Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Artikel Asli: Volume 1, Nomor 2 Mei - Agustus 2016

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 6

Copyright©2016 by Medical Faculty of Diponegoro University

Volume 1, Nomor 2 ISSN 1858-3318 Mei – Agustus 2016


ARTIKEL ASLI

HUBUNGAN ANTARA RINITIS ALERGI DENGAN


INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS AKUT BERULANG PADA ANAK
Anna Mailasari Kusuma Dewi1), Suprihati1), Edi Dharmana2)

CORRELATION BETWEEN ALLERGIC RHINITIS AND RECURRENT ACUTE UPPER RESPIRATORY INFECTION
IN CHILDREN

ABSTRACT

Background:The incidence of allergic rhinitis (AR) in children is increasing. Patients with allergic disease have dominant Th2 cells and increased
ICAM-1 in airway epithelium that facilitates the occurrence of viral upper respiratory tract infection (URTI). The aims of this study is to prove a
correlation between AR with recurrent acute URTI in children and to analyze factors that influence the incidence of recurrent acute URTI in children.
Methods: An observasional study with crossectional design was done. Subjects were outpatients in the ENT and Paediatric clinic Dr. Kariadi
Hospital Semarang 3–14 years with frequent cough and cold symptoms.
Results: Seventy subjects were included, 44 with recurrent acute URTI and 26 without reccurent acute URTI. There were 45 children with AR and
25 without AR. Statistically significant correlation were obtained between AR with recurrent acute URTI (RP=3.5, 95% CI 1.250-9800, p=0.015).
There were no statistically significant correlation between recurrent acute URTI with the nutritional status, smokers in the family and the habit of
washing hands (p>0.05). Descriptive and chi square test were performed to analyze data (CI 95%, p<0.05).
Conclusion: There is a significant correlation between AR with recurrent acute URTI in children, 3.5-fold risk for suffering recurrent acute URTI.

Key words: Allergic rhinitis, reccurent acute upper respiratory infection, children

ABSTRAK

Latar belakang: Saat ini kejadian rinitis alergi (RA) pada anak semakin meningkat. Pada penderita RA terdapat pergeseran Th0 menjadi
Th2, serta peningkatan ekspresi ICAM 1 pada mukosa saluran nafas yang memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan atas
(ISPA). Tujuan penelitian ini adalah membuktikan bahwa terdapat hubungan antara RA dengan ISPA akut berulang dan mengetahui
faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA akut berulang pada anak.
Metode: Penelitian observasional dengan rancangan belah lintang. Sampel adalah pasien berusia 3–14 tahun dengan keluhan sering
batuk pilek yang berobat ke Klinik THT dan Klinik Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang. RA positif bila terdapat hasil positif salah satu
alergen tes cukit kulit. Analisis data meliputi analisis deskriptif dan uji hipotesis menggunakan Chi square (CI 95%, p<0,05).
Hasil: Jumlah subyek 70 anak, 44 dengan ISPA akut berulang dan 26 bukan ISPA akut berulang. Terdapat 45 anak dengan RA dan 25
tidak RA. Terdapat hubungan, yang bermakna antara ISPA akut berulang dengan RA (RP=3,5, 95% CI 1,250–9800, p=0,015). Tidak
didapatkan hubungan yang bermakna antara ISPA akut berulang dengan status gizi, anggota keluarga perokok dan kebiasaan mencuci
tangan (p>0,05).
Simpulan: RA berhubungan bermakna dengan kejadian ISPA akut berulang pada anak dan risiko terjadinya 3,5 kali lipat.

