LP Katarak Dengan Ansietas Nida Fitria
LP Katarak Dengan Ansietas Nida Fitria
LP Katarak Dengan Ansietas Nida Fitria
OLEH
NAMA : Nida Fitria
NIM : 201904052
Mahasiswa
(NIDA FITRIA)
Kepala Ruangan
1.1 Definisi
Katarak merupakan penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa
menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu dan ketajaman penglihatan
berkurang. Katarak terjadi apabila protein pada lensa yang secara normal
transparan terurai dan mengalami koagulasi pada lensa (Corwin, 2009).
Operasi katarak dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi dapat terjadi
dalam waktu beberapa hari setelah operasi hingga beberapa bulan setelah
operasi. Insiden komplikasi bervariasi, tergantung laporan dari tempat
yang berbeda. Umumnya, komplikasi ini membutuhkan tindakan bedah
untuk memperbaiki salah satu efek samping tersering dari operasi katarak
adalah robeknya kapsul posterior (Simanjuntak, 2012).
Katarak berasal dari yunani katarrhakies, inggris cataract, dan latin
cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana penglihatan seperti tertutup air terjun. katarak adalah kekeruhan
lensa yang mengarah kepada penurunan ketajaman visual dan atau cacat
fungsional yang dirasakan oleh pasien (Khalilullah, 2010).
Katarak berasal dari bahasa Yunani yang berarti Katarrahakies, bahasa
Inggris Cataract, dan bahasa latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam
bahasa Indonesia disebut bular, dimana penglihatan seperti tertutup air
terjun akibat lensa yang keruh. Katarak dapat terjadi akibat hidrasi,
denaturasi protein atau keduanya (handayani, 2011).
2.3.3 Tingkatan
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek
membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang
dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap ansietas. Menurut
Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh
individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik :
a. Ansietas ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan
lahan persepsinya.Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan
menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.Manifestasi yang muncul pada
tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran
tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai
situasi. Kecemasan ringan mempunyai karakteristik :
1. Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa sehari-hari.
2. Kewaspadaan meningkat
3. Persepsi terhadap lingkungan meningkat.
4. Dapat menjadi motivasi positif untuk belajar dan menghasilkan kreatifitas.
5. Respon fisiologis : sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah
meningkat sedikit, gejala ringan pada lambung, muka berkerut, serta bibir
bergetar.
6. Respon kognitif : mampu menerima rangsangan yang kompleks,
konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara afektif, dan
terangsang untuk melakukan tindakan.
7. Respon perilaku dan emosi : tidak dapat duduk tenang, remor halus pada
tangan, suara kadang-kadang meninggi.
b. Ansietas sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada
masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang
terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat,
kecepatan denyut nadi jantung dan pernafasan meningkat, ketegangan otot
meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit,
mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun,
prhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas,
mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan menangis.
Kecemasan sedang mempunyai karakteristik :
1. Respon biologis : sering nafas pendek, nadi ekstra sistol dan tekanan
darah meningkat, mulut kering, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala,
sering berkemih, dan letih.
2. Respon kognitif : memusatkan perhatian pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain, lapang persepsi menyempit, dan rangsangan
dari luar tidak mampu diterima.
3. Respon perilaku dan emosi : gerakan tersentak-sentak, terlihat lebih tegas,
bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur, dan perasaan tidak aman.
c. Ansietas berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang
dengan persepsi berat cenderung untuk memutuskan pada sesuatu yang terinci
dan spesifik, serta tidak dapat berfikirtentang hal lain. Orang tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk memutuskan pada suatu area yang lain.
Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit
kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi,
lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada
dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi,
perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi. Kecemasan berat mempunyai
karakteristik :
1. Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal
yang lain.
2. Respon fisiologis : nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat
dan sakit kepala, penglihatan kabur, serta tampak tegang.
3. Respon kognitif : tidak mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan
banyak pengarahan/tuntunan, serta lapang persepsi menyempit.
