Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Laprak 11 Fts Disolusi

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SOLIDA


PERCOBAAN 11
DISOLUSI

Disusun Oleh:

Kelompok 8

Indah Nor Erpiana NIM. 11194761910472

Iva Oktafira NIM. 11194761910473

Misa Raema NIM. 11194761910482

Putri Hana Natalia NIM. 11194761910492

Rahma Norliani NIM. 11194761910493

Yupi Weliyanto NIM. 11194761910509

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MULIA

BANJARMASIN

2021
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 3

1. Latar belakang ..................................................................................... 3


2. Tujuan ................................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4

1. Teori .................................................................................................... 4
2. Deskripsi bahan praktikum ................................................................. 4

BAB III METODE PRAKTIKUM ................................................................. 6

1. Alat dan Bahan .................................................................................... 6


2. Prosedur Kerja ..................................................................................... 7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 8

1. Hasil Pengamatan danPerhitungan ...................................................... 8


2. Pembahasan ......................................................................................... 12

BAB V KESIMPULAN .................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 15

JAWABAN PERTANYAAN ......................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Absorbsi sistemik suatu obat dari tempat ekstravaskular di
pengaruhi oleh sifat-sifat anatomik dan fisiologik tempat absorbsi serta
sifat-sifat fisika-kimia produk obat. Umumnya produk obat mengalami
absorbsi sistemik melalui suatu suatu rangkaian proses, meliputi
disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat, disolusi obat dalam
media aqueous, dan absorbsi melewati membran sel menuju sirkulasi
sistemik. Dalam ketiga proses tersebut, kecepatan obat mencapai sirkulasi
ditentukan oleh tahapan yang paling lambat dalam rangkaian yang disebut
tahap penentu kecepatan (Shargel & Kanfer, 2005).

Salah satu parameter uji yang digunakan untuk pengujian sediaan


tablet adalah dilakukan uji disolusi. Uji ini dilakukan untuk menentukan
kesesuaian dengan persyaratan disolusi dalam masing-masing monografi
untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa
tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul
gelatin lunak kecuali bila dinyatakan lain dalam monografi.(Depkes RI,
1979).

Obat yang telah memenuhi persyaratan baik dari waktu hancur,


kekerasan, keseragaman bobot, dan penetapan kadar belum dapat
menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi. Karena itu uji disolusi
harus dilakukan pada setiap produksi tablet. Uji disolusi merupakan suatu
metode fisika yang penting sebagai parameter dalam pengembangan mutu
sediaan obat yang didasarkan pada pengukuran kecepatan pelepasan dan
pelarutan zat aktif dan sediaannya. Uji disolusi digunakan untuk uji
bioavaibilitas secara in vitro, karena hasil uji disolusi berhubungan dengan
ketersediaan hayati obat dalam tubuh (Banakar, 1992).

B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari percoban ini untuk memberikan pemahaman dan
keterampilan kepada mahasiswa tentang proses disolusi tablet.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori
Pengertian disolusi adalah proses suatu zat padat masuk kedalam
pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah
proses zat padat melarut. Proses ini dikendalikan oleh afinitas antara zat
padat dan pelarut (Syukri, 2002).
Dalam penentuan kecepatan disolusi dari bentuk sediaan padat
terlibat berbagai macam proses disolusi yang melibatkan zat murni.
Karakteristik fisik sediaan, proses pembasahan sediaan, kemampuan
penetrasi media disolusi kedalam sediaan, proses pengembangan, proses
disintegrasi dan deagragasi sediaan merupakan faktor yang mempengaruhi
karakteristik disolusi obat sediaan (Syukri, 2002).
Uji disolusi in vitro komparatif dapat bermanfaat dalam membat
dokumentasi ekuivalensi antara dua obat bersumber ganda. Namun,
dianjurkan bahwa penggunaan uji disolusi in vitro untuk tujuan
dokimentasi ekuivalensi sebaiknya seminimal mungkin. Oleh karena itu,
pengujian disolusi in vitro tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya
dokumentasi ekuivalensi untuk obat dan bentuk sediaan (World health
organization, (2007).

B. Deskripsi Bahan Praktikum


1. Vitamin C
Vitamin C adalah vitamin yang larut dalam air, penting bagi
kesehatan manusia. Memberikan perlindungan antioksidan plasma
lipid dan diperlukan untuk fungsi kekebalan tubuh termasuk (leukosit,
fagositosis dan kemotaksis), penekanan replikasi virus dan produksi
interferon (Mitmesser et al., 2016). Vitamin C telah diusulkan
bermanfaat dalam mencegah dan menyembuhkan flu biasa,
mengurangi kejadian kelahiran prematur dan meningkatkan kualitas
hidup dengan menghambat kebutaan dan demensia (Duerbeck et al.,
2016).

