Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah serta jaringan

yang membentuk darah. Darah merupakan bagian penting dari system transport.

Darah merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang terdiri dari 2 bagian besar

yaitu plasma darah dan bagian korpuskuli Dalam arti lain hematologi juga dikenal

sebagai cabang ilmu kedokteran mengenai sel darah, organ pembentuk darah dan

kelainan yang berhubungan dengan sel serta organ pembentuk darah. Setiap orang

mengetahui bahwa pendarahan pada akhirnya akan berhenti ketika terjadi luka atau

terdapat luka lama yang mengeluarkan darah kembali. Saat pendarahan berlangsung,

gumpalan darah beku akan segera terbentuk dan mengeras dan luka pun pulih

seketika Sebuah kejadian yang mungkin tampak sederhana dan biasa saja di mata

Anda tapi tidak bagi para ahli biokimia Penelitian mereka menunjukkan peristiwa ini

terjadi akibat bekerjanya sebuah sistem yang sangat rumit Hilangnya satu bagian saja

yang membentuk sistem ini atau kerusakan sekecil apa pun padanya akan menjadikan

keseluruhan proses tidak berfungsi. Darah harus membeku pada waktu dan tempat

yang tepat dan ketika keadaannya telah pulih seperti sediakala. darah beku tersebut

harus lenyap Sistem ini bekerja tanpa kesalahan sedikit pun hingga bagian-bagiannya

yang terkecil. Jika terjadi pendarahan, pembekuan darah harus segera terjadi demi
mencegah kematian Di samping itu, darah beku tersebut harus menutupi keseluruhan

luka, dan yang lebih penting lagi, harus terbentuk tepat hanya pada lapisan paling atas

yang menutupi luka. Jika pembekuan darah tidak terjadi pada saat dan tempat yang

tepat, maka keseluruhan darah pada makhluk tersebut akan membeku dan berakibat

pada kematian.

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Mampu memahami serta dapat menerapkan asuhan keperawatan gawat darurat pada

klien dengan Disseminated intravaskuler coagulation.

2. Tujuan khusus

Mampu memahami pengertian etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi,

penatalaksanaan, serta pengkajian keperawatan pada klien DIC.


BAB II

TINJAUAN TEORETIS

2.1. Anatomi dan Fisiologi Hematologi

Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi termasuk sum-

sum tulang dan nodus limfa. Darah merupakan medium transport tubuh volume darah

manusia sekitar 7%-10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter.

Darah terdiri atas 2 komponen utama, yaitu sebagai berikut :

1. Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan

protein darah.

2. Butir-butir darah ( blood corpuscles), yang terdiri atas komponen sebagai berikut :

a. sel darah merah (eritrosit)

Merupakan cairan bikonkav dengan diameter sekitar 7 mikron, yang memungkinkan

gerakan oksigen masuk dan keluar sel secara cepat dengan jarak yang pendek antara

membrane dan inti sel, warnanya kuning kemerah-merahan karena didalamnya

mengandung hemoglobin.

Komponen eritrosit :

a) membran eritrosit

b) sistem enzim

c) hemoglobin, komponennya terdiri atas :


1) heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi

2) globin : bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta

Terdapat sekitar 300 molekul Hb dalam setiap sel darah merah. Tugas akhir Hb

adalah : menyerap karbondioksida dan ion hydrogen serta membawanya ke paru

tempat zat-zat tersebut dilepaskan dari Hb.

Sifat-sifat sel darah merah :

1. Normositik = sel yang ukurannya normal.

2. Normokromik = sel dengan jumlah hemoglobin yang normal.

3. Mikrositik = sel yang ukurannya terlalu kecil.

4. Makrositik = sel yang ukurannya terlalu besar.

5. Hipokromik = sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu sedikit.

6. Hiperkromik = sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu banyak.

b. Sel darah putih (Leukosit)

Bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki palsu.

Sel darah putih dibentuk di sumsum tulang dari sel-sel bakal. Jenis-jenis dari

golongan sel ini adalah golongan yang tidak bergranula, yaitu limfosit T dan B

monosit dan makrofag serta golongan yang bergranula yaitu eosinofil, basofil, dan

neutrofil.

