Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Artikel

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional

Geologi regional merupakan informasi tentang tatanan geologi suatu

daerah dengan cakupan dan skala yang relatif luas. Geologi regional perlu

dipelajari untuk memberikan gambaran umum kondisi geologi di daerah

penelitian dan menjadi dasar untuk dilakukannya interpretasi awal faktor-faktor

geologi yang mempengaruhi kondisi geologi daerah penelitian. Faktor-faktor

geologi yang dapat ditinjau secara regional yaitu fisiografi, morfologi, stratigrafi,

dan struktur geologi regional.

2.1.1 Fisiografi Regional

Pulau Sumatera adalah salah satu pulau besar di Indonesia yang

mempunyai potensi panas bumi yang besar. Pulau ini memiliki 84 lokasi panas

bumi dengan total estimasi energi panas bumi mencapai 13.419 Mwe. Pulau

Sumatra merupakan pulau keenam terbesar di dunia. Secara ekspresi fisiografi,

pulau ini memiliki orientasi berarah barat laut-tenggara (Gambar 2.1). Luas area

dari pulau ini ±435.000 km2, dengan panjang terhitung 1650 km dari Banda Aceh

di bagian utara hingga Tanjungkarang di bagian selatan. Lebar yang terhitung

sekitar 100-200 km di bagian utara dan sekitar 350 km di bagian selatan.

Pegunungan Barisan yang berada sepanjang bagian barat membagi pantai barat

dan timur Pulau Sumatra. Lereng yang berarah Samudera Hindia pada umumnya

21
22

curam sehingga menyebabkan sabuk bagian barat biasanya berupa

pegunungan dengan pengecualian 2 embayment pada Sumatra Utara yang

memiliki lebar 20 km. Sabuk bagian timur pada pulau ini ditutupi oleh formasi

Tersier dan dataran rendah aluvial (Darman dan Sidi, 2000).

Manifestasi yang muncul di permukaan didukung oleh kondisi geologi

dimana terdapat struktur di sekitar daerah manifestasi, memungkinkan di daerah

tersebut terdapat sistem panas bumi yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber

energi alternatif. Secara administratif lapangan panas bumi Sorik Marapi terletak

di Kecamatan Panyabungan Barat, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi

Sumatera Utara. Penyelidikan secara terpadu melalui metode geologi, geokimia

dan geofisika diperlukan untuk mengetahui sistem panas bumi yang berada di

lapangan panas bumi Sorik Marapi.

Gambar 2.1 Pembagian zona fisiografi Pulau Sumatera


(disederhanakan dari Van Bemmelen, 1949)
23

2.1.2 Stratigrafi Regional

Pembentukan stratigrafi pada Cekungan Sumatra Utara dimulai sejak

proses sedimentasi pada kala Tersier. Cekungan Sumatra Utara secara

litostratigrafi tersusun atas 8 unit litostratigrafi seperti yang dilihat pada gambar

2.6 (Indonesia Basin Summaries, 2006).

1) Batuan Dasar

Batuan Dasar pada cekungan Sumatra Utara terdiri dari batupasir,

batugamping atau dolomit. Batuan ini padat dan terdapat banyak

rekahan. Batuan ini tidak mengalami perubahan alterasi.

2) Formasi Tampur (Eosen Akhir)

Proses pengendapan sedimen di Cekungan Sumatra Utara dimulai

pada Eosen Akhir yang ditandai dengan pengendapan Formasi

Tampur di atas Tampur Platfrom sebagai platform karbonat, yang

pada beberapa lokasi sering disebut sebagai economic basement.

Formasi ini diendapkan tidak selaras di atas batuan dasar. Pada

Formasi Tampur ini diendapkan batugamping massif, batugamping

bioklastik, kalkarenit, dan kalsilutit. Nodul dari rijang juga ditemukan

di beberapa tempat pada formasi ini. Pada formasi ini juga ditemukan

dolomite dan basal konglomerat. Formasi ini diendapkan pada

sublitoral – open marine selama Eosen Akhir hingga Oligosen Awal.

Batugamping Tampur Eosen pada umumnya ditemukan pada Paparan


24

Malaka (Ryacudu & Sjahbuddin, 1994).

3) Formasi Parapat (Oligosen Awal)

Formasi Parapat diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi

Tampur atau batuan pra- Tersier. Formasi ini diendapkan sebagai

endapan kipas alluvial yang menempati sepanjang Sesar Sumatra.