4
5

Vitamin C merupakan hablur atau serbuk; putih atau kuning.


Oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam
kering, stabil diudara, dalam larutan cepat teroksidasi. Melebur pada
suhu lebih kurang 190° C. Kelarutan vitamin C (asam askorbat) mudah
larut dalam air, agak sukar larut dengan etanol, tidak larut dalam
kloroform, dalam eter dan dalam benzen. Penyimpanan tidak boleh
dikeringkan dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya
(Anonim, 2014).

2. Larutan Buffer
Larutan buffer atau yang juga disebut dengan larutan penyangga
atau dapar. Sistem penyangga adalah campuran larutan dan senyawa
kimia yang meminimalkan perubahan pH ketika asam atau basa
ditambahkan atau dikeluarkan dari larutan tersebut. sistem penyangga
ini terdiri dari sepasang bahan yang terlibat dalam suatu reaksi
reversible suatu bahan yang dapat menghasilkan H+ sewaktu [H+]
mulai turun dari bahan lain yang dapat mengikat H+ bebas (karenanya
mengeluarkannya dari larutan) ketika [H+] mulai meningkat. Sistem
buffer fosfat terdiri dari ion dihidrogen fosfat (H2PO4-) yang
merupakan pemberi hidrogen (asam) dan ion hidrogen fosfat (HPO42-)
yang merupakan penerima hidrogen (basa). (Nini Chairani,2015)
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat Dan Bahan
1. Alat
a. Dissolution tester
b. Alat-alat gelas
c. Thermostat dengan penangan air
d. Motor pemutar
e. Stopwatch (waktu 30 menit)
f. Spektrofotometer UV
2. Bahan
a. Tablet yang di gunakan pada praktikum sebelum nya
b. Media disolusi: 900 ml larutan dapar fosfat Ph 8,5
B. Prosedur Kerja
1. Tablet ditaruh pada penyangga, lalu bagian atas tablet dituangi lilin
cair sehingga hanya satu tablet terbuka yang langsung dapat
bersinggungan dengan medium disolusi.
2. Penyangga yang sudah berisi sampel ini lalu ditutup dan dihubungkan
dengan motor pemutar.
3. Tabung percobaan yang telah diisi 900 ml media disolusi sudah diatur
dengan thermostat pada 37 + 0,5C. Tablet yang sudah dipasang pada
penyangga dicelupkan dalam medium disolusi, diatur agar tidak ada
gelembung udara di bawahnya, lalu đipasang pada motor pemutar dan
segera diputar dengan kecepatan 50 rpm. Jarak antara permukaan
tablet dengan dasar tabung disolusi 2 cm.
4. Sampel hasil disolusi diambil tiap selang waktu 5, 15, 25, 30 dan 60
menit, dan cairan yang diambil segera diganti medium disolusi dengan
volume yang sama, selanjutnya sampel yang diperoleh ditentukan
kadarnya secara spektrofotometris.

6
7

5. Lakukan penetapan jumlah parasetamol yang terlarut dengan


mengukur serapan filtrat larutan uji, jika perlu diencerkan dengan
media disolusi dan serapan larutan baku parasetamol BPFI dalam
media yang sama pada panjang gelombang serapan maksimum
= 243 nm.
6. Toleransi dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80%
parasetamol dari jumlah yang tertera pada etiket
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan/Perhitungan
1. Kurva Baku Vitamin C
Absorbansi
1 2 3 Rata-Rata
(ppm)
10 ppm 0,021 0,026 0,026 0,024
30 ppm 0,119 0,149 0,124 0,131
50 ppm 0,228 0,230 0,231 0,230
70 ppm 0,307 0,319 0,315 0,314
90 ppm 0,429 0,432 0,433 0,431

Panjang gelombang = 265 nm


Persamaan Regresi Linear :
y = bx + a
a = -0,023
b = 0,004
r = 0,998

2. Hasil Rata-Rata Absorbansi


Waktu (menit) Absorbansi Rata-rata
0,016
5 menit 0,015
0,015
0,014
15 menit 0,013
0,013
0,013
30 menit 0,012
0,011
0,017
45 menit 0,016
0,016
0,030
60 menit 0,028
0,026

8
9

3. Perhitungan Kadar Konsentrasi Vitamin C


y−a
Rumus : 𝑥 = b

Waktu Rata-rata
Perhitungan
(menit) Absorbansi
y−a
𝑥=
b
5 menit 0,015 0,015−(−0,023)
= 0,004

