Makalah Sma 5
Makalah Sma 5
Makalah Sma 5
KELOMPOK 3
DISUSUN OLEH :
1. ARIYA KURNIYAWAN
2. ARYA DAMARA
3. CANTIKA PUTRI YOLANDA
4. ERISKA TASTIANA
5. IFTINAN RUTY NAJDAH
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan masalah.............................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...............................................................................................1
D. Manfaat Penulisan.............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Profil Laut Indonesia..........................................................................................2
B. Kekayaan Laut Indonesia..................................................................................3
C. Konsep Pemetaan Potensi Sumber Daya Kelautan.........................................3
D. Masalah-masalah yang di hadapi dalam Pemanfaatan Kekayaan Laut...........5
E. Potensi Sumber Daya Kelautan di Indonesia....................................................6
F. Isu dan Masalah Pengelolaan...........................................................................11
G. Upaya Pengelolaan yang Optimal.....................................................................13
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan panjang pantai lebih dari
81.000 km, dimana 2/3 wilayah kedaulatannya berupa perairan laut. Laut
merupakan sumber kehidupan karena memiliki potensi kekayaan alam hayati
dan nir-hayati berlimpah. Sumber kekayaan alam tersebut, menurut amanat
Pasal 33 UUD-1945 harus dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan rakyat.
Indonesia-pun adalah negara maritim. Namun, mengutip ungkapan Pramudya
Anantatur (Tempo), ia menyatakan bahwa ada sedikit kesalahan paradigma yang
di set oleh dan menjadikan Indonesia gagal dalam pembangunan, yaitu
meninggalkan laut. Padahal menurutnya, sewaktu masih kanak-kanak kita
senang sekali menyanyikan lagu “nenek moyangku seorang pelaut…”.
Kesalahan pola pikir yang diterapkan akhirnya berbuah tertinggalnya Indonesia
dalam upaya mengoptimalkan hasil lautnya, pencurian-pencurian ikan dan hasil
laut Indonesia-pun kerap terjadi, khususnya kawasan timur Indonesia.
Oentoro Surya (14/6 2009) menyampaikan bahwa Bangsa Indonesia
mestinya bisa berjaya di bidang kelautan. Potensi laut kita luar biasa, tapi karena
banyak kalangan yang masih menyepelekan terhadap kekayaan alam yang
sangat besar itu, maka pengelolaan hasil kelautan Indonesia belum optimal.
Dengan wilayah laut Indonesia yang sangat luas ini, banyak sekali potensi
ekonomi yang bisa dikembangkan, seperti untuk keperluan pelayaran,
pelabuhan, perikanan, perkapalan, pariwisata, dan pertambangan, yang tentu
saja bakal membuka lapangan kerja baru.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana Potensi Sumber Daya Kelautan di Indonesia?
2. Bagaimana Pengolahan Sumber Daya Kelautan di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini yaitu Memahami dan mendalami materi
tentang Potensi Sumber Daya Kelautan di Indonesia serta Pengolahan Sumber
Daya Kelautan di Indonesia.
D. Manfaat Penulisan
1. Menambah referensi atau wawasan mengenai Potensi Sumber Daya
Kelautan di Indonesia.
2. Menjadi bahan Informasi dalam Pengolahan Sumber Daya Kelautan di
Indonesia.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
menjadi sangat penting dan perlu dioptimalkan serta diarahkan agar mampu
melaksanakan riset yang bersifat strategis yang dapat diaplikasikan oleh
masyarakat luas terutama oleh para pelaku industri dan masyarakat pesisir pada
umumnya.
3
1. Potensi Fisik
Potensi wilayah pesisir dan lautan Indonesia dipandang dari segi fisik, terdiri
dari : Perairan Nusantara seluas 2.8 juta km2, Laut Teritorial seluas 0.3 juta
km2. Perairan Nasional seluas 3,1 juta km2, Luas Daratan sekitar 1,9 juta
km2, Luas Wilayah Nasional 5,0 juta km2, luas ZEE (Exlusive Economic
Zone) sekitar 3,0 juta km2, Panjang garis pantai lebih dari 81.000 km dan
jumlah pulau lebih dari 18.000 pulau.
