Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Laporan Kasus ANC INC PNC BBL Lengkap

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 82

Bab I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

KEHAMILAN
Masalah kesehatan berdasarkan siklus hidup tidak terlepas dari fungsi dan proses
reproduksi yang aman dan sehat, yang merupakan cermin dari kondisi kesehatan
selama siklus kehidupan sejak konsepsi, masa anak, remaja dan usia lanjut, serta
kualitas hidup individu masa kini atau sekarang akan berdampak pada kualitas
hidup generasi yang berikutnya. Ruang lingkup fungsi dan proses reproduksi sangat
luas, karena mencakup keseluruhan hidup manusia sejak lahir hingga mati, sehingga
masalah kesehatan reproduksi yang secara nasional telah dipertajam. Data dari
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003 menyebutkan, angka
kematian ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada kisaran 307 per 100.000
kelahiran hidup. Atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal dunia.
Demikian pula dengan angka kematian bayi (AKB), khususnya angka kematian bayi
baru lahir “neonatal” masih berada pada angka 20 per 1.000 kelahiran hidup atau
setiap 5 menit satu bayi baru lahir mati. Tingginya AKI dan AKB yang berhubungan
dengan kehamilan, persalinan dan nifas ini bukan saja dipengaruhi oleh factor
kesehatan, tetapi juga oleh factor – factor di luar kesehatan. (Depkes RI, 2002)
Patologi kehamilan adalah penyulit atau gangguan atau komplikasi yang menyertai
ibu saat hamil (Sujiyatini,2009:3). Patologi merupakan cabang bidang kedokteran
yang berkaitan dengan ciri-ciri dan perkembangan penyakit melalui analisis
perubahan fungsi atau keadaan bagian tubuh. Bidang patologi terdiri atas patologi
anatomi dan patologi klinik. Ahli patologi anatomi membuat kajian dengan mengkaji
organ sedangkan ahli patologi klinik mengkaji perubahan pada fungsi yang nyata
pada fisiologis tubuh.
Patologi anatomi adalah spesialisasi medis yang berurusan dengan diagnosis
penyakit berdasarkan pada pemeriksaan kasar, mikroskopik, dan molekuler atas
organ, jaringan, dan sel. Di banyak negri, dokter yang berpraktek patologi dilatih
dalam patologi anatomi dan patologi klinik, diagnosis penyakit melalui analisis
laboratorium pada cairan tubuh.
Patologi anatomi mendiagnosis penyakit dan memperoleh informasi yang berguna
secara klinis melalui pemeriksaan jaringan dan sel, yang umumnya melibatkan
pameriksaan visual kasar dan mikroskopik pada jaringan, dengan pengecatan
khusus dan imunohistokimia yang dimanfaatkan untuk menvisualisasikan protein
khusus dan zat lain pada dan dikelilingi sel. Kini, patolog anatomi mulai
mempergunakan biologi molekuler untuk memperolah informasi klinis tambahan
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


dari spesimen yang sama. Ada beberapa macam patologi kebidanan yang harus di
antisipasi oleh setiap bidan dan tenaga kesehatan lainnya : patologi kehamilan,
patologi persalinan, patologi nifas, asuhan kebidanan patologi. Patologi kehamilan
terdiri atas : Mola hidatidosa, Ketuban pecah dini, Abortus, Kehamilan lewat waktu,
Persalinan preterm, Kehamilan ektopik, Solusio plasenta, Pre eklamsia, Eklamsia,
Plasenta previa (Sujiatini, 2009).

PERSALINAN
Pertanyaan yang sering diajukan pada ibu hamil adalah bolehkah bersalin di rumah
atau di rumah sakit? Walaupun 85% persalinan berjalan normal, namun 15 %-nya
dijumpai komplikasi yang memerlukan penanganan khusus. Antenatal care yang
baik dapat mencegah komplikasi dan mencoba menjawab pertanyaan diatas.
Masalah di negara berkembang adalah tentang fasilitas rumah sakit, ketengan,
sosio-budaya da sosio-medis masih memegang peranan dibandingkan dengan
Negara-negara maju. (Sinopsis Obstetri 1998:101)
Dari fenomena diatas penulis tertarik untuk memberikan asuhan kebidanan secara
cepat dan tepat karena jika ibu bersalin tidak mendapatkan asuhan persalinan
normal, maka ditakutkan akan terjadi komplikasi dalam persalinan baik pada ibu
maupun bayi.

NIFAS
Konsep perawatan pasca melahirkan yang dikembangkan pada persalinan normal
sebenarnya mengkuti pola tradisional yang dikemas secara modern yaitu mobilisasi
dini, rooming in, pemberian ASI awal. Pola ini melalui penelitian terbukti
mempunyai keuntungan bagi ibu maupun bayinya. Dalam pengawasan setelah
melahirkan, dokter/bidan yang merawat akan datang setiap hari atau setiap saat
untuk memberikan petunjuk perawatan.
Pemeriksaan pada masa nifas tidak banyak mendapat perhatian ibu, karena sudah
dirasa baik dan selanjutnya semua berjalan lancar. Pemeriksaan kala nifas
sebenarnya sangat penting dilakukan untuk mendapatkan penjelasan yang berharga
dari dokter/bidan yang menolong persalinan itu. Diantara masalah penting tersebut
adalah melakukan evaluasi secara menyeluruh tentang alat kelamin dan mulut
rahim yang mungkin masih luka akibat proses persalinan.
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik
ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60 % kematian ibu akibat kehamilan
terjadi setelah persalinan dan 50 % kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam
pertama. (Sarwono, 2002:122-123)

BAYI BARU LAHIR


1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Suatu ukuran yang dipakai untuk menilai baik buruknya pelayanan kebidanan
kebidanan suatu negara ialah kematian. Hingga kini angka kematian bayi dan ibu di
Indonesia masih tergolong tinggi, bahkan menempati urutan pertama di ASEAN,
yakni 52/1000 kelahiran hidup dan 334/100.000 kelahiran hidup. Salah satu factor penting
dalam upaya penurunan angka kematian tersebut adalah penyediaan pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas dekat dengan masyarakat
(Sarwono,2005)
Keadaan bayi sangat tergantung pada pertumbuhan janin didalam uterus. Kualitas
dan pengawasan antenatal. Penyakit-penyakit ibu waktu penanganan persalinan
dan perawatan sesudah lahir. Penggulangan bayi tergantung pada keaadaanya,
apakah ia normal atau tidak. Diantara bayi yang normal ada yang membutuhkan
pertolongan medik segera.
Pelayanan kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan. Melalui
pelayanan kesehatan yang diberikan pada ibu, berbagai bentuk upaya pencegahan
dan penanggulangan dini, terdapat factor-faktor yang menyebabkan kematian
prenatal yang meliputi perdarahan, hipotermia, infeksi, kelahiran preterm/bayi
berat lahir rendah, asfiksia.
Pada umunya kelahiran bayi normal ditolong oleh bidan yang diberi tanggug
jawab penuh terhadap keselamatan ibu dan bayi pada persalian normal. Oleh
karena itu kelainan pada bayi dapat terjadi beberapa saat sesudah selesainya
persalinan yang dianggap normal, maka seorang bidan harus mengetahui
dengansegera mengetahui timbulnya perubahan-perubahan pada bayi dan bila
perlu memberikan pertolongan pertama seperti menghentikan perdarahan,
membersihkan jalan nafas, memberika oksigen dan melakuakan pernafasan buatan
sampai bayi tersebut mendapat perawatan yang memiliki perlengkapan yang
lengkap serta perawaan yang baik, sehigga pengawasan dan pengobatan dapat
dilakukan sebaik-baiknya.

B. Tujuan
1.      Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan SOAP sesuai dengan kasus kehamilan, persalinan,
nifas dan bayi baru lahir patologis serta mendapatkan pengalaman dalam
menangani masalah.

2.      Tujuan khusus


Setelah melakukan asuhan kebidanan mahasiswa dapat :
1)      Memahami teori yang mendasari setiap asuhan
2)      Melaksanakan pengkajian pada kasus dengan masing-masing asuhan
3)      Mengidentifikasi diagnosa/ masalah kebidanan berdasarkan data subjektif dan
data objektif
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


4)      Menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk menangani sebuah kasus
5)      Melaksanakan perencanaan yang telah dilakukan
6)      Mendokumentasikan secara benar

C. Manfaat
Setelah membaca asuhan kebidanan ini, diharapkan mahasiswa dapat memberikan
asuhan kebidanan pada kasus kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir
dengan kasus patologis, sesuai dengan diagnosa dan masalah yang ada menurut
teori dan menerapkan pada praktek lapangan secara langsung serta mendeteksi
secara dini dengan menangani adanya komplikasi dengan cepat dan tepat.

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


BAB II A

TINJAUAN TEORI
A. Letak Sungsang

a. Pengertian
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri
(Prawirohardjo, 2008, p.606).
b. Klasifikasi letak sungsang

 Presentasi bokong murni (frank breech)


Yaitu letak sungsang dimana kedua kaki terangkat ke atas sehingga ujung kaki
setinggi bahu atau kepala janin.
 Presentasi bokong kaki sempurna (complete breech)
Yaitu letak sungsang dimana kedua kaki dan tangan menyilang sempurna dan di
samping bokong dapat diraba kedua kaki.
 Presentasi bokong kaki tidak sempurna (incomplete breech)
Yaitu letak sungsang dimana hanya satu kaki di samping bokong, sedangkan kaki
yang lain terangkat ke atas. (Kasdu, 2005, p.28)

c. Diagnosis
Diagnosis letak sungsang yaitu pada pemeriksaan luar kepala tidak teraba di bagian
bawah uterus melainkan teraba di fundus uteri. Kadang-kadang bokong janin teraba
bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat
digerakkan semudah kepala. Seringkali wanita tersebut menyatakan bahwa
kehamilannya terasa lain daripada yang terdahulu, karena terasa penuh di bagian
atas dan gerakan terasa lebih banyak di bagian bawah. Denyut jantung janin pada
umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada umbilicus.
Apabila diagnosis letak sungsang dengan pemeriksaan luar tidak dapat dibuat,
karena misalnya dinding perut tebal, uterus mudah berkontraksi atau banyaknya air
ketuban, maka diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan dalam. Apabila
masih ada keragu-raguan, harus dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


ultrasonografik. Setelah ketuban pecah, dapat diraba lebih jelas adanya bokong yang
ditandai dengan adanya sacrum, kedua tuber ossis iskii, dan anus. Bila dapat diraba
kaki, maka harus dibedakan dengan tangan. Pada kaki terdapat tumit, sedangkan
pada tangan ditemukan ibu jari yang letaknya tidak sejajar dengan jari-jari lain dan
panjang jari kurang lebih sama dengan panjang telapak tangan. Pada persalinan
lama, bokong janin mengalami edema, sehingga kadang-kadang sulit untuk
membedakan bokong dengan muka. Pemeriksaan yang teliti dapat membedakan
antara bokong dengan muka karena jari yang akan dimasukkan ke dalam anus
mengalami rintangan otot, sedangkan jari yang dimasukkan ke dalam mulut akan
meraba tulang rahang dan alveola tanpa ada hambatan. Pada presentasi bokong
kaki sempurna, kedua kaki dapat diraba di samping bokong, sedangkan pada
presentasi bokong kaki tidak sempurna, hanya teraba satu kaki di samping bokong
(Prawirohardjo, 2008, pp.609-611).

d. Etiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan
didalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air ketuban
relative lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa.
Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak
sungsang, ataupun letak lintang. Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh
dengan cepat dan jumlah air ketuban relative berkurang. Karena bokong dengan
kedua tungkai yang terlipat lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa
menempati ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada dalam
ruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat
dimengerti mengapa pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang
lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar
ditemukan dalam presentasi kepala. Faktor-faktor lain yang memegang peranan
dalam terjadinya letak sungsang diantaranya adalah multiparitas, hamil kembar,
hidramnion, hidrosefalus, plasenta previa, dan panggul sempit. Kadang-kadang letak
sungsang disebabkan karena kelainan uterus dan kelainan bentuk uterus. Plasenta
yang terletak di daerah kornu fundus uteri dapat pula menyebabkan letak sungsang
karena plasenta mengurangi luas ruangan di daerah fundus (Prawirohardjo, 2008,
p.611).

e. Prognosis
a) Bagi Ibu
Kemungkinan robekan pada perineum lebih besar, juga karena dilakukan tindakan.
Selain itu ketuban lebih cepat pecah dan partus lebih lama, jadi mudah terkena
infeksi
b) Bagi Anak
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Prognosa tidak begitu baik, karena adanya gangguan peredaran darah plasenta
setelah bokong lahir dan juga setelah perut lahir, tali pusat terjepit antara kepala
dan panggul, anak bisa menderita asfiksia.

f. Penanganan sewaktu hamil


1. Versi Luar
Karena kita tahu bahwa prognosa bagi anak tidak begitu baik, maka usahakan
merubah letak janin dengan versi luar. Tujuannya adalah untuk merubah letak
menjadi letak kepala.
Hal ini dilakukan pada primi dengan kehamilan 34 minggu,multi dengan usia
kehamilan 36 minggu, dan tidak ada panggul sempit, gemeli, atau plasenta previa
Syarat :
a) Pembukaan kurang dari 5 cm
b) Ketuban masih ada
c) Bokong belum turun atau masuk PAP
Teknik :
1. Lebih dahulu bokong lepaskan dari P.A.P dan ibu berada dalam
posisi trendelennburg
2. Tangan kiri letakkan dikepala dan tangan kanan kanan pada bokong
3. Putar kearah muka / perut janin
4. Lalu tukar tangan kiri diletakkan dibokong dan tangan kanan dikepala
5. Setelah berhasil pasang gurita, dan observasi tensi, Djj, serta ketuban

(Sarwono, 2011)

2. Knee Chest Position


Menurut Chapman (2006), asuhan mandiri yang bersifat menyeluruh dari langkah –
langkah sebelumnya. yaitu :

1) Beri informasi kehamilannya dan dukungan moril.


2) Lakukan postural posisi knee chest serta anjurkan untuk dilaksanakan di rumah.
3) Bila diperlukan kolaborasi dengan dokter dan kapan ibu harus segera datang ke
tempat pelayanan kesehatan.
Menurut Mufdlilah (2009), langkah- langkah knee chest yaitu ibu dengan posisi
menungging (seperti sujud), dimana : lutut dan dada menempel pada lantai, lutut
sejajar dengan dada, lakukan 3 - 4 x/hari selama 15 menit, lakukan pada saat
sebalum tidur, sesudah tidur, sebelum mandi dan selain itu juga telah melakukan
posisi knee chest secara tidak langsung pada waktu melaksanakan sholat.

Syarat-syarat knee chest, yaitu:


a) Pada kelamilan 7 - 7,5 bulan masih dapat dicoba
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


b) Melakukan posisi knee chest 3 - 4 x/hari selama 15 menit.
c) Latihan ini hanya efektif jika usia kehamilan maksimal 35 – 36 minggu.
d) Situasi yang masing longgar diharapkan dapat
e) Memberikan peluang kepada turun menuju pintu atas panggul.
f) Dasar pertimbangan kepala lebih berat dari pada bokong sehingga dengan
hukum alam akan mengarah ke pintu atas panggul.

g. Cara persalinan letak sungsang :


1) Pervaginam
Persalinan letak sungsang dengan pervaginam mempunyai syarat yang harus
dipenuhi yaitu pembukaan benar-benar lengkap, kulit ketuban sudah pecah, his
adekuat dan tafsiran berat badan janin < 3600 gram. Terdapat situasi-situasi
tertentu yang membuat persalinan pervaginam tidak dapat dihindarkan yaitu ibu
memilih persalinan pervaginam, direncanakan bedah sesar tetapi terjadi proses
persalinan yang sedemikian cepat, persalinan terjadi di fasilitas yang tidak
memungkinkan dilakukan bedah sesar, presentasi bokong yang tidak terdiagnosis
hingga kala II dan kelahiran janin kedua pada kehamilan kembar. Persalinan
pervaginam tidak dilakukan apabila didapatkan kontra indikasi persalinan
pervaginam bagi ibu dan janin, presentasi kaki, hiperekstensi kepala janin dan berat
bayi > 3600 gram, tidak adanya informed consent, dan tidak adanya petugas yang
berpengalaman dalam melakukan pertolongan persalinan (Prawirohardjo, 2008,
p.593).