= 9,5 mg/L
y−a
𝑥=
b
15 menit 0,013 0,013−(−0,023)
= 0,004

= 9 mg/L
y−a
𝑥=
b
30 menit 0,012 0,012−(−0,023)
= 0,004

= 8,75 mg/L
y−a
𝑥=
b
45 menit 0,016 0,016−(−0,023)
= 0,004

= 9,75 mg/L
y−a
𝑥=
b
60 menit 0,028 0,028−(−0,023)
= 0,004

= 12,75 mg/L
10

4. Grafik Hubungan Kadar Konsentrasi Vitamin C dengan Waktu

Hubungan kadar konsentrasi dengan waktu


14 12.75
12 9.75
9.5
Konsentrasi Mg/L 10
9 8.75
8
6
Kadar Vitamin C
4
2
0
5 15 30 45 60
Waktu (menit)

5. Perhitungan Persentase Kadar Vitamin C


Waktu (menit) Perhitungan %
x
% Konsentrasi = 500 mg x 100%
9,5
5 menit % Konsentrasi = 500 𝑚𝑔 x 100%

= 1,9%
𝑥
% Konsentrasi = 500 𝑚𝑔 x 100%
9
15 menit % Konsentrasi = 500 𝑚𝑔 x 100%

= 1,8%
𝑥
% Konsentrasi = 500 𝑚𝑔 x 100%
8,75
30 menit % Konsentrasi = 500 𝑚𝑔 x 100%

= 1,75%
𝑥
% Konsentrasi = 500 𝑚𝑔 x 100%
9,75
45 menit % Konsentrasi = 500 𝑚𝑔 x 100%

= 1,95%
𝑥
% Konsentrasi = 500 𝑚𝑔 x 100%
12,75
60 menit % Konsentrasi = 500 𝑚𝑔 x 100%

= 2,55%
11

6. Grafik hubungan jumlah obat terdisolusi dengan waktu

Kurva Hubungan Persentase Kadar Vitamin C


dengan Waktu
3.00% 2.55%
2.50%
Kadar persentse %

1.90% 1.95%
1.80% 1.75%
2.00%
1.50%
Presentase Kadar
1.00% Vitamin C
0.50%
0.00%
5 15 30 45 60
Waktu (menit)
12

7. Pembahasan

Disolusi merupakan sebuah proses zat padat memasuki pelrut


untuk menghasilkan suatu larutan (Siregar dan Wikarsa, 2010). Disolusi
merupakan suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk padat menjadi
larutan. Profil disolusi merupakan suatu gambaran pelepasan zat aktif dari
suatu sediaan obat dalam media yang sesuai secara in vitro. Uji disolusi
menggambarkan jumlah zat aktif yang terlarut dalam media disolusi,
karena laju disolusi berhubungan dengan kemanjuran efikasi obat. (Syukri,
2002). Tujuan dilakukannya uji disolusi tablet adalah untuk mengetahui
profil pelepasan vitamin C dari tablet (Auterhoff, 2002).

Panjang gelombang maksimum (λ maks) vitamin C ditentukan


dengan menggunakan spektrofotometer UV. Larutan standar vitamin C
dibaca absorbansinya pada rentang panjang gelombang 200-300 nm
dengan aquadest sebagai blangko. Pembacaan absorbansi menunjukan
panjang gelombang maksimum (λ maks) vitamin C dalam aquadest yaitu
265 nm. Pengukuran panjang gelombang bertujuan untuk mengetahui
pada panjang gelombang berapa dapat diperoleh absrobansi maksimum,
yang kemudian dijadikan dasar untuk pengukuran abosrbansiabsorbansi
yang lain. (Lestari, Nova, 2013)
Penetapan kurva baku vitamin C dalam aquadest dengan
melakukan pembuatan beberapa seri kadar yaitu 10,30,50,70, dan 90 ppm.
Penetapan kurva baku dilakukan menggunakan spektrofotometer UV
dengan panjang gelombang 265 nm dan diperoleh persamaan kurva baku
yang y = 0,004x + 0,023 dengan nilai r = 0,998. Nilai r yang diperoleh
pada persamaan tersebut dikatakan baik karena mendekati angka 1
(Lestari, Nova, 2013).

Dari hasil pengukuran disolusi tablet vitamin C, diperoleh hasil


paling tinggi kadar persentase obat terlarut pada menit ke-60. Dari hasil
yang diperoleh, dapat dijelaskan bahwa mula-mula vitamin C akan
terdisolusi dengan lambat dan lama kelamaan akan bertambah cepat.
13

Setelah terdisolusi sempurna zat aktif akan diabsorbsi, di metabolisme,


dan kemudian akan memberikan efek terapi jika obat berada dalam tubuh.

