka laju
respirasi akan menurun seiring dengan bertambahnya waktu. Hal
tersebut berkaitan dengan sifat dari reaksi enzimatis yang terjadi
pada proses respirasi. Menurut Meyer dan Anderson (1952)
mengatakan bahwa menurunnya laju respirasi pada temperatur yang
tinggi disebabkan oleh beberapa hal, yakni:
 Masuknya oksigen ke dalam sel tidak cepat karena pada
temperatur yang tinggi konsentrasi oksigen menurun.
 Keluarnya CO2 tidak cepat sehingga banyak mengalami akumulasi
di dalam sel serta dapat menyebabkan hambatan pada proses
respirasi.
 Pada temperatur tinggi substrat respirasi yang tersedia menurun
sehingga substrat respirasi menjadi faktor pembatas. Selain itu,
tingginya suhu tersebut akan menyebabkan kerusakan pada
protein enzim (denaturasi), sebab enzim merupakan protein yang
dapat mengalami denaturasi pada suhuu tinggi. hal tersebut
dapat menjadikan laju respirasi menurun. Begitu juga sebaliknya,
pada temperatur yang sangat rendah, maka laju respirasi akan
menurun karena terjadi perubahan konformasi struktur protein
enzim. Sehingga suhu dapat berpengaruh dalam peningkatan laju
respirasi jika berada pada batas suhu optimumnya yaitu 45°C.
3. Tipe dan umur tumbuhan
Setiap tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme, sehingga
kebutuhan akan energi akan berbeda. Energi tersebut dihasilkan dari
respirasi. Dengan begitu, maka laju respirasi pada setiap tumbuhan
tentu berbeda-beda, bergantung pada ebutuhannya. Misalkan pada
tumbuhan yang lebih muda akan memiliki laju respirasi lebih cepat
daripada sebab energi sangat dibutuhkan untuk proses
oertumbuhannya.
4. Cahaya
Terjadinya peningkatan intensitas cahaya mmpengaruhi laju
respirasi suatu tanaman, dimana semakin tinggi intensitas cahaya
maka laju respirasi semakin cepat dan sebaliknya. Hal tersebut dapat
terjadi karena:
 Meningkatnya intensitas cahaya akan meningkatkan laju
fotosintesis yang berarti substrat respirasi yang tersedia
meningkat. Dengan demikian laju respirasi juga meningkat.
 Meningkatnya intensitas cahaya akan meningkatkan tempertaur
sehingga laju respirasi meningkat.
 Meningkatnya intensitas cahaya akan meningkat hasil
fotosintesis di dalam sel penutup stoma sehingga akan
menyebabkan stomata membuka. Kondisi tersebut dapat
menyebabkan proses pertukaran gas O2 dan CO2  akan
berlangsung dengan cepat yang dapat mempengaruhi
peningkatan laju respirasi (Meyer dan Anderson, 1952).
5. Konsentrasi karbon dioksida
Koonsentrasi karbondioksida di udara yang tinggi dapat memicu
terjadinya penutupan stomata sehingga pertukaran gas akan
terganggu. Jika pertukaran gas terganggu maka laju respirasi pun
akan mengalami penurunan (Meyer dan Anderson, 1952).
Perkecambahan biji dimulai saat terjadi proses penyerapan air
oleh biji diikuti dengan melunaknya kulit biji serta terjadinya hidrasi
sitoplasma dan peningkatan suplai oksigen sehingga menyebabkan
peningkatan respirasi dalam biji. Proses perkecambahan dapat
terjadi jika kulit biji permeabel terhadap air dan tersedia cukup air.
Air juga merupakan cara masuknya oksigen ke dalam biji. Suhu
optimum untuk berlangsungnya proses perkecambahan adalah 10-
40C (Kartasapoetra, 2003.). Biji yang berkecambah belum memiliki
kemampuan untuk menyintesis cadangan makanan sendiri.
Kebutuhan karbohidrat didapatkan dari cadangan makanan
(endosperma). Umumnya cadangan makanan pada biji berupa
amilum (pati). Pati tidak dapat ditransportasikan ke sel-sel lain,
oleh karena itu pati harus diubah terlebih dahulu kedalam bentuk
gula yang terlarut dalam air (Dwidjosoeputro, 1978).
Pertumbuhan perkecambahan terjadi karena adanya dua
peristiwa yaitu pembesaran sel yang telah ada sebelumnya dan
pembentukan sel-sel baru. Sel-sel baru terbentuk karena proses
pembelahan sel yang terjadi pada titik tumbuh radikula dan
plumula. Saat pembesaran sel terjadi proses-proses biokimia,
transportasi air, gula, asam amino, dan perubahan ion-ion organik
menjadi protein, asam nukleat, polisakarida serta molekul-molekul
kompleks lainnya. Senyawa yang dihasilkan akan diubah menjadi
organela, dinding sel, membran sel dan lain-lain sampai terbentuk
jaringan dan organ. Agar dapat melakukan hal tersebut dibutuhkan
ATP yang dihasilkan dari proses respirasi sel (Salisburry dan Ross,
1995).