4. Respon perilaku dan emosi : perasaan terancam meningkat dan
komunikasi menjadi terganggu (verbalisasi cepat).
d. Panic (Sangat Berat)
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan terror karena
mengalami kehilangan kendali.Orang yang sedang panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang
terjadi pada keadaan ini adalah susah bernafas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat,
diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah
yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi. Panik
(kecemasan sangat berat) mempunyai karakteristik :
1. Respon fisiologis : nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada,
pucat, hipotensi, serta rendahnya koordinasi motorik.
2. Respons kognitif : gangguan realitas, tidak dapat berfikir logis, persepsi
terhadap lingkungan mengalami distorsi, dan ketidakmampuan memahami
situasi.
3. Respon perilaku dan emosi : agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan,
berteriak-teriak, kehilangan kendali atau kontrol diri (aktifitas motorik
tidak menentu), perasaan terancam serta dapat berbuat sesuatu yang
membahayakan diri sendiri dan orang lain.
1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, tanggal pengkajian, tanggal dirawat,
nomor rekam medis dan sumber data yang didapat.
2. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor dialami oleh individu.
3. Faktor Presipitasi
Kaji faktor pencetus atau kejadian/peristiwa terakhir yang dialami pasien
yang menyebabkan terjadinya perubahan perilaku sampai pasien dirawat
atau sampai kambuh kembali.
a) Persepsi dan Harapan Pasien/Keluarga
Persepsi pasien atas masalahnya menanyakan bagaimana pasien
memandang dirinya atas masalahnya sehubungan dengan
penyakitnya.
b) Persepsi pasien atas masalahnya menanyakan apa pendapat
keluarga tentang penyakit yang diderita.
c) Harapan pasien sehubungan dengan pemecahan masalahnya
menanyakan apa harapan pasien terhadap perawatan dirinya dan
harapan pasien jika sudah sembuh.
d) Harapan pasien sehubungan dengan pemecahan masalahnya
menanyakan pada keluarga apa harapan keluarga terhadap
perawatan pasien dan harapan keluarga pada pasien
seandainyapasien sudah sembuh.
4. Koping Pasien/Keluarga
a) Koping pasien terhadap masalah yang dihadapi
Tanyakan apa yang dilakukan pasien ketika menghadapi suatu
masalah, apa yang dilakukan kalau pasien merasa sedih,
bahagia, marah atau tersinggung dan bagaimana perasaan pasien
setelah melakukan koping tersebut.
5. Fisik
4) Spiritual
Meliputi nilai dan keyakinan yaitu pandangan terhadap
masalah psikososial sesuai dengan norma budaya dan agama
yang dianut, kegiatan ibadah yaitu kegiatan ibadah dirumah
secara individu dan kelompok.
Keluhan pusing 1 2 3 4 5
Anoreksia 1 2 3 4 5
Palpitasi 1 2 3 4 5
Frekuensi 1 2 3 4 5
pernapasan
Frekuensi Nadi 1 2 3 4 5
Tekanan Darah 1 2 3 4 5
Diaphoresis 1 2 3 4 5
Tremor 1 2 3 4 5
Pucat 1 2 3 4 5
SIKI :
Intervensi : Dukungan Keyakinan
Tindakan
1. Observasi
- Identifikasi keyakinan, dan masalah pasien
- Identifikasi kesembuhan jangka panjang sesuai kondisi pasien
2. Terapeutik
- Berikan harapan yang realistis sesuai prognosis
- Fasilitasi pertemuan antara keluarga dan tim kesehatan untuk
membuat keputusan
- Fasilitasi memberika makna terhadap kondisi kesehatan
3. Edukasi
- Jelaskan bahaya atau resiko yang terjadi akibat keyakinan negative
- Jelaskan alternative yang berdampak positive untuk memenuhi
keyakinan dan perawatan
- Berikan penjelesan yang mudah dan relevan dipahami.
2.5 Pohon Masalah
Koping Individu Tidak Efektif
Kecemasan
Penjelasan
2.5.1 Koping Individu Tidak Efektif
Koping individu tidak efektif adalah ketidakmampuan
untuk membentuk penilaian yang benar dari stressor, pemilihan
respon tidak adekuat, dan atau ketidakmampuan dalam
menggunakan sumber-sumber yang tersedia (NANDA, 2006).