Litologi yang utama pada formasi ini adalah breksi kuarsa mikaan,

konglomerat dan batupasir mikaan. Batupasir di formasi ini terdapat

struktur sedimen silang siur, struktur ripple dan juga mengandung zat-

zat organik. Lingkungan pengendapan pada umumnya pada cekungan

graben dari batuan asal, fluviatil kadang secara lokal dapat meningkat

menjadi laut dangkal. Ketebalan dari formasi ini bervariasi dengan

tebal maksimal adalah 2700 m. Perubahan ketebalan maupun

penipisan terjadi dengan cepat. Fosil yang ditemukan pada lapisan

yang muda dari formasi menunjukkan umur Oligosen Awal.

4) Formasi Bampo (Oligosen Awal-Oligosen Akhir)

Fase transgresi awal ditandai dengan pengendapan Formasi Bampo

yang diendapkan pada lingkungan marine/lacustrine. Formasi Bampo

diendapkan selaras di atas Formasi Parapat. Akan tetapi, sebagian

Formasi Bampo mempunyai umur yang sama dengan Formasi

Parapat. Litologinya didominasi oleh batulempung berwarna abu-abu

gelap-hitam, batulumpur dan lanau serta banyak ditemukan nodul-

nodul karbonat. Formasi ini mempunyai umur yang berbeda-beda. Di


25

Aceh berumur Oligosen Akhir tetapi di daerah timur mempunyai

umur Miosen Awal. Ketebalan Formasi ini di bagian selatan antara 0-

120 m, di timur antara 220-550 m, di utara 2400 m.

Formasi ini diendapkan pada lingkungan yang berbeda-beda untuk

daerah yang berbeda-beda, di sebelah utara lingkungannya adalah

neritik luar sampai batial atas, di lain tempat umumnya formasi ini

diendapkan di lingkungan dangkal.

5) Formasi Bruksah (Oligosen Awal-Oligosen Akhir)

Formasi Bruksah memiliki umur yang ekivalen dengan Formasi

Bampo. Formasi ini tersusun oleh batupasir, basal konglomerat,

serpih, dan batulanau. Kehadiran material-material berukuran butir

halus hingga kasar dan adanya basal konglomerat yang pada bagian

bawahnya terdapat kuarsit dan matriks lempung menunjukkan lapisan

ini diendapkan pada lingkungan fluviatil.

6) Formasi Belumai (Miosen Awal)

Fase transgresi selanjutnya berlangsung pada Miosen Awal dan

ditandai dengan pengendapan material-material klastik Formasi

Belumai. Formasi Belumai diendapkan selaras di atas Formasi Bampo

yang berubah secara bergradasi. Formasi ini mempunyai dua anggota

yaitu Batupasir Belumai dan Batugamping Telaga. Litologi utamanya

batupasir abu-abu gelap- kehijauan, kuning bila terlapukkan;

mengandung glaukonit dan gamping, juga mengandung batulanau dan

sisipan serpih. Pengendapan lapisan pada formasi ini terjadi pada


26

lingkungan delta bergradasi menjadi laut litoral dan paparan. Sumber

sedimen diperkirakan dari selatan dan sedikit dari arah timur. Umur

Formasi ini adalah Miosen Awal.

7) Formasi Baong (Miosen Tengah)

Pada saat pengendapan Formasi Baong banyak ditemukan kumpulan

fauna yang menunjukkan adanya puncak transgresi. Litologinya terdiri

atas batulempung abu-abu sampai hijau dan napal yang kadang-

kadang mengandung tufa. Pada tengah-tengah formasi terdapat lensa-

lensa batupasir. Napal dan batulumpur diendapkan di neritik dalam-

luar dan batial atas. Penentuan ketebalan formasi telah dilakukan oleh

Kamili dan Naim (1973) menghasilkan 1750 meter, sedangkan

menurut Mulhadiono dan Marinoadi (1977) adalah 2500 meter.

Bagian bawah formasi ini merupakan batuan sumber hidrokarbon.

Hidrokarbon tersebut bermigrasi akibat adanya struktur diapir.

