Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Laporan Pratikum Biofarmasetika

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA


OBJEK 1
“PENGARUH FORMULASI TERHADAP PROFIL DISOLUSI”

Disusun Oleh :

Kelompok :D

Shift : 4 / Empat

Hari, Tanggal : Rabu, 4 November 2020

Anggota : 1. Lira Prima Putri (1811012002)

2. Silvy Wahyudy (1811013003)

3. KhairatulHusnia (1811013020)

4. Aqsha Mutia Qalbi (1811013037)

5. Zarima Qhothiah (1811013033)

6. M. Dzaki Ali A. (1811013041)

LABORATORIUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2020
PENGARUH FORMULASI TERHADAP PROFIL DISOLUSI

I. Tujuan Percobaan
1. Agar mahasiswa memahami pengaruh formulasi sediaan obat terhadap
profil disolusi.
2. Mengetahui perbandingan profil disolusi paracetamol paten dan
generik.
II. Pendahuluan / Teori

Obat yang beredar di masyarakat terdiri dari obat paten dan obat generik. Obat
generik adalah obat yang beredar dengan nama resmi sesuai zat aktif yang
dikandungnya dan dikemas secara sederhana. Sebaliknya obat paten memakai nama
dagang dari pabrik yang memproduksi walaupun zat aktif yang dikandungnya sama.[1]

Untuk mengetahui perbandingan kualitas obat sediaan generik dengan sediaan


paten perlu diketahui bioekuivalensi antara dua sediaan tersebut. Masing-masing
sediaan diukur bioavailabilitasnya. Perbandingan bioavailabilitas ini disebut
bioekivalansi obat. Dasar untuk menentukan bioavailabilitas suatu obat terlebih dahulu
harus diketahui profil disolusinya.[1]

Sediaan tablet merupakan sediaan padat yang pelepasannya harus diperhatikan


agar aktivitas farmakologinya dapat tercapai. Karena absorbsi dan kemampuan obat
dalam sediaan tablet berada dalam tubuh sangat besar bergantung pada adanya zat aktif
obat dalam keadaan melarut, cepatnya obat dan tablet melarut biasanya menjadi sangat
menentukan. Karena, itu laju larut dapat berhubungan langsung dengan efikasi
(kemanjuran) dari tablet dan perbedaan bioavailabilitas dari berbagai formula.[1]

Sesuatu sediaan farmasi seharusnya memenuhi tiga kriteria utama yakni safety
(aman), efficacy (berefek), dan quality (berkualitas). Untuk produk inovator, evaluasi
mengenai ketiga hal tersebut telah dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh,
mulai dari uji pre-klinik, uji klinik, sehingga post-marketing surveilance dengan biaya
yang sangat besar. Namun bagi produk obat generik (obat copy), telah dipersyaratkan
untuk memenuhi pensyaratan uji ekivalensi baik secara in vitro maupun in vivo. [2]
Uji ekivalensi secara in vitro dapat dilakukan menggunakan uji disolusi
terbanding dengan menggunakan 3 medium disolusi yang berbeda; yaitu medium asam
klorida pH 1,2 atau simulasi cairan lambung tanpa enzim, medium dapar sitrat pH 4,5
dan medium dapar fosfat pH 6,8 atau simulasi cairan intestinal tanpa enzim. Uji
disolusi terbanding dilakukan bertujuan untuk membandingkan profil disolusi antara
produk uji terhadap produk inovator. Uji ini juga merupakan studi awal sebelum uji
ekivalensi secara in vivo dilakukan. [2]

Sifat fisikokimia dan formulasi dari pabrik yang berbeda dapat mengakibatkan
sediaan obat yang mengandung zat aktif yang sama dari pabrik yang berbeda akan
menghasilkan bioavailabilitas yang berbeda dimana bioavailabilitas adalah ukuran
kecepatan dan jumlah zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik. Obat-obat yang
penggunaanya melalui oral, sebelum diabsorpsi melalui dinding usus bahan obat harus
larut dalam cairan saluran cerna. Dengan demikian faktor kelarutan dan kecepatan
pelarutan mempengaruhi kecepatan absorbsi bahan obat. [3]

Kecepatan disolusi merupakan kecepatan zat aktif larut dari suatu bentuk
sediaan utuh/ pecahan/ partikel yang berasal dari bentuk sediaan itu sendiri. Kecepatan
disolusi zat aktif dari keadaan polar atau dari sediaannya didefinisikan sebagai jumlah
zat aktif yang terdisolusi per unit waktu di bawah kondisi antar permukaan padat-cair,
suhu dan kompisisi media yang dibakukan. [4]

Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi :


1) Faktor yang berikatan dengan sifak fisikokimia zat aktif.
 Efek kelarutan obat
 Efek ukuran partikel
2) Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan
 Efek formulasi
 Efek faktor pembuatan sedian
3) Faktor yang berkaitan dengan bentuk sediaan
4) Faktor yang berikatan dengan alat disolusi
 Tegangan permukaan medium disolusi
 Viskositas medium
 pH medium disolusi
5) Faktor yang berkaitan dengan parameter uji.[4]
Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat atau jika obat
diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh seperti itu, laju obat yang
terabsorbsi terutama akan tergantung pada kesanggunpannya menembeus pembatas
membrane. Tetapi, jika disolusi untuk suatu partikel obat lambat, misalnya mungkin
karena karakteristik zat obat atau bentuk dosis yang diberikan, proses disolusinya
sendiri akan merupakan tahap yang menentukan laju dalam proses absorbsi.[5]
Disolusi dapat terjadi langsung pada permukaan tablet, dari granul-granul
bilamana tablet telah pecah atau dari partikel-partikel halus bilamana granul-granul
telah pecah. Pada tablet yang tidak berdesintegrasi, kecepatan disolusinya ditentukan
oleh proses disolusi dan difusi. Namun demikian, bagi tablet yang berdesintegrasi,
profil disolusinya dapat menjadi sangat berbeda tergantung dari apakah desintegrasi
atau disolusinya yang menjadi penentu kecepatan. [5]
Uji Disolusi didefenisikan sebagai proses suatu zat padat masuk ke dalam
pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses zat padat
melarut. Secara prinsip, proses ini dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dan
pelarut. [5]
Persamaan Noyes-Whitney menunjukkan bahwa disolusi dalam suatu wadah
dapat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia obat, formulasi, dan pelarut. Disolusi obat di
dalam tubuh, terutama di saluran pencernaan, dianggap larut dalam lingkungan berair.
Permeasi obat melintasi dinding usus (model membran lipid) dipengaruhi oleh
kemampuan obat untuk berdifusi (D) dan untuk partisi antara membran lipid. Koefisien
partisi yang baik (Koil / air) akan memfasilitasi penyerapan obat.[4]
Selain faktor-faktor tersebut, temperatur medium dan laju pengadukan juga
mempengaruhi laju disolusi obat. Dalam in vivo, suhu tubuh dipertahankan pada 37 °C
secara konstan, dan agitasi (terutama gerakan peristaltik di saluran pencernaan) cukup
konstan. Sebaliknya, studi in vitro tentang kinetika disolusi membutuhkan
pemeliharaan suhu dan pengadukan yang konstan. Suhu umumnya dijaga pada 37 ° C,
dan diaduk dengan kecepatan konstan tertentu seperti 75 rpm (putaran per menit).
Peningkatan suhu akan meningkatkan energi kinetik molekul dan meningkatkan
konstanta difusi, D. Selain itu, peningkatan pengadukan media pelarut akan
mengurangi ketebalan, h, lapisan stagnan, dan memungkinkan pelarutan obat menjadi
lebih cepat.[4]
Parasetamol adalah derivat asetanilida yang berkhasiat sebagai analgetik dan
antipiretik tetapi tidak anti radang. Parasetamol larut dalam 70 bagian air hal ini berarti
parasetamol agak sukar larut dalam air. Disolusi merupakan tahapan yang mengontrol
laju absorpsi obat-obat yang mempunyai kelarutan rendah seperti pada tablet
parasetamol. Disolusi didefinisikan sebagai jumlah obat yang terlarut per satuan waktu
dibawah kondisi, temperatur, dan komposisi medium yang telah distandarisasi. [6]
Asetaminofen banyak digunakan dalam sebagian besar resep karena aman
dalam dosis standar. Dari pengukuran kualitas farmasetika suatu sediaan yang
