Artikel Asli: Volume 1, Nomor 2 Mei - Agustus 2016
Artikel Asli: Volume 1, Nomor 2 Mei - Agustus 2016
Artikel Asli: Volume 1, Nomor 2 Mei - Agustus 2016
CORRELATION BETWEEN ALLERGIC RHINITIS AND RECURRENT ACUTE UPPER RESPIRATORY INFECTION
IN CHILDREN
ABSTRACT
Background:The incidence of allergic rhinitis (AR) in children is increasing. Patients with allergic disease have dominant Th2 cells and increased
ICAM-1 in airway epithelium that facilitates the occurrence of viral upper respiratory tract infection (URTI). The aims of this study is to prove a
correlation between AR with recurrent acute URTI in children and to analyze factors that influence the incidence of recurrent acute URTI in children.
Methods: An observasional study with crossectional design was done. Subjects were outpatients in the ENT and Paediatric clinic Dr. Kariadi
Hospital Semarang 3–14 years with frequent cough and cold symptoms.
Results: Seventy subjects were included, 44 with recurrent acute URTI and 26 without reccurent acute URTI. There were 45 children with AR and
25 without AR. Statistically significant correlation were obtained between AR with recurrent acute URTI (RP=3.5, 95% CI 1.250-9800, p=0.015).
There were no statistically significant correlation between recurrent acute URTI with the nutritional status, smokers in the family and the habit of
washing hands (p>0.05). Descriptive and chi square test were performed to analyze data (CI 95%, p<0.05).
Conclusion: There is a significant correlation between AR with recurrent acute URTI in children, 3.5-fold risk for suffering recurrent acute URTI.
Key words: Allergic rhinitis, reccurent acute upper respiratory infection, children
ABSTRAK
Latar belakang: Saat ini kejadian rinitis alergi (RA) pada anak semakin meningkat. Pada penderita RA terdapat pergeseran Th0 menjadi
Th2, serta peningkatan ekspresi ICAM 1 pada mukosa saluran nafas yang memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan atas
(ISPA). Tujuan penelitian ini adalah membuktikan bahwa terdapat hubungan antara RA dengan ISPA akut berulang dan mengetahui
faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA akut berulang pada anak.
Metode: Penelitian observasional dengan rancangan belah lintang. Sampel adalah pasien berusia 3–14 tahun dengan keluhan sering
batuk pilek yang berobat ke Klinik THT dan Klinik Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang. RA positif bila terdapat hasil positif salah satu
alergen tes cukit kulit. Analisis data meliputi analisis deskriptif dan uji hipotesis menggunakan Chi square (CI 95%, p<0,05).
Hasil: Jumlah subyek 70 anak, 44 dengan ISPA akut berulang dan 26 bukan ISPA akut berulang. Terdapat 45 anak dengan RA dan 25
tidak RA. Terdapat hubungan, yang bermakna antara ISPA akut berulang dengan RA (RP=3,5, 95% CI 1,250–9800, p=0,015). Tidak
didapatkan hubungan yang bermakna antara ISPA akut berulang dengan status gizi, anggota keluarga perokok dan kebiasaan mencuci
tangan (p>0,05).
Simpulan: RA berhubungan bermakna dengan kejadian ISPA akut berulang pada anak dan risiko terjadinya 3,5 kali lipat.
Kata kunci: Rinitis alergi, infeksi saluran pernafasan atas akut berulang, anak
1)
Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Undip/RSUP Dr. Kariadi Semarang
2) Program Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
SPT anak
25
20
15
10
5
0
gi
er
er
ur
su
le
um
ah
us
ite
co
de
nd
nd
su
te
n
fu
nd
m
ed
ke
ta
ke
da
da
ix
ga
us
g
m
n
t
g
ca
ho
ca
do
ka
Gambar 1, Jenis alergen yang menimbulkan hasil tes cukit kulit positif pada anak dengan RA
Tabel 1. Hubungan antara berbagai faktor risiko dengan kejadian ISPA akut berulang
Positif Negatif
n (%) n (%)
kebiruan, dan pada tes cukit kulit menggunakan Analisis data yang digunakan meliputi analisis
alergen house dust, mites, kecoa, jamur, cat dander, dog deskriptif dan uji hipotesis. Analisis deskriptif
dander, telur, susu, kedele, gandum dan kacang berupa penentuan prosentase, sedangkan uji
didapatkan bentol ≥ 3 mm. hipotesis menggunakan chi square dengan derajat
Diagnosis ISPA akut berulang ditegakkan kemaknaan dinyatakan pada nilai p<0,05 dan
berdasarkan anamnesis terdapat satu atau lebih confidential interval (CI) 95%. Pengolahan dan
keluhan demam, nyeri telan/rasa mengganjal di analisis data menggunakan perangkat lunak SPSS
tenggorok, batuk, suara serak, pilek, terasa cairan for Windows ver17. Penelitian ini telah mendapat
kental mengalir di tenggorok, nyeri kepala, nyeri persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan
telinga, badan lemah/lesu selama ≥4 episode tiap FK Undip Semarang dan mendapat ijin penelitian
tahun, dan dari pemeriksaan fisik terdapat tanda dari RSUP Dr. Kariadi Semarang.
klinis rinitis, sinusitis, faringitis, adenotonsilitis
dan/atau laringitis akut maupun kronik HASIL
eksarserbasi akut, serta otitis media akut.
