Laprak 11 Fts Disolusi
Laprak 11 Fts Disolusi
Laprak 11 Fts Disolusi
Disusun Oleh:
Kelompok 8
FAKULTAS KESEHATAN
BANJARMASIN
2021
DAFTAR ISI
1. Teori .................................................................................................... 4
2. Deskripsi bahan praktikum ................................................................. 4
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Absorbsi sistemik suatu obat dari tempat ekstravaskular di
pengaruhi oleh sifat-sifat anatomik dan fisiologik tempat absorbsi serta
sifat-sifat fisika-kimia produk obat. Umumnya produk obat mengalami
absorbsi sistemik melalui suatu suatu rangkaian proses, meliputi
disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat, disolusi obat dalam
media aqueous, dan absorbsi melewati membran sel menuju sirkulasi
sistemik. Dalam ketiga proses tersebut, kecepatan obat mencapai sirkulasi
ditentukan oleh tahapan yang paling lambat dalam rangkaian yang disebut
tahap penentu kecepatan (Shargel & Kanfer, 2005).
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari percoban ini untuk memberikan pemahaman dan
keterampilan kepada mahasiswa tentang proses disolusi tablet.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori
Pengertian disolusi adalah proses suatu zat padat masuk kedalam
pelarut menghasilkan suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah
proses zat padat melarut. Proses ini dikendalikan oleh afinitas antara zat
padat dan pelarut (Syukri, 2002).
Dalam penentuan kecepatan disolusi dari bentuk sediaan padat
terlibat berbagai macam proses disolusi yang melibatkan zat murni.
Karakteristik fisik sediaan, proses pembasahan sediaan, kemampuan
penetrasi media disolusi kedalam sediaan, proses pengembangan, proses
disintegrasi dan deagragasi sediaan merupakan faktor yang mempengaruhi
karakteristik disolusi obat sediaan (Syukri, 2002).
Uji disolusi in vitro komparatif dapat bermanfaat dalam membat
dokumentasi ekuivalensi antara dua obat bersumber ganda. Namun,
dianjurkan bahwa penggunaan uji disolusi in vitro untuk tujuan
dokimentasi ekuivalensi sebaiknya seminimal mungkin. Oleh karena itu,
pengujian disolusi in vitro tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya
dokumentasi ekuivalensi untuk obat dan bentuk sediaan (World health
organization, (2007).
4
5
2. Larutan Buffer
Larutan buffer atau yang juga disebut dengan larutan penyangga
atau dapar. Sistem penyangga adalah campuran larutan dan senyawa
kimia yang meminimalkan perubahan pH ketika asam atau basa
ditambahkan atau dikeluarkan dari larutan tersebut. sistem penyangga
ini terdiri dari sepasang bahan yang terlibat dalam suatu reaksi
reversible suatu bahan yang dapat menghasilkan H+ sewaktu [H+]
mulai turun dari bahan lain yang dapat mengikat H+ bebas (karenanya
mengeluarkannya dari larutan) ketika [H+] mulai meningkat. Sistem
buffer fosfat terdiri dari ion dihidrogen fosfat (H2PO4-) yang
merupakan pemberi hidrogen (asam) dan ion hidrogen fosfat (HPO42-)
yang merupakan penerima hidrogen (basa). (Nini Chairani,2015)
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat Dan Bahan
1. Alat
a. Dissolution tester
b. Alat-alat gelas
c. Thermostat dengan penangan air
d. Motor pemutar
e. Stopwatch (waktu 30 menit)
f. Spektrofotometer UV
2. Bahan
a. Tablet yang di gunakan pada praktikum sebelum nya
b. Media disolusi: 900 ml larutan dapar fosfat Ph 8,5
B. Prosedur Kerja
1. Tablet ditaruh pada penyangga, lalu bagian atas tablet dituangi lilin
cair sehingga hanya satu tablet terbuka yang langsung dapat
bersinggungan dengan medium disolusi.
2. Penyangga yang sudah berisi sampel ini lalu ditutup dan dihubungkan
dengan motor pemutar.
3. Tabung percobaan yang telah diisi 900 ml media disolusi sudah diatur
dengan thermostat pada 37 + 0,5C. Tablet yang sudah dipasang pada
penyangga dicelupkan dalam medium disolusi, diatur agar tidak ada
gelembung udara di bawahnya, lalu đipasang pada motor pemutar dan
segera diputar dengan kecepatan 50 rpm. Jarak antara permukaan
tablet dengan dasar tabung disolusi 2 cm.