mengandung bahan aktif dan dosis yang sama serta rute pemberian yang sama tidak
menjamin memberikan ketersediaan farmasetika yang sama. Hal ini disebabkan oleh
modifikasi-modifikasi formulasi yang dilakukan oleh masing-masing pabrik. Laju
pelepasannya merupakan tahap yang paling menentukan kecepatan bioavailabilitas
obat. [7]
Tablet asetaminofen yang beredar ada yang dipasarkan dengan nama generik
atau dengan non-generik (nama dagang/merek). Tablet asetaminofen yang beredar di
pasaran memiliki harga yang berbeda-beda. Penyebab perbedaan harga tablet
asetaminofen ini adalah multifaktorial.[7]
Perbedaan profil disolusi masing-masing produk terkait dengan formulasi
sediaan dari masing-masing produk, baik dipengaruhi dari bahan tambahan (eksipien)
yang digunakan, metode pembuatan dan proses pembuatannya yang berbeda untuk
tiap-tiap produsen. Penetapan kadar zat aktif dilakukan dengan metode
spektrofotometri karena asetaminofen memiliki gugus kromofor yang dapat menyerap
pada panjang gelombang di daerah UV yaitu spektrum larutan pada panjang gelombang
200-400 nm.[7]
Penetapan kadar parasetamol dilakukan pada λ 243 nm. Pengujian dan
penetapan kadar secara spektrofotometri pada Farmakope Indonesia Edisi IV
memerlukan baku pembanding (larutan standar). Hal ini untuk memastikan bahwa
pengukuran dilakukan pada kondisi yang sama untuk spesimen uji dan zat pembanding.
Penetapan kadar baku pembanding harus disiapkan dan dilakukan pengamatannya
dengan cara yang praktis sama dengan yang dilakukan untuk sampel uji. [8]
III. Prosedur Kerja
1. Alat dan Bahan
Alat
 Dissolution tester
 Sprektofotometer UV Vis
 Pipet ukur dan alat-alat gelas Iainnya
Bahan
 HCl 0,1 N
 Tablet parasetamol patent dan generik
2. Cara Kerja
a. Masing-masing kelompok mengarnbil satu sampel uji dengan medium disolusi
yang telah ditetapkan
b. Penentuan panjang gelombang maksimum parasetarnol Suat larutan standar
dengan konsentrasi 10 μg/mL, ukur serapannya pada 220-350 nm.
c. Pembuatan kurva kalibrasi
Buat larutan standar parasetamol dengan konsentrasi 4, 6, 8, 10, 12 dan 14
μg/mL dan ukur serapannya pada panjang gelombang maksimum
d. Penentuan profil disolusi
Wadah penangas air pada alat disolusi diisi dengan air, panaskan hingga
suhunya mencapai 37°C. Tiga buah labu disolusi diisi dengan medium disolusi
(HCl 0,1 N) masing-masing sebanyak 900 mL. Setelah suhu waterbath sudah
mencapai 37°C, masing-masing 1 tablet parasetamol generic dan 1 tablet
parasetamol paten dimasukkan ke dalam 2 labu disolusi berisi medium disolusi,
paddle diputar dengan kecepatan 50 rpm. Sampling larutan disolusi dilakukan
dengan cara dipipet sebanyak 5 mL pada menit ke 5, 10, 15, 20, 25 dan 30.
Setiap selesai sampling, medium diganti dengan medium dari labu disolusi
yang tidak diberi sampel tablet. Semua sampel disolusi disimpan dalam vial
untuk kemudian dilakukan penetapan kadar parasetamolnya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum. Kadar parasetamol
yang terdisolusi per satuan waktu dihitung menggunakan kurva kalibrasi dan
disajikan dalam bentuk kurva waktu vs persentase terdisolusi.
IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. DATA
A. Penentuan panjang gelombang maksimum
 Blanko : HCl 0,1N
 Sample : Paracetamol paten dan generik 500 mg
 λ maks : 243 nm
B. Kurva Kalibrasi Larutan Standar
 Pembuatan larutan baku 100 ppm = 100 𝜇𝑔/𝑚𝐿
 Penimbangan paracetamol : 500 mg
 Pelarut yang digunakan : HCl 0,1 N
 Volume Pelarut : 900 mL
C. Perhitungan Pengenceran Kadar Paracetamol
𝜇𝑔
 Dihitung pada konsentrasi 4,6,8,10,12,14 𝑚𝐿