E. Variabel Penelitian
- Variable manipulasi
a. Suhu ruangan : Suhu ruangan 300C dam suhu inkubasi 370C.
- Variabel kontrol
a. Umur kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus) yakni 2 hari
b. Berat kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus) yakni 20gr
untuk 4 erlenmeyer, yang dibagi menjuadi 5gr per Erlenmeyer.
c. Volume NaOH 0,5 N sebanayak 30mL tiap tabung Erlenmeyer.
- Variable respon
a. Kecepatan respirasi kecambah kacang hijau (Phaseolus
radiatus)

F. Definisi Opersional Variabel


1. Variabel manipulasi, merupakan variable yang mempengaruhi
terjadinya perubahan atau timbulnya variable respon. Pada
percobaan ini, yang menjadi variable manipulasi adalah suhu.
Terdapat 2 jenis suhu yang digunakan pada praktikum kali ini,
yakni suhu ruangan (300C) dan suhu inkubasi (370C).
2. Variable kontrol, merupakan variable yang dijaga agar tetap dan
tidak berubah – ubah. Pada percobaan ini yang menjadi variable
kontrol adalah berat kecambah (20gr) dan umur kecambah 2 hari,
3. Variable respon, merupakan variable yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variable manipulasi. Pada
percobaan ini yang menjadi variable respon adalah kecepatan
respirasi kecambah (Phaseolus radiatus).

G. Alat dan Bahan


1. Alat :
Erlenmeyer 250mL 6 buah
Neraca 1 buah
Pipet 4 buah
Gelas ukur 1 buah
Kain kasa secukupnya
Benang wol secukupnya
Plastik secukupnya
Karet secukupnya
Inkubator 1 buah
2. Bahan
Kecambah kacang hijau 5gr/erlenmeyer
Larutan NaOH 0,5N 30ml/Erlenmeyer
Larutan HCl 0,5M secukupnya
Larutan BaCl 0,5M secukupnya
Larutan Phenolflatin (PP) secukupnya

