Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

TKSDL 4

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 25

TUGAS KULIAH

TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN


“STUDI KASUS KERUSAKAN LAHAN AKIBAT EROSI TANAH DAN
LANGKAH-LANGKAH TEKNIS PENANGGULANGANNYA”

Disusun oleh kelompok 2:


Shafa Salsabilaa Zahirah 185040200111038
Leony Siska Aldini 185040200111196
Tripramia Septemberrini 185040201111121
Mochammad Azmi 185040207111015
Ary Ardhi Wijayanto 185040207111090

Kelas : L

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. Zaenal Kusuma, SU.

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020

1
DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................ 1
DAFTAR ISI ......................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 3
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 3
BAB II PERMASALAHAN DAN KARAKTERISTIK KERUSAKAN LAHAN.......... 10
2.1Macam Macam Kerusakan Erosi................................................................10
2.2 Analisis Alur Masalah.................................................................................13
2.3 Akar Masalah.............................................................................................14
2.4 Solusi.........................................................................................................16
BAB III REKOMENDASI STRATEGI KONSERVASI TANAH DAN AIR ............. 18
3.1 Metode Vegetatif.......................................................................................20
3.2 Metode Mekanis........................................................................................21
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 24
4.1 Kesimpulan .............................................................................................. 24
4.2 Saran ....................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini banyak lahan yang mengalami kerusakan sumberdaya lahan
akibat erosi tanah karena air. Tanah dan air merupakan dua komponen yang tidak
dapat dipisahkan dan saling berhubungan. Dalam dunia pertanian, tanah
merupakan media tanam tempat bertumbuhnya tanaman sedangkan air
digunakan tanaman untuk tumbuh. Air juga sangat diperlukan untuk kebutuhan
makhluk hidup lainnya tidak hanya tanaman saja. Air merupakan sumber
kehidupan yang berperan dalam segala aspek kehidupan. Untuk itu perlu
pelestarian tanah dan air agar tidak terjadi pencemaran dan degradasi lahan yang
menyebabkan erosi sehingga tanah dan air dapat digunakan untuk saat ini dan
masa yang akan datang.
Cara yang dapat kita gunakan untuk melindungi kelestarian tanah dan air
yaitu dengan cara konservasi lahan dimana konservasi lahan ini merupakan
perlindungan, perbaikan, dan pemakaian sumberdaya alam menurut prinsip –
prinsip yang menjamin keuntungan ekonomi dan sosial yang tinggi secara lestari
(Gumelar, 2018). Jadi dengan konservasi lahan ini dapat memperbaiki suatu lahan
sumberdaya dan mengendalikan erosi tanah serta aliran permukaan. Air selain
merupakan komponen penting dalam kehidupan namun air juga memiliki pengaruh
yang negatif terhadap tanah. Penyebab erosi tanah adalah air yang menyebabkan
tanah kehilangan partikel dan kesuburan sehingga tanah menjadi rusak. Erosi
menyebabkan terkikisnya lapisan atas permukaan tanah atau biasa disebut
dengan top soil sehingga bahan organik yang ada didalam tanah mengalami
pencucian atau hilang terbawa erosi. Erosi ini diakibatkan oleh air yang ada
membawa partikel partikel tanah. Erosi tidak hanya diakibatkan oleh air namun
juga oleh angin.
Lahan yang tidak memiliki tutupan atau vegetasi akan mudah terkena erosi
karena tidak ada payung/ tutupan yang mencegah air langsung jatuh ke tanah
sehingga tanah dapat terkikis dan sisa tanah yang ada dipermukaan akan ikut
bersama air limpasan permukaan menuju daerah yang lebih rendah. Berbeda jika
lahan tersebut memiliki tutupan lahan atau vegetasi diatasnya, tajuk tanaman akan
mencegah air hujan untuk langsung jatuh ke tanah, sehingga dapat mengurangi
terjadinya erosi. Lahan yang tidak memiliki vegetasi diatasnya kemungkinan saat
musim hujan berpotensi akan terjadi banjir dan jika musim kemarau memiliki
potensi kekeringan.
Erosi ada banyak macamnya ada erosi permukaan, erosi alur, erosi percik,
erosi selokan, dan masih banyak lagi tergantung dengan faktor yang
mempengaruhi erosi. Prinsip yang dapat dilakukan untuk pengelolaan
sumberdaya air adalah keseimbangan antara konservasi dan pendayagunaan
sumberdaya air. Konservasi sumberdaya air dilakukan melalui kegiatan
perlindungan dan pelestarian sumberdaya air, pengawetan air, serta pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
Selain air, tanah juga perlu untuk di konservasi dengan salah satu teknik
yaitu olah tanah konservasi (OTK) dengan cara penyiapan lahan budidaya dengan
pemberian sisa tanaman diatas permuakaan tanah sebagai penutup tanah atau
mulsa organik untuk mengurangi erosi dan penguapan air dari permukaan tanah.
Selain mengurangi erosi dan penguapan air pemberian mulsa organik pada tanah
dapat menambah pasokan bahan organik untuk tanah sehingga struktur tanah
dapat diperbaiki. Penurunan bahan organik pada tanah dapat menyebabkan
produktivitas tanah menurun sehingga untuk menambah pasokan bahan organik

3
pada tanah ini dapat dilakukan dengan penggunaan pupuk organik dengan
pedoman 5T (tepat waktu, guna, dosis, cara, dan sasaran).
Proses budidaya tanaman pada lahan miring juga rentan terhadap erosi
apalagi ditambah dengan curah hujan tinggi dan kondisi tajuk tanaman yang belum
menutupi permukaan tanah seutuhnya sehingga menyebabkan tanah rentan
sekali terhadap aliran permukaan dan erosi. Aliran air dan erosi yang tidak
terkendali dapat menyebabkan menipisnya lapisan tanah (solum) dan pencucian
unsur hara yang sangat intensif.

Gambar 1. Erosi Permukaan


Berdasarkan gambar diatas merupakan kerusakan akibat dari erosi
permukaan yang terjadi di daerah wilayah Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Kejadian erosi permukaan ini terjadi pada kawasan
hutan lindung di Kabupaten Gunung Kidul, yang saat ini telah di alih fungsikan
menjadi lahan pertanian, pemukiman, perkebunan, pertambangan dan pariwisata.
Pada wilayah Kabupaten Gunung Kidul juga terdapat Daerah Aliran Sungai (DAS)
Oyo yang sangat berpengaruh terhadap kegiatan kehidupan dan pembangunan.
Erosi permukaan yang terjadi di wilayah Kabupaten Gunung Kidul ini disebabkan
karena tidak adanya tutupan lahan diatas permukaan tanah sehingga ketika air
hujan turun langsung menuju tanah dan tidak ada yang mencegahnya.
Kondisi dari DAS Oyo sebagian besarnya merupakan bentuk lahan
pegunungan-perbukitan dengan lereng yang sangat curam. Kebanyakan
penggunaan lahannya adalah berupa tegalan yang rentan akan erosi dan
longsoran, sehingga menyebabkan potensial DAS menjadi kritis. Dari gambar
kenampakan erosi permukaan di lapangan diatas dapat diketahui bahwa faktor
kemiringan lahan dan faktor penggunaan lahan merupakan faktor dominan yang
mempengaruhi besar erosi tanah dan tingkat bahaya erosi permukaan. Kemudian

4
apabula lahan hanya diolah untuk tegalan dengan tanaman semusim saja, maka
akan mendorong terjadinya bahaya erosi permukaan yang merugikan bagi
masyarakat.
Maka dari itu kegiatan konservasi tanah dan air yang ditunjukan untuk
pengendalian erosi permukaan dan laju sedimentasi sangat diperlukan. Prioritas
konservasi juga dapat dilakukan melalui interpretasi berdasarkan kelas bahaya
erosi pada setiap satuan lahan. Teknik konservasi yang dapat dilakukan berupa
perbaikan vegetasi penutup, pengendalian laju aliran permukaan dengan
memperbaiki sistem terasering, dan perbaikan fungsi hutan. Tidak hanya itu pada
lereng-lereng curam yang terlanjur diolah tanahnya perlu dikendalikan hasil erosi
permukaan yang terangkut ke parit dalam bentuk gully plug.