 Memakai rumus pengenceran : V1 x M1 = V2 x M2

Berikut perhitungannya:

1. V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 100ppm = 10ml x 4ppm
V1 = 0,4 mL, jadi volume yang diambil dari larutan induk yaitu 0,4mL dan di
ad kan 10mL dalam labu ukur

2. V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 100ppm = 10mL x 6ppm
V1 = 0,6 mL, jadi volume yang diambil dari larutan induk yaitu 0,6mL dan di
ad kan 10mL dalam labu ukur

3. V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 100ppm = 10mL x 8ppm
V1 = 0,8 mL, jadi volume yang diambil dari larutan induk yaitu 0,8mL dan di
ad kan 10mL dalam labu ukur
4. V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 100ppm = 10mL x 10ppm
V1 = 1 mL, jadi volume yang diambil dari larutan induk yaitu 1ml dan di ad kan
10mL dalam labu ukur

5. V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 100ppm = 10mL x 12ppm
V1 = 1,2 mL, jadi volume yang diambil dari larutan induk yaitu 1,2mL dan di
ad kan 10ml dalam labu ukur

6. V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 100ppm = 10mL x 16ppm
V1 = 1,6 mL, jadi volume yang diambil dari larutan induk yaitu 1,6ml dan di ad
kan 10mL dalam labu ukur

Faktor Pengenceran = 10 kali untuk kurva kalibrasi paracetamol

D. Data Kurva Kalibrasi


Serapan seri data kurva kalibrasi
Kadar (𝝁𝒈/𝒎𝑳) Absorbansi Hasil Regresi :
4 0,276 a =0,0591
6 0,307 b =0,0474
8 0,426 r =0,9880
10 0,524 R2 = 0,9762
12 0,678 y= 0,0474x+0,0591
16 0,8
Kurva Kalibrasi Paracetamol

y = 0.0474x + 0.0591
Absorbansi R² = 0.9762
1
0.8
Absorbansi
0.6
0.4
0.2 Linear
(Absorbansi)
0
0 10 20

E. Profil disolusi Paracetamol


Waktu Kadar %
Kada
samplin Serapa Pengencera terkorek Terdisolu
Sample r
g n n si si
(mg)
(menit) (mg)
5 0,296 10 44,91 44,91 8,982%
10 0,618 10 106,1 106,36 21,27%
1
15 0,667 20 221,0 221,63 44,33%
4
Paten 20 0,716 25 311,6 312,86 62,57%
3
25 0,737 30 386,1 387,84 77,57%
0
30 0,754 30 395,8 397,97 79,59%
2
5 0,317 10 48,96 48,968 9,793%
10 0,587 10 100,2 100,506 20,101%
Generi
3
k
15 0,638 15 164,8 165,434 33,086%
7
20 0,726 20 253,2 254,168 50,833%
5
25 0,738 25 322,2 323,67 64,733%
6
30 0,804 25 353,5 355,381 71,076%
9
Perhitungan
KKKadar zat uji = C x Volume awal x Fp

𝑽𝒐𝒍.𝒑𝒊𝒑𝒆𝒕 𝒍𝒂𝒓𝒖𝒕𝒂𝒏 𝒅𝒊𝒔𝒐𝒍𝒖𝒔𝒊


Fk = ( ) x ( kadar sebelumnya)
𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 𝑯𝑪𝒍

(𝑲𝒂𝒅𝒂𝒓+𝑭𝒌 )
% terdisolusi = x 100 %
𝑫𝒐𝒔𝒊𝒔

Paten
 5 menit
y = 0,0591 + 0,0474x
0,296 = 0,0591 + 0,0474x
0,0474x = 0,296 – 0,0591 = 0,2369
x = 4,99 µg/ml
Kadar = 4,99 µg/ml x 900ml x 10
= 44910µg
= 44,910mg
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔
FK = x kadar sebelumnya
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐ℎ𝑎𝑚𝑏𝑒𝑟
5 𝑚𝐿
= 900 𝑚𝐿 x 0 mg

= 0 mg
Kadar terkoreksi = Kadar + FK
= 44,910 + 0 mg = 44,910 mg
(44,910 𝑚𝑔 )
% disolusi = x 100 % = 8,982 %
500 𝑚𝑔

 10 menit
y = 0,0591 + 0,0474x
0,618 = 0,0591 + 0,0474x
0,0474x = 0,618 – 0,0591 = 0,5589
x = 11,79 µg/ml
Kadar = 11,79 µg/ml x 900ml x 10
= 106110µg
= 106,110mg
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔
FK = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐ℎ𝑎𝑚𝑏𝑒𝑟 x kadar sebelumnya
5 𝑚𝐿
= 900 𝑚𝐿 x 44,910 mg