Fungsi sel darah putih adalah :


1. Sebagai serdadu tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit atau bakteri

yang masuk ke dalam tubuh jaringan sistem retikulo endotel.

2. Sebagai pengangkut yaitu mengangkut atau membawa zat lemak dari dinding usus

melalui limfa terus ke pembuluh darah.

2.1.1 Jenis-jenis sel darah putih:

Sel darah putih terdiri atas beberapa jenis sel darah sebagai berikut:

1. Agranulosit

Memiliki diameter sekitar 10-12 mikron. Granulosit terbagi menjadi 3 kelompok :

a. Neutrofil : granula yang tidak berwarna mempunyai inti sel yang terangkai, kadang

seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak berbintik-bintik halus atau granula,

banyaknya sekitar 60-70%.

b. Eosinofil : berwarna merah dengan pewarnaan asam, ukuran dan bentuknya

hamper sama dengan neutrofil banyaknya kira-kira 24%.

c. Basofil : berwarna biru dengan pewarnaan basa, sel ini lebih kecil dari pada

eosinofil, mempunyai inti yang bentuknya teratur banyaknya kira-kira 0.5%

disumsum merah. Basofil bekerja sebagaimfosit sel mast dan mengeluarkan

peptide vasoaktif.
2. Granulosit

Terdiri atas limfosit dan monosit:

a. Limfosit

Memiliki nucleus besar bulat dengan menempati sebagian besar sel limfosit

berkembang dalam jaringan limfe. Ukurannya sekitar 7-15 mikron, banyaknya 20-25

% dan fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang masuk dalam jaringan tubuh.

Limfosit ada 2 macam, yaitu limfosit T dan B. Limfosit T meninggalkan susmsum

tulang dan berkembang lama, kemudian bermigrasi menuju ketimus.kemudian sel-sel

beredar dalam darah sampai mereka bertemu dengan antigen-antigen dimana mereka

telah diprogramkan untuk mungenalinya. Setelah dirangsang oleh antigennya. Sel ini

mengahasilkan bahan-bahan kimia yang menghancurkan mikroorganisme dan

membertahu sel-sel darah putih lainnya bahwa telah terjadi infeksi. Limfosit B

terbentuk di sumsum tulang lalu bersirkulasi dalam darah sampai menjumpai antigen

dimana mereka telah diprogram untuk mengenalinya. Pada tahap ini, limfosit B

mengalami pematangan lebih lanjut dan menjadi sel plasma serta menghasilkan

antibody.

b. Monosit
Ukurannya lebih besar dari limfosit, protoplasmanya besar, warna biru sedikit abu-

abu serta mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan. Monosit dibentuk didalam

sumsum tulang masuk kedalam sirkulasi dalam bentuk hematom dan mengalami

proses pematangan menjadi makrofag setelah masuk ke jaringan. Fungsinya sebagai

fagosit, jumlahnya 34 % dari total komponen yang ada di sel darah putih. Jumlah sel

darah putih. Pada orang dewasa, jumlah sel darah putih total 4,0-11,0 x 10 9/l yang

terbagi sebagi berikut.

Granulosit :

1. Neutrofil 2,5 – 7,5 x 109

2. Eosinofil 0,04 – 0,44 x 109

3. Basofil 0 – 0,10 x 109

4. Limfosit 1,5 – 3,5 x 109

5. Monosit 0,2 – 0,8 x 109f

c. Keping darah (Trombosit)

Trombosit adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam sumsum tulang yang

berbentuk cakram bulat, oval, bikonveks, tidak berinti, dan hidup sekitar 10

hari.Jumlah trombosit antara 150 dan 400 x 109/liter (150.000-400.000/milimeter),

sekitar 30-40% terkonsentrasi di dalam limpa dan sisanya bersirkulasi dalam darah.