Kata kunci: Rinitis alergi, infeksi saluran pernafasan atas akut berulang, anak

1)
Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Undip/RSUP Dr. Kariadi Semarang
2) Program Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Volume 1, Nomor 2 | Mei – Agustus 2016 75


PENDAHULUAN Intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) pada
mukosa hidung yang lebih tinggi dibandingkan
Rinitis alergi (RA) merupakan salah satu non atopi, dan terjadi peningkatan ICAM-1 setelah
manifestasi klinis penyakit atopi, yang pada dekade penderita terpapar alergen. ICAM-1 merupakan sel
terakhir ini dilaporkan terjadi peningkatan reseptor perlekatan dan tempat masuk 90% jenis
prevalensi baik di negara maju maupun negara rhinovirus, sehingga peningkatan ICAM-1 pada
berkembang.1,2 RA pada anak sering terjadi pada mukosa hidung penderita atopi dapat
usia 6–7 tahun dan paling banyak terjadi pada anak mempermudah terjadinya infeksi viral dan
usia lebih dari 10 tahun (70,6%).2,3 RA sering memperpanjang lama infeksi viral.9
dikaitkan dengan alergen inhalan terutama pollens, Proses inflamasi mukosa saluran pernafasan
mites, epitelia, jamur dan kecoa.2 Jesenak dkk atas pada penderita RA yang terjadi secara terus
menyatakan bahwa alergen makanan dan inhalan menerus dapat menyebabkan gangguan klirens
berperan dalam penyakit alergi saluran pernafasan mukosilier, kerusakan epitel dan menginduksi
pada anak. Anak-anak yang alergi terhadap tepung edema mukosa yang merupakan faktor
gandum dan telur ayam lebih banyak yang predisposisi terjadinya infeksi. 10 Chen dkk
mempunyai riwayat rinokonjungtivitis alergi.4 menyebutkan bahwa penyakit alergi merupakan
Beberapa keadaan patologis yang menyertai faktor resiko terjadinya penyakit infeksi, 11
RA dapat merupakan bagian dari perjalanan alergi sementara Karevold dkk menyebutkan atopi
itu sendiri maupun komplikasi dari RA.2,5 Asma sebagai salah satu faktor resiko infeksi saluran
merupakan gejala penyerta RA yang paling sering pernafasan bawah. 12
dijumpai, dilaporkan sekitar 49% penderita RA juga Tujuan umum penelitian ini untuk
menderita asma.2,6 Keadaan lain yang dapat membuktikan terdapat hubungan antara RA
dijumpai pada penderita RA meliputi dengan ISPA akut berulang pada anak. Sedangkan
konjungtivitis, refluk gastroesofageal, polip nasi, tujuan khususnya adalah untuk membuktikan
hipertropi adenoid, disfungsi tuba, otitis media bahwa anak dengan RA lebih banyak yang
dengan efusi, batuk kronik dan infeksi saluran mengalami ISPA akut berulang dan untuk
pernafasan atas (ISPA).2,5 ISPA akut berulang menganalisis faktor-faktor risiko lain yang
merupakan infeksi mukosa hidung, sinus berpengaruh terhadap kejadian ISPA akut berulang
paranasal, faring dan/atau laring yang sering pada anak.
terjadi pada anak dan menjadi alasan terbanyak
seorang anak tidak masuk sekolah.7 METODE
Telah diketahui bahwa terdapat hubungan
antara respon imun terhadap infeksi yang Penelitian ini merupakan penelitian
dipengaruhi oleh sel T helper (Th)1 dengan respon observasional dengan rancangan belah lintang
alergi yang dipengaruhi oleh Th2. Pada penderita yang dilakukan di Klinik THT dan Klinik Anak
RA terjadi peningkatan Th2 akibat pergeseran RSUP Dr. Kariadi Semarang pada bulan Oktober
regulasi Th0 menjadi Th2 yang lebih dominan 2010 sampai selesai. Sampel penelitian meliputi
daripada Th1. Shirakawa melaporkan hubungan pasien berusia 3–14 tahun dengan keluhan sering
terbalik antara respon tuberkulin (respon imun Th1) batuk pilek yang bersedia mengikuti prosedur
dengan kelainan atopi pada anak usia sekolah di penelitian. Kriteria eksklusi yaitu pasien dengan
Jepang, didapatkan penurunan reaksi tuberkulin imunosupresan, memiliki kelainan dermatografisme,
kulit pada penderita atopi dibandingkan anak masih mengkonsumsi obat anti histamin dan
tanpa atopi. Hal yang serupa ditunjukkan pada terdapat massa di saluran nafas atas.
pemberian vaksin pertusis pada anak dengan atopi, Diagnosis RA ditegakkan apabila terdapat dua
didapatkan indurasi yang lebih kecil dibandingkan atau lebih gejala alergi berupa hidung gatal, bersin,
pada anak tanpa atopi. Penurunan reaksi hidung tersumbat dan rinore cair selama lebih dari
tuberkulin kulit pada penderita atopi menunjukkan satu jam perhari, dengan pemeriksaan fisik terdapat
penurunan aktivitas respon Th1 terhadap antigen allergic crease, allergic shiner, facial grimace, wajah
mikobakterium pada anak yang atopi.8 adenoid dan/atau konka inferior dan media udem,
Penderita atopi mempunyai ekspresi mengkilat, tampak basah berwarna pucat atau