2. Potensi Pembangunan
Potensi Wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi Pembangunan
adalah sebagai berikut:
a. Sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti; Perikanan (Tangkap,
Budidaya, dan Pascapanen), Hutan mangrove, Terumbu karang, Industri
Bioteknologi Kelautan dan Pulau-pulau kecil.
b. Sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui seperti; Minyak bumi dan Gas,
Bahan tambang dan mineral lainnya serta Harta Karun.
c. Energi Kelautan seperti; Pasang-surut, Gelombang, Angin, OTEC (Ocean
Thermal Energy Conversion).
d. Jasa-jasa Lingkungan seperti; Pariwisata, Perhubungan dan
Kepelabuhanan serta Penampung (Penetralisir) limbah.
3. Potensi Sumberdaya Pulih (Renewable Resource)
Potensi wilayah pesisir dan lautan lndonesia dipandang dari segi Perikanan
meliputi; Perikanan Laut (Tuna/Cakalang, Udang, Demersal, Pelagis Kecil, dan
lainnya) sekitar 4.948.824 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 15.105.011.400,
Mariculture (rumput laut, ikan, dan kerang-kerangan serta Mutiara sebanyak
528.403 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 567.080.000, Perairan Umum
356.020 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 1.068.060.000, Budidaya Tambak
1.000.000 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 10.000.000.000, Budidaya Air
Tawar 1.039,100 ton/tahun, dengan taksiran nilai US$ 5.195.500.000, dan
Potensi Bioteknologi Kelautan tiap tahun sebesar US$ 40.000.000.000, secara
total potensi Sumberdaya Perikanan Indonesia senilai US$ 71.935.651.400 dan
yang baru sempat digali sekitar US$ 17.620.302.800 atau 24,5 %. Potensi
tersebut belum termasuk hutan mangrove, terumbu karang serta energi
terbarukan serta jasa seperti transportasi, pariwisata bahari yang memiliki
peluang besar untuk dikembangkan.
4. Potensi Sumberdaya Tidak Pulih (Non Renewable Resource)
Pesisir dari Laut Indonesia memiliki cadangan minyak dan gas, mineral dan
bahan tambang yang besar. Dari hasil penelitian BPPT (1998) dari 60 cekungan
minyak yang terkandung dalam alam Indonesia, sekitar 70 persen atau sekitar 40
cekungan terdapat di laut. Dari 40 cekungan itu 10 cekungan telah diteliti secara
intensif, 11 baru diteliti sebagian, sedangkan 29 belum terjamah. Diperkirakan
ke-40 cekungan itu berpotensi menghasilkan 106,2 miliar barel setara minyak,
namun baru 16,7 miliar barel yang diketahui dengan pasti, 7,5 miliar barel di
antaranya sudah dieksploitasi.
4
Sedangkan sisanya sebesar 89,5 miliar barel berupa kekayaan yang belum
terjamah. Cadangan minyak yang belum terjamah itu diperkirakan 57,3 miliar
barel terkandung di lepas pantai, yang lebih dari separuhnya atau sekitar 32,8
miliar barel terdapat di laut dalam. Sementara itu untuk sumberdaya gas bumi,
cadangan yang dimiliki Indonesia sampai dengan tahun 1998 mencapai 136,5
Triliun Kaki Kubik (TKK). Cadangan ini mengalami kenaikan bila dibandingkan
tahun 1955 yang hanya sebesar 123,6 Triliun Kaki Kubik. Sedangkan Potensi
kekayaan tambang dasar laut seperti aluminium, mangan, tembaga, zirconium,
nikel, kobalt, biji besi non titanium, vanadium, dan lain sebagainya yang sampai
sekarang belum teridentifikasi dengan baik sehingga diperlukan teknologi yang
maju untuk mengembangkan potensi tersebut.
