Laporan Resmi Prakikum Fartok Sedatif - T3e - Daniela, Ravita, Neneng, Lina, Tiara
Laporan Resmi Prakikum Fartok Sedatif - T3e - Daniela, Ravita, Neneng, Lina, Tiara
Laporan Resmi Prakikum Fartok Sedatif - T3e - Daniela, Ravita, Neneng, Lina, Tiara
TOKSIKOLOGI SEDATIF
Dosen Pengampu :
Nama Anggota :
FAKULTAS FARMASI
PRODI S1 FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2020
I. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengeruh pemberian tablet diazepam pada hewan uji mencit
2. Untuk mengetahui berapa lama mencit dapat tertidur dengan obat sedatif.
Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan sarafpusat (SSP), mulai yang
ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat (kecuali
benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma dan mati bergantung kepada dosis. Pada
dosis terapi obat sedatif menekan aktifitas, menurunkan respons terhadap rangsangan dan
menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta
mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis (H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D.,
1995).
Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi diperuntukkan
meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau menyebąbkan tidur.
Umumnya, obat ini diberikan pada malam hari. Bila zat-zat ini diberikan pada siang hari
dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan menenangkan,maka dinamakan sedatif (Tjay
2002).
Obat-obatan hipnotik sedative adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu mendepresi
sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas moderate yang
memberikan efek menenangkan, sementara hipnotik adalah substansi yang dapat memberikan
efek mengantuk dan yang dapat memberikan onset serta mempertahankan tidur. Efeknya
bergantung dosis, mulai dari ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan,
hingga berat yaitu kehilangan kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati (Tjay, 2002).
Pada penilaian kualitatif dari obat tidur, perlu diperhatikan faktor-faktor kinetik berikut:
a) Lama kerjanya obat dan berapa lama tinggal di dalam tubuh.
b) Pengaruhnya pada kegiatan esok hari.
c) Kecepatan mulai bekerjanya.
d) Bahaya timbulnya ketergantungan.
e) Efek "rebound" insomnia pengaruhnya terhadap kualitas tidur.
f) Interaksi dengan otot-otot lain.
g) Toksisitas, terutama pada dosis berlebihan. (Tjay.2002)
Disamping khasiat ansiolitik, relaksasi otot, dan hipnotiknya, senyawa benzodiazepin ini
juga berdaya antikonvulsif. Efek samping adalah lazim bagi kelompok benzodiazepin, yakni
mengantuk, termenung-menung, pusing, kelemahan otot (Tjay, 2002).
Pada efek sedatif penderita akan menjadi lebih tenang karena kepekaan kortek serebri
berkurang. Disamping itu kewaspadaan terhadap lingkungan, aktivitas motorik dan
reaksispontan menurun. Kondısi tersebut secara klinis gejalanya menunjukkan kelesuan dan
rasa kantuk. Yang termasuk golongan obat sedatif-hipnotik adalah etanol, barbiturat,
benzodiazepam (flurazepam, lorazepam, temazepam, triazolam: barbiturat. diazepam),
methaquanolon (Syamsudin. 2011).
Efek samping umum hipnotika mirip dengan efek samping morfin, yaitu:
a) Depresi pemafasan, terütama pada dosis tinggi. Sifat ini paling ringan pada
Ilurazepam dan zat-zat benzodiazepin lainnya, demikian pula pada kloralhidrat
dan paraldehida.
b) Tekanan darah menurun, terutama oleh barbiturate.
c) Sembelit pada penggunaan lama, terutama barbiturat.
d) “hang over”, yaitu efek sisa pada keesokan harinya berupa mual, perasaan
ringan di kepala dan termangu.
Hal ini disebabkan karena banyak hipnotika bekerja panjang (plasma-t½-nya panjang),
termasuk juga zat-zat benzodiazepin dan barbiturat yang disebut short- acting. Kebanyakan
obat tidur bersifat lipofil, mudah melarut dan berkumulasi di jaringan lemak (Tjay, 2002).