Fungsi trombosit yaitu berperan penting dalam pembentukan bekuan darah

diantaranya mengubah bentuk dan kualitas setelah berikatan dengan pembuluh yang

cedera.
d. Plasma darah

Plasma darah adalah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya bening

kekuning-kuningan hamper 90% dari plasma darah terdiri atas air.

Zat-zat yang terdapat dalam plasma darah sebagai berikut :

1. Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah.

2. Garam-garam mineral seperti garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain yang

berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik.

3. Protein darah (albumin dan globulin) menigkatkan viskositas darah juga

menimbulkan tekanan osmotic untuk memelihara keseimbangan cairan dalam

tubuh

4. Zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral, vitamin).

5. Hormone, yaitu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.

6. Antibody.

e. Limpa

Merupakan organ lunak kurang lebih berukuran 1 kepalan tangan. Limpa terletak

pada pojok atas kiri abdomen di bawah costa, limpa terdiri atas kapsula limpa

fibroelastin, folikel (masa jaringan limpa) dan pulpa merah (jaringan ikat, sel eritrosit,

sel leukosit).

2.1.2 KOAGULASI INTRAVASKULER DESIMINANTA

Pengertian
Koagulasi intravaskuler desiminanta (KID) atau lebih dikenal, Disseminated

Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuan-bekuan darah

kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh

darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk

mengendalikan perdarahan. (medicastore.com)

Disseminated Intravascular Coagulation adalah suatu sindrom yang ditandai dengan

adanya perdarahan/kelainan pembekuan darah yang disebabkan oleh karena

terbentuknya plasmin yakni suatu spesifik plasma protein yang aktif sebagai

fibrinolitik yang di dapatkan dalam sirkulasi (Price, S. 2005).

Secara umum Disseminated Intavascular Coagulation (DIC) didefinisikan

sebagai kelainan atau gangguan kompleks pembekuan darah akibat stirnulasi yang

berlebihan pada mekanisme prokoagulan dan anti koagulan sebagai respon terhadap

jejas/injury (wordpress.com)

DIC adalah penyakit dimana faktor pembekuan dalam tubuh berkurang

sehingga terbentuk bekuan-bekuan darah yang tersebar di seluruh pembuluh darah.

2.1.3 Etiologi

a. Perdarahan terjadi karena hal-hal sebagai berikut :

a) Hipofibrinogenemia

b) Trombositopenia

c) Beredarnya antikoagulan dalam sirkulasi darah

d) Fibrinolisis berlebihan

b. Penyakit-penyakit yang menjadi predisposisi DIC adalah sebagai berikut :


a) infeksi (demam berdarah dengue, sepsis, meningitis, pneumonia berat, malaria

tropika, infeksi oleh beberapa jenis riketsia)

b) Komplikasi kehamilan (solusio plasenta, kematian janin intrauterin, emboli

cairan amion)

c) Setelah operasi (operasi paru, by pass cardiopulmonal, lobektomi,

gastrektomi, splenektomi)

2.1.4 Patofisiologi

Dibawah kondisi homeostasis, tubuh dipertahankan dalam keseimbangan

tersetel koagulasi dan fibrinolisis. Aktivasi dari kaskade koagulasi menghasilkan

trombin yang mengubah fibrinogen untuk fibrin, bekuan fibrin yang stabil menjadi

produk akhir dari hemostasis sistem yang kemudian fibrino lytic berfungsi untuk

memecah fibrinogen dan fibrin.pengaktifan system fibrinolytic menghasilkan plasmin

(dalam bentuk trombin), yang bertanggung jawab untuk lisis dari bekuan fibrin

rincian fibrinogen dan fibrin disebut polipeptida hasil dalam produk degradasi fibrin

(FDPs) atau produk split fibrin (FSPs). dalam keadaan homeostasis kehadiran

trombin sangat penting karena merupakan pusat enzim proteolitik dari pembekuan

dan juga diperlukan untuk pemecahan gumpalan darah atau fibrinolisis.