5. Potensi Geopolitis
Indonesia memiliki posisi strategis, antar benua yang menghubungkan
negaranegara ekonomi maju, posisi geopolitis strategis tersebut memberikan
peluang Indonesia sebagai jalur ekonomi, misalnya beberapa selat strategis jalur
perekonomian dunia berada di wilayah NKRI yakni Selat Malaka, Selat Sunda,
Selat Lombok, Selat Makasar dan Selat Ombai-Wetar. Potensi geopolitis ini
dapat digunakan Indonesia sebagai kekuatan Indonesia dalam percaturan politik
dan ekonomi antar bangsa.
6. Potensi Sumberdaya Manusia
Potensi wilayah pesisir dan lautan Indonesia dipandang dari segi SDM adalah
sekitar 60 % penduduk Indonesia bermukim di wilayah pesisir, sehingga pusat
kegiatan perekonomian seperti: Perdagangan, Perikanan tangkap, Perikanan
Budidaya, Pertambangan, Transportasi laut, dan Pariwisata bahari. Potensi
penduduk yang berada menyebar di pulau-pulau merupakan aset yang strategis
untuk peningkatan aktivitas ekonomi antar pulau sekaligus pertahanan
keamanan negara.
5
Diantaranya para nelayan Indonesia masih miskin dan tertinggal dalam
perkembangan teknologi kelautan. Kemiskinan dan kemiskinan yang menyelimuti
mereka karena sistem yang sangat menekan seperti pembelian perlengkapan
untuk menangkap ikan yang masih harus lewat rentenir karena jika melalui Bank,
prosesnya yang berbelit-belit dan terlalu birokrasi. Juga dengan produksi industri
kelautan yang keadaannya setali tiga uang, terlihat dari rendahnya peranan
industri domestik seperti nelayan.
Selain itu, banyak nelayan asing yang mencuri ikan di wilayah perairan kita,
tiap tahunnya jutaan ton ikan di perairan kita dicuri oleh nelayan asing yang rata-
rata peralatan tangkapan ikan mereka jauh lebih canggih dibandingkan para
nelayan tradisional kita. Kerugian yang diderita negara kita mencapai Rp 18
trilyun-Rp36 trilyun tiap tahunnya. Hal ini memang kurang bisa dicegah oleh TNI
AL sebagai lembaga yang berwenang dalam mengamankan wilayah laut
Indonesia, karena seperti kita ketahui keadaan alut sista (alat utama sistem
senjata) seperti kapal perang yang dimiliki TNI AL jauh dari mencukupi. Untuk
mengamankan seluruh wilayah perairan Indonesia yang mencapai 5,8 km2, TNI
AL setidaknya harus memiliki 500 unit kapal perang berbagai jenis. Memang jika
kita menengok kembali sejarah, di zaman Presiden Soekarno Angkatan Laut kita
pernah menjadi keempat terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, Uni
Soviet,dan Iran. Akan tetapi semuanya hanya bersifat sementara karena tidak
dibangun atas kemampuan sendiri, namun karena bantuan Uni Soviet dalam
rangka permainan geopolitik.
Sebenarnya apa yang salah dari pengelolaan laut Indonesia. Ada beberapa
faktor yang menyebabkan pemanfaatan laut sebagai potensi bangsa yang
dahsyat itu terabaikan di antaranya yaitu lemah pengamanan, lemah
pengawasan, dan lemah koordinasi dari negara. Sebenarnya Indonesia memiliki
Maritime Surveillance System (sistem pengamatan maritim) pada sebuah institusi
militer yang domainnya memang laut.
Maritime Surveillance System dititikberatkan pada pembangunan stasiun
radar pantai dan pemasangan peralatan surveillance di kapal patroli, untuk
kemudian data-data hasil pengamatan dari peralatan yang terpasang tersebut
dikirim ke pusat data melalui media komunikasi data tertentu untuk ditampilkan
sebagai monitoring dan untuk diolah lebih lanjut. Karena itu, sistem ini lebih
cenderung berlaku sebagai alat bantu penegakan keamanan di laut, meski
sangat mungkin dikembangkan lebih lanjut sebagai alat bantu pertahanan.