Pada menit ke-30 menunjukkan pelepasan yang lebih lambat


dibandingkan dari estimasi waktu lainnya. Hal ini berkaitan dengan
tekanan kompresi, dimana jika ikatan antar partikel merupakan suatu yang
menonjol dalam kompresi, kemungkinan tekanan kompresi menyebabkan
penurunan disolusi (Parrott, 1980). Jika semakin keras suatu tablet maka
kerenyahannya kecil, waktu hancur dan disolusi lama (Ramadhana, 2005).
Vitamin C harus larut tidak kurang dari 75% vitamin C yang tertera
dietiket dalam waktu 45 menit (Lestari, 2013). Syarat % zat aktif yang
terdisolusi lebih dari 75%. Namun pada literatur disebutkan dalam waktu
45 menit sedangkan pada penelitian ini sampai menit ke-60 tidak
memenuhi syarat % terdisolusi yang ditetapkan.
BAB V
KESIMPULAN

Disolusi merupakan suatu proses pelarutan senyawa aktif dari


bentuk padat menjadi larutan. Hal ini bertujuan berhubungan dengan
kemanjuran efikasi obat didalam tubuh. Hasil yang diperoleh dijelaskan
bahwa mula-mula vitamin C berdisolusi dengan lambat dan lama
kelamaan akan bertambah cepat dan titik terdisolusi atau presentase
pelepasan senyawa aktif paling tinggi berada pada menit ke-60.

14
DAFTAR PUSTAKA

Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia . Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga

Syukri, Yandi.(2002). Biofarmasetika. Yogyakarta: UII Press

World Health Organization. (2007). Pemastian Mutu Obat. Volume 1.Penerjemah


Mimi V.Syahputri, S.Si., Apt. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anonim, 2014. Farmakope Indonesia edisi V, Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, hal: 142-143:583:149.

Duerbeck, N.B., Dowling, D.D., dan Duerbeck, J.M. 2016. Vitamin C : Promises
Not Kept. Obstet. Gynecol. Surv. 71:187–193.

Mitmesser, S.H., Ye, Q., Evans, M., dan Combs, M. 2016. Determination of
plasma and leukocyte vitamin C concentrations in a randomized, doubleblind,
placebo-controlled trial with Ester-C®. SpringerPlus5.

Banakar, U.V. 1992. Pharmaceutical Dissolution Testing. New York: Marcel


DekkerInc.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia (edisi


III). Jakarta.

Shargel, L., Andrew, B., Yu, C. 2005. Applied Biopharmaceutics and


Pharmakokinetics (5th ed). London: Practice-Hall International.

Lestari, Nova, 2013. Pengaruh Kondisi Penyimpanan Obat Terhadap Kualitas


Tablet Vitamin C Di Puskesmas Kecamatan Pontianak Kota, Skripsi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Tanjungpura, Pontianak.

Parrot, E.L., 1980. Solid Dosage Form, In : Sprowl, J.B., editor, Prescription
Pharmacy, 2nd ed, J.B Lippincott Company, Philadelpia.

Ramadhana, B., 2005. Analisis Disolusi dan Waktu Hancur Tablet Salut dan Non
Salut Asam Mefenamat 500 , Tugas Akhir, Akademi Kimia Analisa, Bogor

15
JAWABAN PERTANYAAN
1. Apa yang dimaksud dengan uji disolusi dan fungsinya pada sediaan tablet?
2. Jelaskan metode-metode yang dapat dilakukan pada uji disolusi!
Jawab :
1. Disolusi merupakan suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
padat menjadi larutan. Uji disolusi menggambarkan jumlah zat aktif yang
terlarut dalam media disolusi, karena laju disolusi berhubungan dengan
kemanjuran efikasi obat. Uji disolusi bertujuan untuk memprediksi
korelasi bioavailabilitas in vivo dari produk obat. (Syukri, 2002).

2. Metode disolusi ada dua, yaitu metode keranjang dan metode dayung.
Metode keranjang pada mulanya diusulkan oleh Pernarowski pada tahun
1968. Metode keranjang menunjukkan suatu upaya membatasi posisi
bentuk sediaan untuk memberikan kemungkinan maksimum suatu antar
permukaan solid-cairan yang tetap. Metode ini mempunyai beberapa
keterbatasan, yaitu kecenderungan zat bergerak menyumbat kasa
keranjang, sangat peka terhadap gas terlarut dalam media disolusi dan
kecepatan aliran yang kurang memadai. Metode dayung berputar terdiri
atas suatu dayung yang dilapisi khusus, yang berfungsi memperkecil
turbelensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung diikat secara
vertikal ke motor yang berputar dengan suatu kecepatan yang terkendali.

16

Anda mungkin juga menyukai