= 0,2495mg
Kadar terkoreksi = Kadar + FK
= 106,110 + 0,2495 mg = 106,36 mg
(106,36 𝑚𝑔 )
% disolusi = x 100 % = 21,27 %
500 𝑚𝑔

 15 menit
y = 0,0591 + 0,0474x
0,667 = 0,0591 + 0,0474x
0,0474x = 0,667 – 0,0591 = 0,6079
x = 12,282 µg/ml
Kadar = 12,28 µg/ml x 900ml x 20
= 221040µg
= 221,040mg
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔
FK = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐ℎ𝑎𝑚𝑏𝑒𝑟 x kadar sebelumnya
5 𝑚𝐿
= 900 𝑚𝐿 x 106,36 mg

= 0,590 mg
Kadar terkoreksi = Kadar + FK
= 221,040 + 0,590 mg = 221,63 mg
(221,63 𝑚𝑔 )
% disolusi = x 100 % = 44,33%
500 𝑚𝑔
 20 menit
y = 0,0591 + 0,0474x
0,716= 0,0591 + 0,0474x
0,0474x = 0,716 – 0,0591 = 0,6569
x = 13,85 µg/ml
Kadar = 13,85 µg/ml x 900ml x 25
= 311625µg
= 311,625mg
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔
FK = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐ℎ𝑎𝑚𝑏𝑒𝑟 x kadar sebelumnya
5 𝑚𝐿
= 900 𝑚𝐿 x 221,63 mg
= 1,23 mg
Kadar terkoreksi = Kadar + FK
= 311,625+ 1,23 mg = 312,86 mg
(312,86𝑚𝑔 )
% disolusi = x 100 % = 62,57%
500 𝑚𝑔

 25 menit
y = 0,0591 + 0,0474x
0,737 = 0,0591 + 0,0474x
0,0474x = 0,737 – 0,0591 = 0,6779
x = 14,3 µg/ml
Kadar = 14,3 µg/ml x 900ml x 30
= 386100µg
= 386,10mg
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔
FK = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐ℎ𝑎𝑚𝑏𝑒𝑟 x kadar sebelumnya
5 𝑚𝐿
= 900 𝑚𝐿 x 312,86 mg
= 1,74 mg
Kadar terkoreksi = Kadar + FK
= 386,1 + 1,74 mg = 387,84 mg
(387,84 𝑚𝑔 )
% disolusi = x 100 % = 77,57%
500 𝑚𝑔

 30 menit
y = 0,0591 + 0,0474x
0,754 = 0,0591 + 0,0474x
0,0474x = 0,754 – 0,0591 = 0,6949
x = 14,66 µg/ml
Kadar = 14,66 µg/ml x 900ml x 30
= 395820µg
= 395,82mg
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔
FK = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐ℎ𝑎𝑚𝑏𝑒𝑟 x kadar sebelumnya
5 𝑚𝐿
= 900 𝑚𝐿 x 387,84 mg

= 2,154 mg
Kadar terkoreksi = Kadar + FK
= 395,82 + 2,154mg = 397,97 mg
(397,97 𝑚𝑔 )
% disolusi = x 100 % = 79,59%
500 𝑚𝑔

Paten
90.00% 79.59%
77.57%
80.00%
70.00% 62.57%
% terdisolusi

60.00%
50.00% 44.33%
40.00%
30.00% 21.27%
20.00% 8.98%
10.00%
0.00%
0 5 10 15 20 25 30 35
waktu

 Generik
 5 menit
Y = 0,0591 + 0,0474 X
0,317 = 0,0591 + 0,474 X
x = 5,4409 µg/ml
Kadar = 5,4409 µg/ml x 900 ml x 10
= 48968,35 µg
= 48,968 mg
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
FK = x kadar sebelumnya
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑑𝑖𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖

5ml
= x 0 mg = 0 mg
900ml
Kadar terkoreksi = 48,968 mg + 0 mg
= 48,968 mg
48,968mg
% disolusi = x 100 % = 9,793%
500mg
 10 menit
Y = 0,0591 + 0,0474 X
0,587 = 0,0591 + 0,0474 X
x = 11,1371 µg/ml
Kadar = 11,1371 µg/ml x 900 ml x 10
= 100234,17 µg
= 100,234 mg
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
FK =𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑑𝑖𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖 x kadar sebelumnya