6
1. Perikanan
Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5,8 juta km2 dengan garis pantai
sepanjang 81.000 km, dengan potensi sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 6,4
juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan ZEEI
(Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia), yang terbagi dalam sembilan wilayah
perairan utama Indonesia.
Di samping itu terdapat potensi pengembangan untuk (a) budidaya laut terdiri
dari budidaya ikan (antara lain kakap, kerapu, dan gobia), budidaya moluska
(kerang-kerangan, mutiara, dan teripang), dan budidaya rumput laut, dan (e)
bioteknologi kelautan untuk pengembangan industri bioteknologi kelautan seperti
industri bahan baku untuk makanan, industri bahan pakan alami, benih ikan dan
udang, industri bahan pangan.
Luas laut Indonesia mencakup 2/3 dari seluruh luas wilayah Indonesia, yaitu
5,8 juta km2. Di dalam laut tersebut, tersimpan kekayaan alam yang luar biasa
besarnya. Potensi sumber daya laut Indonesia tidak hanya berupa ikan, tetapi
juga bahan tambang seperti minyak bumi, nikel, emas, bauksit, pasir, bijih besi,
timah, dan lain-lain yang berada di bawah permukaan laut. Kekayaan yang dapat
dimanfaatkan dari sumber daya laut yang lain adalah sumber daya alam berupa
mangrove, terumbu karang, dan lain-lain. Sumber daya tersebut dikenal dengan
sumber daya pesisir.
A. Perikanan
Budi Daya Ikan Sumber daya perikanan laut adalah salah satu potensi
sumber daya laut di indonesia yang sejak dulu telah dimanfaatkan penduduk.
Laut Indonesia memiliki angka potensi lestari yang besar, yaitu 6,4 juta ton per
tahun. Yang dimaksud dengan potensi lestari adalah potensi penangkapan ikan
yang masih memungkinkan bagi ikan untuk melakukan regenerasi hingga jumlah
ikan yang ditangkap tidak mengurangi populasi ikan. Berdasarkan aturan
internasional, jumlah tangkapan yang diperbolehkan adalah 80% dari potensi
lestari tersebut atau sekitar 5,12 juta ton per tahun.
7
tangkapan yang diperbolehkan. Jika dibandingkan sebaran potensi ikannya,
terlihat adanya perbedaan secara umum antara wilayah Indonesia bagian Barat
dan Timur. Di Indonesia bagian Barat dengan rata-rata kedalaman laut 75 meter,
jenis ikan yang banyak dtemukan adalah ikan pelagis kecil. Kondisi agak
berbeda terdapat di kawasan Indonesia Timur dengan rata-rata kedalaman laut
mencapai 4.000 m.
Di kawasan Indonesia bagian Timur, banyak ditemukan ikan pelagis besar
seperti cakalang dan tuna. Selain ikan yang tersedia di lautan, penduduk
Indonesia juga banyak yang melakukan budi daya ikan, terutama di daerah
pesisir. Di pantai utara Pulau Jawa, banyak masyarakat yang mengembangkan
usaha budi daya ikan dengan menggunakan tambak. Jenis ikan yang
dikembangbiakkan disana adalah ikan bandeng dan udang. Selain ikan,
kekayaan laut Indonesia juga berada di wilayah-wilayah pesisir berupa hutan
mangrove, rumput laut, padang lamun, dan terumbu karang. Indonesia memiliki
lebih dari 13 ribu pulau sehingga garis pantainya sangat panjang.