H. Rancangan Percobaan
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2. Menyiapkan dan mengisi 6 erlenmeyer 250 ml dengan asing-
masing 30 ml larutan NaOH 0,5 N.
3. Menimbang kecambah 5 gram, kemudian membungkus dengan
kain kasa dan mengikat dengan seutas tali. Masing-masing 2
sampel untuk suhu ruangan dan 2 sampel untuk suhu di dalam
ruang inkubator.
4. Memasukkan bungkusan kecambah ke dalam Erlenmeyer dan
menggantungkan di atas NaOH dengab bantuan tali, kemudian
menutup botol rapat-rapat dengan plastic.
5. Menyimpan 2 botol berisi kecambah dan 1 botol tanpa kecambah
(kontrol) dalam ruang dengan suhu ruangan 30 oC dan yang lain di
dalam inkubator bersuhu 37oC .
6. Setelah 22 jam, melakukan titrasi untuk mengetahui jumlah gas
CO2 yang dilepaskan selama respirasi kecambah.
7. Mengambil 5 ml larutan NaOH dalam botol, memasukkan dalam
Erlenmeyer. Kemudian menambahkan 2,5 BaCl2 dan mentetesi
dengan 2 tetes PP sehingga larutan berwarna merah. selanjutnya
mentitrasi larutan dengan HCl 0,5 N. Menghentikan titrasi setelah
warna merah tepat hilang.

I. Langkah Kerja

6 Erlenmeyer Kecambah

- Masing – masing - Ditimbang 5gr


diisi dengan 30ml - Dibungkus dengan kain kasa
larutan NaOH 0,5M dan diikat dengan tali (masing
– masing 2)

- Bungkusan dimasukkan
kedalam 4 erlenmeyer dengan
digantung
- Botol ditutup rapat dengan
plastik

4 botol berisi kecambah yang terbungkus kasa + 2 botol


tanpa kecambah

- 4 botol berisi kecambah dan 2 botol tanpa


kecambah (kontrol) masing – masing
disimpan di dalam ruangan dengan suhu
ruangan (300C) dan suhu inkubasi (370C)
selama 22 jam.
2 botol berisi kecambah + 1 2 botol berisi kecambah + 1
botol kontrol diletakkan botol kontrol diletakkan
pada suhu ruangan (300C) pada suhu inkubasi (370C)

- 5 ml larutan NaOH dalam botol diambil dan


dimasukkan dalam Erlenmeyer
- Ditambahkan 2,5ml BaCL2 dan ditetesi
dengan PP (2 tetes) sehingga larutan
berwarna merah muda

Titrasi dengan HCl 0,5N

- Titrasi dihentikan tepat warna merah hilang

Volume HCl hingga


terjadi perubahan warna

J. Rancangan Tabel Pengamatan


Pada percobaan yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan suhu terhadap
kecepatan respirasi pada kecambah hijau, maka dapat diketahui nilai kecepatan
respirasi pada kecambah kacang hijau dengan menghitung banyaknya CO2 yang
dibebaskan pada saat proses respirasi kecambah tersebut (selama 22 jam). Adapun hasil
dari percobaan tersebut adalah :

Tabel 1. Kecepatan respirasi kecambah kacang hijau (Phaseolus radiates) pada


suhu yang berbeda

Suhu Erlenme V HCl V terikat CO2 hasil Laju


yer (ml) (ml) respirasi respirasi
(ml) (ml/jam)
Suhu Kontrol 2,2 16,8 3 0,125
A 1,6 20,4 3 0,125
ruanga
B 1,8 19,2 3 0,125
n
(300C)
Suhu Kontrol 2 18 1,8 0,075
A 1,8 19,2 1,8 0,075
inkubas
B 1,6 20,4 1,8 0,075
i (370C)

Keterangan : A = Erlenmeyer yang terdapat kecambah (1)


B = Erlenmeyer yang terdapat kecambah (2)
Kontrol = Erlenmeyer kosong (hanya berisi NaOH)

Berdasarkan tabel hasil pengamatan didapatkan bahwa nilai


kecepatan respirasi kecambah lebih besar saat berada saat berada
pada suhu ruangan (300C) yakni sebesar 0,125ml/jam. Sedangkan
pada kecambah yang diletakkan pada suhu inkubasi didapati hasil
0,075ml/jam. Dari data tabel tersebut di dapatkan data dalam
bentuk grafik seperti berikut :

Gambar 1. Grafik pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi kacang


hijau.