1. Bracht Manuver

2. Classic Manuver
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


3. Lovset Manuver

4. Muller Manuver
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


5. Mauriceau Manuver

2) Perabdominam
Memperhatikan komplikasi persalinan letak sungsang melalui pervaginam, maka
sebagian besar pertolongan persalinan letak sungsang dilakukan dengan seksio
sesarea. Pada saat ini seksio sesarea menduduki tempat yang sangat penting dalam
menghadapi persalinan letak sungsang. Seksio sesarea direkomendasikan pada
presentasi kaki ganda dan panggul sempit (Prawirohardjo, 2008, p.622).
Seksio sesarea bisa dipertimbangkan pada keadaan ibu yang primi tua, riwayat
persalinan yang jelek, riwayat kematian perinatal, curiga panggul sempit, ada
indikasi janin untuk mengakhiri persalinan (hipertensi, KPD >12 jam, fetal distress),
kontraksi uterus tidak adekuat, ingin steril, dan bekas SC. Sedangkan seksio sesarea
bias dipertimbangkan pada bayi yang prematuritas >26 minggu dalam fase aktif
atau perlu dilahirkan, IUGR berat, nilai social janin tinggi, hiperekstensi kepala,
presentasi kaki, dan janin >3500 gram (janin besar) (Cunningham, 2005, p.568).

f. Komplikasi persalinan letak sungsang


1) Komplikasi pada ibu
a) Perdarahan
b) Robekan jalan lahir
c) Infeksi
2) Komplikasi pada bayi
a) Asfiksia bayi, dapat disebabkan oleh :
(1) Kemacetan persalinan kepala (aspirasi air ketuban-lendir)
(2) Perdarahan atau edema jaringan otak
(3) Kerusakan medula oblongata
(4) Kerusakan persendian tulang leher
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


(5) kematian bayi karena asfiksia berat.
b) Trauma persalinan
(1) Dislokasi-fraktur persendian, tulang ekstremitas
(2) Kerusakan alat vital : limpa, hati, paru-paru atau jantung
(3) Dislokasi fraktur persendian tulang leher : fraktur tulang dasar kepala ;
fraktur tulang kepala ; kerusakan pada mata, hidung atau telinga ; kerusakan pada
jaringan otak.
c) Infeksi, dapat terjadi karena :
(1) Persalinan berlangsung lama
(2) Ketuban pecah pada pembukaan kecil
(3) Manipulasi dengan pemeriksaan dalam

B. Resiko Tinggi Kehamilan

Kehamilan risiko tinggi (high risk pregnancies) adalah suatu kehamilan di mana
jiwa dan kesehatan ibu dan atau bayi dapat terancam. (Mochtar, 1998 : 201-202).
Berdasarkan definisi tersebut beberapa peneliti menetapkan kehamilan dengan
risiko tinggi sebagai berikut :
Herbert Hutabarat membagi factor-faktor kehamilan dengan risiko tinggi:
1) Komplikasi obstetri
a. Umur < 19 tahun dan umur > 35 tahun
b. Paritas: Primi gravida tua primer atau sekunder, grande multipara
c. Riwayat persalinan: abortus > 2x, partus premature > 2x riwayat kematian janin
dalam rahim, perdarahan pasca persalinan, riwayat pre eklampsi dan eklampsi,
riwayat kehamilan molahidatidosa, riwayat persalinan dengan tindakan operasi
(ekstraksi vakum, ekstraksi forceps, ekstraksi versi, atau plasenta manual),
terdapat disproporsi sefalopelvik, perdarahan antepartum, kehamilan ganda
atau hidramnion, kelainan letak, dismaturitas, serviks inkompeten, hamil
disertai mioma uteri atau kista ovarium
2) Komplikasi Medis
Kehamilan yang disertai anemia, hipertensi, penyakit jantung, diabetes
mellitus, obesitas, penyakit hepar, penyakit paru, dan penyakit lainnya (Manuaba,
1998 : 34-35)

C. Konsep Paritas
1. Pengertian paritas
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita
(BKKBN, 2006). Menurut Prawirohardjo (2009), paritas dapat dibedakan menjadi
primipara, multipara dan grandemultipara.
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup diluar
rahim (28 minggu) (JHPIEGO, 2008). Sedangkan menurut Manuaba (2008), paritas
adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm.
2. Klasifikasi Paritas
1. Primipara
Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup besar
untuk hidup di dunia luar (Varney, 2006).
2. Multipara
 Multipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak lebih dari satu kali
(Prawirohardjo, 2009).
 Multipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi viabel (hidup) beberapa
kali (Manuaba, 2008).
 Multigravida adalah wanita yang sudah hamil, dua kali atau lebih (Varney,
2006).
3. Grandemultipara
 Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih
dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan (Manuaba,
2008).
 Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih
hidup atau mati (Rustam, 2005).
 Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih
(Varney, 2006).

3. Faktor yang Mempengaruhi Paritas


1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi
tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah dalam memperoleh menerima
informasi, sehingga kemampuan ibu dalam berpikir lebih rasional. Ibu yang
mempunyai pendidikan tinggi akan lebih berpikir rasional bahwa jumlah anak yang
ideal adalah 2 orang.
2. Pekerjaan
Pekerjaan adalah simbol status seseorang dimasyarakat. Pekerjaan jembatan untuk
memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan untuk
mendapatkan tempat pelayanan kesehatan yang diinginkan. Banyak anggapan
bahwa status pekerjaan seseorang yang tinggi, maka boleh mempunyai anak banyak
karena mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-sehari.
3. Keadaan Ekonomi
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Kondisi ekonomi keluarga yang tinggi mendorong ibu untuk mempunyai anak lebih
karena keluarga merasa mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup.
4. Latar Belakang Budaya
Cultur universal adalah unsur-unsur kebudayaan yang bersifat universal, ada di
dalam semua kebudayaan di dunia, seperti pengetahuan bahasa dan khasanah
dasar, cara pergaulan sosial, adat-istiadat, penilaian-penilaian umum. Tanpa
disadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap terhadap berbagai
masalah. 
Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaan
pulalah yang memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota
kelompok masyarakat asuhannya. Hanya kepercayaan individu yang telah mapan
dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan
sikap individual. 
Latar belakang budaya yang mempengaruhi paritas antara lain adanya anggapan
bahwa semakin banyak jumlah anak, maka semakin banyak rejeki.
5. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin tinggi tingkat pengetahuan
seseorang, maka perilaku akan lebih bersifat langgeng. Dengan kata lain ibu yang
tahu dan paham tentang jumlah anak yang ideal, maka ibu akan berperilaku sesuai
dengan apa yang ia ketahui (Friedman, 2005).

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir


Berat badan lahir merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor melalui suatu
proses yang berlangsung selama berada dalam kandungan. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi berat bayi lahir adalah factor intrinsic maupun factor ekstrinsik.
Diantaranya adalah factor maternal, paternal, lingkungan, keadaan patologi dan
komplikasi kehamilan seperti Hipertensi, preeklamsia dan diabetes mellitus
gestasional (Nahum GG et all, 2002).
1. Tinggi ibu
Tinggi ibu merupakan pemeriksaan fisik yang mudah dilakukan dan berhubungan
dengan berat janin. Tinggi badan seseorang merupakan gambaran nutrisi pada masa
lampau dan merupakan faktor genetik yang diturunkan oleh kedua orang tua.
Penelitian pada silsilah manusia menunjukkan bahwa secara umum kedua orang tua
yang berbadan besar akan mempunyai bayi yang besar juga, begitu juga sebaliknya
orang tua yang berbadan kecil akan mempunyai bayi yang kecil juga (Sahu MT,
Agrarwal A, Das Vinita et al, 2007).
2. Maternal obesitas
Tingkat obesitas ibu sangat mempengaruhi berat janin, semakin besar berat ibu,
semakin besar janin yang dilahirkan. Berat ibu dan berat janin berhubungan
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


langsung (Sahu MT, Agrarwal A, Das Vinita et al, 2007).
3. Pertambahan berat ibu selama kehamilan
Pertambahan berat ibu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan janin dalam
kandungan, semakin besar pertambah berat badan ibu , semakin besar janin yang
akan dilahirkan (Steer PJ et al, 2005).
4. Paritas
Jumlah paritas juga berhubungan dengan berat janin. Semakin banyak jumlah
paritas, semakin besar janin bakal dilahirkan. Pada kehamilan aterm akan
bertambah berat 0.2-0.5 gram/hari untuk setiap penambahan jumlah 1 persalinan
(Nahum GG et all, 2002).
5. Jenis kelamin janin
Jenis kelamin janin berhubungan langsung dengan berat janin, variasi berkisar 2 %.
Janin perempuan lebih kecil dibanding janin laki-laki pada usia kehamilan yang
sama. Perbedaan rata-rata janin laki-laki dibandingkan janin perempuan berkisar
136 gram (Nahum GG et all, 2002).
6. Ketinggian tempat tinggal
Ketinggian tepat tinggal juga mempengaruhi berat janin yang dikandung oleh ibu.
Kadar hemoglobin orang dewasa meningkat 1,52 gr/dl setiap kenaikan 1000 meter
dari permukaan laut. Berat janin pada usia aterm berkurang 30-43 gram setiap
kenaikan 1000 meter dari permukaan laut. Beberapa penjelasan yang mungkin
menerangkan hubungan ini, yaitu :
 Penurunan tekanan oksigen yang sebanding dengan peningkatan ketinggian
tempat tinggal.
 Peningkatan kadar hemoglobin ibu dengan peningkatan tempat tinggal.
 Penurunan volume plasma ibu dengan peningkatan ketinggian tempat tinggal
(Nahum GG et all, 2002).
7. Konsentrasi hemoglobin maternal
Konsentrasi hemoglobin maternal menerangkan 2,6 % dari variasi berat lahir bayi,
terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi berat janin. Berat badan lahir
dengan konsentrasi hemoglobin berbanding terbalik, dimana setiap peningkatan 1,0
g/dl konsentrasi hemoglobin ibu, berat janin aterm akan berkurang 89 gram. Efek
ini disebabkan oleh perubahan viskositas darah, kenaikan nilai hematokrit yang
disebabkan oleh kadar hemoglobin darah yang meningkat. Peningkatan viskositas
darah menyebabkan aliran darah menuju pembuluh-pembuluh darah kecil
terhambat, termasuk yang di plasental bed. Efek ini menjelaskan kenapa ibu yang
bertempat tinggal di daerah tinggi cendrung melahirkan janin dengan berat lahir
rendah (Nahum GG et all, 2001).
8. Tinggi ayah
Postur tubuh ayah yang tinggi menyumbangkan sekitar 2 % dari variasi berat janin
lahir. Hal ini lebih pada sifat genetik yang diturunkan sang ayah kepada anaknya.
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


9. Diabetes melitus
Penyakit diabetes melitus gestasional yang tidak terkontrol pada ibu hamil
merupakan penyebab paling sering bayi makrosomia. Ketika kadar glukosa ibu
meningkat berlebihan, pertumbuhan janin yang abnormal akan terjadi. Jika pada
populasi umum angka kejadian janin makrosomia hanya 2-15 %, maka angka
kejadian pada ibu dengan diabetes melitus gestasional yang tidak terkontrol
meningkat sekitar 20-33 % (William Obstetric, 2005).
Bayi dengan taksiran berat janin lebih dari 4000 gram selayaknya mendapatkan
perhatian khusus, karena berhubungan dengan persalinan lama, peningkatan angka
operasi obstetri, distosia bahu dan cedera pleksus brakialis yang menyebabkan
kecacatan permanen. Berat bayi lebih dari 4500 gram meningkatkan angka
kematian bayi, dimana dapat terjadi gangguan pernafasan dan aspirasi meconium
(Suneet P et al, 2005).

Penaksiran berat badan janin dengan cara Palpasi


Penaksiran berat badan janin secara Palpasi kurang akurat karena dipengaruhi oleh
volume cairan ketuban, Obesitas ibu, dan kelainan Rahim ( Petterson1985, Hirate et.
al. 1990).
Penentuan berat janin dengan rumus Johnson Thousack
Mc Donald melaporkan pada tahun 1906 dan 1910 adalah orang pertama yang
mengukur tinggi simfisi – fundus untuk memperkirakan usia kehamilan. Pada tahun
1953, pengukuran tersebut diperkenalkan pada asuhan antenatal untuk mendeteksi
bayi yang memiliki berat badan yang rendah dan pada kasus insufisiensi plasenta.
Ini merupakan awal dimana pengukuran simfisis–fundus ini dimaksudkan untuk
membantu mengkonfirmasi perkiraan tanggal persalinan (Rumbozt WL, McGoogan
LS, 1953).
Johnson dan Toshach (1954) menggunakan suatu metode untuk menaksir berat
janin dengan pengukuran ( TFU ) tinggi fundus uteri, yaitu dengan mengukur jarak
antara tepi atas symfisis pubis sampai puncak fundus uteri dengan mengikuti
lengkungan uterus, memakai pita pengukur serta melakukan pemeriksaan dalam
( vaginal toucher ) untuk mengetahui penurunan bagian terendah (pengukuran Mc
Donald) dikurangi dengan 13 yang kemudian dibagi dinyatakan dalam lbs atau pon.
dikenal juga dengan rumus Johnson-Thousack. Rumus terbagi tiga berdasarkan
penurunan kepala janin.

 Berat janin = (Tinggi fundus uteri - 13) x 155, bila kepala janin masih floating
 Berat janin = (Tinggi fundus uteri – 12) x 155, bila kepala janin sudah memasuki
pintu atas panggul / H II
 Berat janin = (Tinggi fundus uteri – 11) x 155, bila kepala janin sudah melawati
H III
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Sebelum dilakukan pemeriksaan, terlebih dahulu dilakukan pengosongan kandung
kemih. Bila ketuban sudah pecah ditambah 10% dan tinggi fundus diukur dalam
sentimeter.

Penentuan berat janin dengan rumus Niswander


Niswander melakukan penelitian dan menemukan rumus yang berbeda untuk
menentukan berat badan janin.
Rumus Niswander :
TBBJ = (FU – 13) / 3

Keterangan :
TBBJ = Taksiran Berat badan janin FU = Fundus Uteri
Syahrir dan kawan-kawan pada tahun 2001 di Makasar melakukan pengukuran
dengan mendapatkan modifikasi rumus Johnson yang disederhanakan oleh
Niswander. Sehingga rumus Johnson dimodifikasi ke dalam bentuk :
TBBJ = (TFU – 13) 151 + 1030 gram

Cara pengukuran tinggi fundus uteri


Dalam pengunaan klinis sehari-hari, metode yang sering digunakan adalah rumus
Johnson-Tausak. Namun rumus tersebut hanya dapat digunakan pada presentasi
vertex, dimana pemeriksa sebelumnya melakukan pengukuran tinggi fundus uteri,
turunnya kepala dan dimasukkan kedalam rumus. Untuk dapat mengukur tinggi
fundus uteri dengan baik, sebelumnya kantung kencing harus dalam keadaan
kosong, kemudian tinggi fundus uteri di ukur dalam satuan sentimeter dengan pita
meteran. Ujung dari pita meteran diletakkan pada tepi atas simfisis pubis melalui
garis tengah abdomen dilakukan pengukuran sampai puncak fundus uteri.
(Numprasert 2004)
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Sedangkan untuk penurunan bagian terbawah janin digambarkan dalam
hubungannya dengan spina ischidica yang terletak ditengah-tengah antara pintu
atas panggul dan pintu bawah panggul. Pada tahun 1988, American College of
Obstetricians and Gynecologist mulai mengunakan suatu klasifikasi station yang
membagi panggul atas dan bawah menjadi lima bagian. Pembagian ini
mengambarkan ukuran diatas dan dibawah spina. Jadi saat bagian terbawah janin
turun dari pintu atas panggul menuju spina ischiadica disebut station -5,-4,-3,-2,-1
lalu 0 (spina ischiadica). Dibawah spina ischiadica bagian terbawah janin melewati
+1,+2,+3,+4,+5, dimana +5 setara dengan kepala janin terlihat diintroitus vagina.
Ada juga yang menggunakan bidang Hodge (bagian-bagian dari panggul), yang
terdiri dari (Cuningham 2006, Mochtar 1998)

 Bidang Hodge I : Promontorium pinggir atas simfisis


 Bidang Hodge II : Tepi bawah simfisis
 Bidang Hodge III : Sejajar spina ischiadica
 Bidang Hodge IV : Ujung Os.coccygeus

Belizan dalam penelitiannya mengemukakan bahwa tidak ada variasi dalam


distribusi tinggi fundus uteri antara presentasi kepala atau presentasi bokong,
kepala yang sudah engaged atau belum, nulli atau multipara. Kesalahan dalam
pengukuran mungkin terjadi dalam teknik mengukur dan hal ini dapat dikurangi
dengan cara membandingkan ukuran dari fundus uteri kearah simfisis dengan dari
simfisi ke fundus uteri.

Pengukuran Tinggi Fundus Uterus dengan Mc Donald


Pengukuran tinggi fundus uteri harus dilakukan dengan teknik yang konsisten pada
setiap kali pengukuran dan dengan menggunakan alat yang sama, alat ukur ini dapat
berupa pita/tali atau dengan menggunakan pelvimeter.
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam mengukur tinggi fundus uteri
dengan teknik Mc Donald adalah :
1. Alat ukur panjang ( meteran ) yang digunakan tidak boleh elastic
2. Saat melakukan pengukuran tinggi fundus uteri , kandung kemih ibu harus
dikosongkan
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


3. Posisi ibu saat diukur setengah duduk untuk menghindarkan terjadinya gangguan
peredaran darah baik pada ibu maupun janin. Perkembangan dalam praktik
kebidanan yang diterbitkan pengurus IBI pusat, menjelaskan efek fisiologis ynag
terjadi pada ibu hamil dalam posisi tidak terlentang, yaitu kemungkinan terjadinya
penekanan uterus terhadap vena pelvis mayor, bvena cava inferior, dan bagian dari
aorta desenden. Dengan demikian, hal ini dapat mengurangi sirkulasi darah ke
jantung bagian kanan. Akiba pengurangan aliran darah ke jantung, dapat terjadi
pengurangan oksegenasi ke otak, yang dapat menyebabkan pingsan.
Tujuan Pemeriksaan Tinggi Fundus Uterus dengan teknik Mc Donald :
1. Dari usia kehamilan 22 minggu sampai dengan 35 minggu, untuk menentukan
usia kehamilan berdasarkan perhitungan minggu, dan hasilnya dapat dibandingkan
dengan hasil anamnesis hari pertama haid terakhir (HPHT) dan kapan gerakan janin
dapat dirasakan. Tinggi fundus uteri dapat dicatat dalam centimeter (CM),yang
harus sama dengan umur kehamilan dalam minggu yang ditentukan berdasarkan
HPHT.
Misalnya, jika usia kehamilannya 33 minggu, tinggi fundu uteri harus 33cm. jika
pengukuran berbeda 1-2cm, masih bisa ditoleransi, tetapi jika deviasi lebih kecil
2cm dari usia kehamilan, kemungknan ada gangguan pertumbuhan janin, sedangkan
bila deviasi lebih besar dan 2cm kemungkinan terjadi bayi kembar, polihidramnion,
janin besar. 
2.  Dari usia kehamilan 36 minggu hingga ada tanda-tanda persalinan, untuk
menghitung taksiran berat janin yang dikombinasi dengan teori Johnson dan
Tausack.
Untuk mendapatkan ketepatan pengukuran digunakan rumus Mc. Donald’s.
Pengukuran tinggi fundus uteri ini dapat dilakukan pada saat usia kehamilan
memasuki trimester II dan III.

Perhitungan Tinggi Fundus Uterus dalam menentukan Usia Kehamilan


1) Tinggi Fundus (cm) x 2/7 =  (durasi kehammilan dalam bulan)
2) Tinggi Fundus (cm) x 8/7 = (durasi kehamilan dalam minggu)
3) Tinggi Fundus uteri dalam sintimeter (cm), yang normal harus sama dengan
umur kehamilan dalam minggu yang ditentukan berdasarkan hari pertama haid
terakhir. Misalnya, jika umur kehamilannya 33 minggu, tinggu fundus uteri harus 33
cm. jika hasil pengukuran berbeda 1-2 cm, masih dapat ditoleransi, tetapi jika
deviasi lebih kecil 2 cm dari umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan
pertumbuhan janin, sedangkan bila deviasi lebih besar dari 2 cm, kemingkinan
terjadi bayi kembar, polihidramnion, atau janin besar.