Garis pantai Indonesia panjangnya mencapai 81.000 km, ukuran ini
merupakan panjang pantai kedua terpanjang di dunia setelah Kanada. Oleh
karena itu, potensi sumber daya alam di wilayah pesisir sangat penting bagi
Indonesia. Tidak salah jika pemerintah di bawah pemerintahan presiden Jokowi
memfokuskan pembangunan maritim di Indonesia. Kekayaan alam kita yang
berupa ikan malah banyak diambil oleh oknum-oknum dari negara lain berupa
praktik pencurian ikan atau illegal fishing. Ada beberapa wilayah perairan
Indonesia yang rawan dengan kegiatan illegal fishing. Wilayah yang paling rawan
dengan praktik pencurian ikan adalah Laut Arafuru (Papua) di Timur perairan
Indonesia.
B. Hutan Mangrove
Hutan mangrove (hutan bakau) adalah tipe hutan yang berada di daerah
pasang surut air laut. Saat air pasang, hutan mangrove digenangi oleh air laut,
sedangkan pada saat air surut, hutan mangrove bebas dari genangan air laut.
Umumnya hutan mangrove berkembang baik pada pantai yang terlindung, muara
sungai, atau laguna. Tumbuhan yang hidup di habitat hutan mangrove tahan
terhadap garam yang terkandung di dalam air laut. Ada dua fungsi hutan
mangrove sebagai potensi sumber daya laut di indonesia yaitu fungsi ekologis
dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove adalah sebagai habitat (tempat
hidup) binatang laut untuk berlindung, mencari makan, dan berkembang biak.
Fungsi ekologis yang lain dari hutan mangrove adalah untuk melindungi
pantai dari abrasi air laut. Fungsi ekonomis hutan mangrove berupa nilai
ekonomis dari kayu pepohonan dan makhluk hidup yang ada di dalamnya.
Biasanya penduduk memanfaatkan kayu sebagai bahan kayu bakar atau bahan
pembuat arang. Kayu bakau juga dapat dijadikan bahan pembuat kertas. Selain
kayu, hutan mangrove juga dihuni oleh beragam jenis fauna yang bernilai
ekonomis, misalnya udang dan jenis ikan lainnya yang berkembang biak dengan
baik di wilayah ini.
8
Di mana sajakah sebaran hutan mangrove di Indonesia? Hutan mangrove
tersebar di pesisir sebelah barat Pulau Sumatra, beberapa bagian ada di pantai
utara Pulau Jawa, sepanjang pesisir Pulau Kalimantan, Pesisir Pulau Sulawesi,
Pesisir sebelah Selatan Papua, dan beberapa pulau kecil lainnya. Jumlah hutan
mangrove di Indonesia mencapai angka 3.716.000 ha (data dari UNESCO).
Hutan mangrove Indonesia tidak tersebar secara merata. Luas terbesar hutan
mangrove berada di Pulau Papua yang mencapai 3,7 juta ha. Berikutnya adalah
Kalimantan (165 ribu ha), Sumatra (417 ribu ha), Sulawesi (53 ribu ha), Jawa
(34,4 ribu ha), Bali dan Nusa Tenggara (3,7 ha).
C. Terumbu Karang
Terumbu karang adalah terumbu (batuan sedimen kapur di laut) yang
terbentuk dari kapur yang sebagian besar dihasilkan dari koral (binatang yang
menghasilkan kapur untuk kerangka tubuhnya). Jika ribuan koral membentuk
koloni, koral-koral tersebut akan membentuk karang. Sebagai negara kepulauan,
Indonesia merupakan negara yang memiliki terumbu karang terluas di dunia.
Luas terumbu karang Indonesia mencapai 284,3 ribu km2 atau setara dengan
18% dari terumbu karang yang ada di seluruh dunia. Kekayaan terumbu karang
Indonesia tidak hanya dari luasnya, akan tetapi juga keanekaragaman hayati
yang ada di dalamnya.