Gambar 2. Erosi Selokan


Dapat dilihat gambar diatas merupakan erosi selokan (gully erosion) yang
terjadi di sekitar kaki gunung Merapi. Erosi yang terbentuk akibat air yang melintas
pada permukaan tanah ini membuat bentuk tanah seperti selokan. Bentuk erosi
selokan seperti parit sehingga sering disebut erosi selokan. Erosi parit / selokan
(gully erosion) membentuk jajaran parit yang lebih dalam dan lebar dan merupakan
tingkat lanjutan dari erosi alur. Erosi selokan sebernarnya jarang sekali terjadi
apabila tidak ada erosi permukaan dan juga erosi alur.
Ada beberapa hal yang bisa menimbulkan terbentuknya erosi parit yaitu;
merupakan kelanjutan dari erosi alur, akibat dari runtuhnya terowongan atau
saluran dibawah tanah, dan akibat terjadinya tanah longsor yang arahnya
memanjang.

Dampak yang ditimbulkan dari adanya erosi selokan untuk pertanian ada
2 yaitu dampak langsung dan tidak langsung. Dampak langsungnya yaitu Lahan
tersebut kekurangan bahan organik tanah karena sudah tidak adanya lapisan top
soil tanah. Sedangkan dampak tidak langsungnya yaitu timbulnya dorongan untuk
membuka lahan pertanian baru.
Metode yang dapat dilakukan untuk pengendalian erosi selokan yaitu
dengan menggunakan metode teknis mekanis yaitu pembuatan teras, selanjutnya

5
bisa dilanjutkan dengan metode vegetasi dengan cara menanam tanaman
penutup tanah atau dengan penanaman tumbuhan dalam jalur (Strip croping).

Gambar 3. Erosi Alur

Gambar diatas merupakan erosi alur yang terjadi pada daerah Sumber
Brantas Kota Batu. Erosi alur ini terjadi pada situs di lahan pertanian terbuka, tidak
ada tumbuhan pelindung ataupun penahan angin Jenis tanah pada daerah
Sumber Brantas Batu adalah andosol dimana umunya subur dan tidak
menimbulkan erosi jika dikelola dengan benar. Pengelolaan yang tidak benar
menyebabkan tanah andosol ini akan berkurang kandungan bahan organiknya
dan perlindungan tanah terhadap butiran air juga mengalami penurunan.
Dengan pertambahan penduduk di Wilayah Kota Batu ini maka sebagian
hutan dimanfaatkan untuk lahan pertanian, namun jika pengelolaan kurang baik
dan tidak menerapkan prinsip konservasi maka akan terjadi erosi yang
menyebabkan lahan tidak produktif.
Erosi tanah yang disebabkan oleh curah hujan, kemiringan lereng dan
penggunaan lahan di Sumber Brantas Kota Batu. Untuk mengatasi erosi tanah ini
dapat dilakukan dengan pembuatan teras untuk mengatasi kemiringan lahan.
Pembuatan teras dalam budidaya kentang dilakukan searah kontur lahan dan
membuat drainase sehingga tanaman kentang tidak mudah busuk.
Erosi alur tampak berwarna rona coklat agak gelap yang diakibatkan oleh alur
– alur permukaan tanah yang menghasilkan bayangan, sehingga pantulan cahaya
matahari tidak begitu banyak. Erosi alur dapat terjadi didaerah pertanian yang
memiliki parit parit.
Dampak dari erosi yaitu menurunkan kualitas kesuburan tanah dan timbulnya
pendangkalan tanah akibat proses sedimentasi. Menurunnya kualitas kesuburan
tanah menyebabkan fungsi lahan disana akan terus menurun yang berdampak
pada hasil tanaman dan ekonomi petani. Untuk mengatasi erosi alur ini dapat
dilakukan dengan cara mencangkul dan meratakan tanah agar tidak terjadi erosi
alur secara terus menerus.

6
Gambar 4. Erosi Percik
Gambar diatas merupakan erosi percik yang terjadi di Bandung Timur
khususnya yang terletak di Desa Cimencrang dengan menganalisis secara
langsung kondisi yang ada disekitar tempat observasi. Bandung timur ialah tempat
yang tanah bekas urugan dan sawah, sehingga permukaannya tidak rata. Masalah
yang terjadi yaitu banyaknya sampah yang ada disekitar sungai dan sering tanggul
pada sungai jebol apabila hujan turun dengan intensitas besar sehingga akan
terjadinya erosi pada lahan tersebut. Air yang berasal dari tanggul yang jebol akan
menuju ke lahan sawah warga dan akhirnya air akan meluap di sawah.
Bandung Timur merupakan daerah yang memiliki topografi yang relatif
rata, namun apabila dilihat secara jelas, topografinya tidak rata. Topografi atau
relief adalah ketinggian tempat atau perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu
daerah termasuk didalamnya perbedaan kecuraman dan bentuk lereng
(Hardjowigeno, 2015).
Selain banyak genangan-genangan air, tanah yang dilewati saat menuju
sawah untuk observasi memiliki kepadatan yang rendah, sehingga ketika dilewati
tanahnya tidak padat. Air yang menggenangi tanah ini berwarna hitam dan nampak
sudah tercemari. Air genangan ini berasal dari air hujan yang turun, lalu
menggenang di permukaan karena permukaan tanahnya tidak rata. Disebelah
Barat dari gedung tempat observasi terdapat sungai atau dapat disebut DAS
(Daerah Aliran Sungai). Air ini mengalir dari arah utara ke selatan dengan hulu
yang berada di utara. Air yang terdapat disana berwarna kuning dengan arus air
yang cukup deras
Percikan air hujan yang jatuh ke pematang sawah menyebabkan terjadinya
erosi percik sehingga pematang sawha menjadi sempit dan sulit untuk dilewati
sehungga pematang sawah tidak padat dan mudah rusak apabila adanya
gangguan mekanik dari luar. Erosi tanah dipengaruhi oleh erodibilitas dan
karakteristik tanah. Erodibilitas meliputi proses pelepasan, pengangkutan dan
permeabilitas tanah atau kemampuan tanah untuk menyerap dan melalukan air.
Sedangkan karakteristik tanah dipengaruhi oleh tekstur tanah, struktur tanah,
bahan organik dan infiltrasi tanah

7
Gambar 5. Erosi Tebing

Gambar diatas merupakan gambar erosi tebing yang terjadi di Desa


Manemeng Kecamatan Brang Ene. Erosi tebing ini mengakibatkan puluhan petak
sawah ambles atau longsor. Erosi tebing ini terjadi akibat aliran air sungai yang
ada disebelahnya. Erosi tebing ini menyebabkan hilangnya lahan pertanian milik
warga yang sudah digarap selama bertahun tahun.
Dampak yang terjadi akibat terjadinya erosi tebing ini adalah hilangnya
lahan pertanian milik warga sehingga warga tidak dapat lagi melakukan usahatani
di wilayah tersebut. Selain puluhan petak lahan pertanian amblas atau longsor,
erosi tebing sungai juga mengancam fasilitas publik seperti pasar, jalan, Kantor
Kecamatan hingga Puskesmas Brang Ene.
Permasalahan ini perlu adanya perhatian serius dari pemerintah setempat.
Pemerintah Desa dan Kecamatan telah melihat sendiri proses erosi tebing sungai
yang mengorbankan lahan pertanian yang telah puluhan tahun digarap oleh warga
setempat. Namun, hingga saat ini belum ada tindak lanjut dari pihak pemerintah.
Pemerintah sempat mengatakan akan segera memasang beronjong sebagai
upaya konservasi secara mekanis untuk mengatasi permasalahan ini. Tetapi
sudah sekian camat beganti, beronjong pun tak kunjung di pasang. Seiring
berjalannya waktu semakin banyak bagian yang lain ikut amblas dihantam
terjangan air sungai akibat intensitas hujan yang masih tinggi. Pemerintah
kecamatan meminta meminta masyarakat, terutama petani pemilik lahan di tebing
sungai untuk kreatif dalam menghadapi persoalan abrasi. Petani diminta untuk
menanam rumput gajah di tebing sungai sebagai penahan alami erosi sembari
menunggu pemerintah Daerah turun.
Penyebab terjadinya erosi atau faktor yang dapat mempengaruhi erosi
yaitu: Iklim memiliki beberapa komponen salah satunya adalah air hujan. Air hujan
sangat berpengaruh terhadap terjadinya erosi. Air hujan turun ke bumi menuju
tanah sehingga jika tidak ada serapan dari tanaman atau tutupan lahan, air akan
menjadi run-off atau mengalir dari daerah tinggi menuju daerah yang lebih rendah
sehingga tanah yang berada di permukaan akan ikut bersama air tersebut dan
menuju ke bawah. Daerah yang mengalami erosi ditandai dengan daerah aliran
sungai memiliki air yang keruh seperti kopi susu. Hal ini dikarenakan tercampurnya
tanah dengan air limpasan permukaan.