E. SECTIO CAESARIA (SC)


1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


DEFINISI

 Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
 Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &
Wiknjosastro, 2006)
 Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)

PATOFISIOLOGI

SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan
sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu
distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa
dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak
lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari
aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek
fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang
keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh
karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril.
Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.

Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional
dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin
maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe
yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan
pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia
uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan
nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia
yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.

Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat
beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu
motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi.
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


(Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)

BAB III A
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN PATOLOGIS


DENGAN LETAK SUNGSANG
DI RSUD KOJA
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Tanggal : 6-11-15
RM 00.28.98.01

I. SUBJEKTIF
KLIEN SUAMI
Nama Ny. M Tn. A
Usia 36 46
Agama Islam Islam
Pendidika SMP SMA
n
Pekerjaan IRT Seniman
Alamat Sunter, Jakarta Utara

 Ibu mengatakan tidak memiliki keluhan apapun saat ini.


 Ibu mengatakan ini adalah kehamilan keenamnya.

N Tahun Jenis Berat JK


o Persalina Lahir
n
1 1997 Spontan 3500 P
2 1999 Spontan 3700 P
3 2002 Spontan 3500 P
4 2005 Spontan 3500 L
5 2010 Spontan 3700 L

 Berdasarkan hasil USG, tafsiran persalinannya pada tanggal 15-11-15


 Ibu mengatakan tidak memilik masalah dalam BAK/BAB.
 Ibu mengatakan keluhan sulit dalam pola istirahat/tidur.
 Ibu mengatakan terkadang tidak nafsu makan.
 Ibu mengatakan pernah memakai KB pil sebelumnya.
 Ibu mengatakan sudah 19 tahun menikah.
 Ibu mengatakan tidak memiliki kebiasaan buruk seperti mengonsumsi
NAPZA/alkohol.
 Ibu mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keturunan apapun.

II. OBJEKTIF
 Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Keadaan emosional : Stabil
 Tekanan darah : 90/60 mmHg.
Nadi : 80x/menit.
Suhu : 36.7oc
RR : 21 x/menit
BB : 56 kg.
 Pemeriksaan Fisik
a. Kepala: Normal, rambut bersih, tidak rontok, tidak ada benjolan.
b. Wajah : Normal, tidak ada oedema wajah, ekspresi wajah terlihat agak lemas,
konjungtiva mata tidak pucat, hidung tidak ada sekret, gigi dan mulut bersih, telinga
tidak ada pengeluaran sekret.
c. Leher : Normal, tidak ada perbesaran kelenjar getah bening dan tyroid
d. Dada/Payudara : Normal, simetris, putting susu menonjol, ASI +, tidak
bengkak.
e. Ekstremitas : Normal, tidak ada oedema, jari lengkap
f. Abdomen : Tidak ada bekas luka, tidak ada striae/linea
Leopold I : di fundus teraba bagian bulat dan melenting (kepala)
Leopold II : bagian kanan teraba panjang seperti papan, bagian
ekstremitas di sebelah kiri.
Leopold III : bagian terbawah teraba bulat tidak melenting (bokong)
Leopold IV : bisa digerakkan diatas panggul/konvergen
TFU: 35 cm.
DJJ : 129x/menit.
TBJ : (35-13)X155= 3410 gram.

g. Genitalia : (-) tidak dilakukan pemeriksaan.


 Pemeriksaan USG : Diagnosa dokter G6P5A0 hamil 38-39 minggu dengan letak
sungsang,

III. ANALISA
G6P5A0 Hamil 38-39 minggu dengan letak sungsang
Janin tunggal hidup presentasi bokong

IV. PENATALAKSANAAN
1) Memberitahukan kepada keluarga bahwa hasil pemeriksaan
E/ Ibu dan keluarga mengerti
2) Menganjurkan ibu untuk USG
E/ USG sudah dilakukan dengan diagnosa sungsang
3) Menganjurkan untuk memenuhi nutrsi dan hidrasi
E/ Ibu bersedia melakukannya
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


4) Mengajarkan ibu untuk makan sedikit tapi sering untuk menghindari mual
E/ ibu mengerti dan bersedia melakukannya
5) Memberikan support mental pada ibu
E/ ibu merasa senang
6) Menganjurkan ibu untuk menjaga personal hygiene
E/ ibu bersedia melakukannya
7) Mengajarkan ibu untuk posisi sujud/nungging
E/ Ibu mengerti dan sudah pernah melakukannya
8) Menganjurkan ibu untuk berKB karena angka paritasya yang sudah banyak
karena akan menimbulkan resiko tinggi baik bagi ibu dan bayi jika melakukan
persalinan lagi
E/ Ibu mengerti dan akan memikirkannya
9) Memberitahu ibu tanda-tanda persalinan seperti keluar lendir darah, keluar air
bening tidak tertahankan, mules yang semakin kuat.
E/ ibu mengerti
10) Mendiskusikan tentang merencanakan persiapan persalinan
E/ Ibu sudah diskusi dengan dokter dan berencana akan melakukan SC pada 11-11-
15

BAB IV A
PEMBAHASAN
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


MASA KEHAMILAN
 Dari hasil anamnesis diketahui bahwa Ny. M sudah pernah melahirkan 5x
dengan berat janin ≥ 3500 gram melalui proses persalinan spontan.
Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan
biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan (Manuaba, 2008).
 Dalam pemeriksaan fisik hasilnya TTV dalam batas normal. Palpasi abdomen di
Leopold I ditemukan letak kepala di bagian fundus. Letak sungsang merupakan
keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan
bokong berada di bagian bawah kavum uteri (Prawirohardjo, 2008, p.606).
Kemudian Ny. M disarankan untuk melakukan USG dan dalam hasil USG memang
ditemukan bayi dalam keadaan letak sungsang.
 Pengukuran TFU menggunakan teori Mc. Donald dengan menggunakan metlin
sebagai alat ukurnya. Dan diketahui hasilnya 35 cm. Dalam Leopold IV, palpasi
menemukan bahwa bokong menjadi bagian terendah janin. Kemudian dilakukan
pengukuran TBJ menggunakan rumus Johnson dengan perhitungan: TFU-13 X 155
 35-13 X 155 = 3410 gram. Station 13 dipilih karena ini merupakan presentasi
bokong dan bagian terendah janin masih konvergen atau belum masuk PAP
(Johnson-Toshach, 1954)
 Selain karena jumlah anak yang dimiliki sudah terlalu banyak. Berat bayi yang
lahir dapat dipengaruhi karena si ibu adalah grande multipara. Menurut Nahum GG
et all tahun 2002, jumlah paritas juga berhubungan dengan berat janin. Semakin
banyak jumlah paritas, semakin besar janin bakal dilahirkan. Pada kehamilan aterm
akan bertambah berat 0.2-0.5 gram/hari untuk setiap penambahan jumlah 1
persalinan
 Dalam penatalaksanaannya Ny. M pernah melakukan sujud/Knee Chest Position
namun tidak menunjukkan hasil apapun. Ini sudah bersesuaian dengan teori dalam
penanganan letak sungsang pada masa kehamilan. Menurut Mufdlilah (2009),
langkah- langkah knee chest yaitu ibu dengan posisi menungging (seperti sujud),
dimana : lutut dan dada menempel pada lantai, lutut sejajar dengan dada, lakukan 3
- 4 x/hari selama 15 menit, lakukan pada saat sebalum tidur, sesudah tidur, sebelum
mandi dan selain itu juga telah melakukan posisi knee chest secara tidak langsung
pada waktu melaksanakan sholat.
 Ny. M disarankan untuk berKB atau menjarangkan kehamilannya setelah
persalinan keenamnya ini dikarenakan usia yang sudah memasuki resiko tinggi
untuk melakukan persalinan dan angka paritasnya yang sudah terlalu banyak
(Manuaba, 1998)
BAB II B
TINJAUAN TEORI
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Konsep Dasar Teori Persalinan
1. Pengertian
a. Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup
kedunia luar dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain (Sinopsis Obstetri
1998 : 91 )
b. Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari
uterus ibu, persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia cukup bulan
(setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. (Asuhan Persalinan Normal
2008 : 37)
c. Persalinan adalah proses pengeluaran konsepsi (janin dan Uri) yang telah
cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau malalui
jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). (Manuaba 1998 :
157 )
d. Jadi Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (bayi, plasenta dan
selaput ketuban) keluar dari uterus ibu.

2. Bentuk Persalinan
Bentuk persalinan berdasarkan definisi adalah sebagai berikut :
a.       Persalinan spontan
Bila persalinan sepenuhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
b.      Persalinan buatan
Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar.
c.       Persalinan anjuran
Beberapa istilah yang berkaitan dengan umur kehamilan dan berat janin yang
dilahirkan sebagai berikut:
a)      Abortus
- Terhentinya dan dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup diluar
kanduangan.
-          Umur hamil sebelum 28 minggu.
-          Berat janin kurang dari 1000gr
b)      Persalinan prematuritas
-          Persalinan sebelum umur 28 sampai 36 minggu.
-          Berat janin kurang dari 2,499gr
c)      Persalinan aterm
-          Persalinan antara umur hamil 37 sampai 42 minggu
-          Berat janin diatas 2,500gr
d)     Persalinan serotinus
-          Persalinan melampaui umur hamil 42 minggu.
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


-          Pada janin terdapat tanda maturitas.
e)      Persalinan presipitatus
Persalinan berlangsung cepat kurang dari 3jam (Manuaba 1998 : 157)
f)       Persalinan partus imaturus
Penghentian kehamilan sebelum janin viable atau berat janin kurang dari 1000gr
atau kehamilan dibawah 28 minggu. (Sinopsis Obstetri, 1998:92)

KETUBAN PECAH DINI


Pengertian
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan
dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai
sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan
infeksi ibu (Sarwono, 2008).
Ketuban pecah dini (KPD) didefenisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil
aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Sarwono, 2008).
Insidensi ketuban pecah dini terjadi 10% pada semua kehamilan. Pada kehamilan
aterm insidensinya bervariasi 6-19%, sedangkan pada kehamilan preterm
insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua ketuban pecah dini pada
kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam
satu minggu setelah selaput ketuban pecah. 70% kasus ketuban pecah dini terjadi
pada kehamilan cukup bulan, sekitar 85% morbiditas dan mortalitas perinatal
disebabkan oleh prematuritas, ketuban pecah dini berhubungan dengan penyebab
kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40% (Sualman, 2009).

Mekanisme pecah ketuban sebelum dan selama persalinan

Pecahnya selaput ketuban intrapartum terjadi disebabkan perlemahan keseluruhan


karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang selaput
berkurang pada spesimen yang diambil setelah persalinan dibandingkan dengan
spesimen yang diperoleh setelah persalinan dengan operasi sesar tanpa proses
persalinan. Perlemahan keseluruhan selaput ketuban sulit ditentukan bila KPD
dibandingkan dengan selaput yang dipecahkan dalam proses persalinan. Namun
selaput yang pecah prematur tampaknya disebabkan terdapatnya defek fokal
daripada perlemahan keseluruhan. Area sekitar lokasi ruptur digambarkan sebagai
“zona terlarang perubahan morfologi ekstrim” yang ditandai oleh pembengkakan
nyata dan gangguan jaringan fibril kolagen didalam lapisan padat (kompakta),
fibroblas dan spongiosa. Karena zona ini tidak termasuk seluruh lokasi ruptur, zona
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


ini dapat timbul sebelum pecahnya ketuban dan menunjukkan titik pecah awal.

Etiologi

Sebab – sebab ketuban pecah dini dapat dijabarkan sebagai berikut:

 Faktor umum

1. Infeksi STD (Sexually Transmitted Diseases)


2. Faktor sosial : perokok, peminum, keadaan sosial ekonomi rendah.
o Faktor Keturunan
3. Kelainan genetik
4. Faktor rendahnya vitamin C dan ion Cu dalam serum.
o Faktor Obstetrik, antara lain:
5. Overdistensi Uterus
o Kehamilan kembar
o Hidramnion
6. Faktor obstetrik:
o Serviks inkompeten
o Serviks konisasi/ menjadi pendek
o Terdapat sefalopelvik disproporsi.
 Grandemultipara
 Tidak diketahui sebabnya

Dikemukakan bahwa kejadian ketuban pecah dini sekitar 5–8 %. Lima persen
diantaranya segera diikuti oleh persalinan dalam 5 – 6 jam, sekitar 95% diikuti oleh
persalinan dalam 72 – 95 jam dan selebihnya memerlukan tindakan konservatif
atau aktif dengan menginduksi persalinan atau operatif.

( Manuaba, 2008 )

Patofisiologi

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus
dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu
terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh
(Saifuddin, 2009).

Mekanisme ketuban pecah dini adalah terjadi pembukaan prematur serviks dan
membran terkait dengan pembukaan terjadi devaskularisasi dan nekrosis serta
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


dapat diikuti pecah spontan. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban
makin berkurang.  Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi yang
mengeluarkan enzim (enzim proteolitik, enzim kolagenase). Masa interval sejak
ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten,
makin tinggi kemungkinan infeksi. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya
pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin (Manuaba, 2008).

1. Faktor Predisposisi

Beberapa faktor-faktor yang menjadi predisposisi antara lain:

 Infeksi
 Servik yang inkompetensia, kanalis servikalis yang terlalu terbuka oleh karena
kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan,curetage).
 Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (over distensi uterus)
misalnya trauma, hidramnion, gemelli.
 Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun
amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
 Kelainan letak
 Faktor lain:

1. Faktor golongan darah


2. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
3. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
4. Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C ).

(Nugroho, 2010)

1. Faktor Resiko

Beberapa faktor risiko dari KPD antara lain:

 Seviks inkompeten
 Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
 Riwayat KPD sebelumnya
 Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
 Trauma
 Serviks yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
 Infeksi pada kehamilan seperti bacterial vaginosis
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


(Nugroho, 2010)

1. Keluhan Subyektif

 Semburan cairan yang banyak diikuti keluarnya cairan yang terus menerus.
 Keluarnya sedikit cairan yang terus menerus (jernih, keruh, kuning, atau hijau).
 Perasaan basah pada celana dalamnya.

(Varney, 2008)

 Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak

(Nugroho, 2010) 

1. Tanda Klinis / Laboratories

 Tanda Klinis

1. Tanda Klinis / Laboratories

 Tanda Klinis

1. Anamnesis

Adanya cairan yang keluar dari jalan lahir secara tiba-tiba dan cairan berbau khas.

1. Inspeksi

Pengamatan dengan mata biasa, akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila
ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan
lebih jelas.

1. Pemeriksaan fisik

Lakukan palpasi abdomen untuk menentukan volume cairan amnion. Apabila pecah
ketuban telah pasti, terdapat kemungkinan mendeteksi berkurangnya cairan karena
terdapat peningkatan molase uterus dan dinding abdomen di sekitar janin dan
penurunan kemampuan balotemen dibandingkan temuan pada pemeriksaan
sebelum pecah ketuban.

1. Pemeriksaan Inspekulo
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Akan tampak keluar cairan dari ostium uteri eksternum dan akan terkumpul pada
fornik anterior

1. Pemeriksaan Dalam

Didalam vagina didapati cairan dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi
(Nugroho,2010) 

Tabel 2.1. Diagnosis Cairan Vagina

Gejala dan tanda Gejala dan tanda Diagnosis


pasti ada kadang ada kemungkinan
Ketuban pecah tiba-
tiba

a)    Keluar cairan Cairan tampak di Ketuban pecah


ketuban introitus dini

Tidak ada his dalam


1 jam
Riwayat keluarnya
b)   Cairan vagina cairan
berbau (air ketuban
keruh atau berbau) Uterus nyeri
Amnionitis
Demam menggigil Denyut jantung
(>380C) janin cepat

Nyeri perut Perdarahan


pervaginam sedikit
c)    Cairan vagina Gatal
berbau
Vaginitis/
Keputihan
servisitis
Tidak ada riwayat
ketuban pecah Disuria

d)   Cairan vagina Nyeri perut Perdarahan


berdarah antepartum
Gerak janin
  berkurang
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Perdarahan banyak
Awal
e)    Cairan berupa Pembukaan dan persalinan
lendir dan darah pendataran serviks aterm /
preterm

Sumber: Saifuddin, 2009

 Uji laboratories

1. Uji pakis positif

Apus spesimen pada kaca objek mikroskop dan biarkan seluruhnya kering minimal
selama 10 menit. Inspeksi kaca objek dibawah mikroskop untuk memeriksa pola
daun pakis (Saifuddin, 2009).

1. Uji kertas nitrazin positif

Kertas berwarna mustard – emas yang sensitif terhadap pH ini akan berubah warna
menjadi biru gelap jika kontak dengan bahan bersifat basa. Nilai pH vagina normal
adalah ≤ 4,5. Selama kehamilan terjadi peningkatan jumlah sekresi vagina
akibat eksfoliasi epitelium dan bakteri, sebagian besar Lactobacillus, yang
menyebabkan pH vagina menjadi lebih asam. Cairan amnion memiliki pH 7,0 sampai
7,5 (Marmi,2011)

1. Spesimen untuk kultur Streptokokus Grup B.

Jika wanita antara minggu ke-35 dan ke-37 gestasi, hasil kultur negatif dalam 5
minggu sebelumnya didokumentasikan, set spesimen lainnya untuk kultur tidak
diperlukan dan antibiotik profilaksis tidak dianjurkan (Varney, 2008).

 Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

1. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam


cavum uteri.
2. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun, sering
terjadi kesalahan pada penderita

(Nugroho, 2010)
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Pemeriksaan laboratorium dan USG ini digunakan sebagai data penunjang dalam
menentukan diagnosa dan rencana asuhan yang akan diberikan. Pemeriksaan
Laboratorium ini diperlukan pada kasus ketuban pecah dini untuk menentukan
apakah cairan yang keluar dari jalan lahir memang cairan ketuban sehingga tidak
terdapat kesalahan diagnosis.

Prognosis

Delapan puluh sampai delapan puluh lima persen wanita pada semua usia gestasi
yang mengalami ketuban pecah dini akan mengalami persalinan dalam 24 jam.
Sedangkan 10 % lainnya mengalami persalinan dalam waktu 72 jam. Sementara
sisanya, yaitu 5 % wanita akan mengalami periode laten yang lebih lama dari 72
jam.