5ml
= x 48,968 mg = 0,272 mg
900ml
Kadar terkoreksi = 48,968 mg + 0,272 mg
= 100,506 mg
100,506mg
% disolusi = x 100 % = 20,101%
500mg
 15 menit
Y = 0,0591 + 0,0474 X
0,638 = 0,0591 + 0,0474 X
x = 12,213 µg/ml
Kadar = 12,213 µg/ml x 900 ml x 15
= 164876,582 µg
= 164,878 mg
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
FK =𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑑𝑖𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖 x kadar sebelumnya

5ml
= x 100,234 mg = 0,556 mg
900ml
Kadar terkoreksi = 164,878 mg + 0,556 mg
= 165,434 mg
165,434mg
% disolusi = x 100 % = 33,086%
500mg
 20 menit
Y = 0,0591 + 0,0474 X
0,726 = 0,0591 + 0,0474 X
x = 14,06 µg/ml
Kadar = 14,06 µg/ml x 900 ml x 20
= 253253,16 µg
= 253,253 mg
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
FK = x kadar sebelumnya
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑑𝑖𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖

5ml
= x 164,878 mg = 0,9159 mg
900ml
Kadar terkoreksi = 253,253 mg + 0,9159 mg
= 254,168 mg
254,168mg
% disolusi = x 100 % = 50,833%
500mg
 25 menit
Y = 0,0591 + 0,0474 X
0,738 = 0,0591 + 0,0474 X
x = 14,322 µg/ml
Kadar = 14,322 µg/ml x 900 ml x 25
= 322262,65 µg
= 322,262 mg
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
FK = x kadar sebelumnya
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑑𝑖𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖

5ml
= x 253,253 mg = 1,406 mg
900ml
Kadar terkoreksi = 322,262 mg + 1,406 mg
= 323,6689 mg
323,668mg
% disolusi = x 100 % = 64,733%
500mg
 30 menit
Y = 0,0591 + 0,0474 X
0,804 = 0,0591 + 0,0474 X
x = 15,715 µg/ml
Kadar = 15,715 µg/ml x 900 ml x 25
= 353591,772 µg
= 353,591 mg
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
FK =𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑑𝑖𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖 x kadar sebelumnya

5ml
= x 322,262 mg = 1,7903 mg
900ml
Kadar terkoreksi = 353,391 mg + 1,7903 mg
= 355,381 mg
355,381mg
% disolusi = x 100 % = 71,076%
500mg
Generik
80.00% 71.08%
64.73%
70.00%

% terdisolusi
60.00% 50.83%
50.00%
40.00% 33.09%
30.00% 20.10%
20.00% 9.79%
10.00%
0.00%
0 5 10 15 20 25 30 35
waktu

paten dan generik


100.00%
77.57% 79.59%
80.00% 71.08%
62.57% 64.73%
% terdisolusi

60.00% 50.83%
44.33%
33.09%
40.00%
21.27%
20.10%
20.00% 9.79%
8.98%

0.00%
5 10 15 20 25 30
waktu

% terdisolusi paten % terdisolusi generik


4.2. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, praktikan melakukan uji profil disolusi untuk
mengetahui pengaruh formulasi sediaan obat terhadap persentase dan profil disolusi
obat sediaan paracetamol paten yang dibandingkan dengan paracetamol generik. Ada
beberapa faktor yang dapat memengaruhi disolusi obat, seperti sifat fisikokimia bahan
obat, faktor formulasi, anatomi dan fisiologi saluran cerna dan lain-lain.

Metode pengujian disolusi dan kondisi yang dilakukan praktikan selama


pengujian pada modified release dosage form perlu disesuaikan dengan sifat
fisikokimia obat dan jenis sediaan. Ini berhubungan dengan formulasi sediaan obat.
Disolusi obat dari bentuk sediaan dikontrol oleh sifat fisikokimia, bentuk sediaan, tipe
alat, dan medium disolusi yang digunakan.

Masing-masing labu disolusi diisi dengan medium disolusi HCl 0,1 N dengan
volume setiap labu yaitu 900 mL. Pada uji ini, diketahui pula bahwa panjang
gelombang paracetamol yang menghasilkan absorbansi maksimum yaitu pada 243 nm.
Sebelum memulai uji pada sediaan paracetamol paten dan generik, praktikan
diharuskan membuat kurva kalibrasi terlebih dahulu. Kurva kalibrasi ini dihitung juga
paracetamol baku yang telah diencerkan terlebih dahulu. Kami menggunakan labu ukur
10 mL, sehingga perhitungan yang kami lakukan yaitu pengenceran dari 100 ppm
menjadi 4,6, 8,10,12, dan 14 ppm yang kemudian di ad sampai batas labu ukur 10 mL.