Penekanan batuan sedimen yang jenuh akan air kemudian menekan

hidrokarbon dan terperangkap pada lapangan batupasir yang terdapat

di tengah-tengah formasi. Sebagai contohnya Lapangan Aru. Formasi

Baong juga ditemukan di Bukit Barisan yang mempunyai ketebalan

sampai 2000 m. Batupasir pada formasi ini diendapkan dari tepi

cekungan-cekungan utama.

8) Formasi Keutapang (Miosen Akhir)

Formasi ini diendapkan selaras di atas Formasi Baong. Lingkungan


27

pengendapan formasi ini adalah delta dan laut dangkal dengan

ketebalan 1500 m dan memiliki ketebalan 900 m pada Bukit Barisan.

Formasi ini memiliki umur Miosen Akhir berdasarkan analisis

foraminifera planktonik pada formasi ini. Litologi pada formasi ini,

yaitu: batupasir yang berwarna coklat keabu-abuan berseling dengan

serpih dan batugamping tipis. Butiran batupasir beragam, dari halus

hingga sangat kasar. Pada batupasir ditemukan fosil (fragmen

gastropoda dan pelecypoda, foraminifera) dan glaukonit pada

umumnya. Pada formasi ini juga ditemukan fragmen-fragmen kayu

yang berseling dengan serpih, berwarna abu-abu, blocky, dan terlihat

banyak bioturbasi.

9) Formasi Seurala (Pliosen Awal)

Formasi ini diendapkan selaras di atas Formasi Keutapang dengan

ketebalan antara 700- 900 m. Di sebelah barat ditemukan kontak

ketidakselarasan. Litologi Formasi Seurela adalah konglomerat,

batupasir, napal dan batulempung. Fosil dan fragmen kayu umum

ditemukan pada batupasir dan serpih dari formasi ini. Material klastik

gunungapi juga banyak ditemukan pada batupasir dari formasi ini.

Lingkungan pengendapan formasi ini litoral.

10) Formasi Julurayeu (Pliosen Akhir)

Formasi ini diendapkan di lingkungan fluviatil hingga litoral. Litologi

Formasi Julurayeu adalah lempung dan konglomerat di bagian bawah


28

formasi yang kemudian semakin ke atas meningkat menjadi batupasir

tufaan yang lunak. Ketebalan dari formasi ini adalah 400-600 m

dengan umur adalah Plio-Plistosen.

Gambar 2.2 Stratigrafi regional pada Cekungan Sumatera Utara (Modifikasi dari
Sosromihardjo, 1988 dalam Indonesia Basin Summaries, 2006)

Lokasi penelitian terdiri dari tujuh satuan batuan, yang terdiri dari satu satuan

batuan batugamping, dua satuan batuan vulkanik, satu satuan batuan terobosan,

satu satuan batuan metamorf dan satu satuan endapan permukaan. Sebagian dari

batuan vulkanik tersebut diperkirakan berasal dari dua titik erupsi yang waktunya

berbeda, yaitu: Gunung Sorik Marapi yang berkala Holosen dan Gunung Sorik
29

Marapi yang berkala Plistosen. Stratigrafi satuan batuan secara berurutan dari tua

ke muda adalah Batugamping (Mpu), Formasi Kuantan (Puku), Batolotit

Panyabungan (Mpip), Formasi Silungkang (Anggota Batugamping), Tuff (Tmv),

Lahar Andesit dan Breksi Gunung Api (Qvsm) dan Lava Andesit (Qhvsm).

Gambar 2.3 Peta Geologi Regional Daerah Penelitian (Lembar Peta Lubuk
Sikaping oleh D.T. Aldiss, dkk., 1983)

2.1.3 Struktur Geologi Regional

Lempeng Benua Eurasia yang terletak pada bagian tepi barat daya-selatan

Pulai Sumatera berinteraksi langsung dengan lempeng Samudera Hindia-Australia

yang bergerak ke arah utara-timur laut. Besarnya sudut interaksi serta kecepatan

konvergensi pada kedua lempeng tersebut menyebabkan interaksi satu sama lain.

Hasil dari proses interaksi kedua lempeng merupakan bentuk gabungan

penunjaman (subduction) dan sesar mendatar dekstral. Sejarah Penunjaman

dimulai ketika masa Tersier dan berlanjut sampai Resen di bawah Pulau Sumatera
30

menyebabkan terbentuknya jalur busur magma yaitu Pegunungan Bukit Barisan.