Angka infeksi dalam 24 jam pertama untuk kehamilan minggu ke-37 sampai ke-42
gestasi telah dilaporkan beragam dari 1,6% sampai 29% , bergantung pada ras,
faktor sosial ekonomi, asuhan pranatal yang diterima dan usia gestasi.

Pada usia kehamilan cukup bulan, terjadi peningkatan insiden intrapartum jika
periode laten sejak pecah ketuban sampai awitan persalinan lebih dari 24 jam. Jika
periode laten ini lebih dari 72 jam, terdapat peningkatan mortalitas perinatal yang
signifikan. Namun, pada kehamilan yang kurang dari minggu ke-37 gestasi, angka
itu bervariasi sesuai dengan usia gestasi dan resiko terkait prematuritas lebih besar
dari pada risiko infeksi setelah ketuban pecah dini. (Varney, 2008)

 Prognosis Ibu

1. Infeksi intra partal (dalam persalinan)


2. Infeksi puerperalis (masa nifas)
3. Partus lama
4. Meningkatkan tindakan operatif obstetrik (khususnya SC)
5. Morbiditas dan mortalitas maternal (Syaifuddin, 2010)

 Prognosis Janin

1. Prematuritas
2. Infeksi
3. Hipoksia dan asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi)

Akibat dari kompresi tali pusat, prolaps uteri, partus lama.


1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


1. Sindrom deformitas janin yang terjadi akibat dari oligohidramnion.
2. Morbiditas dan mortalitas perinatal. (Syaifuddin, 2010) 

1. Penatalaksanaan dan Pengobatan kasus KPD

 Penatalaksanaan Konservatif

1. Rawat di Rumah Sakit


2. Berikan antibiotik (Ampisilin 4 x 500 mg atau Eritromisin bila tak tahan
Ampisilin) dan Metronidasol 2 x 500 mg selama 7 hari.
3. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar,
atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum
inpartu, tidak ada tanda infeksi, tes busa negatif diberikan Deksametason, observasi
tanda-tanda infeksi, kesejahteraan janin, dan terminasi pada usia kehamilan 37
minggu. Jika usia kehamilan 32-37 ada infeksi, diberikan antibiotik dan lakukan
induksi, nilai tanda-tanda infeksi antara lain suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterin.

(Saifuddin, 2010).

 Penatalaksanaan Aktif

1. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea.
Dapat pula diberikan Misoprostol 50 μg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali
(Saifuddin, 2010).
2. Bila ada tanda – tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri:

Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak
berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor pelvik > 5, induksi
persalinan, partus pervaginam (Saifuddin, 2010). 

Tabel 2.2. Skor Pelvis Menurut Bishop

TABEL SKOR BISHOP

Skor Bishop         0              1                   2             3

Pembukaan           0              1-2              3-4             5-6

Pendataran           0-30%     40-50%       60-70%     80%


1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Konsistensi           Keras      sedang        lunak

Stasion                 -3             -2                -1               +1, +2

Posisi serviks        Posterior   Central      Anterior      Anterior

Bila skor total              Kemungkinan  :           Berhasil           Gagal

0-4                                                                   50-60%            40-50%

5-9                                                                   90%                 10%

10-13                                                               100%               0%

Sumber : Norwitz, 2008

Pada keadaan CPD dan letak lintang dialakukan seksio sesaria (Nugroho, 2010)

 Penatalaksanaan Bidan dalam Penanganan KPD

1. Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan KPD ke
rumah sakit dan melahirkan bayi yang berumur >37 minggu dalam 24 jam dari
pecahnya ketuban untuk meminimalkan risiko infeksi intrauterin (Fadlun, 2012).
2. Tindakan konservatif dilakukan melalui kolaborasi dengan dokter spesialis
kandungan dan kebidanan diantaranya dalam pemberian antibiotik Penisilin atau
Ampisilin (Syaifuddin, 2009).
3. Batasi periksa dalam secara ketat untuk mengurangi insidenskorioamnionitis,
terutama pada pasien yang memilih penatalaksanaan konservatif. Melibatkan pasien
dalam proses pengambilan keputusan yaitu penatalaksanaan konservatif atau
penatalaksanaan aktif.

Induksi Persalinan

Pengertian

 Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu,
baik secara operatif maupun medicinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi
rahim sehingga terjadi persalinan (Wiknjosastro, 2007).
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


 Induksi persalinan adalah merangsang uterus untuk memulai terjadinya
persalinan (Saifuddin, 2007).

Indikasi dari ibu

1. Penyakit yang diderita


o Penyakit ginjal
o Penyakit jantung
o Penyakit hipertensi
o Diabetus Melitus
o Keganasan payudara dan porsio

(Norwitz, 2008)

1. Komplikasi kehamilan
o Preeklamsia
o Eklamsia
2. Kondisi fisik
o Penyempitan panggul
o Kelainan bentuk panggul
o Kelainan bentuk tulang belakang

(Manuaba, 2007)

 Indikasi janin
1. Kehamilan lewat waktu
2. Plasenta previa
3. Solusio plasenta
4. Kematian intra uteri
5. Kematian berulang dalam rahim
6. Kelainan kongenital
7. Ketuban pecah dini

(Manuaba, 2007)

1. Kontra Indikasi
o Terdapat distosia persalinan
2. Panggul sempit atau sefalopelvis dispropotion
3. Kelainan posisi kepala janin
4. Terdapat kelainan letak janin dalam rahim
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


5. Kesempitan panggul absolut (Conjugata Diagonalis < 5,5 cm)
6. Perkiraan bahwa berat janin >4.000 gram
o Terdapat kedudukan ganda
7. Tangan bersama kepala
8. Kaki bersama kepala
9. Tali pusat menumbung terkemuka
o Terdapat anamnesis:perdarahan antepartum
o Pada grandemultipara atau kehamilan >5 kali
o Terdapat tanda – tanda atau gejala intra uterin fetal distress

(Manuaba, 2007)

 Terdapat overdistensi rahim

1. Kehamilan ganda
2. Kehamilan dengan hidramnion

(Wiknjosastro, 2007)

 Terdapat bekas operasi pada otot rahim

1. Bekas sectio caesarea
2. Bekas operasi mioma uteri

(Oxorn,2010)

1. Syarat induksi

 Janin mendekati aterm


 Tidak terdapat kesempitan panggul atau sefalopelvik disproportion
 Memungkinkan untuk lahir pervaginam
 Janin dalam presentasi belakang kepala
 Kepala janin harus sudah masuk panggul

(Oxorn, 2010)

1. Faktor – faktor yang memengaruhi induksi persalinan

 Kedudukan bagian terendah


1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Semakin rendah kedudukan bagian terendah janin kemungkinan keberhasilan
induksi akan semakin besar karena dapat menekanPleksus Frankenhauser.

 Penempatan (Presentasi)

1. Letak kepala lebih berhasil dibandingkan kedudukan bokong


2. Kepala lebih membantu pembukaan dibandingkan dengan bokong

 Kondisi servik

1. Servik yang kaku menjurus ke belakang sulit berhasil dengan induksi persalinan
2. Servik lunak lurus atau kedepan lebih berhasil dalam induksi

 Paritas

Dibandingkan dengan primigravida, induksi pada multipara akan lebih berhasil


karena sudah terdapat pembukaan.

 Umur kehamilan

1. Ibu dengan umur yang relatif tua (diatas 30 – 35 tahun) dan umur anak terakhir
yang lebih dari 5 tahun kurang berhasil.
2. Kekakuan serviks menghalangi pembukaan sehingga lebih banyak dikerjaan
tindakan operasi.
3. Pada kehamilan yang semakin mendekati aterm induksi persalinan pervaginam
akan semakin berhasil.

Pertimbangan tersebut ditetapkan oleh Bishop dalam bentuk penilaian.

(Manuaba, 2007) 

1. Metode Induksi Persalinan

Salah satu yang merupakan metode induksi persalinan adalah metode drip / infus
oksitosin.

 Pengertian

Metode infus oksitosin merupakan metode yang paling lazim dilakukan.


Menurut See-Saw Theory, Prof. I. Scapo dari Universitas Washington menyatakan
bahwa:
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


1. Prostaglandin banyak dijumpai dalam jaringan tubuh.
2. Progesteron menghalangi kerja prostaglandin sehingga tidak terdapat kontraksi
otot rahim.
3. Oksitosin dianggap merangsang pengeluaran prostaglandin sehingga terjadi
kontraksi otot rahim.
4. Pemberian prostaglandin secara langsung dapat meningkatkan kontraksi otot
rahim

 Metode drip oksitosin dapat dilakukan sebagai berikut:


1. Dipasang infus Dekstros 5% atau ringer laktat dengan 5 unit oksitosin.
2. Tetesan pertama antara 8 – 12 tetes permenit dengan perhitungan setiap
tetesan mengandung 0,0005 unit sehingga dengan pemberian 12 tetes/menit
sebanyak oksitosin sebanyak 0,006 unit/menit.
3. Setiap 15 menit dilakukan penilaian, jika tidak terdapat his yang adekuat,
jumlah tetesan ditambah 4 tetes, sampai maksimal mencapai 40 tetes permenit atau
0,02 unit oksitosin/menit.
4. Tetesan maksimal dipertahankan dalam 2 kali pemberian 500 cc
Dekstros 5%.
5. Jika sebelum tetesan ke-40, sudah timbul kontraksi otot rahim yang
adekuat, tetesan terakhir dipertahankan, sampai persalinan berlangsung.
6. Dalam literatur dikemukakan juga, bahwa pemberian oksitosin
maksimal setiap menit adalah sekitar 30-40m IU atau tetesan sebanyak 40 tetes
permenit dengan oksitosin sebanyak 10 IU.
 Komplikasi pada induksi persalinan dengan oksitosin :
1. Pecahnya vasa previa dengan tanda perdarahan dan diikutifetal distress,
darah merah segar.
2. Prolapsus bagian kecil janin terutama tali pusat.
3. Gejala terjadinya ruptur uteri immenens atau ruptur uteri.
4. Terjadinya fetal distress karena gangguan sirkulasi retro-plasenta pada
tetani uteri atau solusio plasenta.

(Manuaba, 2007)
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Bab III B
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN IBU BERSALIN DENGAN KPD


DI RSUD KOJA

Tanggal : 19-11-15

KALA 1 jam: 14.00


V. SUBJEKTIF
KLIEN SUAMI
Nama Ny. E Tn. S
Usia 20 25
Agama Islam Islam
Pendidika SMA SMA
n
Pekerjaan IRT/Wirausaha Karyawan
Alamat Jl. Lagoa rt 10/2

 Ibu datang atas rujukan dari PKM dengan indikasi KPD sejak 05.30 dan
mulesnya semakin sering.
 Ibu mengatakan haid terakhirnya pada 8-2-15 dan perkiraan persalinannya
pada tanggal 15-11-15
 Ibu mengatakan ini adalah kehamilan pertamanya
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


 Ibu mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit apapun sebelumnya.
 Ibu mengatakan tidak memilik masalah dalam BAK/BAB.
 Ibu mengatakan tidak memiliki keluhan dalam pola istirahat/tidur.
 Ibu mengatakan tidak memiliki masalah dalam makan/minum.
 Ibu mengatakan belum pernah ber-KB sebelumnya
 Ibu mengatakan tidak memiliki kebiasaan buruk seperti mengonsumsi
NAPZA/alkohol.

VI. OBJEKTIF
 Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
 Tekanan darahh : 120/70 mmHg.
Nadi : 81x/menit.
Suhu : 36.6oc
RR : 18 x/menit
 Pemeriksaan Fisik
h. Kepala: Normal, tidak oedema, tidak ada benjolan
i. Wajah : Normal, tidak ada oedema, simetris, mata tidak anemis, gigi tidak ada
caries, mulut bersih, hidung tidak ada sekret
j. Leher : Normal, tidak teraba pembengkakan kelenjar tyroid/getah bening
k. Dada/Payudara : Normal, putting susu menonjol, ASI +, tidak bengkak,
tidak nyeri
l. Ekstremitas : Normal, tidak ada oedema.
m. Abdomen : ada striae gravidarum dan tidak ada bekas luka.
Leopold I : di fundus teraba melenting (bokong)
Leopold II : punggung teraba di sebelah kanan dan ekstremitas sebelah kiri
Leopold III : bagian terbawah janin adalah kepala
Leopold IV : penurunan kepala mencapai 3/5
TFU: 37 cm.
DJJ : 140x/menit.
His : 3x10’30”
n. Anus : Normal, tidak ada hemoroid, tidak ada rasa ingin BAB.
o. Genitalia : Normal, tidak ada pembengkakan, pengeluaran pervaginam: +
lendir darah.
 Pemeriksaan dalam : Porsio tebal lunak, ketuban (-) warna putih keruh,
presentasi kepala, pembukaan 4 cm, penurunan kepala H II, penyusupan negatif,
letak belakang kepala.

VII. ANALISA
G3P2A0 Hamil 40 minggu Kala I fase aktif dengan KPD 8 jam
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Janin tunggal hidup presentasi kepala.

VIII. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahukan kepada keluarga bahwa hasil pemeriksaan menunjukkan Ibu
dan janin dalam keadaan baik.
2. Memantau kesejahteraan janin. Melakukan pemantauan His dan DJJ.
3. Terpasang infus RL kosong sisa 500 ml
4. Menganjurkan untuk memenuhi nutrsi dah hidrasi.
5. Drips oksitosin 5 IU ke dalam RL dengan tetesan awal 8 tetesan
6. Menganjurkan untuk mobilisasi.
7. Menganjurkan untuk istirahat
8. Menganjurkan untuk mengatur nafas agar lebih tenang.
9. Mengingatkan ibu untuk tidak menahan jika merasa ingin BAK/BAB.
10. Mengingatkan ibu agar tidak mengedan sebelum waktunya.

Jam: 18.00

S : Ibu merasa mulesnya bertambah


O : TD: 120/70mmHg Sh: 36,6oC
N: 78x/m DJJ: 142x/m
RR: 20 x/m His: 4x10’40”
VT : porsio tipis lunak, pembukaan 8 cm, ketuban (-), presentasi kepala, H
III,
Molase: 0, UUK depan
A : G1P0A0 Hamil 40 minggu kala I fase aktif
P : 1. Memberitahu ibu bahwa pembukaan sudah maju
2. Mengingatkan untuk tidak mengedan sebelum waktunya
3. Menganjurkan memenuhi nutrisi dan hidrasi
4. Tetesan infus dinaikkan menjadi 20 tpm dan menjadi dosis pemeliharaan

K A L A II jam: 19.30
I. SUBJEKTIF
Ibu mengatakan mules yang dirasa semakin sering dan ada rasa ingin meneran.

II. OBJEKTIF
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis.
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 80x/menit
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Suhu : 36,00c
Rr : 22x/menit
His : 4x10’45”
DJJ : 150x/menit
 Kandung kemih : Kosong
 Genitalia : Vulva membuka, ada dorongan pada anus, perineum
menonjol, keluar lendir bercampur darah, kepala ± 3-5 cm di depan vulva.
 Pemeriksaan dalam : porsio tidak teraba, pembukaan 10 cm, presentasi kepala,
UUK depan, penurunan H III +, penyusupan negatif

III. ANALISA
P1A0 dalam persalinan kala II

IV. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahu keluarga bahwa pembukaan sudah lengkap.
2. Mempersilahkan ibu untuk memilih posisi yang nyaman.
3. Melihat adanya tanda & gejala kala II
4. Pastikan seluruh alat sudah lengkap dan gunakan APD lengkap.
5. Memantau DJJ untuk kesejahteraan janin.
6. Memberikan asupan nutrisi dan hidrasi
7. Memimpin ibu meneran saat ada his.
8. Dekatkan dan buka alat partus, lalu gunakan sarung tangan dan ambil duk steril.
9. Saat kepala crowning, letakkan tangan kiri diatas simfisis dan tangan kanan di
depan perineum melakukan steneng dengan menggunakan duk steril untuk
membantu melahirkan kepala bayi.
10. Setelah kepala lahir, pastikan ibu tidak lagi mengedan. Usap wajah bayi dan
tunggu putaran paksi luar.
11. Kemudian lakukan biparietal-sangga-susur untuk melahirkan bahu dan seluruh
tubuh bayi. Lahirkan bayi dan letakkan diatas perut ibu.
12. Bayi lahir spontan pukul: 19.50 WIB, langsung menangis. JK: Perempuan.
13. Menghangatkan bayi dengan bedong dibawah lampu sorot sambil mengusap-
usap dan lakukan rangsangan taktil jika bayi belum menangis keras.

K A L A III jam 20.00


I. SUBJEKTIF
Ibu mengatakan merasa senang atas kelahiran bayinya, dan masih merasa mules.

II. OBJEKTIF
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Tekanan Darah : 120/90 mmHg.
Nadi : 78x/menit.
Suhu : 36,20c
RR : 23x/menit.
TFU : Sepusat.
Kontraksi : (+) uterus membulat.
Kandung kemih : Kosong.

III. ANALISA
P1A0 dalam persalinan Kala III

IV. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahu keluarga bahwa bayi sudah lahir dengan sehat.
2. Memberikan selamat atas kelahiran bayinya
3. Memeriksa fundus untuk memastikan tidak ada janin kedua dan kandung kemih
kosong.
4. Menyuntikkan oksitosin secara IM di paha kiri.
5. Menjepit tali pusat ± 3 cm dari pusat bayi, kemudian urut tali pusat untuk
menghambat aliran darah lalu letakkan klem kedua berjarak ± 2-3 cm dari klem
pertama, kemudian potong tali pusat di dekat klem pertama dengan menggunakan
gunting tali pusat.
6. Setelah tali pusat terpotong, letakkan bayi diatas dada ibu secara telungkup
sebagai langkah IMD (inisiasi menyusu dini) selama ± 1 jam.
7. Melihat adanya tanda-tanda pelepasan plasenta.
8. Setelah ± 5-10 menit belum ada tanda-tanda pelepasan plasenta, ibu mendapat
suntikan oksitosin kedua di paha kanan secara IM.
9. Jepit tali pusat dengan klem di dekat vulva, kemudian lakukan peregangan tali
pusat terkendali sementara tangan kiri berada di atasa fundus untuk melakukan
dorsokranial sambil menahan fundus ke arah atas.
10. Regangkan tali pusat dengan tangan kanan hingga plasenta terlihat di depan
vulva, tangkap dan lahirkan plasenta dengan cara di pilin searah jarum jam hingga
seluruh bagian plasenta lahir semua.
11. Massase fundur uteri selama 15x/15 detik.
12. Memeriksa kelengkapan plasenta dan evaluasi laserasi jalan lahir.