Kurva kalibrasi diperoleh dari perhitungan kadar (μg/mL) 4,6,8,10,12,16 yang


memiliki absorbansi secara berurutan 0,276; 0,307; 0,426; 0,524; 0,678; 0,8 sehingga
diperoleh persamaan y= 0,0474x + 0,0591. Persamaan garis ini digunakan untuk
menentukan kadar dari sampel pada setiap waktu, dengan keterangan bahwa y adalah
absorbansi dan x adalah kadar yang ditentukan. Untuk mengetahui apakah persamaan
ini membentuk kurva mendekati garis lurus atau belum, kita perlu identifikasi r. Dari
perhitungan diperoleh bahwa r = 0,9880, ini artinya kurva mendekati bentuk garis
lurus, dan R2 = 0,9762.
Selanjutnya, praktikan mengolah data yang ada yaitu pada sampel paracetamol
paten dan generik, keduanya dilakukan sampling pada menit ke 5,10,15,20,25,dan 30.
Pada paracetamol paten, waktu sampling 5 dan 10 menit, pengencerannya yaitu 10 kali.
Pada menit ke-15, pengenceran 20 kali, menit ke-20 pengenceran 25 kali, dan menit
ke-25 juga 30 pengecerannya yaitu 30 kali. Lain pada paracetamol generic.

Waktu sampling paracetamol generik menit ke-5 dan 10 yaitu pengenceran 10


kali. Pada menit ke-15 pengenceran 15 kali, menit ke-20 pengenceran 20 kali, dan pada
menit ke-25 juga 30 pengenceran 25 kali.

Dari perhitungan menggunakan persamaan kurva kalibrasi diperoleh kadar


untuk paracetamol paten pada menit ke-5,10,15,20,25,30 secara berurutan yaitu 44,91;
106,11; 221,04; 311,63; 386,10; 395,82 mg. Untuk kadar terkoreksinya secara
berurutan sesuai menit yang telah disebutkan yaitu 44,91; 106,36; 221,63; 312,86;
387,84; 397,97 mg. Ini dapat diperoleh persentase zat terdisolusi secara berurutan yaitu
8,982; 21,27; 44,33; 62,57; 77,57; 79,59%.

Sedangkan untuk paracetamol generik pada menit ke-5,10,15,20,25,30 secara


berurutan yaitu 48,96; 100,23; 164,87; 253,25; 322,26; 353,59 mg. Untuk kadar
terkoreksinya secara berurutan sesuai menit yang telah disebutkan yaitu 48,968;
100,23; 164,87; 253,25; 322,26; 353,59 mg. Ini dapat diperoleh persentase zat
terdisolusi secara berurutan yaitu 9,793; 20,101; 33,086; 50,833; 64,73; 71,076%.

Ini artinya, semakin lama sediaan tablet dalam medium disolusi semakin besar
persentase zat aktif terdisolusi dalam pelarutnya. Ini berlaku juga pada tubuh kita,
bahwa untuk terlepasnya zat aktif dalam medium disolusi (air) yang membutuhkan
waktu tertentu.

Jika kita lihat kembali pada data di atas, persentase terdisolusi yang lebih besar
yaitu pada paracetamol paten. Seperti yang kita ketahui, sediaan paten dan generik. ada
kemungkinan memiliki formulasi yang berbeda. Ini yang diperkirakan sebagai salah
satu pengaruh lamanya terdisolusi zat aktif dalam medium pelarut.
Praktikan membuktikannya dengan membandingkan kedua grafik antara persen
terdisolusi paracetamol paten dan generik. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa sediaan paracetamol paten memili persen terdisolusi yang kebih baik daripada
paracetamol generik.

Seperti yang kita ketahui bahwa suatu obat padatan dapat mencapai absorbsi
sistemik akan mengikuti proses seperti disintegrasi yaitu pemecahan zat padat menjadi
ukuran yang lebih kecil, kemudia disolusi, dan terakhir absorbsi melalu membrane sel.
Rate limiting step merupakan tahapan yang paling lambat yang mementukan laju obat
mencapai sirkulasi sistemik.

Jika suatu obat, memiliki kelarutan yang kurang baik dalam pelarutnya, dalam
hal ini pada tubuh yaitu dengan medium disolusinya air, maka disolusi merupakan
tahap penentu dalam proses ini.