9
Keanekaragaman hayati terumbu karang sebagai potensi sumber daya laut di
indonesia juga yang tertinggi di dunia. Di dalamnya terdapat 2.500 jenis ikan,
2.500 jenis moluska, 1.500 jenis udang-udangan, dan 590 jenis karang. Mengapa
terumbu karang banyak ditemukan di wilayah Indonesia? Terumbu karang akan
dapat tumbuh dengan baik pada suhu perairan laut antara 21O - 29O C. Pada
suhu lebih besar atau lebih kecil dari itu, pertumbuhan terumbu karang menjadi
kurang baik.
Karena Indonesia berada di daerah tropis dan suhu perairannya hangat,
pantaslah jika terumbu karang banyak ditemukan di Indonesia. Pertumbuhan
terumbu karang juga akan baik pada kondisi air yang jernih dan dangkal.
Kedalaman air yang baik untuk tumbuhnya terumbu karang tidak lebih dari 18
meter. Jika lebih besar dari kedalaman tersebut, pertumbuhan terumbu karang
juga akan menjadi kurang baik. Selain persyaratan tersebut, terumbu karang juga
mensyaratkan salinitas (kandungan garam air laut) yang tinggi. Oleh karena itu,
terumbu karang sulit hidup di sekitar muara sungai karena kadar garam air
lautnya menurun akibat bercampurnya air sungai ke laut. Mengapa terumbu
karang wajib dilindungi dari kerusakan? Terumbu karang memiliki banyak
manfaat, baik manfaat yang bersifat ekonomis, ekologis, maupun sosial ekonomi.
Adapun gambaran dari manfaat terumbu karang tersebut adalah sebagai berikut.
1) Manfaat ekonomi : sebagai sumber makanan, obat-obatan, dan objek wisata
bahari.
2) Manfaat ekologis : mengurangi hempasan gelombang pantai yang dapat
berakibat terjadinya abrasi.
3) Manfaat sosial ekonomi : sebagai sumber perikanan yang dapat
meningkatkan pendapatan para nelayan. Terumbu karang juga dapat menjadi
daya tarik objek wisata yang dapat meningkatkan pendapatan penduduk
sekitar dari kegiatan pariswisata. Terumbu karang banyak ditemukan di
bagian tengah wilayah Indonesia seperti di Sulawesi, Bali, Lombok, dan
Papua. Konsentrasi terumbu karang juga ditemukan di Kepulauan Riau,
pantai barat dan ujung barat Sumatra.
3. Perhubungan Laut
Transportasi laut berperan penting dalam dunia perdagangan internasional
maupun domestik. Transportasi laut juga membuka akses dan menghubungkan
wilayah pulau, baik daerah sudah yang maju maupun yang masih terisolasi.
Sebagai negara kepulauan (archipelagic state), Indonesia memang amat
10
membutuhkan transportasi laut, namun, Indonesia ternyata belum memiliki
armada kapal yang memadai dari segi jumlah maupun kapasitasnya.
Data tahun 2001 menunjukkan, kapasitas share armada nasional terhadap
angkutan luar negeri yang mencapai 345 juta ton hanya mencapai 5,6 persen.
Adapun share armada nasional terhadap angkutan dalam negeri yang mencapai
170 juta ton hanya mencapai 56,4 persen. Kondisi semacam ini tentu sangat
mengkhawatirkan terutama dalam menghadapi era perdagangan bebas. Selain
diperlukan suatu kebijakan yang kondusif untuk industri pelayaran, maka
Peningkatan kualitas SDM yang menangani transportasi sangatlah diperlukan.
Karena negara Indonesia adalah negara kepulauan maka keperluan sarana
transportasi laut dan transportasi udara diperlukan. Mengingat jumlah pulau kita
yang 17 ribu buah lebih maka sangatlah diperlukan industri maritim dan
dirgantara yang bisa membantu memproduksi sarana yang membantu
kelancaran transportassi antar pulau tersebut. Potensi pengembangan industri
maritim Indonesia sangat besar, mengingat secara geografis Indonesia
merupakan negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau. Untuk menjangkau
dan meningkatkan assesbilitas pulau dapat dihubungkan melalui peran dari
sarana transportasi udara (pesawat kecil) dan sarana transportasi laut (kapal,
perahu, dan sebagainya
4. Pariwisata Bahari
Indonesia memiliki potensi pariwisata bahari yang memiliki daya tarik bagi
wisatawan. Selain itu juga potensi tersebut didukung oleh kekayaan alam yang
indah dan keanekaragaman flora dan fauna. Misalnya, kawasan terumbu karang
di seluruh Indonesia yang luasnya mencapai 7.500 km2 dan umumnya terdapat
di wilayah taman laut. Selain itu juga didukung oleh 263 jenis ikan hias di sekitar
terumbu karang, biota langka dan dilindungi (ikan banggai cardinal fish, penyu,
dugong, dll), serta migratory species.