Koping individu tidak efektif juga didefinisikan sebagai kerusakan
perilaku adaptif dan kemampuan menyelesaikan masalah seseorang
dalam menghadapi tuntutan peran dalam kehidupan (Towsend,
1998). Keliat, dkk (2011) menyatakan koping individu tidak efektif
terjadi bila seorang individu mengalami atau beresiko mengalami
ketidakmampuan menangani ansietas karena tidak mempunyai
kemampuan secara fisik, perilaku maupun kognitif. Dari beberapa
definisi diatas dapat disimpulkan mekanisme koping individu tidak
efektif merupakan suatu keadaan dimana seseorang tidak mampu
beradaptasi terhadap suatu stres yang berat karena tidak mempunyai
kemampuan menggunakan sumber yang ada dalam penyelesaian
suatu masalah baik fisik, perilaku dan kognitif.
Adapun fungsi mekanisme koping adalah untuk melindungi
diri atau bertahan dari serangan atau hal-hal baik yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan (Stuart & Sundeen, 2011).
Koping merupakan bagian dari proses adaptasi seseorang untuk
mempertahankan struktur dan fungsi tubuh. Dari apa yang
disampaikan diatas disimpulkan bahwa mekanisme koping dapat
digunakan sebagai dasar intervensi yang membantu individu dalam
meningkatkan proses adaptasi .Setiap orang menggunakan
mekanisme koping yang berbeda untuk mempertahankan integritas
egonya akibat kegagalan, kekurangan atau rasa bersalah. Apabila
mekanisme koping ini tidak lagi berfungsi secara efektif akan
mengakibatkan ketidakseimbangan psikologis, maka hal ini
membutuhkan suatu cara penyelesaian masalah. Kalau rasa tegang
(stress) terlalu besar dan kuat untuk ditahan dan dilawan,
pertahanan-pertahanan akan melemah maka kepribadian akan
mengalami disintegrasi dan akan berlanjut pada koping individu
tidak efektif Pasien yang mengalami koping individu tidak efektif
mengalami kegagalan individu dalam melakukan pemecahan
masalah yang dialami.
Karakteristik yang sering saya temukan pada klien dengan
koping individu tidak efektif di masyarakat diantaranya adalah tidak
termotivasi untuk menyelesaikan masalah, menganggap masalah
tertentu sebagai hal yang biasa dan menyalahkan hal-hal tertentu.
Dari karakteristik yang saya temukan dimasyarakat tersebut
memberikan asumsi bahwa koping individu tidak efektif didasarkan
oleh kepribadian individu tersebut sendiri atau karena kurangnya
dukungan. Pencetus terjadinya koping individu tidak efektif sesuai
pengkajian Stuart & Laraia (2005), mengacu dari beberapa faktor
yaitu neurobiologis, psikologis dan sosial. Pengalaman yang saya
amati klien yang mengalami koping individu tidak efektif
penyebabnya juga dari faktor-faktor tersebut. Intervensi generalis
yang sering dilakukan selama ini adalah klien diharapkan dapat
mengenali atau mengidentifikasi koping tidak efektif yang
dilakukannya, mengatasi koping tidak efektif serta mampu
memperagakan atau mempergunakan koping yang efefktif. Beberapa
pengamatan dan pengalaman saya di masyarakat bahwa kesulitan
dalam mengatasi diagnosa ini adalah klien sudah terbiasa dengan
kondisi yang ada sehingga tidak termotivasi untuk mengatasi
masalah (pasif) dan beberapa klien tidak termotivasi merasa takut
bila suatu masalah harus dibahas.
2.5.3 Kecemasan
Kecemasan (ansietas) adalah gangguan alam perasaan
(affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau
kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami
gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA masih
baik), kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan
kepribadian/Splitting of Personality), perilaku dapat terganggu tetapi
masih dalam batas-batas normal (Murdiningsih, 2013). Sedangkan
menurut Videback (2008), Ansietas adalah perasaan takut yang tidak
jelas dan tidak didukung oleh situasi. Gangguan ansietas adalah
sekelompok kondisi yang memberi gambaran penting tentang
ansietas yang berlebihan disertai, respon perilaku, emosi dan
fisiologis.
Daftar Pustaka
Azis R, dkk. (2003). Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD Dr.
Amino Gondoutomo.
Stuart, G.W dan Sundden, S.J. (1995). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Videbeck, S.J., (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.