Diazepam termasuk kelompok obat benzodiazepine yang memengaruhi sistem saraf otak
dan memberikan efek penenang. Obat ini digunakan untuk mengatasi
serangan kecemasan, insomnia, kejang-kejang, gejala putus alkoholakut, serta sebagai
obat bius untuk praoperasi.
a) Pemerian Serbuk : hablur, hampır putih sampai kuning, praktis tidak berbau.
b) Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam kloroform, larut dalam
etanol: Dosis sedasi 5-30 mg (Anonim, 1979)
Mencit (MusMusculus) merupakan salah satu hewan coba yang sering digunakan. Mencit
memiliki sifat mudah marah, penakut, mudah bersembunyi dan berkunipul. Aktif pada malam
hari, mudah terganggu oleh manusia. Pengambilan mencit dari kandang dapat dilakukan
dengan cara mengambil ekornya kemudian mencit ditaruh lidi kawat kasa dan ekornya
ditarik. Cubit bagian belakang kepala dan jepit ekornya dengan jari kelingking dan jari manis
(Syamsudin. 2011).
III. Alat dan Bahan
ALAT BAHAN
Obat uji 3
Alkohol 70%
Pada praktikum kali ini kita akan menggunakan obat Diazepam. Diazepam adalah
benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak dan memiliki durasi kerja yang lebih panjang
dibandingkan midazolam. Diazepam dilarutkan dengan pelarut organic (propilen glikol,
sodium benzoat) karena tidak larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9.
Farmakokinetik pada diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan mencapai
puncaknya dalam 1 jam (15-30 menit pada anak-anak). Kelarutan lemaknya yang tinggi
menyebabkan Vd diazepam lebih besar dan cepat mencapai otak dan jaringan terutama
lemak. Diazepam juga dapat melewati plasenta dan terdapat dalam sirkulasi fetus.
Semakin besar konsentrasi diazepam yang diberikan, semakin besar pula efek sedatif yang
timbul sehingga frekuensi jatuh mencit juga semakin banyak. Berdasarkan data di atas,
frekuensi jatuh mencit bervariatif, hal ini dapat disebabkan karena :
1. Pemberian suspensi stock obat kurang homogen, sehingga zat diazepam tidak terdistribusi
merata.
2. Pengambilan suspensi obat dengan spuit, volumenya kurang tepat sehingga dosis obat
yang diambil tidak sesuai dari yang ditetapkan.
3. Pada saat pemberian obat sediaan peroral pada mencit zat obat tidak masuk semua karena
jarum belum sampai pada saluran cerna, sehingga obat yang diberikan keluar lagi.
4. Pemberian obat secara kasar dapat menyebabkan mencit stress, mencit yang stress
frekuensi jatuhnya lebih banyak.
5. Konsentrasi obat yang akan mencapai suatu target obat atau reseptor dipengaruhi oleh
farmakokinetiknya yang mencakup proses absorbsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi.
Kemungkinan pada mencit terdapat perbedaan pada pola-pola tersebut. Saat proses absorpsi,
kemungkinan terdapat obat yang tidak diabsorpsi secara sempurna. Hal ini menyebabkan
konsentrasi obat yang akan didistribusi menjadi lebih sedikit. Ini ditambah pula dengan
perbedaan dosis yang diberikan sehingga konsentrasi obat di dalam setiap mencitnya
berbeda.
Hal ini berarti semakin besar konsentrasi diazepam yang diberikan, menghasilkan efek
sedatif yang lebih besar pula. Hal ini dapat diterapkan dalam terapi yaitu untuk mendapatkan
efek sedatif yang maksimal dapat dilakukan dengan menambah dosis diazepam tidak
melampaui dosis maksimal.
VI. Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan konsentrasi pemberian
diazepam yang diberikan pada mencit akan memberikan efek sedatif yang berbeda pula,
semakin tinggi konsentrasi diazepam yang diberikan maka semakin sering mencit terjatuh
diatas rotaroad. Dan diketahui mencit tertidur pada menit ke 120.