76 Volume 1, Nomor 2 | Mei – Agustus 2016


HUBUNGAN RA DENGAN ISPA BERULANG ANAK

SPT anak

25
20
15
10
5
0

gi

er

er

ur

su

le

um

ah
us

ite

co

de
nd

nd

su
te

n
fu

nd
m
ed

ke

ta
ke
da

da
ix

ga
us

g
m

n
t

g
ca
ho

ca
do

ka
Gambar 1, Jenis alergen yang menimbulkan hasil tes cukit kulit positif pada anak dengan RA

Tabel 1. Hubungan antara berbagai faktor risiko dengan kejadian ISPA akut berulang

Faktor risiko ISPA akut berulang p CI 95% RP

Positif Negatif
n (%) n (%)

RA positif 33 (75,0%) 12 (46,2%) 0,015 1,250–9800 3,5


RA negatif 11 (25,0%) 14 (53,8%)
Status gizi kurus 29 (65,9%) 15 (57,7%) 0,492 0,523–3,842 1,418
Status gizi normal/ 15 (34,1%) 11 (42,3%)
gemuk

Ada anggota 21 (47,7%) 14 (53,8%) 0,621 0,296–2,066 0,783


keluarga perokok

Tidak ada anggota 23 (52,3%) 12 (46,2%)


keluarga perokok

Kebiasaan cuci 21 (47,7%) 12 (46,2%) 0,899 0,403–2,815 1,065


tangan positif

Kebiasaan cuci 23 (52,3%) 14 (53,8%)


tangan negatif

kebiruan, dan pada tes cukit kulit menggunakan Analisis data yang digunakan meliputi analisis
alergen house dust, mites, kecoa, jamur, cat dander, dog deskriptif dan uji hipotesis. Analisis deskriptif
dander, telur, susu, kedele, gandum dan kacang berupa penentuan prosentase, sedangkan uji
didapatkan bentol ≥ 3 mm. hipotesis menggunakan chi square dengan derajat
Diagnosis ISPA akut berulang ditegakkan kemaknaan dinyatakan pada nilai p<0,05 dan
berdasarkan anamnesis terdapat satu atau lebih confidential interval (CI) 95%. Pengolahan dan
keluhan demam, nyeri telan/rasa mengganjal di analisis data menggunakan perangkat lunak SPSS
tenggorok, batuk, suara serak, pilek, terasa cairan for Windows ver17. Penelitian ini telah mendapat
kental mengalir di tenggorok, nyeri kepala, nyeri persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan
telinga, badan lemah/lesu selama ≥4 episode tiap FK Undip Semarang dan mendapat ijin penelitian
tahun, dan dari pemeriksaan fisik terdapat tanda dari RSUP Dr. Kariadi Semarang.
klinis rinitis, sinusitis, faringitis, adenotonsilitis
dan/atau laringitis akut maupun kronik HASIL
eksarserbasi akut, serta otitis media akut.
Faktor lain yang dianggap berpengaruh Jumlah penderita dengan keluhan sering batuk
terhadap kejadian ISPA akut berulang adalah pilek yang memenuhi kriteria penelitian 70 anak
terpapar asap rokok, status gizi dan kebiasaan cuci berusia 3–14 tahun dengan frekuensi terbanyak
tangan yang didapatkan berdasarkan anamnesis pada usia 4 tahun 10 (14,3%). Berdasarkan jenis
dan pemeriksaan fisik. kelamin didapatkan anak perempuan 38 (54,3%)