4. Sampel hasil disolusi diambil tiap selang waktu 5, 15, 25, 30 dan 60
menit, dan cairan yang diambil segera diganti medium disolusi dengan
volume yang sama, selanjutnya sampel yang diperoleh ditentukan
kadarnya secara spektrofotometris.
6
7
A. Hasil Pengamatan/Perhitungan
1. Kurva Baku Vitamin C
Absorbansi
1 2 3 Rata-Rata
(ppm)
10 ppm 0,021 0,026 0,026 0,024
30 ppm 0,119 0,149 0,124 0,131
50 ppm 0,228 0,230 0,231 0,230
70 ppm 0,307 0,319 0,315 0,314
90 ppm 0,429 0,432 0,433 0,431
8
9
Waktu Rata-rata
Perhitungan
(menit) Absorbansi
y−a
𝑥=
b
5 menit 0,015 0,015−(−0,023)
= 0,004
= 9,5 mg/L
y−a
𝑥=
b
15 menit 0,013 0,013−(−0,023)
= 0,004
= 9 mg/L
y−a
𝑥=
b
30 menit 0,012 0,012−(−0,023)
= 0,004
= 8,75 mg/L
y−a
𝑥=
b
45 menit 0,016 0,016−(−0,023)
= 0,004
= 9,75 mg/L
y−a
𝑥=
b
60 menit 0,028 0,028−(−0,023)
= 0,004
= 12,75 mg/L
10
= 1,9%
𝑥
% Konsentrasi = 500 𝑚𝑔 x 100%
9
15 menit % Konsentrasi = 500 𝑚𝑔 x 100%
= 1,8%
𝑥
% Konsentrasi = 500 𝑚𝑔 x 100%
8,75
30 menit % Konsentrasi = 500 𝑚𝑔 x 100%
= 1,75%
𝑥
% Konsentrasi = 500 𝑚𝑔 x 100%
9,75
45 menit % Konsentrasi = 500 𝑚𝑔 x 100%
= 1,95%
𝑥
% Konsentrasi = 500 𝑚𝑔 x 100%
12,75
60 menit % Konsentrasi = 500 𝑚𝑔 x 100%
= 2,55%
11
1.90% 1.95%
1.80% 1.75%
2.00%
1.50%
Presentase Kadar
1.00% Vitamin C
0.50%
0.00%
5 15 30 45 60
Waktu (menit)
12
7. Pembahasan
14
DAFTAR PUSTAKA
Duerbeck, N.B., Dowling, D.D., dan Duerbeck, J.M. 2016. Vitamin C : Promises
Not Kept. Obstet. Gynecol. Surv. 71:187–193.
Mitmesser, S.H., Ye, Q., Evans, M., dan Combs, M. 2016. Determination of
plasma and leukocyte vitamin C concentrations in a randomized, doubleblind,
placebo-controlled trial with Ester-C®. SpringerPlus5.
Parrot, E.L., 1980. Solid Dosage Form, In : Sprowl, J.B., editor, Prescription
Pharmacy, 2nd ed, J.B Lippincott Company, Philadelpia.
Ramadhana, B., 2005. Analisis Disolusi dan Waktu Hancur Tablet Salut dan Non
Salut Asam Mefenamat 500 , Tugas Akhir, Akademi Kimia Analisa, Bogor
15
JAWABAN PERTANYAAN
1. Apa yang dimaksud dengan uji disolusi dan fungsinya pada sediaan tablet?
2. Jelaskan metode-metode yang dapat dilakukan pada uji disolusi!
Jawab :
1. Disolusi merupakan suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
padat menjadi larutan. Uji disolusi menggambarkan jumlah zat aktif yang
terlarut dalam media disolusi, karena laju disolusi berhubungan dengan
kemanjuran efikasi obat. Uji disolusi bertujuan untuk memprediksi
korelasi bioavailabilitas in vivo dari produk obat. (Syukri, 2002).
2. Metode disolusi ada dua, yaitu metode keranjang dan metode dayung.
Metode keranjang pada mulanya diusulkan oleh Pernarowski pada tahun
1968. Metode keranjang menunjukkan suatu upaya membatasi posisi
bentuk sediaan untuk memberikan kemungkinan maksimum suatu antar
permukaan solid-cairan yang tetap. Metode ini mempunyai beberapa
keterbatasan, yaitu kecenderungan zat bergerak menyumbat kasa
keranjang, sangat peka terhadap gas terlarut dalam media disolusi dan
kecepatan aliran yang kurang memadai. Metode dayung berputar terdiri
atas suatu dayung yang dilapisi khusus, yang berfungsi memperkecil
turbelensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung diikat secara
vertikal ke motor yang berputar dengan suatu kecepatan yang terkendali.
16