8
Semakin panjang lereng maka semakin banyak air yang melintas sehingga
terjadinya erosi semakin besar. Sama juga dengan kemiringan lerengan jika
kemiringan semakin besar maka laju air semakin deras yang dapat memperbesar
laju erosi. Dengan adanya vegetasi, maka terdapat tajuk yang akan menutupi
tanah. Tajuk ini berfungsi untuk mengurangi intensitas turunnya air hujan ke tanah
sehingga erosi dapat terkontrol dan masih dalam batas wajar. Daun yang gugur
juga menjadi sumber bahan organik tanah sehingga tanah dapat menambah
pasokan bahan organik yang akan berpengaruh pada struktur tanah. Selain itu
dengan adanya seresah maka permukaan tanah menjadi tidak rata sehingga
gerakan air dapat terhambat (run-off lambat). Manusia merupakan makhluk hidup
yang dapat mengolah sumberdaya alam namun tidak semua teknik yang
digunakan benar karena dengan adanya pengelolaan sumberdaya alam yang
tidak tepat maka akan terjadi kerusakan lingkungan. Contoh penggunaan
sumberdaya yang tidak tepat dan tidak memperhatikan kelestarian lingkungan
adalah pertanian tanpa usaha konservasi yaitu pertanian konvensional dengan
sistem tanam monokultur yang dapat menyebabkan hilangnya sebagian unsur
hara pada tanah. Maka dari itu, pengelolaan tanah harus dilakukan dengan tepat
agar menghasilkan produk yang baik dan sehat .
Erosi memiliki dampak yang buruk baik di daerah tempat kejadian erosi yaitu
dibagian hulu maupun dibagian bawah atau bagian hilir tempat mengendapnya
sedimen yang menyebabkan daerah hilir itu terjadi sedimentasi. Erosi sendiri
mengakibatkan kerusakan fisik, kimia dan biologi tanah (Sutrisno,2013).
Dampak utama erosi dalam bidang pertanian adalah hilangnya lapisan atas
tanah yang subur, berkurangnya kedalaman solum tanah, dan tanah kehilangan
kelembapan yang menyebabkan produktivitas lahan berkurang. Begitu banyak
dampak dari erosi, mulai dari terjadinya tanah longsor, berkurangnya ketersediaan
air, perubahan struktur tanah, penurunan kapasitas infiltrasi dan penyerapan air
tanah, dan hilangnya bahan organik tanah (Yudhistira, 2011).
Pengaruh erosi dapat terjadi dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Pengaruh langsung dapat berupa gangguan terhadap nutrisi yang disediakan
terhadap tanaman semakin sedikit dan tanah tidak subur, pupuk yang diberikan ke
tanah pun ikut hanyut bersama air permukaan. Pengaruh tidak langsung bisa
berupa beberapa hal seperti berikut: Penurunan kualitas tanah, penurunan
kedalaman perakaran, penurunan kapasitas air tersedia untuk tanaman,
penurunan c-organik tanah dan timbul sifat fisik tanah yang tidak dapat digunakan
oleh tanaman.

9
BAB II
PERMASALAHAN DAN KARAKTERISTIK KERUSAKAN LAHAN

2.1 Macam Macam Kerusakan Lahan


a) Erosi Percik

Gambar 6. Erosi Percik


Erosi percik yang terjadi di sekitar Bandung Timur khususnya yang terletak di
Desa Cimencrang. Masalah yang terjadi yaitu banyaknya sampah yang ada
disekitar sungai dan tanggul pada sungai yang sering jebol apabila hujan turun
dengan intensitas besar sehingga kemungkinan terjadinya erosi pada lahan
tersebut besar. Percikan air hujan yang jatuh ke pematang sawah menyebabkan
terjadinya erosi percik sehingga pematang sawah menjadi sempit dan sulit untuk
dilewati sehingga pematang sawah tidak padat dan mudah rusak apabila adanya
gangguan mekanik dari luar.
b) Erosi Permukaan

Gambar 7. Erosi Permukaan

10
Gambar diatas merupakan kerusakan akibat dari erosi permukaan yang
terjdadi di daerah wilayah Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Kejadian erosi permukaan ini terjadi pada kawasan hutan lindung di
Kabupaten Gunung Kidul, yang saat ini telah di alih fungsikan menjadi lahan
pertanian, pemukiman, perkebunan, pertambangan dan pariwisata.

Kondisi dari DAS Oyo sebagian besarnya merupakan bentuk lahan


pegunungan-perbukitan dengan lereng yang sangat curam. Kebanyakn
penggunaan lahannya adalah berupa tegalan yang rentan akan erosi dan
longsoran, sehingga menyebabkan potensial DAS menjadi kritis. Dari gambar
kenampakan erosi permukaan di lapangan diatas dapat diketahui bahwa faktor
kemiringan lahan dan faktor penggunaan lahan merupakan faktor dominan yang
mempengaruhi besar erosi tanah dan tingkat bahaya erosi permukaan. Kemudian
apabula lahan hanya diolah untuk tegalan dengan tanaman semusim saja, maka
akan mendorong terjadinya bahaya erosi permukaan yang merugikan bagi
masyarakat.

c) Erosi Alur

Gambar 8. Erosi Alur

Gambar diatas merupakan erosi alur yang terjadi pada daerah Sumber Brantas
Kota Batu. Erosi alur ini terjadi pada situs di lahan pertanian terbuka, tidak ada
tumbuhan pelindung ataupun penahan angin. Jenis tanah pada daerah Sumber
Brantas Batu adalah andosol dimana umunya subur dan tidak menimbulkan erosi
jika dikelola dengan benar. Pengelolaan yang tidak benar menyebabkan tanah
andosol ini akan berkurang kandungan bahan organiknya dan perlindungan tanah
terhadap butiran air juga mengalami penurunan.

11
d) Erosi Selokan

Gambar 9. Erosi Selokan

Gambar diatas merupakan erosi selokan (gully erosion) yang terjadi di sekitar
kaki gunung Merapi. Dampak yang ditimbulkan dari adanya erosi selokan untuk
pertanian ada 2 yaitu dampak langsung dan tidak langsung. Dampak langsung
yaitu menyebabkan lahan tersebut kekurangan bahan organik tanah karena sudah
tidak adanya lapisan top soil tanah. Sedangkan dampak tidak langsungnya yaitu
timbulnya dorongan untuk membuka lahan pertanian baru.
e) Erosi Tebing

Gambar 10. Erosi Tebing


Pada gambar diatas menggambarkan terjadinya erosi tebing sungai Desa
Manemeng Kecamatan Brang Ene, Sumbawa Barat. Erosi dilahan tersebut terjadi
tiap tahun yang mengakibatkan puluhan petak sawah amblas atau longsor, dan
diprediksi lahan pertanian lainnya akan mengikuti garis sungai yang telah amblas.
Selain puluhan petak lahan pertanian amblas atau longsor, erosi tebing sungai
juga mengancam fasilitas publik seperti pasar, jalan, Kantor Kecamatan hingga
Puskesmas Brang Ene.