K A L A IV
I. SUBJEKTIF
Ibu masih merasa mules dan lemas tapi tidak merasa pusing.

II. OBJEKTIF
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


KU : baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg.
Nadi : 82x/menit.
Suhu : 36,7oc
RR : 20x/menit
Kontraksi : + baik
TFU : 2 Jari dibawah pusat.
Perdarahan : normal
Perineum : laserasi grade 2

III. ANALISA
P1A0 dalam persalinan kala IV

IV. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahukan kepada keluarga bahwa ibu dan bayi dalam keadaan baik
2. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik
3. Pastikan bayi masih skin to skin dengan ibu.
4. Setelah 1 jam, lakukan Asuhan BBL lengkap. Lakukan pengukuran antropometri
dan pemeriksaan fisik pada bayi serta pemberian suntik Vit K secara IM di paha kiri
bayi dan olesan salep mata.
5. Letakkan kembali bayi di dekat ibu.
6. Lakukan pemantauan kontraksi dan cegah perdarahan.
7. Ajarkan ibu/keluarga untuk masase uterus.
8. Evaluasi pengeluaran darah
9. Lakukan pemantauan vital sign, nadi ibu per 15 menit pada 1 jam pertama dan
30 menit kemudian pada 1 jam kedua.
10. Pastikan bayi bernapas normal dan suhu bayi tetap normal.
11. Buang bahan habis pakai ke tempat sampah yang sesuai.
12. Membereskan seluruh alat bekas pakai ke larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
13. Membersihkan tubuh dan bokong ibu dengan air DTT, bantu ibu memakai
pakaian bersih.
14. Pastikan ibu merasa nyaman dan menganjurkan untuk memberikan ASI
eksklusif.
15. Mendekontaminasikan tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%
16. Celupkan sarung tangan di larutan klorin, lalu mencuci alat.
17. Cuci tangan kemudian sterilisasi alat selama 1 jam.
18. Dokumentasi & partograf.
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Bab IV B
PEMBAHASAN

B. PERSALINAN

Ny. E memasuki masa persalinan dengan usia kehamilan 40 minggu. Tidak ada
kesenjangan antara teori dengan kenyataan dimana menurut teori persalinan
normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan
(37-42 minggu). (Saifuddin, 2002)
Pada Kala I ibu datang sebagai rujukan dari puskesmas atas indikasi KPD lebih dari
6 jam. Dan Ibu sudah dipasang infus RL kosong dan saat dilakukan pemeriksaan
dalam, pembukaan 4 cm. Kemudian memasukkan oksitosin 5 IU secara drips untuk
induksi persalinan. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang dijabarkan Manuaba
(2007)
Dosis tetesan awal yang diberikan adalah 8 tpm. Kemudian karena setelah dipantau
perkembangannya terdapat peningkatan his yang semakin adekuat, hingga tetesan
ditambah menjadi 20 tpm dan dijadikan dosis pemeliharaan saat pembukaan
mencapai 8 cm. Ini sudah sesuai dengan teori Manuaba (2007)
Pada kala I juga dilakukan gerakkan asuhan sayang ibu, ibu diberikan dukungan dan
kenyamanan posisi. Ibu memilih posisi berbaring miring kekiri, hal ini dilakukan
setelah ibu mendapat informasi bahwa berbaring miring kekiri dapat membantu
janin memdapatkan suplai oksigen yang cukup, sebaliknya jika ibu berbaring
terlentang, maka bobot tubuh ibu akan menekan pembuluh darah yang membawa
oksigen kejanin, sehingga suplai oksigen bayi dapat berkurang dan dapat
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


menyebabkan gawat janin. Selain pilihan posisi, ibu juga diberikan asupan nutrisi
dan cairan, ibu diberikan segelas teh manis hangat, hal ini dapat membantu karena
selama proses persalinan berlangsung ibu akan mudah mengalami dehidrasi.
(Depkes RI, 2004).
Persalinan kala II Ny. E berlangsung 20 menit. Pada teori  lamanya waktu
persalinan kala II secara fisiologis pada primigravida berlangsung selama 2 jam dan
pada multigravida berlangsung selama 1 jam. (Saifuddin). Sehingga tidak ada
kesenjangan antara teori dengan kenyataan untuk lamanya waktu kala II.
Selama proses persalinan, diterapkan prinsip pencegahan infeksi dengan
menggunakan alat-alat yang steril atau yang sudah di desinfeksi tingkat tinggi. Hal
ini bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi pada ibu, bayi dan penolong, untuk
itu tindakan pencegahan infeksi harus bisa diterapkan dalam setiap aspek asuhan.
(Depkes RI, 2004).

Setelah dilakukan pemotongan tali pusat bayi diletakkan di dada ibu dengan posisi
tengkurap untuk  IMD. Pada bayi Ny. E yang di lakukan IMD selama 1 jam. Tidak
terjadi kesenjangan  teori dengan praktek yang karena memang IMD dilakukan
selama 1 jam setelah bayi lahir. (Asuhan Persalinan Normal, 2014)

Persalinan kala III berlangsung 10 menit dan menurut teori kala III pada
primigravida 30 menit dan pada multigravida 15 menit. (Mochtar, 1998). Pada
proses kala III, tidak ada suntikan oksitosin kedua dan kontraksi berjalan baik.

Pada kala IV dilakukan observasi pada Ny. E selama 2 jam. Ibu dan bayi dalam
keadaan normal. Perdarahan yang terjadi pada Ny. E berlangsung normal, dan
jumlah perdarahan juga berada dalam batas normal. Menurut teori dianggap
perdarahan normal jika jumlah darah kurang dari 400 sampai 500 cc. (Mochtar,
1998)
Pada keseluruhan proses persalinan pada Ny. E berjalan dengan normal dan baik,
hal ini terjadi karena adanya observasi dan tindakan serta asuhan yang tepat dari
awal persalinan hingga bayi dapat lahir, kelancaran persalinan ini juga berkat
adanya kerjasama yang baik dari ibu, ibu dapat mengontrol emosinya serta dapat
meneran dengan baik. Ibu juga mau mengikuti anjuran yang diberikan bidan.

Observasi Kala IV pada Ny. E yaitu TTV batas normal 110/80 mmHg, suhu 36,7ºC,
Tinggi fundus uteri setelah plasenta lahir 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik,
konsistensi keras, kandung kemih kosong, lochea rubra, pengeluaran darah selama
proses persalinan yaitu pada kala I ± 30 cc, kala II ± 50 cc, kala III ± 75 cc, kala IV ±
150 cc, jumlah pengeluaran darah yang dialami yaitu ±305 cc. Teori mengatakan
perkiraan pengeluaran darah normal ± 500 cc bila pengeluaran darah  ≥ 500 cc yaitu
pengeluaran darah abnormal (Prawirohardjo, 2009).
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Meskipun pada Kala I sempat terjadi ketuban pecah dini yang mengharuskan Ny. E
melakukan persalinan di RSUD Koja, namun secara keseluruhan proses persalinan
berjalan baik tanpa ada komplikasi tambahan lainnya.

BAB II C
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
1.      Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta lahir
dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali ke keadaan sebelum hamil. masa
nifas berlangsung selama kira-kira 2-6 minggu. (Sarwono, 2002:122).
2.      Masa nifas adalah masa pulihnya kembali ke dalam keadaan sebelum
hamil dan masa nifas berlangsung selama kira-kira 2-6 minggu. (Maternal dan
Neonatal, 2002)
3. Masa nifas adalah masa pulihnya kembali mulai dari persalinan, sampai alat-
alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, lamanya 6-8 minggu. (Mochtar,
1990)
4.      Masa nifas adalah masa dimulainya dari lahirnya plasenta sampai
mencakup 6 minggu berikutnya. (Pusdiknakes, 2001)
5.      Dari ke-4 definisi tentang masa nifas maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa masa nifas adalah masa yang dimulai setelah partus selesai serta lahirnya
plasenta dan berakhir sampai alat-alat kandungan kembali kekeadaan seperti
sebelum hamil yang berlangsung selama kira-kira 2- 6 minggu.

B. Tujuan Asuhan Masa Nifas


1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik
2. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati
atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi,
keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan
bayi sehat.
4. Memberikan pelayanan keluarga berencana

C. Masa Nifas Dibagi Dalam 3 Periode


1        Puerperium Dini
Yaitu dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama
Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2        Puerperium Inter Medial
Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3        Remote Puerperium
Adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi waktu untuk sehat
sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan (Mochtar, 1998 : 115)

D. Perubahan-perubahan Fisik Pada Masa Nifas Normal


1. Involusi Corpus Uteri
Segera setelah placenta lahir, fundus korpus uteri berkontraksi, letaknya kira-kira ½
pusat dan symfisis atau sedikit lebih tinggi. Umumnya organ ini mencapai ukuran
tidak hamil seperti semula dalam waktu ukuran sekitar 6-8 minggu. Proses
involusio uterus meliputi 3 aktivitas, yaitu :
a.      Kontraksi uterus
b.      Autolysis sel-sel myometrium
c.      Regenerasi epithelium

Tabel tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusio (Mochtar, 1998)
Involus Tinggi Fundus Uteri Berat
i Uterus
Bayi Setinggi pusat 1000
lahir 2 jari dibawah pusat gram
Uri lahir Pertengahan pusat dan symfisis 750
1 gram
Tidak teraba di atas symfisis
minggu 500
Bertambah kecil
2 gram
Sebesar normal
minggu 350
6 gram
minggu 50
gram
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


8 30
minggu gram

Terjadi proses involusi uterus (proses kembalinya uterus ke keadaan seperti


sebelum hamil). Seteleh janin lahir lahir, uterus kira-kira setinggi umbilikus. Setelah
plasenta lahir, uterus berada 2 cm dibawah umbilikus, kemudian turun kira-kira 1-2
cm setiap 24 jam. pada hari ke 6 fundus akan berada pada pertengan umbilikus dan
simfisis, dan tidak dapat dipalpasi lagi pada abdomen pada hari ke 9 postpartum.

Setelah melahirkan keluar rabasa dari uterus yang disebut lokia. Pada hari 1-3
disebut lokia rubra yang bewarna merah terang, terdiri atas darah, debris desidua
dan debris trofoblastik. Setelah hari ke3, lokia berubah menjadi merah muda atau
kecoklatan dan bertahan selama 10 hari, lokia ini disebut lokia serosa dan terdiri
dari old blood, serum, leukosit, dan debris jaringan. Kemudian lokia serosa berubah
warna menjadi kuning sampai putih (lokia alba) yang mengandung leukosit,
desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri.

2. Bekas Implantasi Uri


Tempat placenta mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri dengan
diameter 7,5 cm. Sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm. Pada minggu keenam 2,4 cm
dan akhirnya pulih.
3. Lochea
Adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas.
Ada beberapa macam lochea antara lain :
1)      Lochea rubra (cruenta)
Berwarna merah segar, berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel
desidua, vernik caseosa, lanugo dan mekonium, selama 2 hari pasca persalinan.
2)      Lochea sanguinolenta
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir. Terjadi pada hari ke 3-7 pasca
persalinan.
3)      Lochea serosa
Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, terjadi pada hari ke 7-14 pasca
persalinan.
4)      Lochea alba
Berupa cairan berwarna putih, berisi leukosit dan mukosa servik terjadi setelah 2
minggu pasca persalinan.
5)      Lochea purulenta
Terjadi dikarenakan adanya infeksi, keluar cairan seperti nanah dan berbau busuk.
6)      Lochiostasis
Yaitu lochea yang keluarnya tidak lancar.
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


4. Perubahan Servik dan Segmen Bawah Rahim
Segera setelah placenta lahir, servik dan segmen bawah rahim menjadi struktur
yang tipis, kolaps dan kendur. Mulut servik mengecil perlahan-lahan sebelum
beberapa hari mulut serviks mudah dimasuki oleh 2 jari, tetapi pada akhir minggu
pertam telah menjadi sedemikian sempitnya sehingga jari sulit untuk masuk,
sewaktu servik menyempit, servik menebal dan salurannya terbentuk kembali,
tetapi masih ada tanda-tanda servik parut.
Setelah kelahiran, miometrium segmen bawah rahim yang sangat menipis
berkontraksi dan beretraksi tetapi tidak sekuat pada korpus uteri. Dalam perjalanan
beberapa minggu segmen bawah rahim diubah dari struktur yang jelas dan cukup
besar untuk memuat kebanyakan kepala janin cukup bulan menjadi isthmus yang
hampir tidak dapat dilihat.

5. Perubahan Vagina dan Pintu Keluar Vagina


Pada perlukaan jalan lahir akan sembuh dalam 6-7 hari, bila tidak disertai infeksi
dan faktor gizi juga sangat berpengaruh dalam penyembuhan luka jalan lahir
tersebut, karena dengan gizi yang cukup akan mempercepat pertumbuhan sel-sel
tubuh yang rusak.
Vagina dan pintu keluar vagina pada bagian pertama masa nifas membentuk lorong
berdinding lunak dan luas yang ukurannya secara perlahan-lahan mengecil tetapi
jarang kembali ke ukuran semula. Rugae terlihat kembali pada minggu ke 3 dan
terdapat carunculae mirtiformis yang khas pada wanita yang pernah melahirkan.

6. Rasa Sakit
Yang disebut juga “after pains” (meriang atau mules-mules) disebabkan oleh
kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari pasca persalinan. Perlu diberikan
pengertian pada ibu, mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu dapat diberikan
obat-obatan anti sakit dan anti mulas.

7. Ligament-ligament
Ligament fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan. Setelah
bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak
jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamentum
rotundum menjadi kendor.
Setelah melahirkan, kebiasaan wanita Indonesia melakukan “berkusuk” atau
“berurut” dimana sewaktu diurut tekanan intra abdomen bertambah tinggi. Karena
setelah melahirkan ligamen, fasia dan jaringan penunjang menjadi kendor, jika
dilakukan urut, banyak wanita akan mengeluh kandungannya turun atau terbalik.
Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan latihan-latihan dan senam pasca
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


persalinan/senam nifas. Biasanya striae yang terjadi pada saat kehamilan akan
berkurang.

8. Perubahan Saluran Kencing


Peregangan dan dilatasi selama kehamilan yang menyebabkan perubahan
permanen di pelvis renalis dan ureter, kecuali ada infeksi kembali normal pada
waktu 2-8 minggu, bergantung pada :
1) Keadaan atau status sebelum persalinan
2) Lamanya partus kala II
3) Besarnya kepala yang menekan pada saat persalinan

9. Sistem Kardio Vaskuler


Penurunan volume darah diasumsikan dengan kehilangan darah. Pada saat
persalinan volume plasma menurun 1000 ml karena kehilangan darah dan diuresis.
Setelah 3 hari volume darah meningkat 1200 ml sebagai akibar cairan ekstra seluler
ke intra seluler. Total volume darah menurun 16% setelah persalinan. Perkiraan
kehilangan darah dapat dibandingkan setelah persalinan. Kehilangan darah 500 ml
akan menyebabkan pengurangan Hb 1%, nadi dan cardiac output meningkat selama
1-2 jam post partum. Segera setelah melahirkan, cardiac output meningkat 50-60 %
dan menurun setelah 10 menit.

10. Payudara
Pada semua wanita setelah melahirkan, laktasi dimulai secara alami dan normal.
Proses menyusui mempunyai 2 mekanisme fisiologis, yang meliputi: produksi susu
dan sekresi susu atau let down.
Fisiologi dari produksi ASI masih belum sepenuhnya dimengerti. Dipikirkan bahwa
konsentrasi estrogen dan progesteron yang tinggi sebelum kehamilan menghambat
produksi prolaktin, yang dibutuhkan untuk laktasi. Hal ini menjelaskan mengapa
seorang wanita tidak memproduksi ASI sepanjang kehamilannya.
Pada saat placenta lahir, terjadi perubahan drastis yang mendadak pada kadar
estrogen dan progesteron. Keadaan ini membuat kelenjar hipofise anterior
memproduksi prolaktin. Produksi ASI juga dipengaruhi oleh hisapan bayi yang
dapat menyebabkan kenaikan atau kelanjutan dari pelepasan prolaktin dari hipofise
anterior.
Seorang bayi akan menekan sinus laktiferus sewaktu menghisap ASI. Hisapan ini
akan mendorong air susu melalui ductus laktiferus menuju tempat akhir, yaitu mulut
bayi. Aliran susu dan sinus laktiferus disebut let down dan dalam hal ini dapat
dirasakan oleh ibu

Perubahan Fisiologis Pada Postpartum Sectio Caesaria SC


1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Perubahan fisiologis pada masa post SC menurut Bobak, Lowdermik, Jensen (2004)
meliputi :

a. Involusi

Yaitu suatu proses fisiologi pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum
hamil, terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil karenacytoplasmanya
yang berlebihan dibuang.

1) Involusi uterus

Terjadi setelah placenta lahir, uterus akan mengeras karena kontraksi dan reaksi
pada otot-ototnya, dapat diamati dengan pemeriksaan

Tinggi Fundus Uteri :

a) Setelah placenta lahir hingga 12 jam pertama Tinggi Fundus Uteri 1 - 2 jari
dibawah pusat.

b) Pada hari ke-6 tinggi Fundus Uteri normalnya berada dipertengahan simphisis


pubis dan pusat.

c) Pada hari ke-9 / 12 tinggi Fundus Uteri sudah tidak teraba.

2) Involusi tempat melekatnya placenta

Setelah placenta dilahirkan, tempat melekatnya placenta menjadi tidak beraturan


dan ditutupi oleh vaskuler yang kontraksi serta trombosis pada endometrium
terjadi pembentukan scar sebagai proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan
luka pada endometrium ini memungkinkan untuk implantasi dan pembentukan
placenta pada kehamilan yang akan datang.