Volume 1, Nomor 2 | Mei – Agustus 2016 77


lebih banyak daripada anak laki-laki 32 (45,7%). kecoa dan tikus.13 Prevalensi alergi terhadap house
Kejadian ISPA akut berulang 44 (62,9%) lebih banyak dust dan mites juga cukup tinggi, hal ini dapat
daripada bukan ISPA akut berulang 26 (37,1%), dan disebabkan karena house dust dan mites banyak
anak dengan RA 45 (64,3%) juga lebih banyak didapatkan di Indonesia terutama di Semarang
daripada yang tidak RA (35,7%). yang mempunyai iklim tropis dengan suhu > 20°C
Pemeriksaan tes cukit kulit dengan dan kelembaban >80%. Penelitian terdahulu
menggunakan 11 alergen (gambar 1), jenis alergen menyebutkan adanya paparan house dust dan
yang paling banyak menimbulkan hasil tes cukit mites sepanjang tahun dapat meningkatkan risiko
kulit positif pada anak adalah kecoa 23 (32,9%). terjadinya RA.2
Hubungan antara RA, status gizi, anggota Alergen makanan jarang berhubungan dengan
keluarga perokok dan kebiasaan cuci tangan RA, manifestasi klinis alergi terhadap makanan
dengan ISPA akut berulang dianalisis dengan uji yang paling sering adalah gejala kulit, diikuti gejala
Chi square dengan derajat kemaknaan 5% dan power saluran pencernaan, oral syndrome, asma dan rinitis.2
95% (tabel 1). Hasil analisis dengan uji Chi square Hasil penelitian Jesenak dkk menyebutkan anak
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang dengan hasil atopy patch test positif terhadap tepung
bermakna antara RA dengan kejadian ISPA akut gandum lebih sering batuk setelah kegiatan fisik
berulang pada anak (p < 0,05) dan lebih banyak yang menderita
rinokonjungtivitis alergi daripada yang hasil atopy
PEMBAHASAN patch test negatif.4 Terdapat perbedaan jenis alergen
makanan yang sering menimbulkan hasil tes cukit
RA merupakan salah satu manifestasi penyakit kulit positif berdasarkan usia. Ibanez melaporkan
alergi yang lebih sering disebabkan oleh alergen alergi makanan pada anak usia <14 tahun lebih
hirupan dan okupasional. Penelitian di Eropa banyak secara bermakna dibanding usia >14 tahun
menyebutkan jenis alergen terbanyak yang dan jenis alergen makanan yang paling banyak
menimbulkan Rinitis alergi adalah alergen outdoor menimbulkan hasil positif yaitu telur, susu dan
(pollen, grass, tree, weed) diikuti oleh alergen indoor kacang.3 Penelitian lain menyebutkan alergi pada