Penunjaman yang terbentuk secara berkala telah dilepaskan melalui sesar

transform yang sejajar dengan tepian lempeng (Fitch, 1972) dan terpusat di

sepanjang sistem Sesar Sumatera yang membentang sepanjang Pulau Sumatera.

Karakteristik Geologi Tersier dan Kuarter Pulau Sumatera saat ini

merupakan hasil dari pergerakan tersebut. Cekungan belakang busur dan busur

magmatik memotong hampir sepanjang Pulau Sumatera dari Sumatera Utara

sampai ke Sumatera Selatan. Terdapat sesar mendatar dekstral yang dikenal

sebagai sesar Semangko atau sesar besar Sumatera. Sesar mendatar hasil dari sifat

interaksi lempeng Hindia-Australia dengan lempeng Mikro Sunda yang

menyerong. Sesar ini memiliki kedudukan tektonik yang penting karena dapat

dianggap sebagai batas antara lempeng Hindia-Australia di sebelah baratnya

dengan lempeng Mikro Sunda. Perkembangan tektonik Tersier yang berada di

sebelah timur sesar Sumatera juga termasuk perkembangan tektonik Tersier dari

pada lempeng Mikro Sunda. Secara geologi regional, daerah penyelidikan

berdasarkan kepada Peta Geologi Lembar Lubuk Sikaping, Sumatera Utara (skala

1 : 250.000) yang ditulis oleh D.T. Aldiss, dkk. tahun 1983.


31

Gambar 2.4 Tektonik Regional Sumatera (Muraoka, et al., 2010)

Daerah penyelidikan terletak di dalam graben (terban) penyabungan yang

merupakan bagian dari Sesar Besar Sumatera. Di sebelah barat laut berjarak

sekitar 15 km, terdapat gunung api aktif yang dikenal sebagai Gunung Sorik

Marapi. Busur magma yang terbentuk di Pulau Sumatera tepatnya di Pegunungan

Bukit Barisan juga terdapat di daerah ini. Secara umum, geologi daerah Sorik

Marapi diisi oleh batuan vulkanik Tersier dan batuan Kuarter. Pada umumnya,

Batuan Tersier berkomposisi andesitik, sedangkan batuan Kuarter tersusun atas

batuan vulkanik yang berkomposisi dasitik dan batuan sedimen.


32

2.2 Panas Bumi & Potensi Panas Bumi Regional

Panas bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air

panas, uap air, serta batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara

genetik tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi. Sementara energi

panas bumi merupakan energi yang bersumber dari panas yang terkandung dalam

perut bumi dan pada umumnya berasosiasi dengan keberadaan gunung api. Secara

teknis, air yang bersumber diantaranya dari hujan akan meresap ke dalam batuan

di bawah tanah hingga mencapai batuan reservoir. Air ini kemudian terpanaskan

oleh magma yang menjadi sumber panas utama sehingga berubah menjadi air

panas atau uap panas (fluida thermal) dengan kisaran temperatur 240-310'C.

Fluida thermal tersebut dapat digunakan untuk membangkitkan energi listrik

dengan cara melakukan pengeboran (drilling) dan mengalirkan fluida thermal

untuk menggerakkan turbin dan memutar generator sehingga dihasilkan energi

listrik. Fluida thermal selanjutnya diinjeksikan kembali ke dalam reservoir

melalui sumur reinjeksi untuk menjaga keseimbangan fluida dan panas sehingga

sistem panas bumi berkelanjutan. Oleh sebab itu kebutuhan air bersih untuk

rumah tangga tidak akan terganggu oleh kegiatan panas bumi mengingat fluida

panas bumi yang digunakan untuk pembangkitan energi listrik bukan berasal dari

air permukaan melainkan berasal dari reservoir panas bumi dengan kedalaman

1.500 s.d. 2500 meter. Kegiatan panas bumi juga harus tetap memperhatikan

perlindungan lingkungan mengingat keberlangsungan panas bumi sangat

bergantung pada lingkungan di sekitarnya termasuk satwa dan tumbuh-tumbuhan.

Panas bumi merupakan energi yang sangat ramah lingkungan, dimana CO2 yang
33

dihasilkan dari PLTP hanya 1,5% dari PLTU dan 2.7% dari PLTG.