Pengaruh suhu terhadap Kecepatan Respirasi


0.14

0.12
Kecepatan respirasi (ml/jam)

0.1

0.08

0.06

0.04

0.02

0
Kontrol A B
Suhu

suhu ruangan Column1

K. Rencana Analisis Data


Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan
data dengan hasil yang berbeda antara perlakuan disimpan pada
suhu ruangan (300C) dan pada suhu inkubasi (370C). pada kedua
kondisi tersebut ditirasi dengan didapati hasil yang berbeda untuk
setiap Erlenmeyer. pada Erlenmeyer yang disimpan pada suhu
ruangan, didapat volume untuk menjadikan warna merah muda
hilang dari titrasi secara berturut – turut adalah 2,2ml ; 1,6ml ; dan
1,8ml. lalu untuk volume HCl yang dibutuhkan untuk menghilangkan
warna merah muda dampak dari titrasi secara berturut – turut adalah
2ml ; 1,8ml ; dan 1,6 ml. Dari hasil tersebut didapatkan bahwa
kandungan volume CO2 terikat pada Erlenmeyer yang berada pada
suhu ruangan secara berturut – turut adalah 16,8ml ; 20,4ml ; dan
19,2ml. Untuk Erlenmeyer yang disimpan pada suhu inkubasi
didapatkan kandungan volume CO2 terikat berturut – turut sebanyak
18ml ; 19,2ml ; dan 20,4ml.
Dari beberapa hasil tersebut didapatkan hasil CO 2 hasil
respirasi dan juga laju respirasi. Untuk CO2 hasil respirasi pada
perlakuan suhu ruangan didapatkan hasil sebesar 3ml, sedangkan
untuk perlakuan inkubasi sebanyak 1,8ml. Dari hasil – hasil yang
telah didapatkan dapat diperoleh hasil dari masing – masing laju
respirasi untuk setiap perlakuan. Laju respirasi pada perlakuan suhu
ruangan sebesar 0,125ml/jam, dan untuk laju respirasi untuk
perlakuan suhu inkubasi adalah sebesar 0,075ml/jam.