12
2.2 Analisis Alur Masalah

Kerusakan Lahan

Erosi (Degradasi Lahan) Hujan

Erosi Percik, Erosi Permukaan,


Erosi Alur, Erosi Selokan, Erosi
Tebing

Penyebab Utama;

Dampak ;

Gambar 11. Diagram Analisis Alur Masalah


Gambar diatas menjelaskan bahwa alur dari permasalah kerusakan
lingkungan yang terjadi yaitu difokuskan pada erosi. Penyebab utama erosi adalah
akibat penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, pengolahan
lahan yang salah, dan tidak dipakainya teknik atau prinsip-prinsip pengawetan
(konservasi) tanah dan air secara memadai dan tepat. Kerusakan tanah akibat
erosi dapat mengakibatkan menurunnya kesuburan serta produktivitas tanah,
bahaya banjir pada musim hujan, serta kemungkinan kekeringan pada musim
kemarau, dan pelaksanaan pendangkalan sungai dan waduk serta meluasnya
lahan kritis. Pada umumnya erosi yang dibangun oleh tiga faktor, yaitu energi
(hujan, air, angin, limpasan, kemiringan, dan panjang lereng), aspek ketahanan
(erodibilitas tanah yang ditentukan oleh beberapa sifat fisik dan kimia tanah), dan
aspek konservasi (penutupan tanah oleh vegetasi atau ada tidaknya tindakan
konservasi). Dengan kondisi tersebut perlu diketahui daerah-daerah mana saja
yang memiliki tingkat kerawanan erosi yang tinggi, agar dapat dilakukan tindakan-
tindakan pencegahan yang sesuai dengan keadaan di wilayah tersebut.
Erosi lahan yaitu dimulai dari proses limpasan kemudian pengangkutan
dan berakhir dengan pengendapan. Limpasan terjadi karena jumlah air melebih
kemampuan serap tanah akibat adanya hujan. Lebih memprihatinkan dan
mengkawatirkan perilaku pemanfaatan lahan yang tidak didasarkan pada prinsip-
prinsip kelestarian sumberdaya lahan, perilaku yang demikian itu tidak saja terjadi
pada kawasan budidaya namun juga telah terjadi pada kawasan lindung.
Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi
perlindungan terhadap seluruh bagian DAS yaitu dari segi fungsi tata air.
Sehingga aktivitas perubahan tata guna lahan yang dilaksanakan di daerah hulu
DAS tidak hanya berpengaruh dimana kegiatan tersebut berlangsung, tetapi juga
akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit
dan pengangkutan sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran air lainnya

13
hingga lahan-lahan di sekitar DAS menjadi kritis (Fauzi, 2016). Pada umumnya,
frekuensi curah hujan yang deras di daerah aliran sungai (DAS) dan lahan–lahan
yang mengalami proses degradasi dan sistem drainase buruk menyebabkan
dominannya masalah banjir.
Tanah tanpa tutupan vegetasi akibat alih fungsi lahan dapat mengganggu
proses penyerapan dan penyimpanan air akibat terjadinya
Crusting(Pengerakan/pengerasan lapisan tanah). Hal tersebut juga
mempengaruhi limpasan air. Apabila lintasan air semakin lancar atau besar,
maka potensi erosi pun akan semakin besar. Terjadinya erosi akan menyebabkan
degradasi atau penurunan kualitas lahan. Kualitas tanah menurun karena bahan
organik dan zat hara tanah terbawa saat erosi (Kurnia et al., 2005). Selanjutnya
apabila penyimpanan air dalam tanah tidak baik maka akan terjadi kekeringan
pada musim kemarau. Hal tersebut karena air yang tersimpan tidak mencukupi
hingga musim kemarau. Permasalahan kerusakan lahan dapat terjadi apabila
prinsip konservasi tanah dan air tidak diterapkan, keterampilan dan pengetahuan
pengolah lahan juga menjadi salah satu penyebab permasalahan kerusakan
lahan. Hal tersebut terjadi karena tidak ada tindakan usaha konservasi pada lahan,
topografi lahan yang berupa lereng tidak dimanfaatkan dengan baik seperti
penggunaan teras maupun guludan yang melawan arah lereng sebagai bentuk
konservasi lahan.

2.3 Akar Masalah


a. Erosi permukaan
Erosi permukaan yang terjadi di daerah wilayah Kabupaten Gunung Kidul,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta disebabkan faktor kemiringan lahan dan
faktor penggunaan lahan oleh alih fungsi lahan. Erosi aliran permukaan (overland
flow erosion) akan terjadi hanya dan jika intensitas dan/atau lamanya hujan
melebihi kapasitas infiltrasi atau kapasitas simpan air tanah (Suripin, 2004). Erosi
permukaan terjadi pada kawasan hutan lindung di Kabupaten Gunung Kidul, yang
saat ini telah di alih fungsikan menjadi lahan pertanian, pemukiman, perkebunan,
pertambangan dan pariwisata. Pada wilayah Kabupaten Gunung Kidul juga
terdapat Daerah Aliran Sungai (DAS) Oyo yang sangat berpengaruh terhadap
kegiatan kehidupan dan pembangunan. Kondisi dari DAS Oyo sebagian besarnya
merupakan betnuk lahan pegunungan-perbukitan dengan lereng yang sangat
curam. Kebanyakan penggunaan lahannya adalah berupa tegalan yang rentan
akan erosi dan longsoran, sehingga menyebabkan potensial DAS menjadi kritis.
b. Erosi selokan
Erosi selokan yang terjadi di sekitar kaki gunung Merapi dapat disebabkan oleh
beberapa hal antara lain merupakan kelanjutan dari erosi alur, akibat runtuhnya
terowongan atau saluran dibawah tanah, dan akibat terjadinya tanah longsor yang
arahnya memanjang. Erosi parit/selokan (gully erosion) membentuk jajaran parit
yang lebih dalam dan lebar dan merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur (Suripin,
2004). Erosi parit merupakan proses terjadinya sama dengan erosi alur tetapi alur
yang terbentuk dalam erosi ini sudah semakin besar sehingga tidak dapat
dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa. Tanah-tanah yang biasanya
mengalami erosi ini sangat sulit dijadikan sebagai tanah pertanian. Dampak yang
ditimbulkan dari adanya erosi selokan untuk pertanian ada dua yaitu dampak
langsung dan tidak langsung. Dampak langsungnya yaitu lahan tersebut
kekurangan bahan organik tanah karena sudah tidak adanya lapisan top soil