Adapun karakteristik umum energi panas bumi antara lain sumber energi

bersih, ramah lingkungan, dan sustainable; tidak dapat diekspor, hanya dapat

digunakan untuk konsumsi dalam negeri (indigenous), bebas dari risiko kenaikan

(fluktuasi) bahan bakar fosil; tidak tergantung cuaca, supplier, dan ketersediaan

fasilitas pengangkutan dan bongkar muat dalam pasokan bahan bakar; tidak

memerlukan lahan yang luas. Ramah terhadap lingkungan menjadi salah satu

karakteristik energi panas bumi yang harus digarisbawahi. Energi panas bumi

bersifat ramah terhadap lingkungan, tidak hanya dalam aspek produksi tetapi juga

aspek penggunaan, sehingga dampaknya berperan positif pada setiap sumber

daya. Pada saat menjalankan proses pengembangan dan pembuatan, tenaga panas

bumi sepenuhnya bebas dari emisi. Tidak ada karbon yang digunakan untuk

produksi, kemudian seluruh prosedur juga telah bebas dari sulfur yang umumnya

telah dibuang dari proses lainnya yang dilakukan. Penggunaan energi panas bumi

memang tidak akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Oleh

karenanya efek dari pemanasan global yang disebabkan oleh emisi dari bahan-

bahan minyak akan berkurang. Dalam penggunaannya sebagai pembangkit listrik

tenaga panas bumi tidak akan dibutuhkan bahan bakar minyak yang bisa

menyebabkan polusi udara. Sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang RI

Nomor 21 Tahun 2017 tentang panas bumi merupakan energi ramah lingkungan

yang potensinya besar dan pemanfaatannya belum optimal sehingga perlu

didorong dan ditingkatkan secara terencana dan terintegrasi guna mengurangi

ketergantungan terhadap energi fosil.


34

Area proyek panas bumi Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP)

meliputi wilayah seluas 629 km2 yang terhampar dari Panyabungan di sisi barat

laut, melewati sisi gunung Sorik Marapi hingga Hulagodang di sisi tenggara. Area

konsesi terletak di dalam fitur graben mencakup beberapa segment dari Sumatera

Fault System. Satu- satunya fitur vulkanis di area ini adalah gunung Sorik Marapi

yang posisinya bersebelahan dengan Area 1. Sementara itu manifestasi panas

dalam bentuk solfatara, mata air panas, mata air hangat, kolam mendidih dan

fumaroles beserta altered ground tersebar di sisi tengah dan barat laut dari area

konsesi.

Wilayah Kerja Penambangan (WKP) diberikan kepada PT Sorik Marapi

Geothermal Power (SMGP) pada September 2010 dengan total area 62.900 Ha.

Untuk keperluan proses penawaran, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan

dan Konservasi Energi (EBTKE) atas nama Pemerintah Indonesia menyediakan

data 3-G untuk peserta lelang pada tahun 2009 dan dalam dokumen tender

EBTKE menyatakan bahwa sumber daya potensi (hipotesis) bidang Sorik Marapi

adalah 240 MW.

2.3 Karakterisasi Permeabilitas Struktur di Reservoir Panas Bumi

Produktivitas medan panas bumi umumnya tergantung pada aliran fluida

bawah permukaan, yang berada di daerah tektonik aktif yang dikendalikan oleh

permeabilitas zona sesar (Moeck 2014). Fokus utama adalah menemukan dan

mengkarakterisasi area yang tersesarkan di bidang panas bumi. Di masa lalu

berbagai metode telah disajikan untuk menyelidiki sumber daya panas bumi.
35

Cumming (2009) mengusulkan untuk menggabungkan pengamatan geologi,

analisis investigasi geofisika, terutama resistivitas magnetotelurik, model

hidrogeologis, dan komposisi kimia cairan dalam mata air panas untuk

memberikan wawasan tentang fungsi internal sistem reservoir. Selain metode

lapangan, model numerik untuk kondisi hidrolik dan termal telah semakin banyak

digunakan untuk memahami susunan dan produktivitas sistem panas bumi.

Gambaran umum model panas bumi telah diberikan oleh O'Sullivan et al. (2001).

Pemetaan struktural-geologis dan analisis sumur yang telah digabungkan

bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang jaringan sesar lokal, aliran fluida

serta distribusi tekanan dan suhu.

Anda mungkin juga menyukai