(mite, house dust, jamur, kecoa).2 Penelitian lain di bayi <6 bulan sering disebabkan oleh susu atau
Spanyol menyebutkan alergen yang paling banyak kedelai, sedangkan penyebab tersering alergi pada
menimbulkan tes cukit kulit positif pada anak orang dewasa adalah kacang diikuti dengan ikan,
adalah pollens, dust mites, epithelia dan jamur,3 udang, telur, susu, kacang kedele dan buah (apel
sedangkan pada orang dewasa alergen terbanyak dan peach).2 Penelitian ini menggunakan 5 alergen
adalah mites dan grasspollen.6 Pada daerah tropis makanan yang dianggap paling sering
seperti Asia Tenggara kejadian alergi terhadap menimbulkan alergi, dan alergen yang paling
kecoa lebih tinggi daripada pollens dan house dust banyak memberikan hasil tes cukit kulit positif
mites.2 Perbedaan jenis alergen yang dominan pada adalah kacang tanah. Dari anamnesis tidak
tiap-tiap negara dapat dipengaruhi oleh perbedaan didapatkan adanya keluhan alergi terhadap alergen
iklim dan higine sanitasi pada masing-masing yang menimbulkan hasil tes cukit kulit positif, hal
wilayah. Jenis alergen yang paling banyak ini dimungkinkan karena alergi terhadap makanan
menimbulkan hasil positif pada tes cukit kulit pada sering tidak disadari oleh penderita, berdasarkan
anak dalam penelitian ini adalah kecoa (32,9%). penelitian pada anak dan dewasa hanya 10%
Prevalensi alergi terhadap kecoa yang tinggi responden yang menyadari dirinya alergi terhadap
dimungkinkan karena banyak dijumpai kecoa di makanan.14
rumah penderita sehingga penderita terpapar Hasil penelitian menunjukkan jumlah penderita
alergen kecoa sejak kecil yang dapat meningkatkan RA pada kelompok ISPA akut berulang (75%) lebih
risiko terjadinya rinitis alergi. Donohue KM dkk banyak daripada yang tidak RA (25%). Beberapa
melaporkan faktor risiko terjadinya asma 3,3 kali penelitian terdahulu memberikan hasil yang
lebih sering pada anak dengan IgE positif terhadap serupa, yaitu Chen dkk melaporkan rinitis alergi
kecoa, 4,6 kali lebih sering pada anak dengan IgE berhubungan dengan penyakit-penyakit infeksi
positif terhadap tikus dan meningkat menjadi pada anak (p<0,05), seperti sinusitis OR=5,20 (95%
9,7 kali lebih sering bila anak memiliki IgE terhadap CI 4,21–6,42), bronkitis OR=2,57 (95% CI 2,07–3,18)