L. Pembahasan
Berdasarlan hasil analisis terhadap data yang telah
diperoleh pada percobaan kecepatan respirasi kecambah, didapati
adanya pengaruh suhu terhadap lau respirasi. Kenaikan suhu seiring
dengan peningkatan kecepatan respirasi. Metabolisme yang
dilakukan untuk memperoleh energi yaitu respirasi. Respirasi
dilakukan dengan menggunakan pati yang merupakan cadangan
makanannya dan akan dipecah menjadi glukosa yang merupakan
substrat respirasi (Kartasapoetra, 2003). Pada saat pengamatan
pengaruh suhu terhadap kecepatan respirasi, kecambah yang
digunakan dibungkus kasa dan digantungkan pada Erlenmeyer yang
berisi larutan NaOH 0,5 N sebanyak 30 ml selama 22 jam. Fungsi dari
larutan NaOH tersebut yaitu untuk mengikat CO2 yang merupakan
produk sampingan dari proses respirasi. CO2 tersebut dibuang ke
lingkungan dan diikat dengan NaOH. Tetapi, CO2 yang dibuang ke
lingkungan tersebut tidak semuanya diikat oleh NaOH. Sehingga tidak
semua NaOH yang direaksikan dengan BaCl2 akan menghasilkan
Ba(OH)2 yang berwarna putih keruh. Setelah itu, Ba(OH)2 tersebut
diuji dengan indikator PP, sehingga menyebabkan warna larutan
menjadi merah muda. Warna merah muda tersebut merupakan hasil
dari reaksi NaOH dengan BaCl2 yang menghasilkan NaCl dan Ba(OH) 2
yang bersifat basa dietesi dengan indikator PP yang bersifat basa.
Pada saat larutan tersebut dititrasi dengan HCl maka warna yang
mulanya merah muda berubah menjadi putih. Tepat saat perubahan
warna tersebut titrasi dihentikan, dan volume HCl yang diperoleh
sebanding dengan volume NaOH yang tidak mengikat CO 2, sehingga
dari volume HCl dapat diketahui volume NaOH yang mengikat CO2.
Percobaan kali ini mendapati hasil yang tidak sesauai
dengan teori. Teori menyatakan bahwa suhu maksimum untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah 37 0C atau pada
percobaan ini merupakan suhu inkubasi. Laju respirasi tersebut dapat
meningkat karena adanya reaksi enzimatis yang mempengaruhinya.
Dalam proses metabolisme seperti respirasi, dibantu dengan adanya
enzim sebagai biokatalisator, sehingga saat suhu dinaikkan dalam
batas optimumnya, kerja enzim juga akan meningkat dan laju
respirasi pun ikut meniningkat. Namun suhu yang digunakan untuk
terjadinya proses respirasi ada batasnya, yakni dengan suhu
maksimum 40-45⁰C. Hal tersebut dikarenakan enzim yang bekerja
pada proses respirasi akan mengalami kerusakan bila suhu terlalu
tinggi (Meyer, Anderson. 1952). Laju respirasi bisa ketahui dari
kandungan CO2 yang dihasilkan dari tanaman tersebut, semakin
banyak maka laju respirasi semakin tinggi. Beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi kecepatan respirasi, seperti cahaya,
protoplasmic, ketersediaan substrat dalam sel, suhu, konsentrasi O 2,
dan lain – lain. Pada percobaan ini perlakuan pada suhu ruangan
diletakkan pada tempat yang terpapar sedikit sinar matahari,
berbeda dengan perlakuan inkubasi yang sama sekali tidak terkena
paparan sinar matahari. Pengcahayaan sangat penting dalam proses
respirasi, karena merupakan faktor yang tidak dapat dihindari dari
proses tersebut.

M. Simpulan
Berdasarkan hasil perobaan didapati bahwa ada pengaruh
suhu terhadap kecepatan respirasi pada kecambah kacang hijau.
Didapati hasil dari perobaan adalah 0,125ml/jam pada perlakuan
suhu ruang, dan 0,075 pada perlakuan suhu inkubasi. Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi laju respirasi, bukan hanya dari
faktor suhu saja melainkan juga bisa dari faktor – faktor lainnya
sepert intensitas cahaya, perlakuan, enzim, dan lain – lain.

N. Daftar Pustaka
Anfa, Azki Afidati Putri. 2015. Respirasi Pada Tumbuhan. Jurusan
Biologi. FMIPA.
Fakultas Andalas, Padang.
Dwidjoseputro, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Gramedia
Kartasapoetra, A.G., 2003. Teknologi Benih, Pengolahan Benih dan
Tuntunan
Praktikum. Cetakan keempat. Rineka Cipta. Jakarta.
Meyer,. Anderson. 1952. Fisiologi Tanaman. New York : New York D.
Van Nostrans
Company
Novitasari, Rahmah. 2017. Proses Respirasi Seluler Pada Tumbuhan.
Pendidikan
Biologi. FKIP. Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta.
Salisbury, Frank B dan Cleon W Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid
1. Bandung: ITB.
Wiraatmaja, Ir. I Wayan. 2017. Metabolisme Pada Tumbuhan.
Program Studi
Agroekoteknologi. Fakultas Pertanian. Unud.

O. Lampiran

Ambil NaOH dari Tetesi dengan


tabung perlakuan larutan BaCl
suhu ruang dan sebanyak 2,5ml
suhu inkubasi
sebanyak 5 ml.

Ditetesi Titrasi dengan


dengan 1 HCl hingga
tetes latutan warna merah
PP, muda hilang,
goyangkan lalu hitung
perlahan Volume HCl
hingga warna yang
merah muda digunakanan
tercampur untuk titrasi.

Anda mungkin juga menyukai