14
tanah. Sedangkan dampak tidak langsungnya yaitu timbulnya dorongan untuk
membuka lahan pertanian baru.
c. Erosi Alur
Erosi alur yang terjadi pada lahan pertanian didaerah Sumber Brantas Kota
Batu disebabkan oleh beberapa faktor antara lain curah hujan, kemiringan lereng,
dan penggunaan lahan. Lereng yang curam memengaruhi erosi karena,
kecepatan air saat terjadi limpasan umumnya ditentukan oleh kemiringan lereng
yang tidak terputus dan panjang serta terkonsentrasi pada saluran-saluran sempit
yang mempunyai potensi besar untuk terjadinya erosi alur dan parit (Asdak, 2007).
Faktor curah hujan tidak bisa diubah sedangkan faktor kemiringan lereng dapat
diatasi dengan teknik konservasi yaitu pembuatan teras dan juga teknik vegetatif.
Penggunaan lahan yang tidak tepat menjadi faktor penyebab erosi karena lahan
pertanian didaerah Sumber Brantas Kota Batu terbuka, tidak ada tumbuhan
pelindung ataupun penahan angin.
d. Erosi percik
Erosi percik yang terjadi di sekitar Bandung Timur disebabkan oleh adanya
tanah bekas urugan dan sawah, sehingga permukaannya tidak rata. Percikan air
hujan yag jatuh ke pematang sawah mengakibatkan terjadinya erosi percik
sehingga sehingga pematang sawah tidak padat dan mudah rusak apabila adanya
gangguan mekanik dari luar. Erosi percikan (splash erosion) adalah terlepas dan
terlemparnya partikel- partikel tanah dari massa tanah akibat pukulan butiran air
hujan secara langsung. Erosi tanah dipengaruhi oleh erodibilitas dan karakteristik
tanah. Erodibilitas meliputi proses pelepasan, pengangkutan dan permeabilitas
tanah atau kemampuan tanah untuk menyerap dan melalukan air. Sedangkan
karakteristik tanah dipengaruhi oleh tekstur tanah, struktur tanah, bahan organik
dan infiltrasi tanah (Wahyudi, 2014).
Selain itu, masalah yang terjadi yaitu banyaknya sampah yang ada
disekitar sungai dan biasanya tanggul pada sungai jebol apabila hujan turun
dengan intensitas besar sehingga akan terjadinya erosi pada lahan tersebut.
Selain banyak genangan-genangan air, tanah yang dilewati saat menuju sawah
untuk memiliki kepadatan yang rendah, sehingga ketika dilewati tanahnya tidak
padat. Air yang menggenangi tanah ini berwarna hitam dan nampak sudah
tercemari. Air genangan ini berasal dari air hujan yang turun, lalu menggenang di
permukaan karena permukaan tanahnya tidak rata.
e. Erosi Tebing
Erosi tebing sungai Desa Manemeng Kecamatan Brang Ene, Sumbawa
Barat disebabkan oleh tingginya intensitas hujan yang membuat terjangan air
sungai menghantam bagian pinggir lahan pertanian. Erosi tebing sungai
(streambank erosion) adalah erosi yang terjadi akibat pengikisan tebing oleh air
yang mengalir dari bagian atas tebing atau oleh terjangan arus sungai yang kuat
terutama pada tikungan-tikungan Seiring berjalannya waktu semakin banyak
bagian yang lain ikut amblas dihantam terjangan air sungai akibat intensitas hujan
yang masih tinggi. Hal ini dikarenakan tidak adanya bangunan penghalang
terjangan air sungai dengan lahan pertanian. Erosi dilahan tersebut
mengakibatkan puluhan petak sawah amblas atau longsor, dan diprediksi lahan
pertanian lainnya akan mengikuti garis sungai yang telah amblas. Selain puluhan
petak lahan pertanian amblas atau longsor, erosi tebing sungai juga mengancam
fasilitas publik seperti pasar, jalan, Kantor Kecamatan hingga Puskesmas Brang
Ene (Arki, 2020).

15
2.4 Solusi
a. Erosi Permukaan
Teknik konservasi untuk pengendalian erosi permukaan dan laju sedimentasi
wilayah Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat
dilakukan berupa perbaikan vegetasi penutup, penegendalian laju aliran
permukaan dengan memperbaiki sistem terasering, dan perbaikan fungsi hutan.
Tidak hanya itu pada lereng-lereng curam yang terlanjur diolah tanahnya perlu
dikendalikan hasil erosi permukaan yang terangkut ke parit dalam bentuk gully
plug. Menurut Dishutbun (2018), gully plug atau pengendali jurang merupakan
salah satu bentuk bangunan konservasi tanah yang berfungsi sebagai pencegah
atau pengendali erosi agar tidak meluas. Bangunan yang tersusun dari batu dan
kawat bronjong ini dibangun dengan posisi melintang arus air, tetapi tetap bisa
meloloskan air. Ada pemasangan bronjong yang diisi dengan batu dan ada juga
bagian yang hanya diisi dengan batu kosong. Bagian tepi gully plug tertanam di
tanah sehingga lebih kuat dalam menahan arus air dan sedimen. Manfaat dari
gully plug adalah:
- Mencegah terbentuknya jurang atau parit yang semakin besar akibat gerusan air.
- Memperbaiki lahan yang rusak akibat gerusan air sehingga terjadi jurang/ parit.
- Mengendalikan endapan/ sedimen serta air dari hulu, sehingga endapan di
wilayah hilir bisa lebih terkontrol.
- Memperbaiki tata air di wilayah sekitarnya.
b. Erosi Selokan
Metode pengendalian erosi yang bisa dilakukan yaitu dengan menggunakan
metode teknis mekanis yaitu pembuatan teras, selanjutnya bisa dilanjutkan
dengan metode vegetasi dengan cara menanam tanaman penutup tanah atau
dengan penanaman tumbuhan dalam jalur (Strip croping). Teras merupakan
metode konservasi yang ditujukan untuk mengurangi panjang lereng, menahan air
sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, serta
memperbesar peluang penyerapan air oleh tanah. Teras yang dapat diterapkan di
lahan yaitu teras kredit. Teras kredit dalah teras yang terbentuk secara bertahap
karena tertahannya partikel-partikel tanah yang tererosi oleh barisan tanaman
yang ditanam secara rapat seperti tanaman pagar atau strip rumput yang ditanam
searah kontur (Dariah et al., 2005). Teknik konservasi dengan strip rumput (grass
strip) biasanya menggunakan rumput yang didatangkan dari luar areal lahan, yang
dikelola dan sengaja ditanam secara strip menurut garis kontur untuk mengurangi
aliran permukaan dan sebagai sumber pakan ternak. Rumput yang ditanam
sebaiknya dipilih dari jenis yang berdaun vertikal sehingga tidak menghalangi
kebutuhan sinar matahari bagi tanaman pokok, tidak banyak membutuhkan
ruangan untuk pertumbuhan vegetatifnya, mempunyai perakaran kuat dan dalam,
cepat tumbuh, tidak menjadi pesaing terhadap kebutuhan hara tanaman pokok
dan mampu memperbaiki sifat tanah (Subagyono et al., 2003).
c. Erosi Alur
Untuk mengatasi erosi tanah didaerah Sumber Brantas Kota Batu dapat
dilakukan dengan pembuatan teras untuk mengatasi kemiringan lahan.
Pembuatan teras dalam budidaya kentang dilakukan searah kontur lahan dan
membuat drainase sehingga tanaman kentang tidak mudah busuk. Teras yang
dapat diterapkan didaerah Sumber Brantas Kota Batu adalah teras gulud. Menurut
Dariah et al., (2005), teras gulud adalah barisan guludan yang dilengkapi dengan
saluran air di bagian belakang guludnya. Metode ini dikenal pula dengan istilah
guludan bersaluran. Bagian-bagian dari teras gulud terdiri atas guludan, saluran
air, dan bidang olah. Fungsi dari teras gulud hampir sama dengan teras bangku,
yaitu untuk menahan laju aliran permukaan dan meningkatkan penyerapan air ke
dalam tanah. Saluran air dibuat untuk mengalirkan aliran permukaan dari bidang