78 Volume 1, Nomor 2 | Mei – Agustus 2016


HUBUNGAN RA DENGAN ISPA BERULANG ANAK

dan otitis media OR=1,91 (95% CI 1,51–2,43).12 saja tapi kurang menggambarkan keadaan
Karevold dkk menyebutkan penyakit atopi sebelumnya, sehingga perlu pemeriksaan
merupakan faktor risiko terjadinya infeksi saluran antropometri yang lain untuk mendapatkan
nafas bawah OR=2,4 (95% CI 1,8–3,1).11 gambaran yang lengkap.
Kecenderungan terjadinya ISPA akut berulang Asap rokok merupakan zat iritatif yang dapat
pada anak dengan alergi dapat terjadi karena menyebabkan inflamasi kronik pada mukosa
terdapat pergeseran regulasi Th0 menjadi Th2 pada saluran nafas atas. Penelitian Huvenne dkk pada
penderita alergi yang secara tidak langsung akan mencit menunjukkan peningkatan jumlah netrofil
menurunkan respon pertahanan humoral dan konka inferior pada kelompok merokok setelah
seluler yang dihasilkan oleh sitokin Th1. Proses terpapar asap rokok selama 2 sampai 4 minggu.17
inflamasi mukosa saluran pernafasan atas yang Modesteu dkk menyimpulkan asap rokok dapat
terjadi secara terus menerus pada penderita RA juga menghambat ekspresi IFN-γ pada mukosa saluran
merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi nafas, yang saat terjadi infeksi virus berfungsi
karena menyebabkan terjadinya gangguan klirens menginduksi rekrutmen lekosit, memproses dan
mukosilier, kerusakan epitel dan mengiduksi menyajikan antigen, proliferasi dan apoptosis sel
edema mukosa.10 Faktor predisposisi yang lain sehingga menurunkan efek antiviral mukosa salura
adalah adanya ekspresi ICAM-1 epitel hidung yang nafas.18 Hasil penelitian ini tidak terbukti adanya
lebih tinggi pada penderita atopi dibandingkan non hubungan antara anak-anak yang terpapar asap
atopi dan terjadi peningkatan setelah terpapar rokok dengan kejadian ISPA akut berulang
alergen. Peningkatan ICAM-1 epitel hidung pada (p=0,621). Hasil ini mungkin karena paparan asap
penderita atopi dapat menyebabkan eksarserbasi rokok pada anak sebagai perokok aktif tidak banyak
dan memperpanjang infeksi viral, sehingga dan tidak terus menerus sepanjang hari sehingga
penderita common cold pada penderita atopi tidak menimbulkan efek iritasi kronik pada mukosa
cenderung lebih lama dan berkembang menjadi saluran nafas.
infeksi bakterial.9 penelitian Ciprandi G dkk ISPA merupakan penyakit yang disebabkan
menunjukkan anak dengan RA lebih banyak yang oleh virus atau bakteri yang mudah menular. Salah
menderita infeksi saluran pernafasan dan durasi satu media penularan ISPA adalah tangan, karena
sakitnya lebih lama daripada yang tidak RA.15 tangan dapat menjadi media transport vektor-vektor
Keadaan infeksi sering dikaitkan dengan penyakit dari hidung, mulut maupun anus ke
imunitas tubuh yang dipengaruhi oleh status gizi. mukosa nasal, konjungtiva dan mulut. Menjaga
Status gizi kurang atau malnutrisi dianggap kebersihan tangan diyakini dapat mengurangi
menyebabkan berkurangnya imunitas tubuh penyebaran infeksi, dengan cara mencuci tangan
sehingga merupakan faktor risiko terjadinya infeksi dengan sabun (biasa maupun antibakteri) setiap
pada anak. Ramachandran dan Gopalan selesai beraktivitas.19 Tores melaporkan kebiasaan
menyebutkan kejadian morbiditas penyakit infeksi mencuci tangan berhubungan dengan angka
pada anak usia prasekolah banyak terjadi pada kejadian infeksi saluran pernafasan yang rendah.20
anak dengan underweight, wasted dan BMI rendah.16 Cindy melaporkan dengan menjaga kebersihan
Sedangkan Jedrycowski melaporkan faktor tangan dapat mengurangi gejala penyakit saluran
predisposisi terjadinya infeksi saluran pernafasan pernafasan dan meningkatkan kesembuhan
akut pada preadolescent adalah BMI, alergi dan penyakit.18 Hal ini berbeda dengan hasil penelitian
perokok pasif. 17 Dalam penelitian ini tidak ini, secara statistik tidak didapatkan hubungan
didapatkan perbedaan bermakna antara status gizi antara kebiasaan mencuci tangan dengan ISPA akut
kurus dan normal/gemuk dengan kejadian ISPA berulang. Hal ini mungkin terjadi karena pada
akut berulang pada anak. Hal ini mungkin karena penelitian ini tidak dibedakan antara mencuci
mayoritas sampel penelitian mempunyai BMI tangan dengan air atau dengan sabun/antiseptik,
rendah/kurus (62,9%), baik pada penderita ISPA sedangkan dalam penelitian terdahulu yang
akut berulang maupun yang tidak menderita ISPA merupakan faktor protektif adalah mencuci tangan
akut berulang. Selain itu penilaian status gizi dengan sabun/antiseptik.
dengan menggunakan BMI hanya dapat
memberikan informasi mengenai status gizi saat ini