Kaskade koagulasi

Trombin

Fibrinogen untuk fibrin

Dipecah oleh fibrinolitik


Plasmin (dalam bentuk trombin)

Pusat enzim proteolitik diperlukan untuk penggumpalan darah

Perdarahan

Dx : Resti perubahan perfusi jaringan b.d hemoragi sekunder

2.1.5 Manifestasi klinis

1. Perdarahan dari tempat-tempat pungsi luka dan membran mukosa pada klien

dengan syok komplikasi persalinan sepsis atau kanker

2. Perubahan kesadaran yang mengindikasikan trombus serebrum

3. Distensi abdomen yang menandakan adanya perdarahan saluran cerna

4. Sianosis dan tachypnea akibat buruknya perfusi dan oksigenasi jaringan

5. Hematuria akibat perdarahan atau oliguria akibat menurunnya perfusi ginjal

2.1.6 Komplikasi

1. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)

2. Penurunan fungsi ginjal

3. Gangguan susunan saraf pusat

4. Gangguan hati

5. Ulserasi mukosa gastrointestinal : perdarahan

6. Peningkatan enzyme jantung : ischemia, aritmia

7. Purpura fulminan

8. Insufisiensi adrenal

9. Kematian lebih dari 50 %


2.1.7 Penatalaksanaan

Penatalakasanaan DIC yang utama adalah mengobati penyakit yang

mendasari terjadinya DIC Jika hal ini tidak dilakukan pengobatan terhadap DIC tidak

akan berhasil Kemudian pengobatan lainnya yang bersifat suportive dapat diberikan.

1. Antikogulan

Secara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan menghentikan proses

pembekuan, baik yang disebabkan oleh infeksi maupun oleh penyebab lain.

Meski pemberian heparin juga banyak diperdebatkan akan menimbulkan

perdarahan, namun dalam penelitian klinik pada pasien DIC heparin tidak

menunjukkan komplikas perdarahan yang signifikan. Dosis heparin yang

diberikan adalah 300 – 500 u/jam dalam infus kontinu.

Indikasi:

a) Penyakit dasar tak dapat diatasi dalam waktu singkat

b) Terjadi perdarahan meski penyakit dasar sudah diatasi

c) Terdapat tanda-tanda trombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal hati,

sindroma gagal nafas

Dosis:

100iu/kgBB bolus dilanjutkan 15-25 iu/kgBB/jam (750-1250 iu/jam) kontinu, dosis

selanjutnya disesuaikan untuk mencapai aPTT 1,5-2 kali kontrol Low molecular

weight heparindapat menggantikan unfractionated heparin.

2. Plasma dan trombosit


Pemberian baik plasma maupun trombosit harus bersifat selektif Trombosit

diberikan hanya kepada pasien KID dengan perdarahan atau pada prosedur

invasive dengan kecenderungan perdarahan Pemberian plasma juga patut

dipertimbangkan karena di dalam palasma hanya berisi faktor-faktor

pembekuan tertentu saja, sementara pada pasien KID terjadi gangguan seluruh

faktor pembekuan.

3. Penghambat pembekuan (AT III)

AT III dapat bermanfaat bagi pasien KID, meski biaya pengobatan ini cukup

mahal.Direkomendasikan sebagai terapi substitusi bila AT III<70%

Dosis:

1. Dosis awal 3000 iu (50 iu/kgBB) diikuti 1500 iu setiap 8 jam dengan infus

kontinu selama 3 – 5 hari.

2. Rumus:

1) 1 iu x BB (kg) x ∆ AT III, dengan target AT III > 120%

2) ∆ AT III x 0,6 x BB (kg), dengan target AT III > 125%

4. Obat-obat antifibrinolitik

Antifibrinolitik sangat efektif pada pasien dengan perdarahan tetapi pada pasien KID

pemberian antifibrinolitik tidak dianjurkan Karena obat ini akan menghambat proses

fibrinolisis sehingga fibrin yang terbentuk akan semakin bertambah akibatnya KID

yang terjadi akan semakin berat.