Faktor lain yang dianggap berpengaruh Jumlah penderita dengan keluhan sering batuk
terhadap kejadian ISPA akut berulang adalah pilek yang memenuhi kriteria penelitian 70 anak
terpapar asap rokok, status gizi dan kebiasaan cuci berusia 3–14 tahun dengan frekuensi terbanyak
tangan yang didapatkan berdasarkan anamnesis pada usia 4 tahun 10 (14,3%). Berdasarkan jenis
dan pemeriksaan fisik. kelamin didapatkan anak perempuan 38 (54,3%)
dan otitis media OR=1,91 (95% CI 1,51–2,43).12 saja tapi kurang menggambarkan keadaan
Karevold dkk menyebutkan penyakit atopi sebelumnya, sehingga perlu pemeriksaan
merupakan faktor risiko terjadinya infeksi saluran antropometri yang lain untuk mendapatkan
nafas bawah OR=2,4 (95% CI 1,8–3,1).11 gambaran yang lengkap.
Kecenderungan terjadinya ISPA akut berulang Asap rokok merupakan zat iritatif yang dapat
pada anak dengan alergi dapat terjadi karena menyebabkan inflamasi kronik pada mukosa
terdapat pergeseran regulasi Th0 menjadi Th2 pada saluran nafas atas. Penelitian Huvenne dkk pada
penderita alergi yang secara tidak langsung akan mencit menunjukkan peningkatan jumlah netrofil
menurunkan respon pertahanan humoral dan konka inferior pada kelompok merokok setelah
seluler yang dihasilkan oleh sitokin Th1. Proses terpapar asap rokok selama 2 sampai 4 minggu.17
inflamasi mukosa saluran pernafasan atas yang Modesteu dkk menyimpulkan asap rokok dapat
terjadi secara terus menerus pada penderita RA juga menghambat ekspresi IFN-γ pada mukosa saluran
merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi nafas, yang saat terjadi infeksi virus berfungsi
karena menyebabkan terjadinya gangguan klirens menginduksi rekrutmen lekosit, memproses dan
mukosilier, kerusakan epitel dan mengiduksi menyajikan antigen, proliferasi dan apoptosis sel
edema mukosa.10 Faktor predisposisi yang lain sehingga menurunkan efek antiviral mukosa salura
adalah adanya ekspresi ICAM-1 epitel hidung yang nafas.18 Hasil penelitian ini tidak terbukti adanya
lebih tinggi pada penderita atopi dibandingkan non hubungan antara anak-anak yang terpapar asap
atopi dan terjadi peningkatan setelah terpapar rokok dengan kejadian ISPA akut berulang
alergen. Peningkatan ICAM-1 epitel hidung pada (p=0,621). Hasil ini mungkin karena paparan asap
penderita atopi dapat menyebabkan eksarserbasi rokok pada anak sebagai perokok aktif tidak banyak
dan memperpanjang infeksi viral, sehingga dan tidak terus menerus sepanjang hari sehingga
penderita common cold pada penderita atopi tidak menimbulkan efek iritasi kronik pada mukosa
cenderung lebih lama dan berkembang menjadi saluran nafas.
infeksi bakterial.9 penelitian Ciprandi G dkk ISPA merupakan penyakit yang disebabkan
menunjukkan anak dengan RA lebih banyak yang oleh virus atau bakteri yang mudah menular. Salah
menderita infeksi saluran pernafasan dan durasi satu media penularan ISPA adalah tangan, karena
sakitnya lebih lama daripada yang tidak RA.15 tangan dapat menjadi media transport vektor-vektor
Keadaan infeksi sering dikaitkan dengan penyakit dari hidung, mulut maupun anus ke
imunitas tubuh yang dipengaruhi oleh status gizi. mukosa nasal, konjungtiva dan mulut. Menjaga
Status gizi kurang atau malnutrisi dianggap kebersihan tangan diyakini dapat mengurangi
menyebabkan berkurangnya imunitas tubuh penyebaran infeksi, dengan cara mencuci tangan
sehingga merupakan faktor risiko terjadinya infeksi dengan sabun (biasa maupun antibakteri) setiap
pada anak. Ramachandran dan Gopalan selesai beraktivitas.19 Tores melaporkan kebiasaan
menyebutkan kejadian morbiditas penyakit infeksi mencuci tangan berhubungan dengan angka
pada anak usia prasekolah banyak terjadi pada kejadian infeksi saluran pernafasan yang rendah.20
anak dengan underweight, wasted dan BMI rendah.16 Cindy melaporkan dengan menjaga kebersihan
Sedangkan Jedrycowski melaporkan faktor tangan dapat mengurangi gejala penyakit saluran
predisposisi terjadinya infeksi saluran pernafasan pernafasan dan meningkatkan kesembuhan
akut pada preadolescent adalah BMI, alergi dan penyakit.18 Hal ini berbeda dengan hasil penelitian
perokok pasif. 17 Dalam penelitian ini tidak ini, secara statistik tidak didapatkan hubungan
didapatkan perbedaan bermakna antara status gizi antara kebiasaan mencuci tangan dengan ISPA akut
kurus dan normal/gemuk dengan kejadian ISPA berulang. Hal ini mungkin terjadi karena pada
akut berulang pada anak. Hal ini mungkin karena penelitian ini tidak dibedakan antara mencuci
mayoritas sampel penelitian mempunyai BMI tangan dengan air atau dengan sabun/antiseptik,
rendah/kurus (62,9%), baik pada penderita ISPA sedangkan dalam penelitian terdahulu yang
akut berulang maupun yang tidak menderita ISPA merupakan faktor protektif adalah mencuci tangan
akut berulang. Selain itu penilaian status gizi dengan sabun/antiseptik.
dengan menggunakan BMI hanya dapat
memberikan informasi mengenai status gizi saat ini