2. Adaptasi psikososial

Ada 3 fase perilaku pada ibu post partum menurut Bobak, Lowdermik, Jensen
(2004) yaitu:

a. Fase “taking in” (Fase Dependen)

1) Selama 1 - 2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu dan ibu lebih
memfokuskan pada dirinya sendiri.

2) Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya dalam


tanggung jawab sebagai seorang ibu dan ia lebih mempercayakan kepada orang lain
dan ibu akan lebih meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahat.
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


3) Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan tentang
pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa ketidaknyamanan.

b. Fase “taking hold” (Fase Independen)

1) Ibu sudah mau menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu

dengan memperlihatkan bayinya.

2) Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya.

3) Ibu mulai terbuka untukmenerima pendidikan kesehatan bagi diri

dan bayinya.

3) Fase “letting go” (Fase Interdependen)

1) Fase ini merupakan suatu kemajuan menuju peran baru.

2) Ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya lebih

meningkat.

3) Mengenal bahwa bayi terpisah dari dirinya

E.       Gambaran Klinis Masa Puerperium


Segera setelah persalinan dapat terjadi peningkatan suhu badan, tetapi tidak boleh
lebih dari 38oC. Bila terjadi peningkatan melebihi 38 oC berturut-turut selama 2 hari
kemungkinan terjadi infeksi. Uterus yang telah menyelesaikan tugasnya akan
menjadi keras karena kontraksinya, sehingga terdapat penutupan darah. Kontraksi
uterus yang diikuti his pengiring menimbulkan rasa nyeri yang disebut dengan nyeri
ikutan terutama pada multipara (Manuaba, 1998 : 192).

F. Program dan Kebijakan Teknis


Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan
BBL dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang
terjadi.

Tabel Frekuensi Kunjungan Masa Nifas (Anonim, 2002 : N23)


Kunjunga Waktu Tujuan
n
1 6-8 jam - Mencegah perdarahan masa nifas
setelah karena atonia uteri
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


persalina - Mendeteksi dan merawat penyebab
n lain perdarahan, rujuk jika perdarahan
berlanjut
- Memberikan konseling pada ibu atau
salah satu anggota keluarga bagaimana
mencegah perdarahan masa nifas
karena atonia uteri
- Pemberian ASI awal
- Melakukan hubungan antara ibu dan
bayi baru lahir
- Menjaga bayi tetap sehat dengan cara
mencegah hipotermia
- Jika petugas kesehatan menolong
persalinan, ia harus tinggal dengan ibu
dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama
setelah kelahiran, atau sampai ibu dan
bayi dalam keadaan stabil
2 6 hari - Memastikan involusi uterus berjalan
setelah normal: uterus berkontraksi, fundus
persalina dibawah umbilikus, tidak ada
n perdarahan abnormal, tidak ada bau
- Menilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi atau perdarahan abnormal
- Memastikan ibu mendapatkan cukup
makanan, cairan dan istirahat
- Memastikan ibu menyusui dengan baik
dan tak memperlihatkan tanda-tanda
penyulit
- Memberikan konseling pada ibu
mengenai asuhan pada tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat dan merawat
bayi sehari-hari
3 2 minggu - Sama seperti di atas (6 hari setelah
setelah persalinan)
persalina
n
4 6 minggu - Menanyakan pada ibu tentang
setelah penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami
persalina - Memberikan konseling untuk KB
n secara dini
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


G. Diagnosis
1)      Apakah masa nifas berlangsung normal/tidak seperti involusio uterus,
pengeluaran lochea, pengeluaran ASI dan perubahan sistem tubuh, termasuk
keadaan psikologis normal.
2)      Adakah keadaan gawat darurat pada ibu seperti perdarahan, kejang dan panas.
3)      Adakah penyulit/masalah dengan ibu yang memerlukan rujukan/ perawatan
seperti perawatan payudara  (Sarwono, 2002 : 125)

H. Perawatan pasca operasi

1.Perawatan luka insisi

Proses sterilisasi yang baik pada alat-alat operasi dan kamar bedah, ditambah
dukungan antibiotik yang adekuat membuat perawatan luka operasi menjadi jauh
lebih mudah. Luka pasca operasi dapat diolesi salep antibiotik atau dilapisi
Sofratulle®, lalu ditutup dengan plester plastik sekali pakai (disposable), yang salah
satunya dikenal dipasaran dengan nama dagang Tegaderm®. Penggunaan plester
plastik tersebut sangat memudahkan pasien karena pasien dapat mandi meskipun
plester baru dibuka pada hari ketujuh atau hari kedelapan.

2. Komplikasi luka operasi


Secara umum, luka operasi yang ditata laksana secara adekuat jarang mengalami
komplikasi, tetapi pada kasus-kasus tertentu, dapat dijumpai luka operasi yang
basah.

a. Luka operasi yang mengeluarkan darah, eksudat, atau nanah.

Ditata laksana dengan melakukan pemijatan untuk mengeluarkan semua darah,


eksudat ataupun nanah yang masih ada dibawah kulit. Setelah tidak ada lagi cairan
yang keluar, luka operasi yang basah dirawat secara basah pula, dengan
menggompres luka dengan kasa lembab. Kasa dilembabkan dengan meneteskan
cairan steril ditambah antibiotik atau dengan menambahkan Rivanol tiap 15 menit
untuk menarik cairan bawah kulit yang tersisa. Kasa diganti 2x sehari atau jika telah
terlihat kotor.

b. Luka operasi yang berlubang.

Apabila masih ada cairan darah atau nanah, luka yang berlubang tersebut tetap
tertata laksana seperti pada penjelasan nomor 1. Pemeriksaan kultur ditambah uji
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


sensitifitas antibiotik pada spesimen nanah akan sangat membantu untuk memilih
antibiotik.

c. Apabila luka terbuka terbuka lebih dalam sampai kelapisan fascia, atau lebih
dalam lagi hingga menembus rongga abdomen, luka ditata laksana dengan
melakukan penutupan luka (penjahitan) sekunder di kamar bedah.

I.Pembengkakan payudara (Breast Engorgement)

1. Pengertian pembengkakan payudara


Pembengkakan payudara adalah pembendungan air susu karena penyempitan
duktus lakteferi atau oleh kelenjar-kelenjar yang tidak dikosongkan dengan
sempurna atau karena kelainan pada puting susu.
Pembengkakan payudara diartikan peningkatan aliran vena dan limfe pada
payudara dalam rangka mempersiapkan diri untuk laktasi. Hal ini bukan disebabkan
overdistensi dari saluran laktasi sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa
nyeri disertai kenaikan suhu badan.

2. Patofisiologi pembengkakan payudara

Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan progesteron turun
dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi keluarnya
pituitary lactogenic hormone (prolaktin) waktu hamil, dan sangat dipengaruhi oleh
estrogen, tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolaktin oleh hipofisis. Hormon
ini menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar payudara terisi dengan air susu, tetapi
untuk mengeluarkannya dibutuhkan refleks yang menyebabkan kontraksi sel-sel
mioepitelial yang mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut.
Refleks ini timbul jika bayi menyusu. Pada permulaan nifas apabila bayi belum
menyusu dengan baik, atau kemudian apabila kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan
dengan sempurna, maka dapat terjadi pembendungan air susu.
Sejak hari ketiga sampai keenam setelah persalinan, ketika ASI secara normal
dihasilkan, payudara menjadi sangat penuh. Hal ini bersifat fisiologis, dan dengan
penghisapan yang efektif dan pengeluaran ASI oleh bayi, rasa tersebut pulih dengan
cepat. Namun dapat berkembang menjadi bendungan, payudara terasa penuh
dengan ASI dan cairan jaringan. Aliran vena dan limfatik tersumbat, aliran susu
menjadi terhambat dan tekanan pada saluran ASI dan alveoli meningkat. Payudara
menjadi bengkak dan edematous.

3. Etiologi pembengkakan payudara


1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Selama 24 hingga 48 jam pertama sesudah terlihatnya sekresi lakteal, payudara
sering mengalami distensi menjadi keras dan berbenjol-benjol. Keadaan ini
menggambarkan aliran darah vena normal yang berlebihan dan pengembungan
limfatik dalam payudara, yang merupakan prekusor reguler untuk terjadinya laktasi.
Keadaan ini bukan merupakan overdistensi sistem lakteal oleh air susu.
Menurut Suradi dan Kristina payudara yang terbendung terjadi karena hambatan
aliran darah vena atau saluran getah bening akibat ASI terkumpul pada payudara.
Kejadian ini timbul karena produksi ASI yang berlebihan, bayi disusui terjadwal,
bayi tidak menyusu dengan adekuat, posisi menyusui yang salah, atau karena puting
susu yang datar/terbenam. Hal ini bisa juga terjadi karena terlambat menyusui dini,
perlekatan yang kurang baik, atau mungkin kurang seringnya ASI dikeluarkan.

Penyebab terjadinya pembengkakan payudara menurut Bobak adalah:

1) Posisi menyusui yang tidak benar


2) Pengosongan payudara yang tidak baik
3) Pemakaian BH yang terlalu ketat
4) Tekanan jari ibu pada waktu menyusui
5) Kurangnya pengetahuan cara perawatan payudara dan cara pencegahan
pembengkakan payudara (bendungan ASI)

4. Tanda dan gejala pembengkakan payudara


Pada payudara penuh dengan ASI, terasa berat, panas, dan keras. Bila diperiksa ASI
keluar, dan tidak demam. Pada payudara bengkak, payudara oedem dan sakit,
puting kencang, kulit mengkilat walau tidak merah, dan bila diperiksa atau dihisap
ASI tidak keluar. Badan bisa demam setelah 24 jam.
Menurut Winknjosastro, tanda dan gejala pembengkakan payudara adalah:
a. Payudara terasa panas
b. Payudara terasa nyeri
c. Payudara bengkak
d. Suhu badan tidak naik

5. Komplikasi
Tindakan untuk meringankan gejala pembengkakan payudara sangat dibutuhkan.
Apabila tidak ada intervensi yang baik maka akan menimbulkan :

a. Infeksi akut kelenjar susu


b. Mastitis
c. Abses payudara sampai dengan septicemia
6. Pencegahan
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Menurut Suradi & Kristina untuk mencegah pembengkakan payudara maka
diperlukan menyusui dini, perlekatan yang baik, menyusui “ on demand” bayi lebih
sering disusui, apabila payudara terasa tegang, atau bayi tidak dapat menyusui
maka sebaiknya ASI dikeluarkan terlebih dahulu sebelum menyusui, agar
ketegangan menurun.
Sedangkan pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi pembengkakan
payudara adalah:
a. Bila memungkinkan, susui bayi segera setelah lahir.
b. Susui bayi tanpa dijadwal.
c. Keluarkan ASI secara manual atau dengan pompa, bila produksi ASI melebihi
kebutuhan bayi.
d. Lakukan perawatan payudara masa nifas secara teratur.
Menurut Varney untuk mencegah pembengkakan payudara, ibu harus dianjurkan
untuk menyusui bayinya menurut isyarat bayi, dengan posisi yang nyaman.

7. Penatalaksanaan
Pengobatan secara farmakologis yang dilakukan oleh Snowden et al 2001. Analisa
ini mengidentifikasi delapan percobaan dengan responden 424 orang. Didapatkan
bahwa terapi farmakologis lebih baik daripada non farmakologis. Terapi
farmakologis yang digunakan adalah obat anti inflamasi serrapeptase (danzen) yang
merupakan agen enzim anti inflamasi 10 mg tiga kali sehari atau Bromelain 2500
unit dan tablet yang mengandum enzim protease 20.000 unit. Sedangkan menurut
Amru terapi pembengkakan payudara diberikan secara simtomatis yaitu
mengurangi rasa sakitnya (analgetik) seperti paracetamol atau ibuprofen.
Penggunaan terapi non farmakologis untuk mengurangi rasa sakit dari
pembengkakan payudara adalah sebagai berikut akupuntur, (perawatan payudara
tradisional) yaitu kompres panas dikombinasikan dengan pijatan, kompres panas
dan dingin secara bergantian, kompres dingin, daun kubis dan terapi ultrasound.

Menurut Bahiyatun, penatalaksanaan pembengkakan payudara adalah sebagai


berikut:
a. Masase payudara dan ASI diperas dengan tangan sebelum menyusui.
b. Kompres dingin untuk mengurangi statis pembuluh darah vena dan rasa nyeri.
Dapat dilakukan secara bergantian dengan kompres hangat untuk melancarkan
pembuluh darah pada payudara.
c. Menyusui lebih sering dan lebih lama untuk melancarkan aliran ASI dan
menurunkan tegangan payudara.

Menurut Suradi dan Kristina, penanganan pembengkakan payudara adalah:


a. Kompres payudara dengan air hangat, lalu masase ke arah puting payudara
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


agar terasa lebih lemas dan ASI dapat dikeluarkan melalui puting.
b. Susukan bayi tanpa terjadwal sampai payudara terasa kosong
c. Urutlah payudara mulai dari tengah, lalu kedua telapak tangan ke samping,
ke bawah, dengan sedikit ditekan ke atas dan lepaskan tiba-tiba.
d. Keluarkan ASI sedikit dengan tangan agar puting susu menonjol keluar.
e. Susukan bayi lebih sering.
f. Ibu harus rileks.
g. Pijat leher dan punggung belakang (sejajar dengan payudara).
h. Stimulasi payudara dan puting.
i. Kompres payudara dengan air dingin setelah menyusui, untuk mengurangi
oedem.
j. Pakailah BH atau bra yang sesuai.
k. Bila terlalu sakit dapat diberikan obat analgetik.

J. Perawatan Payudara

1. Pengertian
Merupakan suatu tindakan perawatan payudara yang dilaksanakan, baik oleh
pasien maupun dibantu oleh orang lain yang dilaksanakan mulai hari pertama atau
kedua setelah melahirkan. Sedangkan menurut Huliana perawatan payudara masa
nifas adalah perawatan payudara yang dilakukan terhadap payudara setelah
melahirkan.

2. Tujuan perawatan payudara

Perawatan payudara tidak hanya dilakukan sebelum melahirkan tetapi juga setelah
melahirkan. Perawatan payudara yang dilakukan terhadap payudara bertujuan
untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu
sehingga memperlancar pengeluaran ASI.
Tujuan dari perawatan payudara yaitu:
1) Memelihara kebersihan payudara
2) Melancarkan keluarnya ASI
3) Mencegah bendungan pada payudara
4) Menangani payudara bengkak

3. Waktu pelaksanaan
Pertama dilakukan pada hari kedua setelah melahirkan minimal dua kali dalam
sehari.

4. Persiapan alat
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Alat-alat yang pelu disiapkan yaitu:
1) Baby oil atau minyak kelapa
2) Dua waskom berisi air hangat
3) Dua waslap, kapas dan dua handuk

5. Langkah-langkah pengurutan
Menurut Anggraini, langkah-langkah pengurutan pada perawatan payudara adalah
sebagai berikut:
1) Tuangkan minyak secukupnya, sokong payudara kiri dengan tangan kiri,
payudara kanan dengan tangan kanan, 3 jari dari tangan yang berlawanan membuat
gerakan memutar sambil menekan dari pangkal payudara dan berakhir pada puting
susu, setiap payudara minimal 2x gerakan.
2) Tempatkan kedua telapak tangan diantara kedua payudara. Urutlah payudara
dari tengah ke atas sambil mengangkat kedua payudara dan lepaskan kedua
payudara perlahan-lahan. Lakukan gerakan ini 30 kali.
3) Sokong payudara dengan satu tangan, sedangkan tangan lain mengurutkan
payudara dengan sisi kelingking dari arah tepi ke arah puting susu. Lakukan
gerakan ini 30 kali.
4) Kompres kedua payudara dengan waslap hangat selama 2 menit, kemudian
ganti dengan kompres waslap dingin selama 1 menit. Kompres bergantian selama
3x berturut-turut dengan kompres air hangat.

6. Perawatan puting susu


Puting susu memegang peran penting pada saat menyusui. Air susu ibu akan keluar
dari lubang-lubang pada putting susu. Oleh karena itu putting susu perlu dirawat
agar dapat bekerja dengan baik. Tidak semua wanita mempunyai puting susu yang
menonjol (normal). Ada wanita yang mempunyai puting susu dengan bentuk datar
atau puting yang masuk ke dalam. Ketiga bentuk puting susu tersebut dapat
mengeluarkan ASI jika dirawat dengan benar.
Huliana juga menambahkan, sebaiknya perawatan puting susu dilakukan 4-5 hari
pada pagi dan sore hari, dan tidak menggunakan bahan-bahan seperti alkohol atau
sabun untuk membersihkan puting susu karena akan menyebabkan kulit menjadi
kering dan lecet.

Berikut ini langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk merawat puting susu.
a. Kompres kedua puting susu dengan kapas yang telah dibasahi minyak selama 5
menit agar kotoran disekitar puting mudah terangkat.
b. Jika puting susu normal, lakukan perawatan dengan mengoleskan minyak pada
ibu jari dan telunjuk, lalu letakkan keduanya pada puting susu. Lakukan gerakan
memutar ke arah dalam sebanyak 30 kali putaran untuk kedua puting susu. Gerakan
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


ini untuk meningkatkan elastisitas otot puting susu.
c. Jika puting susu datar atau masuk ke dalam, lakukan tahap-tahap berikut:
 Letakkan kedua jari di sebelah kiri dan kanan puting susu, kemudian tahan
dan hentakkan ke arah luar menjauhi puting susu secara perlahan
 Letakkan kedua ibu jari di atas dan di bawah puting susu, lalu tekan serta
hentakan ke arah luar menjauhi puting susu secara perlahan.
7. Perawatan payudara untuk mengurangi pembengkakan payudara
Pada saat ASI mulai diproduksi, payudara mulai terasa kencang, bengkak, dan tidak
nyaman, karena itu segera susui bayi dan sesering mungkin. Namun agar tidak
mengalami kesulitan selama periode menyusui, maka perlu melakukan perawatan
payudara. Perawatan payudara setelah melahirkan dapat dengan melakukan
beberapa pemijatan.
Perawatan payudara secara tradisional tersebut dapat digunakan untuk mencegah
dan menangani pembengkakan payudara. Menurut Anggraini untuk mencapai hasil
yang baik sesuai dengan tujuan dari perawatan payudara maka persyaratan yang
harus dipenuhi adalah:
a. Pemijatan/ pengurutan hendaknya dilakukan secara teratur dan sistematis
b. Memperhatikan makanan dan minuman dengan menu yang seimbang
c. Menggunakan BH yang bersih dan menopang payudara
d. Istirahat yang cukup dan pikiran yang tenang
e. Menghindari rokok dan minuman yang beralkohol

Perawatan payudara dengan menggunakan masase payudara yang sebelumnya


diberikan kompres panas dapat menggunakan handuk kecil atau waslap yang telah
dibasahi dengan air hangat dengan tujuan memberikan efek vasodilatasi pada
pembuluh darah. Kemudian dilanjutkan pemijatan pada payudara. Pemijatan
payudara dengan gerakan ke bawah tidak dianjurkan untuk penanganan
pembengkakan payudara. Cara sederhana untuk mengurangi pembengkakan
payudara pada daerah areola payudara dengan melakukan gerakan tekanan
mundur.