16
olah ke SPA. Untuk meningkatkan efektivitas teras gulud dalam menanggulangi
erosi dan aliran permukaan, serta agar guludan tidak mudah rusak sebaiknya
guludan diperkuat tanaman penguat teras. Jenis tanaman yang dapat digunakan
sebagai penguat teras bangku, dapat juga digunakan sebagai tanaman penguat
teras gulud. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan teras gulud
adalah:
- Teras gulud cocok untuk kemiringan lahan antara 10-40%, dapat juga
diterapkan pada kemiringan 40-60%, namun relatif kurang efektif.
- Pada tanah yang permeabilitasnya tinggi, guludan dapat dibuat tepat menurut
arah garis kontur. Sedangkan pada tanah yang permeabilitasnya rendah, guludan
dibuat miring terhadap kontur sebesar tidak lebih dari satu persen menuju ke arah
saluran pembuangan. Hal ini ditujukan agar air yang tidak segera masuk ke dalam
tanah dapat disalurkan dengan kecepatan rendah keluar lapangan.
d. Erosi Percik
Konservasi secara mekanis dapat dilakukan di lahan yang terkena erosi
percik di sekitar Bandung Timur adalah dengan pembuatan teras datar. Menurut
Arsyad (2010), teras datar dibuat tepat menurut arah garis kontur dan pada tanah-
tanah yang permeabilitasnya cukup besar sehingga tidak terjadi penggenangan
dan tidak terjadi aliran air melalui tebing teras. Teras datar pada dasarnya
berfungsi menahan dan menyerap air, dan juga sangat efektif dalam konservasi
air di daerah beriklim agak kering pada lereng sekitar dua persen. Tujuan
pembuatan teras datar adalah untuk memperbaiki pengaliran air dan pembasahan
tanah, yaitu dengan pembuatan selokan menurut garis kontur. Tanah galian
ditimbun di tepi luar sehingga air dapat tertahan dan terkumpul. Di atas pematang
sebaiknya ditanami tanaman penguat teras berupa rumput makanan ternak.
Konservasi secara vegetatif yang dapat diterapkan adalah penanaman
tanaman penutup (cover crop).. Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan atau
tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman kerusakan
oleh erosi dan untuk memperbaiki sifat kimia dan sifat fisik tanah. Berdasarkan
gambar diatas, tanaman penutup tanah rendah yang ada dilapangan terlihat rapat
sehingga tanah terlindung dari erosi. Selain itu, pertumbuhan jenis rumput-
rumputan ini juga dapat tumbuh dengan cepat dan membantu meminimalkan daya
tumbuk air hujan ketika bersentuhan dengan daun rumput-rumputan. Tanaman
penutup tanah rendah terdiri dari jenis rumput-rumputan dan tumbuhan merambat
atau menjalar yang banyak terdapat pada talud dan tampingan teras bangku yang
berfungsi untuk melindungi tanah dari butir-butir air hujan, mengurangi kecepatan
aliran permukaan dan memperbesar infiltasi kedalam tanah sehingga mengurasi
erosi.Kemampuan teras bangku sebagai pengendali erosi akan meningkat bila
ditanami dengan tanaman penguat teras seperti rerumputan.
e. Erosi Tebing
Konservasi mekanis yang dapat dilakukan adalah dengan memasang
beronjong sebagai upaya menahan air. Bronjong merupakan teknik konservasi
dengan cara penyusunan batu-batu yang dieratkan dengan kawat, dipasang pada
tebing sungai yang rawan longsor. Teras batu atau batu penahan (stone terrace
works), pada prinsipnya sama dengan teras tembok atau tembok penahan. Pada
batu penahan biaya yang digunakan lebih sedikit, namun tingkat kekuatannya
lebih rendah dibanding tembok penahan. Pada teknik ini dapat dikombinasikan
dengan konservasi vegetatif seperti dengan penanaman rumput (rumput gajah),
bambu atau tanaman keras karena dapat membantu menjaga kestabilan
permukaan tanah (Halengkara et al., 2012).

17
BAB III
REKOMENDASI STRATEGI KONSERVASI TANAH DAN AIR
Konservasi tanah adalah satu bagian penting yang sering dilupakan oleh
para petani budidaya. Hal ini akan terjadi dampak degradasi tanah tidak selalu
segera terlihat di lapangan dan tidak secara langsung hasil panen turun secara
drastis. Kerusakan lingkungan akibat dari pengolahan lahan yang kurang peduli
dengan kaidah konservasi tanah dan air. cara pengelolaan konvensional yang
mendorong terjadinya erosi dan degradasi lahan dan umur tanaman yang semakin
tua mengakibatkan produksi tanaman cenderung terus menurun. Agar kerusakan
sumberdaya lahan tidak berkelanjutan dan produktivitas meningkat maka perlu
adanya revolusi kebijakan khususnya terhadap konservasi tanah dan air serta
penerapan teknologinya. Konservasi tanah memiliki arti sebagai penempatan
setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan
tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat syarat yang
diperlukan agar tidak terjadinya kerusakan tanah. Konservasi air didefinisikan
sebagai penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian dengan
seefisien mungkin dan mengatur waktu pengaliran agar tidak terjadinya banjir yang
dapat merusak tanah dan tersedia air yang cukup pada musim kemarau tiba.
Konservasi tanah dan air mempunyai hubungan yang sangat erat. Setiap
perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada
tempat tersebut dan mempengaruhi ke tempat tempat hilirnya.
Degradasi tanah terjadi terutama disebabkan oleh lemahnya penerapan
teknik konservasi tanah sehingga laju erosi meningkat. Degradasi tanah terjadi
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan teknik pertanian dalam hal pengendalian
erosi, konservasi tanah dan air, serta kurangnya perhatian masyarakat terhadap
lingkungan. Dalam menanggulangi berbagai permasalahan erosi lahan yang
menimbulkan sedimentasi pada sungai dan tetap menjamin tersedianya air yang
cukup pada saat musim kering, khususnya di daerah aliran sungai Sumberjaya
Lampung, maka langkah yang paling tepat adalah segera melaksanakan
konsevasi lahan untuk melestarikan tanah dan air (land and water conservation).
Usaha yang bisa dilakukan dalam meningkatkan konservasi tanah dan air adalah
mengendalikan erosi dengan terasiring, mekanik, vegetasi, reboisasi, dan
pembuatan bangunan gully plug.
Teknologi konservasi merupakan suatu pengelolaan sumber daya lahan
yang menjamin pemanfaatannya, sehingga mutu dalam melestarikannya sangat
perlu untuk dipertahankan. Secara teknis dengan terjadinya degradasi lahan
diperlukan upaya untuk memulihkan suatu lahan khususnya pada kesuburan
tanahnya. Namun diperlukan sebuah komitmen dan kebijakan yang mendukung
guna keberlangsungan konservasi lahan. Dalam teknologi konservasi lahan perlu
melakukan pemulihan kesuburan tanah yang mana, tanah tersebut nantinya
digunakan untuk tempat pertumbuhan suatu tanaman. Pemulihan kesuburan
tanah dapat dilakukan dengan pemetaan tanah yang terbagi dalam tiga kategori
degradasi, yakni rendah, sedang, dan tinggi, kemudian dilakukan remediasi
dengan berbagai teknik (termasuk mikroba). Perbaikan kesuburan tanah dapat
dilakukan, antara lain pemupukan dengan kuantitas tertentu, pada masing-masing
tanah yang terdegradasi menurut klasifikasi kerusakannya. Penggunaan pupuk
organik juga diusulkan untuk mengefisienkan penggunaan pupuk anorganik.