2.2 Asuhan Kepeawatan
I. Pengkajian

1. adanya faktor-faktor predisposisi


 septikemia (penyebab paling umum)
 komplikasi obstetric
 SDPD (sindrom disstress pernapasan dewasa)
 Luka bakar berat dan luas
 Neoplasia
 Gigitan ular
 Penyakit hepar
 Bedah kardio-pulmonal
 trauma

2. pemeriksaan fisik berdasarkan survey umum dapat menunjukkan:


 perdarahan abnormal pada semua sistem dan pada sisi prosedur
invasif
a. Kulit dan mukosa membrane
o Perembesan difusi darah atau plasma
o Petekie
o Purpura yang teraba: pada awalnya di dada dan abdomen
o Bula hemoragi
o Hemoragi subkutan
o Hematoma
o Luka bakar karena plester
o Sianosis akral (ekstrimitas berwarna agak kebiruan, abu-abu, atau
ungu gelap)
b. Sistem GI
o Mual, muntah
o Uji guaiak positif pada emesis/aspirasi
o nasogastrk dan feses
o Nyeri hebat pada abdomen
o Peningkatan lingkar abdomen
c. System Ginjal
o Hematuria
o Oliguria

d. Sistem pernapasan
o Dispnea
o Takipnea
o Sputum mengandung darah
e. System Kardiovaskuler
o Hipotensi meningkat
o Hipotensi postural
o Frekuensi jantung meningkat
o Nadi perifer tak teraba

f. System saraf perifer


o Perubahan tingkat kesadaran
o Gelisah
o Ketidaksadaran vasomotor

g. System Muskuloskeletal
o Nyeri: otot, sendi, punggung
o Perdarahan sampai hemoragi Insisi operasi
o Uterus postpartum
o Fundus mata: perubahan visual
o Pada sisi prosedur invasif: suntikan, IV, kateter arterial dan selang nasogastrik atau
dada, dll.

h. Perdarahan sampai hemoragi


o Insisi operasi
o Uterus postpartum
o Fundus mata: perubahan visual
o Pada sisi prosedur invasif: suntikan, IV, kateter arterial dan selang nasogastrik atau
dada, dll.
i. Pola tidur dan istirahat
j. Pola nutrisi dan metabolisme
k. Pola eliminasi
l. Pola aktivitas
m. Pola sensori dan kognitif

 kerusakan perfusi jaringan


a. serebral: perubahan pada sensorium, gelisah,
kacau mental, sakit kepala
b. ginjal: penurunan pengeluaran urine
c. paru: dispnea, orthopnea
d. kulit: akrosianosia (ketidakteraturan bentuk
bercak sianosis pada lengan perifer atau kaki)

 pemeriksaan diagnostik
a. jumlah trombosit rendah
b. PT dan PTT memanjang
c. Produk degradasi fibrinogen meningkat / FDP meningkat
d. Kadar fibrinogen plasma rendah.
2.2.1 Analisa Data

Etiologi Masalah

Pendarahan Penurunan cardiac output



Penurunan tekanan darah+kekurangan
vol cairan

↓ cardiac output

Penurunan tekanan darah Resiko tinggi kerusakan integritas kulit



Kelemahan

Tirah baring yang lama

Resiko kerusakan integritas kulit
Gangguan aliran darah Nyeri

Kerusakan transport O2 ke alveola dan
membrane kapiler

Iskemia

Kerusakan Organ

Nyeri

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidak efektifan perfusi jaringan b/d kerusakan transport oksigen ke alveola


dan atau membrane kapiler
2. Nyeri b/d adanya perdarahan jaringan
3. Penurunan cardiac out put b/d kekurangan volume cairan dan hipotensi