Gerakan pada perawatan payudara bermanfaat melancarkan reflek pengeluaran ASI


selain itu juga merupakan cara efektif meningkatkan volume ASI dan terakhir tidak
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


kalah pentingnya dapat mencegah dan menangani pembengkakan payudara
Penanganan dengan menggunakan kompres daun kubis
1. Pilih daun kubis yang masih segar
2. Daun kubis hijau diambil secara utuh perlembar, usahakan tidak robek.
3. Cuci bersih daun kubis
4. Daun kubis didinginkan dalam frezzer sekitar 20-30 menit
5. Tutupi semua area payudara yang bengkak dan kulit yang sehat,
6. Kompres payudara berlangsung selama 20-30 menit atau sampai daun kol
tersebut layu. (Dapat dilakukan di dalam bra).
7. Lakukan dua kali sehari selama 3 hari

Berdasarkan bukti ilmiah bahwa daun kubis dapat mengurangi pembengkakan


payudara tanpa efek samping dan dapat meningkatkan durasi pemberian ASI.
Namun beberapa literatur menunjukkan bahwa terlalu sering menggunakan
kompres daun kubis dapat mengurangi produksi ASI. Daun kubis tersebut juga tidak
boleh dikompreskan pada daerah kulit yang rusak seperti putting susu lecet. Jika
puting susu lecet maka menempatkan daun kubis disekitar payudara tanpa
menutupi kulit yang rusak tersebut.
Kompres daun kubis dingin selalu digabungkan dengan perawatan rutin untuk
pembengkakan misal perawatan payudara, kubis juga tidak disarankan untuk
individu yang alergi terhadap sulfa atau kubis. Kubis mengandung senyawa sulfur,
tetapi ini tidak sama dengan sulfa. Jika ibu alergi terhadap sulfa, sebaiknya
disarankan sebelum dikompres dengan daun kubis pada payudaranya dilakukan tes
alergi terlebih dahulu.
Faktor yang mempengaruhi penurunan tinggi fundus uteri yaitu paritas dan
menyusui (Maritalia, 2012). Menurut Mayuni (2009) penurunan tinggi fundus uteri
dipengaruhi oleh faktor usia, status gizi, paritas dan menyusui. Sedangkan menurut
Palupi (2009) penurunan tinggi fundus uteri dipengaruhi oleh faktor mobilisasi dini,
senam nifas, proses laktasi, usia, status gizi, paritas dan pekerjaan.

KONSEP DASAR SEKSIO CAESAREA

Pengertian

a.       Suatu Persalinan Buatan,Dimana Janin Dilahirkan Melalui Suatu Insisi


Pada   Perut Dan Dinding Rahim Dengan Syarat Rahim Dalam Keadaan Utuh Serta
Berat Janin Diatas 500 Gram (Prawirohardjo,Sarwono,1998,133)

b.          Suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat diatas 500 gram melalui
sayatan dinding uterus yang masih utuh (Prawirohardjo,Sarwono,1998,134)
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


c.       Persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen dan uterus yang masih utuh
dengan berat janin > 1000 gram atau umur kehamilan > 28 minggu (Manuabua :
1999,257 )

Etiologi

Menurut (Sugeng, 2012), terdapat beberapa etiologi mengenai letak lintang yaitu:

1. Indikasi yang berasal dari ibu (etiologi)

Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primipara tua disertai kelainan letak
pada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin/ panggul) ada, sejajar kehamilan
dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta previa terutama
pada primigravida, solusio plasenta tingkat I-II, komplikasi pada kehamilan yaitu
preeklamsia-eklamsia, atas permintaan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung,
DM ), gangguan perjalan persalinan ( kista ovarium, mioma uteri dan sebagian nya).

2. Indikasi yang berasal dari janin

Fetal disteress/ gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin
prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau
forsep ekstraksi.

Indikasi SC
a.       Plasenta previa
b.       Panggul sempit
c.        Dispropporsi cephalopelvik
d.       Ruptur uteri mengancam
e.        Partus lama
f.        Distosia servik
g.        Preeklamsi dan hipertensi
h.       Kelainan letak (sungsang,lintang)
(Hanifa,2000)

Patofisiologi

Akibat terjadi malpresentasi pada janin dalam uterus mengakibatkan persalinan


tidak dapat ditolong pervaginam tetapi diharuskan dilakukannya SC (Sectio
Cesarea).

Komplikasi

a.   Infeksi puerpuralis (nifas)

1)  Ringan dengan kenaikan suhu tubuh beberapa hari saja


1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


2) Sedang dengan peningkatan lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit
kembung

3) Berat dengan peritolisis sepsis dan, hal ini sering disertai post partum terlambat
dimana sebelumnya terjadi infeksi intra partial karena ketuban yang telah pecah
terlalu lama, penanggulangan adalah dengan pemberian cairan elektrolit dan
antibiotika yang adekuat dan tepat

b.   Perdarahan disebabkan karena:

1)      Banyaknya pembuluh darah yang terputus dan terbuka

2)      Atonia uteri

3)      Perdarahan plasenta yang berat

c.  Luka,kandung kemih, emboli paru

d.  Kemungkinan rupture spontan pada kehamilan mendatang

(Hanifa,2000)

Nasehat bagi ibu yang telah dilakukam SC

1.  Sedapat-dapatnyan jangan hamil dulu selama 2 tahun setelah SC

2.  Kehamilan dan persalinan berikutnya harus diawasi dan berlangsung di RS yang


lebih lengkap, untuk mengetahui apakah pada persalinan berikutnya dilaksanakan
SC lagi atau tergantung dari indikasi dilakukan SC sebelumnya (Sastra winata,
sulaiman,1996)

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


BAB III C

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN NIFAS 7 HARI POST SC DENGAN BREAST ENGORGEMENT


DI RSUD KOJA

Tanggal : 11-11-15
RM 00.26.95.51

I. SUBJEKTIF

KLIEN SUAMI
Nama Ny. I Tn. W
Usia 32 35
Agama Islam Islam
Pendidika SMP SMA
n
Pekerjaan IRT Karyawan
Alamat Jl. Gedung Rubuh No. 24, Sunter Jaya

 Ibu mengatakan tubuhnya terasa panas dingin, payudaranya nyeri dan putting
lecet
 Ibu mengatakan ini merupakan anak ketiganya. Anak pertamanya lahir spontan
tahun 2011, laki-laki dengan berat lahir 3500gr. Anak keduanya lahir spontan tahun
2012, perempuan dengan berat lahir 3000 gr.
 Persalinan ketiganya ini melalui proses persalinan SC atas indikasi letak lintang.
Bayinya lahir pada tanggal 4-11-15 dengan berat lahir 2350 gram dan jenis kelamin
perempuan. Tidak ada masalah dalam proses persalinan maupun perawatan post
SC.
 Ibu mengatakan tidak memiliki masalah dalam BAK/BAB
 Ibu mengatakan tidak ada masalah dalam pola istirahat/tidur
 Ibu mengatakan tidak ada masalah dalam pola makan/minum
 Ibu mengatakan bahwa ASInya sudah keluar.
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


 Ibu mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit/penyakit keturunan apapun

II. OBJEKTIF
1) Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Keadaan emosi : Stabil
2) Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 21x/menit
Suhu : 36,6oc
3) Kepala : Rambut bersih, tidak rontok, tidak ada benjolan
4) Wajah : Tidak oedema, tidak pucat, konjungtiva mata tidak anemis, mata
normal, hidung tidak ada sekret, gigi dan mulut bersih.
5) Telinga : simetris, tidak ada pengeluaran sekret
6) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening/tyroid
7) Payudara : Simetris, putting menonjol, ASI (+), terasa nyeri, putting lecet
8) Abdomen : Tampak luka SC secara horizontal sudah kering, lukanya baik
dan bersih, tidak ada pus dan jahitan luka baik.
9) Ekstremitas : Tidak ada oedema, jari lengkap
10) Genitalia : Lokhea Sanguinolenta, tidak berbau dan vagina tampak bersih
11) Kontraksi : (+) baik
12) TFU : Pertengahan pusat dan simfisis.

III. ANALISA
P3A0 postpartum seksio caesarea 7 hari dengan payudara bengkak dan putting lecet

IV. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahukan bahwa hasil pemeriksaan
E/ Ibu mengerti
2. Membuka perban dan melakukan perawatan pada luka dengan membersihkan
menggunakan NaCl kemudian mendesinfeksi dengan kassa yang dibubuhi betadine
E/ Luka tampak kering dan bersih, tidak terdapat pus atau jahitan terbuka
3. Mengajarkan ibu tekhnik merawat payudara (breast care)
E/ Ibu mengerti dan bersedia melakukannya
4. Mengajarkan ibu cara menyusui yang benar (posisi menyusui)
E/ ibu mengerti dan bersedia melakukannya
5. Menganjurkan ibu untuk memenuhi nutrisi dan hidrasi yang cukup dan
menyarankan untuk banyak makanan mengandung protein seperti putih telur, ikan,
ayam
E/ ibu mengerti
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


6. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin dengan ASI
eksklusif
E/ ibu mengerti
7. Menganjurkan ibu untuk selalu menjaga kebersihan diri
E/ ibu mengerti dan bersedia melakukan
8. Mengajarkan ibu untuk merawat lukanya dengan baik
E/ Ibu mengerti dan akan melakukannya
9. Mengajarkan ibu cara menampung ASI bila putting susu masih terasa nyeri
E/ ibu mengerti
10. Mengingatkan ibu untuk mengenali tanda bahaya nifas seperti nyeri kepala
hebat, perdarahan banyak, pandangan kabur. Serta tanda bahaya pada luka seperti
berair, keluar nanah atau berbau
E/ Ibu mengerti
11. Memberikan penyuluhan tentang KB agar menjarangkan kehamilannya
mengingat ini sudah persalinan ketiga dan usia ibu yang masuk kategori resiko
tinggi untuk melakukan persalinan
E/ Ibu mengerti

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


BAB IV C
PEMBAHASAN

C. MASA NIFAS
1) Ny. I melahirkan anak ketiganya secara SC pada tanggal 4-11-15 atas indikasi
letak lintang. Pada persalinan sebelumnya, Ny. I melahirkan dengan persalinan
normal. Letak lintang merupakan salah satu indikasi untuk dilakukan operasi bedah
SC (Hanifah, 2002). Hal ini tidak bertentangan dengan teori.
2) Dalam pengukuran fisik dalam batas normal. Kontraksi uterus serta involusi
uterus berlangsung baik. Ditemukan TFU di pertengahan simfisis-pusat bersesuaian
dengan teori bahwa di hari ketujuh berat rahim 500 gram (Buku Sinopsis Obstetri).
Tidak ada perbedaan involusi uteri pada ibu nifas dengan persalinan spontan
ataupun persalinan SC. Hal ini bersesuaian dengan teori tentang faktor yang
mempengaruhi involusi uteri yaitu paritas dan menyusui (Maritalia, 2012). Menurut
Mayuni (2009) penurunan tinggi fundus uteri dipengaruhi oleh faktor usia, status
gizi, paritas dan menyusui.
3) Pengeluaran Lokhea pada Ny. I berjalan dengan normal, sesuai dengan
kepustakaan dari hasil pengawasan yang dilakukan lochea yang keluar sampai 2
minggu post partum didapat hasil, pada hari pertama darah berwarna merah segar,
pada hari keenam didapat lochea sanguinolenta berwarna merah kecoklatan, pada
kunjungan hari keempat belas didapat lochea serosa berwarna kuning. (Bahan
Kuliah Fisiologi Nifas FKUH 2008).
4) Ny. I merasa payudaranya nyeri dan terasa bengkak. ASI nya sudah keluar
banyak disertai dengan putting lecet. Ny. I sudah diajarkan untuk merawat
payudaranya dengan breast care yang dilakukan minimal sehari 2x untuk
menangani nyerinya. Juga diajarkan mengenai posisi menyusui yang benar agar
putting susu tidak lecet lagi. (Asuhan Kebidanan Nifas). Menurut Anggraini, langkah-
langkah pengurutan pada perawatan payudara adalah sebagai berikut:
 Tuangkan minyak secukupnya, sokong payudara kiri dengan tangan kiri,
payudara kanan dengan tangan kanan, 3 jari dari tangan yang berlawanan membuat
gerakan memutar sambil menekan dari pangkal payudara dan berakhir pada puting
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


susu, setiap payudara minimal 2x gerakan.
 Tempatkan kedua telapak tangan diantara kedua payudara. Urutlah payudara
dari tengah ke atas sambil mengangkat kedua payudara dan lepaskan kedua
payudara perlahan-lahan. Lakukan gerakan ini 30 kali.
 Sokong payudara dengan satu tangan, sedangkan tangan lain mengurutkan
payudara dengan sisi kelingking dari arah tepi ke arah puting susu. Lakukan
gerakan ini 30 kali.
 Kompres kedua payudara dengan waslap hangat selama 2 menit, kemudian
ganti dengan kompres waslap dingin selama 1 menit. Kompres bergantian selama
3x berturut-turut dengan kompres air hangat.

Berikut ini langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk merawat puting susu.
a. Kompres kedua puting susu dengan kapas yang telah dibasahi minyak selama 5
menit agar kotoran disekitar puting mudah terangkat.
b. Jika puting susu normal, lakukan perawatan dengan mengoleskan minyak pada
ibu jari dan telunjuk, lalu letakkan keduanya pada puting susu. Lakukan gerakan
memutar ke arah dalam sebanyak 30 kali putaran untuk kedua puting susu. Gerakan
ini untuk meningkatkan elastisitas otot puting susu.
(Zuhana, 2014)

5) Luka bedah SC terlihat bersih dan kering setelah dibersihkan menggunakan


NaCl dan kassa yang dibubuhi betadine. Luka tidak ditutup menggunakan perban
lagi karena sudah kering. Ibu diajarkan untuk merawat luka dan menjaga
kebersihan diri agar penyembuhan luka berjalan cepat (Pemulihan Pasca Operasi
2005, KDPK untuk kebidanan).
6) Ny. I dianjurkan berKB untuk menjarangkan kehamilannya. Minimal 2 tahun
setelah SC. Selain itu faktor usia yang sudah memasuki resiko tinggi untuk
melakukan persalinan lagi. (Sastra winata, sulaiman,1996)

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


BAB II D
TINJAUAN TEORI

ASFIKSIA
Pengertian

Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas spontan
dan teratur setelah lahir (Wiknjosastro, 2004).
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan
hipoksia dan hiperkapnu serta berakhir dengan asidosis (Arief dkk, 2009).

Etiologi dan faktor predisposisi

Menurut Arief dkk (2009), penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan
pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan,
persalinan atau segera setelah lahir Pembagian penyebab kegagalan pernapasan
menurut Dewi (2011) adalah sebagai berikut:

a. Pada janin, kegagalan pernapasan disebabkan oleh beberapa hal diantaranya:

Gangguan sirkulasi dari ibu ke janin, disebabkan oleh beberapa hal yaitu:

o Gangguan aliran pada tali pusat, kali ini biasanya berhubungan dengan adanya
lilitan tali pusat, simpul pada tali pusat, tekanan yang kuat pada tali pusat, ketuban
telah pecah yang menyebabkan tali pusat menumbung, dan kehamilan lebih bulan
( post-term).

o Adanya pengaruh obat, misalnya pada tindakan SC yang menggunakan narkosa.

b. Faktor dari ibu selama hamil.

o Gangguan his, misalnya karena atonia uteri yang dapat menyebabkan hipertoni.
o Adanya pendarahan pada plasenta previa dan solusio plasenta yang dapat
menyebabkan turunnya tekanan darah secara mendadak.
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


o Vasokonstriksi arteria pada kasus hipertensi kehamilan dan pre eklampsia dan
eklampsia.
o Kasus solusio plasenta yang dapat menyebabkan gangguan pertukaran gas
(oksigen dan zat asam arang).
Patofisiologi
Menurut Hasan (2005), pernafasan spontan bayi baru lahir tergantung kepada
kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu
menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien).
Proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan
agar terjadi “Primary gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan
teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi
bayi dapat mengatasinya.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama
kehamilan atau persalinan, akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan
mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian.
Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel atau tidak tergantung kepada
berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode atau
(Primary apnoea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi
akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh
pernafasan teratur.
Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya
berada dalam periode apnu kedua (secondary apnoea). Pada tingkat ini di samping
bridakardia ditemukan pula penurunan tekanan darah.

Tanda dan gejala


Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3 )
a. Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 kali per menit.
b. Tidak ada usaha napas.
c. Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.
d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan.
e. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.
f. Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan.

Asfiksia sedang ( nilai APGAR 4-6 )


a. Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit.
b. Usaha napas lambat.
c. Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.
d. Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.
e. Bayi tampak sianosis.
f. Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses persalinan.
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Asfiksia ringan ( nilai APGAR 7-10 )
a. Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali per menit.
b. Bayi tampak sianosis.
c. Adanya retraksi sela iga.
d. Bayi merintih ( grunting )
e. Adanya pernapasan cuping hidung.
f. Bayi kurang aktifitas.
g. Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales, dan wheezing positif
(Dewi, 2011).
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama
kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia berat. (Hasan, 2005).