18
Konservasi ini dibagi menjadi dua yaitu tanah dan air. Konservasi air dibagi
menjadi pada dua musim yaitu hujan dan kemarau. Ketika datangnya hujan maka
akan terjadi pelimpahan air yang menyebabkan terjadinya erosi, longsor dan banjir
sehingga kualitas air menurun dan saat kemarau datang ketersediaan air terbatas
sehingga mengalami kekeringan didaerah tersebut. Cara mengatasi hal tersebut
yaitu dengan melakukan pemanenan air hujan dan menggunakan sumberdaya air
secara efisien dan efektif.
Konservasi tanah dan air ini memiliki tiga tujuan yaitu untuk menjaga dan
memelihara agar tanah dan lahan tidak menjadi rusak untuk jangka waktu yang
tak terbatas, memperbaiki tanah dan lahan yang terlanjur rusak agar produktivitas
menjadi baik atau yang biasa kita sebut yaitu reklamasi, serta meningkatkan
kualitas tanah dan lahan akan produktivitas tanah dan lahan sesuai dengan
peruntukan baik untuk ekologi, ekonomi, sosial secara berkesinambungan.
Langkah strategi untuk melakukan konservasi tanah dan air ini ada dua yaitu
mengurangi energi perusak tanah dan air hujan dan meningkatkan ketahanan
tanah agat tidak mudah dirusak oleh air hujan. Langkah strategi ini dapat dilakukan
melalui dua metode yaitu metode vegatatif dan mekanisme.
Konservasi tanah dan air harus dilakukan secara terpadu dengan
koordinator yang jelas untuk menjamin kelestarian sumber daya alam terutama
dalam upaya konservasi air dan tanah bagi kesejahteraan masyarakat.
Kelembagaan yang menangani konservasi tanah dan air harus dilekatkan dengan
fungsi, tugas dan wewenang pada para pelaksanaanya di lapangan yang terkait
secara struktural dengan instansi yang berwenang karena kalau kaya dibentuk
secara adhoc saja itu tidak relevan. Lembaga harus tegas dalam menangani
pelaksanaan konservasi tanah dan air. Diberi sanksi apabila pelaksana ada yang
tidak serius bekerja mulai dari tahapan pra survei, rekonesen, semi detail, detail
dan intensif. Peningkatan spesialisasi, profesionalisasi dan koordinasi para
individu pelaksana/instansi yang diberi tanggung jawab menangani konservasi
tanah dan air, masih perlu ditingkatkan dibarengi dengan kepedulian tinggi.
Pelaksanaan sanksi hukum yang tegas bagi para pelanggar ketentuan dari
konvensi tanah dan air serta perlu meningkatkan kreativitas petani dan dukungan
dari para ahli demi keberhasilan program penghijauan dan reboisasi sebagai
bentuk kontribusi dan komunitas pedesaan karena itu sangat penting sekali
(Beydha, 2002).
Konservasi tanah dan air terbukti dapat meningkatkan produktivitas
pertanian secara berkelanjutan serta dapat memperoleh keuntungan usaha tani,
memperbaiki ketahanan pangan. Hal ini sependapat dengan FAO (2010)
Konservasi tanah dan air melalui pendekatan agroekosistem dapat meningkatkan
keuntungan usaha tani, memperbaiki ketahanan pangan, dan meningkatkan
produktivitas lahan secara berkelanjutan. Upaya lain yang dapat dilakukan yaitu
menerapkan secara simultan tiga prinsip konservasi tanah dan air, yaitu olah tanah
minimum, penggunaan penutup tanah permanen berupa residu tanaman dan/atau
tanaman penutup tanah (cover crop), serta rotasi tanaman (FAO 2010). Aspek
penting dalam konservasi tanah dan air pada lahan kering terdegradasi di daerah
tropis adalah penutup tanah organik karena dapat mempengaruhi neraca air
tanah, Teknologi konservasi tanah dan air untuk mencegah degradasi

19
Secara garis besarnya metode dari konservasi tanah dan air dibagi menjadi
4 metode yaitu: metode vegetative, teknis, mekanik, dan kimia. Penggunaan teknik
konservasi tanah di Indonesia diarahkan pada tiga prinsip utama yaitu
perlindungan menutup tanah dengan tumbuhan dan tanaman atau sisa-sisa
tumbuhan agar terlindung dari daya rusak butir-butir hujan yang jatuh,
memperbaiki dan menjaga keadaan tanah agar resisten terhadap daya hancur
agregat oleh tumbukan butir-butir hujan dan pengangkutan oleh aliran permukaan,
memperbesar daya serapnya untuk menyerap air di permukaan tanah, dan
mengatur aliran permukaan agar mengalir dengan kecepatan yang tidak merusak
dan memperbesar jumlah air yang terinfiltrasi ke dalam tanah (Asriadi dan
Pristianto, 2018). Manusia memiliki keterbatasan dalam mengendalikan erosi,
sehingga kriteria tertentu yang dapat membantu dalam tindakan konservasi tanah
sangat diperlukan. Untuk teknik konservasi yang direkomendasikan akan
menggunakan dua pendekatan atau metode, yaitu metode vegetative dan metode
mekanis.
3.1 Metode Vegetative
Metode vegetative ini dapat dibilang metode, yang menggunakan tanaman
sebagai penanganan permasalahan erosi, dengan memanfaatkan tutupan dari
permukaan daun dan daya serap akar, seperti penggunaan tanaman tahunan.
Untuk metode vegetative dapat menggunaan penambahan tanaman penutup
(cover crop), wanatani (agroforestry), penghutanan kembali (reforestation),
pergiliramh tanaman (crop rotation), dan banyak lagi. Metode tersebut merupakan
rekomendasi teknik vegetative yang cocok untuk permasalahan erosi, yang dapat
mencegah permasalahan erosi ataupun untuk memperbaiki tanah yang sudah
terkikis oleh erosi.
Salah satunya adalah penambahan tanaman penutup (cover crop) pada
lahan yang terbuka untuk mencegah dan mengendalikan erosi. Menurut Santoso
et al. (2004), tujuan dari penenaman tanaman penutpu adalah: 1) melindungi
permukaan tanah dari erosi percikan akibat jatuhnya tetesan air hujan; 2)
meningkatkan kandungan bahan organic tanah dan memperbaiki sifat-sifat fisik
dan kimia tanah; 3) menekan pertumbuhan gulma sehingga dapat mengurangi
biaya perawatan tanaman; dan 4) meminimumkan perubahan-perubahan iklim
mikro dan suhu tanah, sehingga mampu untuk menyediakan lingkungan yang lebih
baik bagi tanaman.

Gambar 12. Contoh tanaman penutup

20
Selanjutnya dari metode vegetative dapat melakukan wanatani atau
(agroforestry). Wanatani merupakan salah satu bentuk konservasi tanah yang
menggabungkan antara tanaman tahunan dengan komoditas lainnya yang
ditanam secara bersama-sama ataupun secara bergantian. Dengan adanyan
penggunaan tanaman tahunan, maka akan memperkecil kemungkinan untuk
terjadinya erosi yang jauh lebih baik dari tanaman komoditas pertanian ataupun
tanaman semusim. Hal ini dikarenakna tanaman tahunan memiliki luas penutupan
daun yang lebih lebar dan besar dalam menahan dari tetesan air hujan yang jatuh
dan membuat air tidak jatuh ke permukaan tanah secara langsung. Menyebabkan
dampak erosi yang terjadi tidak begitu besar (Roni, 2015).
Dengan menarapkan wanatani pada lahan dengan lereng yan curam,
maka akan mampu untuk mencegah erosi dan mengurangi tingkat erosi, serta
memperbaiki kualitas tanah. Dibandingkan dengan tanaman musiman yang
dimana membutuhkan pengolahan lahan yang intensif tidak seperti tanaman
tahunan. Pengolahan intensif pada lahan dengan lereng curam atau cukup curam
akan membuat resiko terjadinya erosi semakin besar. Jika dibandingkan tanaman
tahunan yang tidak memerlukan pengolahan tanah secara intensif, perakaran
yang dalam, dan daun yang menutupi tanah dengan rapat akan mampu untuk
melindungi permukaan tanah dan menekan tingkat terjadinya erosi. Menurut Roni
(2015) sistem wanatani juga sudah dikenal masyarakat Indonesia dan telah
berkembang menjadi beberapa macam seperti pertanaman sela, pertanaman
lorong, talun hutan rakyat, kebun campuran, tanaman pelindung, dan silvipastura.
3.2 Metode Mekanis
Tindakan konservasi dengan metode mekanis merupakan cara bagaimana
memperlakukan tanah secara fisik dengan menahan, menampung, dan
mengendalikan tanah yang tererosi dengan menggunakan bangunan-bangunan
penahan tanah. Hal ini dilakukan untuk dapat mengurangi aliran permukaan dan
erosi, serta meningkatkan kemampuan dari penggunaan tanah tersebut. Metode
ini menggunakan cara seperti pengelolaan lahan tegalan dengan menggunakan
sarana fisik seperti tanah dan batu sebagai sarana konservasinya. Tujuan dari
metode ini adalah untuk memperlambat aluran permukaan, mengurangi erosi,
serta menampung dan mengalirkan aliran dari air permukaan (Seloliman, 1997).
Pengendalian erosi secara metode mekanis adalah suatu usaha
pengawetan tanah agar dapat mengurangi banyaknya tanah yang hilang pada
lahan pertanian dengan menggunakan cara-cara mekanis. Usaha-usaha ini juga
ditempuh untuk bertujuan untuk memperlambat aliran permukaan dan
menampung, serta melanjutkan penyaluran air permukaan dengan daya
pengikisan tanah yag tidak merusak. Metode mekanis biasa juga disebut sipil
teknis yang merupakan upaya meciptakan fisik lahan atau merekayasa
sedemikian rupa bidang olah lahan pertanian hingga sesuai dengan prinsip-prinsip
konservasi tanah dan air. Menurut Agus et al. (1999) metode mekanis meliputi:
a. Teras Tembok (Wet Masory)
Pembuatan bangunan teras tembok atau tembok penahan (wet
masonry) bertujuan untuk menghambat aliran air dan erosi, yang dibuat
dari konstruksi beton. Pada bagian saluran dibuat sodetan untuk aliran
air yang dikombinasi tindakan konservasi vegetatif, seperti penanaman
rumput dan cover cropt lain.
Konstruksi ini dipilih apabila terdapat tekanan yang cukup besar dari
bagian belakang, yang berasal dari material tanah maupun volume air

21
yang akan datang dan menginginkan tingkat kekokohan yang tinggi
pada bagian atas bangunan, misalnya akibat batuan yang lonsor dan
lain-lain.