2.2.3 Rencana Keperawatan


1. Ketidakefektifan perfusi jaringan b/d kerusakan transport oksigen ke alveola
dan atau membrane kapiler
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan perfusi jaringan dapat adekuat.
Intervensi Rasional
1.Pantau Hasil pemeriksaan 1. Untuk mengidentifikasi indikasi
koagulasi, tanda-tanda vital dan kemajuan atau penyimpangan dari hasil
perdarahan baru. yang diharapkan.
2. Waspadai perdarahan 2. untuk meminimalkan potensial
3. Jelaskan tentang semua perdarahan lanjut.
tindakan yang diprogramkan dan 3. pengetahuan tentang apa yang
pemeriksaan yang akan diharapkan membantu mengurangi
dilakukan ansietas
4. .Lakukan pendekatan secara 4. Pemecahan masalah sulit untuk
tenang dan beri dorongan untuk orang yang cemas, karena ansietas
bertanya serta berikan informasi merusak belajar dan persepsi.
yang dibutuhkan dengan bahasa Penjelasan yang jelas dan sederhana
yang jelas paling baik untuk dipahami. Istilah
medis dan keperawatan dapat
membingungkan klien dan
meningkatkan ansietas.

2. Nyeri b/d adanya perdarahan jaringan


Kriteria hasil :
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik non farmakologi, untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
 Melaporkan nyeri berkurang dengan menggunakan menejemen nyeri
 Mampu mengenal nyeri (Skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
 Tanda vital dalam rentang normal

Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri pasien. 1. Tingkat nyeri dapat mempengaruhi
2. Mempertahankan tirah tingkah laku pasien dan proses pengobatan
baring selama fase akut 2. Meningkatkan relaksasi terhadap seluruh
3. Kurangi aktifitas yang organ yang bersangkutan.
berlebihan 3. Aktifitas yang berlebihan dapat
4. Bantu pasien dalam meningkatkan tekanan vaskuler
aktifitas sesuai kebutuhan 4. Mencegah komplikasi dalam
hubungannya dengan sakit kepala

3. Penurunan cardiac out put b/d kekurangan volume cairan dan hipotensi
Intervensi Rasional
1. Evaluasi adanya nyeri dada 1. Untuk mengidentifikasi
(intensitas, lokasi dan durasi) banyaknya hilangnya cairan pada
2. Catat adanya tanda dan gejala tubuh
penurunan cardiac output 2. Stress yang tinggi dapat
3. Monitor status pernafasan yang menyebabkan memperparah
menandakan gagal jantung hipertensi
4. Monitor abdomen sebagai indicator
penurunan perfusi
5. Monitor balance cairan
6. Monitor adanya perubahan tekanan
darah
7. Monitor adanya dyspnue, fatigue,
takipnue, dan ortopnue
8. Anjurkan untuk menurunkan stress
9. Moitor Vital Sign

2.2.3 Kesimpulan Dan Saran

Kesimpulan
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi termasuk

sum-sum tulang dan nodus limfa Darah merupakan medium transport tubuh, volume

darah manusia sekitar 7%-10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter

Perdarahan terjadi karena hipofibrinogenemia trombositopenia beredarnya

antikoagulan dalam sirkulasi darah fibrinolisis berlebihan Penyakit-penyakit yang

menjadi predisposisi DIC adalah infeksi komplikasi kehamilan setelah operasi.

Penatalakasanaan DIC yang utama adalah mengobati penyakit yang mendasari

terjadinya DIC Jika hal ini tidak dilakukan pengobatan terhadap DIC tidak akan

berhasil Kemudian pengobatan lainnya yang bersifat suportive dapat diberikan.

Saran

Adapun saran dari kelompok kami adalah agar Penanganan DIC harus sedini

mungkin agar tidak menyebabkan akibat buruk seperti kematian dan tenaga kesehatan

harus memberi penyuluhan tentang penyakit ini.


DAFTAR PUSTAKA

1. Brenda G. Bare dan Suzanne C. Smeltzer. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Edisi 8.

2. Closky. 2000. Nursing Intervention Classification (NIC). Philadelphia : Mosby

3. Engram, Barbara. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.Vol 2.

Jakarta EGC
4. Http://www. hemodialisa.files.wordpress.com/2010/09/askep-dic.pdf

5. Http://www.linkpdf.com/.../asuhan-keperawatan-klien-dengan-gangguan-

hematolog--.pdf.

6. Moorhead. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC). Philadelphia : Mosby

7. Price,S.2005.Patofisiologi Konsep klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta :

EGC

Anda mungkin juga menyukai