Dari literatur seharusnya didapatkan hasil bahwa profil disolusi obat paten lebih
baik dibandingkan dengan profil disolusi obat generik, hal ini tentu karena
formulasinya yang memakai jenis eksipien dengan kualitas dan jumlah yang berbeda.
Sediaan tablet oral yang baik biasanya adalah tablet yang keras namun cepat hancur.
Hal ini agar tablet memiliki ketahanan selama proses produksi, pengemasan, dan
distribusi, namun cepat hancur agar zat aktif dapat segera dilepaskan dan tidak
menunda waktu yang dibutuhkan obat untuk menimbulkan efek. Eksipien yang
berpengaruh pada pelepasan zat aktif antara lain pengikat, penghancur, dan pelincir.
Zat pengikat dibutuhkan karena tablet diharapkan memenuhi syarat friabilitas yang
bertujuan untuk tidak rusak pada saat obat didistribusikan.

Dari praktikum ini, kita dapat mengetahui, bahwa faktor formulasi seperti sifat
fisikokimia obat sangat berperan penting dalam tahap terdisolusinya zat aktif dalam
medium disolusi. Paracetamol paten lebih mudah terdisolusi dibandingkan dengan
paracetamol generik. Ini karena, formulasi pada paracetamol paten berbeda dengan
generik. Selain itu, eksipien atau zat pembantu juga mempunyai peranan penting pada
proses disolusi obat.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
 Pada praktikum kali ini diperoleh bahwa profil disolusi paracetamol paten
lebih baik daripada paracetamol generik.
 Data yang dianalisis menunjukkan adanya pengaruh formulasi terhadap profil
disolusi suatu sediaan obat
 Semakin baik formulasi sediaan obat, semakin cepat terdisolusinya zat aktif
dalam medium disolusi
 Dari data juga dapat kita ketahui bahwa tablet dapat terdisolusi dalam medium
disolusinya bergantung dari sifat fisikokimianya.
 Faktor yang dapat mempengaruhi disolusi adalah sifat fisikokimia bahan obat,
faktor formulasi, anatomi dan fisiologi saluran cerna dan lain-lain.

5.2 Saran
 Sebaiknya dilakukan perbandingan data dengan literatur yang ada.
 Perlu diperhatikan ketelitian dalam menghitung, sehingga disarankan untuk
memerhatikan kembali perhitungan apakah sudah benar atau belum.
 Praktikan sebaiknya melakukan perbandingan data menggunakan antara
kalkulator scientific dengan Ms. Excel.
 Pastikan sebelum melakukan uji kepada sediaan uji untuk membuat kurva
kalibrasi terlebih dahulu.
DAFTAR PUSTAKA

[1]. Mursyid MA, Hasyim N, Jauhari EF.Perbandingan Mutu Berdasarkan Profil


Disolusi Tablet Glibenklamid Paten dan Generik yang Beredar di Masyarakat.
As-Syifaa. 2016;08(01):59–68.

[2]. Nor NI binti M, Nuwarda RF. Review : Variasi Metode Uji Disolusi Terbanding
(UDT). Farmaka. 2018;15(1):29–38.

[3]. Deni A, Anita L, Putri M. SCIENTIA Jurnal Farmasi dan Kesehatan Yang
Beredar Dikota Pekanbaru. 2020;10(2):160–5.

[4]. Shargel L, Wu-Pong S, Yu A. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan


Edisi III. Surabaya: Airlangga University Press; 2007.

[5]. Ansel HC. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Ibrahim F, editor.
Jakarta: UI Press; 1989.

[6]. Soedirman I, Siswanto A, Habsari RP. Efek Penambahan Polivinil Pirolidon


Terhadap Disolusi Tablet Parasetamol. Pharmacy. 2010;07(02):106–16.

[7]. Suhesti TS, Nur EP, Farmasi J, Jenderal U. Disolusi Terbanding Tablet
Asetaminofen Produk Generik Berlogo dan Produk Bermerek Compared
Disolution of Acetaminophen Generic Products and Brand Products. Acta
Pharm Indones Acta Pharm Indo. 2018;6(September):60–5.
https://doi.org/10.5281/zenodo.3707217

[8]. Halim A, Hariyani R, Octavia MD. Profil Disolusi Parasetamol Mukoadhesif


Menggunakan Kombinasi Polimer Natrium Karboksimetilselulosa dan Gom
Arab. J Farm Higea. 2010;2(1):51–62.

Anda mungkin juga menyukai