Penanganan
Menurut Dewi (2011), tindakan yang dapat dilakukan pada bayi asfiksia
neonatorum adalah sebagai berikut:
a. Bersihkan jalan napas dengan pengisap lendir dan kassa steril.
b. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan antiseptik.
c. Segera keringkan tubuh bayi dengan handuk atau kain kering yang bersih dan
hangat.
d. Nilai status pernapasan. Lakukan hal-hal berikut bila ditemukan tanda-tanda
asfiksia.
(A) Segera baringkan dengan kepala bayi sedikit ekstensi dan penolong berdiri
disisi kepala bayi dari sisa air ketuban.
(B) Miringkan kepala bayi.
(C) Bersihkan mulut dengan kassa yang dibalut pada jari telunjuk.
(D) Isap cairan dari mulut dan hidung.
e. Lanjutkan menilai status pernapasan

Nilai status pernapasan apabila masih ada tanda asfiksia, caranya dengan
menggosok punggung bayi (melakukan rangsangan taktil). Bila tidak ada perubahan
segera berikan nafas buatan. Menurut Hasan (2004), tindakan yang dapat dilakukan
pada bayi asfiksia sedang adalah sebagai berikut:

o Rangsangan refleks pernafasan (hisap lendir, beri rangsangan selama 30-60


detik).
o Bila gagal lakukan pernafasan selama 2 menit

a. Kepala bayi sedikit ekstensi


b. Beri oksigen 1-2 liter/menit melalui kateter dalam hidung.
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


c. Buka dan tutup mulut serta hidung, dagu keatas dan ke bawah teratur dengan
frekuensi 20x/menit

Penatalaksanaan Asfiksia yaitu dengan cara mencegah kehilangan panas dan


mengeringkan tubuh bayi, meletakan posisi bayi sedikit ekstensi, membersihkan
jalan nafas, menilai bayi (Saifudin, 2005). Tindakan yang tepat dan melakukan
pertolongan kegawatdaruratan pada bayi baru lahir dengan asfiksia yaitu tujuan
mengenal bayi dengan asfiksia neonatus. Sehingga tindakan bidan dalam
memberikan asuhan pada bayi baru lahir dengan asfiksia adalah bidan harus dapat
mengenali dengan baik pada bayi baru lahir dengan asfiksia dan melakukan
tindakan yang di mulai dari resusitasi, membebaskan jalan nafas, mengusahakan
bantuan medis, merujuk dengan benar serta memberikan perawatan lanjutan pada
bayi secara tepat dan sistematis (Kriebs, 2008).

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Asfiksia Neonatorum

Faktor-faktor yang diteliti


1.      Umur ibu
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu untuk menerima
tanggung jawab sebagai seorang ibu sehingga kualitas sumber daya manusia makin
meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan generasi penerus dapat terjamin.
Kehamilan di usia mudah/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan
rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia
tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi
ibu belum siap untuk hamil. begitu juga kehamilan di usia tua (di atas 35 tahun)
akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan persalinannya serta alat
reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil (Prawirohardjo, 2004).
Beberapa penelitian menyatakan semakin matang usia ibu dihadapkan pda
kemungkinan terjadinya beberapa resiko tertentu, trmasuk resiko kehamilan, yang
dapat berakibat buruk pada janin.
Pada peneliti menyatakan wanita di atas 35 tahun dua kali lebih rawan dibandingkan
wanita berusia 20 tahun untuk menderita tekanan darah tinggi, yang merupakan salah
satu faktor predisposisi dari ibu yang dapat menyebabkan asfiksia neonatorum wanita
yang hamil pada usia di atas 40 tahun memiliki kemungkinan sebanyak 60% menderita
tekanan darah tinggi dibandingkan wanita yang berusia 20 tahun pada penelitian di
University Of California pada tahun 1999. (hakimi, 2003)

2.      Partus Lama
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 1-2 jam pada primi, dan
lebih dari 1 jam pada multi (Wiknjosastro, 2005)
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Partus lama masih merupakan suatu masalah di Indonesia, karena seperti kita
ketahui, bahwa 80% daripersalinan masih ditolong oleh dukun. Dan baru sedikit
sekali dari dukun beranak ini yang telah ditatar sekedar mendapat kursus dukun.
Persalinan pada primi lebih lama 5-6 jam dari pada multi. Bila persalinan
berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi baik terhadap ibu
maupun terhadap anak, dan dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak.
Menurut Harjono partus lama merupakan fase terakhir dari suatu partus yang
macet dan berlangsung terlalu lama sehingga timbul gejala-gejala seperti dehidrasi,
infeksi, kelelahan ibu, serta asfiksi dan kematian janin dalam kandungan (KJDK),
dan insiden partus lama menurut penelitian adalah 2,8 – 4,9%. (Mochtar, 1998)

3.      Umur Kehamilan
a.      Umur kehamilan adalah lama kehamilan yang dihitung mulai dari Hari Pertama
Haid Terakhir (HPHT sampai dengan pada saat dirawat di rumah sakit).
b.      Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin mulai
sejak kontrasepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Saifuddin, 2002).
Umur kehamilan mulai dari ovulasi sampai partus adalah kira-kira 280 hari (40
Minggu), dan tidak lebih dari 300 hari (43 Minggu). Kehamilan 40 minggu ini
disebut kehamilan matur (cukup bulan). Bila kehamilan lebih dari 43 Minggu
disebut kehamilan postmatur. Kehamilan antara 28 dan 36 Minggu disebut
kehamilan prematur. Kehamilan yang terakhir ini akan mempengaruhi viabilitas
(kelangsungan hidup) bayi yang dilahirkan, karena bayi yang terlalu muda
mempunyai progenesis buruk.
Ditinjau dari tuanya kehamilan, kehamilan dibagi 3 bagian. Masing-masing
kehamilan triwulan pertama (antara 0-12 minggu), kehamilan triwulan ke dua
(antara 12-28 Minggu), dan ketiga kehamilan triwulan terakhir (antara 28 sampai
40 minggu). (Winjosastro, 2005)

Faktor-faktor yang tidak diteliti


1.      Persalinan Preterm
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan 37 minggu atau
kurang, merupakan hal yang berbahaya karena mempunyai dampak yang potensial
meningkatkan kematian perinatal. Kematian perinatal umumnya bekaitan dengan
berat lahir rendah. Berat lahir rendah dapat disebabkan oleh bayi preterm dan
pertumbuhan janin yang terlambat (Wiknjosastro, 2005).
Kehamilan Praterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37
minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram.
Kesulitan utama dalam persalinan praterm adalah perawatan bayinya, semakin
muda usia kehamilannya semakin besar morbilitas dan mortabilitasnya. Karena
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


disamping harapan hidup perlu dipikirkan pula kualitas hidup bayi tersebut.
(Prawirohardjo, 2002).

2.      Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dari
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Angka kejadian plasenta
previa adalah 0,4-0,6% dari keseluruhan persalinan. Dengan penatalaksanaan dan
perawatan yang baik, mortalitas perinatal adalah 50 per 1000 kelahiran hidup
(Saifuddin, 2002).  
Jika plasenta terdapat di depan, telurusri plasenta dan lahirkan bayi dengan meluksir
kepala atau dengan ekstraksi kaki. Sesudah bayi lahir, jika plasenta tidak dapat
dilepaskan secara manual, diagnosis adalah plasenta akreta. Sering didapatkan pada
lokasi bekas seksio sesarea. Lakukan histerektomi.
Kasus dengan plasenta previa berisiko tinggi untuk pendarahan postpartum, jika ada
pendarahan pada bekas implementasi, lakukan jahitan jelujur atau angka 8 dengan
catgut gromik atau poligrikolik. (Prawirohardjo, 2002).
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir pada
keadaan normal plasenta terletak di bagian atas uterus. (Wiknjosastro, 2005).

3.      Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang
normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan
dengan masa gestasi di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram. Proses
solusio plasenta dimulai dengan terjadinya dalam desiuda basalis yang
menyebabkan hematoma retroplasenter (Saifuddin, 2002).  
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari tempat melekatnya yang normal
pada uterus sebelum janin dilahirkan. (Prawirohardjo, 2002). Solusio plasenta
adalah pelepasan plasenta sebelum waktunya plasenta itu secara normal terlepas
setelah anak lahir.
Akan tetapi pelepasan plasenta sebelum minggu ke 22 disebut abortus dan kalau
terjadi pelepasan plasenta pada plasenta yang rendah implantasinya maka bukan
disebut solusio plasenta, tetapi plasenta previa pada solusio plasenta darah dari
tempat pelepasan, mencari jalan keluar antara selput janin dan dinding rahim dan
akhirnya keluar dari serviks, terjadilah perdarahan keluar atau pendarahan
nampak. (FKUP, 2001). 
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Bab III D
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN
PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA BERAT
DI RSUD KOJA

Tanggal : 17-11-15
00.27.10.26

I. SUBJEKTIF

Nama Bayi : By. Ny. A


Jenis kelamin: Laki-laki

KLIEN SUAMI
Nama Ny. A Tn. D
Usia 27 31
Agama Islam Islam
Pendidika SMP SMA
n
Pekerjaan IRT Karyawan
Alamat Sunter Agung ½

 Riwayat persalinan sekarang: Ditolong oleh Bidan pada tanggal 17-11-15


dengan persalinan spontan dengan PK II lama. Bayi tidak langsung menangis, tonus
otot lemah, pernapasan lemah, warna ketuban hijau encer, kulit kebiruan
 Riwayat penyakit ibu : Asma
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


 HPHT : 20-2-15

II. OBJEKTIF
1) Keadaan umum : Tidak baik
2) Pemeriksaan Antropometri
Heart Rate 130x/m LK 32
cm
Respiratory 45x/m LD 31
Rate cm
Suhu 36,6oc Apgar 3/5
Skor
Berat Lahir 3000 g LP 29
Panjang 48 cm
Badan

3) Pemeriksaan Fisik
Kepala Normal, tidak ada jejas persalinan, rambut hitam
Mata Normal, konjungtiva tidak pucat
Hidung Normal, lubang (+), tidak ada pernapasan cuping hidung
Mulut Normal, tidak pucat, tidak ada kelainan.
Leher Normal, tidak ada pembesaran kelenjar
Telinga Normal, simetris, lubang (+)
Dada Normal, ada retraksi dinding dada
Ekstremitas Normal, jari lengkap, kuku tidak pucat
Abdomen Normal, tidak kembung, tali pusat bersih dan tidak berbau
Anus Normal, lubang (+)
Genitalia Normal, lubang (+), testis sudah berada di dalam skrotum
Kulit Elastis, kebiruan

4) Reflek Moro : ada, lemah


Reflek Rooting : ada, lemah
Reflek Sucking : ada, lemah
Reflek Babinsky : ada, lemah
Reflek Graphs : ada, lemah
Reflek Tonikneck : ada, lemah

III. ANALISA
Neonatus Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan usia 10 menit

IV. PENATALAKSANAAN
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


1. Memberitahu hasil pemeriksaan bahwa bayi dalam keadaan baik.
2. Memberikan pertolongan pertama pada bayi asfiksia
o Bersihkan jalan napas dengan pengisap lendir dan kassa steril.
o Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan antiseptik.
o Segera keringkan tubuh bayi dengan handuk atau kain kering yang bersih dan
hangat.
o Nilai status pernapasan. Lakukan hal-hal berikut bila ditemukan tanda-tanda
asfiksia.
o Segera baringkan dengan kepala bayi sedikit ekstensi dan penolong berdiri
disisi kepala bayi dari sisa air ketuban.
o Miringkan kepala bayi.
o Bersihkan mulut dengan kassa yang dibalut pada jari telunjuk.
o Isap cairan dari mulut dan hidung.
o Lanjutkan menilai status pernapasan
o Nilai status pernapasan apabila masih ada tanda asfiksia, caranya dengan
menggosok punggung bayi (melakukan rangsangan taktil).
3. Mengganti kain yang basah dengan yang baru
4. Setelah bayi menangis, pindahkan bayi ke ruang bayi/perinatologi untuk
tindakan lebih lanjut
5. Jaga kehangatan bayi dengan memasukkannya ke dalam inkubator
6. Menyuntikkan Vit K secara IM, olesan salep mata dan menyuntikkan HB O
7. Memasang oksigen 2 Liter per nasal kanule
8. Memasang infus RL 12 tpm
9. Memberikan cefotaxim via IV 1x125 mg
10. Mengobservasi tanda bahaya
11. Memantau tanda-tanda vital bayi
12. Dokumentasi

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


BAB IV D
PEMBAHASAN

D. BAYI BARU LAHIR

 Bayi Ny. E lahir melalui proses persalinan spontan dengan penyulit PK 2


memanjang yang mengakibatkan asfiksia. Hal ini sesuai dengan faktor pendukung
terjadinya asfiksia (Sarwono, 2013)
 Penilaian awal terdapat tonus otot lemah, kulit kebiruan, menangis lemah, tidak
ada usaha nafas, terdapat kesulitan bernafas sesudah persalinan. Hal ini termasuk
kategori nilai apgar 0-3 pada 1 menit pertama. Di menit kelima, sudah terjadi
kenaikan frekuensi nafas sekitar 60-80x/menit, sudah mulai ada usaha nafas, bayi
masih menerima reflek saat terjadi rangsangan, kulit sianosis, tonus otot mulai
menunjukkan keaktifan. Ini berada pada nilai apgar 4-6 (Pelayanan kesehatan Ibu
dan Anak, 2013)
 Penanganan awal, dengan kolaborasi bersama dokter setempat bayi di
resusitasi sesuai dengan protap. (Manuaba, 2008)
 Di lapangan, ketika bayi sudah masuk ruang perinatologi, bayi dipasang
oksigen, infus dan pemberian cefotaxim. Kemudian bayi dimasukkan ke dalam
inkubator untuk mencegah terjadinya komplikasi lanjutan dan menghindari
hipotermi. Pemberian ASI diberikan melalui sendok kecil sebagai kebutuhan nutrisi
dan hidrasi yang masih diperlukan.
 Melakukan perawatan talipusat dengan membalutnya menggunakan kassa
sesuai dengan langkah pemeriksaan fisik BBL (Asuhan kebidanan bayi baru lahir).
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


Secara keseluruhan saat ini kondisi bayi mulai membaik dalam asuhan di ruang
perinatologi. Dan masih butuh perawatan lebih lanjut.

BAB V
PENUTUP

KESIMPULAN
Setelah penulis melakukan asuhan manajemen kebidanan dengan menggunakan
pendekatan  dan pendokumentasian secara SOAP dari kehamilan, bersalin, nifas dan
BBL. Maka dapat disimpulkan :
 

a. Mahasiswa mampu melakukan asuhan kehamilan patologis dengan masalah


sungsang dan mengetahui tatalaksana dalam masa kehamilan

b. Mahasiswa mampu menolong 58 langkah Asuhan Persalinan Normal dengan


ketuban pecah dini dan mengetahui cara penanganannya di RS

c. Mahasiswa mampu melakukan Asuhan Nifas patologis dengan breast


engorngment dan mengetahui tatalaksananya

d. Mahasiswa mampu melakukan asuhan bayi baru lahir dengan masalah asfiksia
berat dan bisa melakukan resusitasi dengan baik

B. SARAN
1) Bagi Penulis
            Agar mahasiswa mendapatkan pengalaman dalam mempelajari kasus-kasus
pada saat praktik dalam bentuk manajemen SOAP serta menerapkan asuhan  sesuai
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


standar pelayanan kebidanan yang telah di tetapkan sesuai dengan kewenangan
bidan yang telah diberikan kepada profesi bidan. Serta diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan asuhan kebidanan
secara komprehensif terhadap klien.

2) Bagi Institusi Pendidikan


            Diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan bagi mahasiswa dengan
penyediaan fasilitas sarana dan prasarana yang mendukung peningkatan
kompetensi mahasiswa sehingga dapat menghasilkan  bidan yang berkualitas.

3) Bagi Lahan Praktek


            Asuhan yang sudah diberikan pada klien sudah cukup baik dan hendaknya
lebih meningkatkan mutu pelayanan agar dapat memberikan asuhan yang lebih baik
sesuai dengan standar asuhan kebidanan serta dapat mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan kesehatan agar dapat menerapkan setiap asuhan kebidanan sesuai
dengan teori

DAFTAR PUSTAKA
1. Hanifa Wiknjosastro, 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan
Maternal dan Neonatal : Jakarta
2. Standar asuhan kebidanan dan standar operasional prosedur pelayanan
kebidanan (bidan) ruang bersalin. 2007. Mataram
3. Doddy ario K, dkk (dr), 2001. Standar pelayanan medik SMF obstetri dan
ginekologi. RSUD Mataram
4. Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana, Jakarta : EGC
5. Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
6. Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
7. Bobak, dkk. 2005. Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC
8. C. Benson, Ralph dkk.2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:EGC
9. Mandriwati, Gusti Ayu. 2012. Asuhan Kebidanan Antenatal Edisi 2. Jakarta : EGC
10. Mufdililah .2009. Panduan Asuhan Kebidanan Ibu Hamil. Yogyakarta:Mitra
Cendikia Offset
11. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41532/4/Chapter%20II.pdf
tentang Pengukuran Berat Janin. Diakses pada 15-11-15
12. http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/10/01-gdl-nurulmalik-
465-1-nurulma-h.pdf tentang Knee Chest Position. Diakses pada 15-11-15
1

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis


13. Verney. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta. EGC. Hal : 36-39
14. WHO. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal. Jakarta : Media Aesclapius Press
15. Depkes RI. 2007. Perawatan Kehamilan (ANC). http://www.depkes.com.id
16. library.usu.ac.id/download/fk/obstetri-daulat.pdf Sibuea, D. 2003. Problema
Ibu Menyusui Bayi.
17. idai.or.id/asi/artikel.asp?q=2009421101430 2009. Payudara Bengkak.
18. Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
(hlm: 105-107)
19. Buku Ajar Sinopsis Obstetri Edisi 2
20. Wahyani, 2013. Case Study Reseach: Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Post SC
STIKES AISYIYAH YOGYAKARTA.
21. Crissie Gallager – Maudy, 2005, Pemulihan Pasca Operasi Caesar, Erlangga,
Jakarta.
22. Jitowoyono & Kristiyanasari, 2010, Asuhan Keperawatan Post Operasi : Dengan
Pendekatan Nanda, Nic, Noc, Nuha Medika, Yogyakarta.
23. Musrifasul Uliyah dan A.Aiz Alimun Hidayat . 2006. KDPK untuk Kebidanan .
Surabaya: Salemba-Medika
24. eprints.undip.ac.id/43152/3/BAB_II_bendungan.pdf oleh N. Zuhana tahun
2014. Diakses pada 15-11-15

Laporan kasus individu | Asuhan Kebidanan Patologis

Anda mungkin juga menyukai