Volume 1, Nomor 2 | Mei – Agustus 2016 79


SIMPULAN 9. Bianco A, Whiteman SC, Sethi SK, Allen T, Knight RA,
Spiteri MA. Expression of intercellular adhesion molecule-1
(ICAM-1) in nasal epithelial cells of atopic subjects: a
Dalam penelitian ini didapatkan hubungan mechanism for increased rhinovirus infection? Clin Exp
antara RA dengan kejadian ISPA akut berulang Immunol 2000; 121: 339-45.
pada anak dan risiko terjadinya ISPA akut berulang 10. Farooqi IS, hopkin JM. Early childhood infection and atopic
pada anak dengan RA sebesar 3,5. Perlu dilakukan disorder. Thorax 1998; 53: 927-32.
11. Chen CF, Wu KG, Hsu MC, Tang RB. Prevalence and
tes alergi pada anak dengan ISPA akut berulang relationship between allergic disease and infectious
serta pemberian penjelasan pada orang tua diseases. J Microbiol Immunol Infect 2001; 34: 57-62.
mengenai pentingnya menghindari alergen 12. Karevold G, Kvestad E, Nafstad P, Kværner KJ. Respiratory
penyebab alergi. infections in school children: co-morbidity and risk factors.
Arch Dis Child 2006; 91: 391-5.
13. Donohue KM, Al-alem U, Perzanowski MS, Chew GL,
DAFTAR PUSTAKA Johnson A, Divjan A, et al. Anti-cockroach and anti-mouse
IgE are associated with early wheeze and atopy in an inner-
1. Douglass JA, O'Hehir RE. Diagnosis, treatment and city birth cohort. J Allergy Clin Immunol. 2008; 122(5): 91420.
prevention of allergic disease: the basics. The Med Journal of 14. Kuroswki K, Boxer RW. Food allergies: Detection and
Australia 2006;185(4): 228-33. management. American Family pshysician 2008; 77(12):
2. Bousquet J, et al. Allergic rhinitis and its impact on asthma 1678-86.
(ARIA 2008). European Journal of Allergy and Clinical 15. Ciprandi G, Tosca MA, Fasce L. Allergic children have more
Immunology [internet]. 2008 [cited ; Supp 86 (63). Available numerous and severe respiratory infections than non-
from: http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1398- allergic children. Peditr Allergy Immunol 2006; 17: 389-91.
9995.2007.01620.x/full 16. Ramachandran P, Gopalan HS. Undernutrition and risk of
3. Ibanez MD, Garde JM. Allergy in patients under fourteen infections in preschool children. Indian J Med Res 2009;1 30:
years of age in Alergologica 2005. J Investig Allergol Clin 579-83.
Immunol 2009; 19 (Supp 2): 61-8. 17. Huvenne W, Perez-Novo CA, Derycke L, Ruyck ND, Krysko
4. Jesenak M, Rennerova Z, Babusikova E, Havlicekova Z, O, Maes T, et al. Different regulation of cigarette smoke
Jakusova L, Villa MP, et al. Food allergens and respiratory induce inflamation in upper versus lower airways.
symptoms. Journal of Physiology and Pharmacology 2008; Respiratory Research 2010; 11: 100.
59 (Suppl 6): 311-20. 18. Modestou MA, Manzel LJ, El-Mahdy S, Look DC. Inhibition
5. Mabry RL. Allergic rhinosinusitis. In: Bailey BJ et al editors. of IFN-γ-dependent antiviral airway epithelial defense by
Head and neck surgery otolaryngology. New York: cigarrete smoke. Respiratory Research. 2010: 11; 64.
Lippincott-Raven, 1998; p.359-70. 19. White C, Kolble R, Carlson R, Lipson N, Dolan M, Ali Y, et al.
6. Valero A, Pereira C, Loureiro C, Martinez-Cócera C, Murio The effect of hand hygiene on illness rate among students in
C, Rico P, et al. Interrelationship between skin sensitization, university residence hall. Am J Infect Control 2003; 31: 364-
rhinitis and asthma in patients with allergic rhinitis: A study 70.
of Spain and Portugal. J Investig Allergol Clin Immunol 20. Torres-Borrego J, Molina-Teran AB, Montez-Mendoza C.
2009; 19(3) : 167-72. Prevalence and associated factors of allergic rhinitis and
7. Meneghetti A. Upper respiratory tract infection [internet]. atopic dermatitis children. Allergol Immunopathology
2009 [cited 2009 September 3]. Available from: 2008; 36(2): 90-100.
http://emedicine.medscape.com/article/302460-
overview.
8. Shirakawa T, Enomoto T, Shimazu S, Hopkin JM. The
inverse association between tuberculin responses and atopic
disorder. Science 1997; 275: 77-9.

80 Volume 1, Nomor 2 | Mei – Agustus 2016

Anda mungkin juga menyukai