Gambar 13. Contoh bangunan teras tembok

b. Pemasangan Kawat Bronjong (Gabion Works)


Untuk memperkuat konstruksi teras batu, dapat ditambahkan kawat
bronjong yang dapat mengikat material batu satu dengan lainnya.
Penggunaan kawat bronjong mutlak dilakukan apabila teras batu dibuat
bertingkat.

Gambar 14. pemasangan kawat bronjong pada teras penahan bertingkat

c. Teras Kayu (Log Retaining Works)


Teras kayu disebut juga bangunan kayu penahan (Log Retaining
Works), digunakan untuk menahan longsor dalam skala kecil atau

22
tekanan yang tidak besar di belakang dinding penahan. Bangunan ini
relatif berumur pendek, oleh karena itu penanaman vegetasi harus
segera dilakukan untuk menggantikan fungsi teknik sipilnya, dengan
menggunakan fast growing spesies.

d. Teras Karung (Soil Bag Terrace Works)


Teras karung dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk
mengurangi erosi dan longsor. Karung yang berisi tanah dan campuran
bahan organik, pada awalnya berfungsi sebagai konservasi teknik sipil.
Campuran bahan organik yang terdapat dalam karung dapat membantu
mempercepat pertumbuhan vegetasi, baik yang sengaja ditanam
maupun yang tumbuh secara alami, sehingga lambat laun peranan
konservasi teknik sipil digantikan dengan konservasi vegetatif.

e. Saluran Drainase (Water Chanel)


Untuk mendukung bangunan teknik sipil serta upaya konservasi
vegetatif, dapat dibuat saluran yang bermuatan konservasi. Saluran ini
terutama berguna pada saat turun hujan lebat, dimana volume air yang
melimpah perlu disalurkan pada lokasi penampungan atau pembuangan
yang aman. Pada prinsipnya saluran drainase dibagi menjadi beberapa
macam, yaitu:
1. Saluran rumput
2. Saluran dari batu
3. Saluran tertutup
4. Gorong-gorong atau knepel

Gambar 15 & 16. Saluran terbuka dan Gorong-gorong

23
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemaparan diatas terdapat beberapa macam erosi yaitu
erosi alur, erosi permukaan, erosi selokan, erosi percik, dan erosi tebing.
Penyebab utama erosi adalah akibat penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
kemampuannya, pengolahan lahan yang salah, dan tidak dipakainya teknik atau
prinsip-prinsip konservasi tanah dan air secara memadai dan tepat. Konservasi
yang dapat dilakukan untuk mengatasi erosi melalui dua cara yaitu vegetatif
menggunakan cover crop, sistem tanam tumpang sari, agroforestri sedangkan
pada mekanis meliputi pembuatan teras sesaui dengan ketentuan kemiringan
pada lereng, meminimalisir pengolahan intensif, pembuatan saluran drainase dan
lain lain.
4.2 Saran
Adanya kerusakan lahan menjadi hal yang harus diperhatikan.Terutama
kerusakan yang berakibat erosi. Hal tersebut perlu diperhatikan karena terjadi di
daerah aliran sungai yang memang kebutuhan dan aktivitas masyarakat lebih
banyak dilakukan ditempt tersebut. Perlu adanya konservasi yang strategi untuk
memperbaiki kondisi lahan karena terdapat lahan untuk lahan pertanian. Ketika
memperbaiki lahan harus menggunakan kaidah konservasi dengan prinsip prinsip
konservasi sehingga tidak terjadinya kerusakan yang lain dan mengatasi
lingkungan tersebut dengan baik dan tepat.

24
DAFTAR PUSTAKA

Agus, F., A. Abdurachman, A. Rachman, S. H. Tala’ohu, A. Dariah, B.R.


Prawiradiputra, B. Hafif, dan S. Wiganda. 1999. Teknik Konservasi Tanah
dan Air. Sekretariat Tim Pengendali Bantuan Penghijauan dan Reboisasi Pusat.
Jakarta.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Asriadi, A., dan Pristianto, H. 2018. Ringkasan Teori Erosi dan Sedimentasi.
https://osf.io/preprints/inarxiv/3xeyp/. Diakses pada tanggal 17 Oktober
2020.
Beydha, I. 2002. Konservasi Tanah Dan Air Di Indonesia Kenyataan Dan
Harapan. Medan: Universitas Sumatera Utara
Dariah, A., U. Haryati, dan T. Budhyastoro. 2005. Teknologi Konservasi Tanah
Mekanik. Balai Penelitian Tanah.
Dishutbun. 2018. Pelaksanaan Pembangunan Gully Plug Sebagai Upaya
Rehabilitasi Hutan dan Lahan Di DIY. http://www.dishutbun.jogjaprov.go.id/.
Diakses 19 Oktober 2020.
FAO. 2010. FAO: Degradasi Lahan Meningkat. http://www.fao.org. Diakses pada
tanggal 17 Oktober 2020.
Fauzi, R. M. Z., dan Maryono. 2016. Kajian Erosi dan Hasil Sedimen untuk
Konservasi Lahan DAS Kreo Hulu. J. Pembangunan Wilayah dan Kota.
12(4): 429-445.
Gumelar, I., Hikmaya, A. N., & Rahmadi, A. 2018. Kondisi Tanah Tererosi dan
Konservasi Air di Lahan Pertanian Sawah. Bandung: UIN Sunan Gunungjati
Halengkara, S., T. Gunawan dan S. Purnama. 2012. Analisis Kerusakan Lahan
Untuk Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Melalui Integrasi Teknik
Penginderaanjauh dan Sistem Informasi Geografis. Majalah Geografi
Indonesia. 26(2): 149 – 173.
Kurnia, U., Sudirman, dan H. Kusnadi. 2005. Rehabilitasi dan Reklamasi Lahan
Terdegradasi. hlm 147-182 dalam: Teknologi Pengelolaan Lahan Kering
Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Roni, N., G., K. 2015. Konservasi Tanah dan Air.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/bf0ac9c83b7f4817
8b541e094438d210.pdf. Diakses pada tanggal 17 Oktober 2020.
Santoso, D., Purnomo, J., Wigena, I., G., P., dan Tunherkih., E. 2004. Teknologi
Konservasi Tanah Pada Lahan Kering Berlereng: Bab 4. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Seloliman. 1997. Agroforestry for Upland Husbandry: a Farmers’ Friendly.
Presentasi Workshop Agroforestry 2004, Fakultas Kehutanan, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Subagyono, K., S. Marwanto, dan U. Kurnia. 2003. Teknik Konservasi Tanah
secara Vegetatif. Seri Monograf No 1 Sumber daya tanah Indonesia. Balai
Penelitian Tanah, Bogor.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta: Andi
Offset.
Sutrisno, N., & Heryani, N. 2014. Teknologi konservasi tanah dan air untuk
mencegah degradasi lahan pertanian berlereng.
Yudhistira, Y., Hidayat, W. K., & Hadiyarto, A. 2011. Kajian dampak kerusakan
lingkungan akibat kegiatan penambangan pasir di Desa Keningar daerah
kawasan Gunung Merapi. Jurnal Ilmu Lingkungan, 9(2), 76-84.

25

Anda mungkin juga menyukai