Potensi kekayaan maritim yang dapat dikembangkan menjadi komoditi
pariwisata di laut Indonesia antara lain: wisata bisnis (business tourism), wisata
pantai (seaside tourism), wisata budaya (culture tourism), wisata pesiar (cruise
tourism), wisata alam (eco tourism) dan wisata olah raga (sport tourism).
11
Permasalahan kerusakan ekosistem juga terjadi akibat terjadi pemanfaatan
sumberdaya ikan yang berlebih (overfishing) di beberapa wilayah perairan
Indonesia.
Masalah tersebut berdampak pada ketidakberlanjutan pemanfaatan
sumberdaya perikanan. Kerusakan ekosistem juga terjadi akibat pencemaran
ekosistem laut yang bersumber dari dampak kegiatan-kegiatan manusia di darat
dan di laut dan berakibat pada penurunan kualitas dan daya dukung ekosistem
laut. Kegiatan manusia di laut yang dapat mencemari ekosistem laut diantaranya
kegiatan perkapalan dengan arus transportasi lautnya, kegiatan pertambangan,
penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, wisata pantai, dan lain
sebagainya. Sedangkan kegiatan manusia di darat yang mencemari ekosistem
laut diantaranya adalah kegiatan pertanian, pemukiman, industri, kegiatan
pertambangan, dan lain-lain.
12
dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dapat diimplementasikan sebagaimana
diamanatkan UU No.32/2004.
13
f. Berkembangnya riset dan teknologi di bidang kelautan;
g. Percepatan penyelesaian batas laut dengan negara tetangga, terutama
Singapura, Malaysia, Timor Leste, Papua New Guinea, dan Filipina; dan
Meningkatnya upaya mitigasi bencana alam laut dalam rangka melindungi
keselamatan masyarakat yang bekerja di laut dan penduduk yang tinggal di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Untuk mencapai sasaran sebagaimana disebutkan di atas, arah kebijakan
pembangunan diutamakan untuk mengarusutamakan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan ke seluruh bidang pembangunan. Pembangunan
kelautan diarahkan untuk:
a. Mengelola dan mendayagunakan potensi sumber daya laut, pesisir, dan
pulau-pulau kecil secara lestari berbasis masyarakat;
b. Memperkuat pengendalian dan pengawasan dalam pemanfaatan sumber
daya kelautan dan perikanan;
c. Meningkatkan upaya konservasi laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil serta
merehabilitasi ekosistem yang rusak, seperti terumbu karang, mangrove,
padang lamun, dan estuaria.
d. Mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di wilayah
pesisir, laut,perairan tawar (danau, situ, perairan umum), dan pulau-pulau
kecil;
e. Menjalin kerjasama regional dan internasional dalam rangka penyelesaian
batas laut dengan negara tetangga;
f. Mengembangkan upaya mitigasi lingkungan laut dan pesisir dalam rangka
peningkatkan perlindungan keselamatan bekerja dan meminimalkan resiko
terhadap bencana alam laut bagi masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil;
g. Mendorong kemitraan dalam rangka meningkatkan peran aktif masyarakat
dan swasta dalam pengelolaan sumber daya laut, pesisir, dan pulau-pulau
kecil.
2. Keterpaduan
Sifat keterpaduan dalam pembangunan kelautan menghendaki koordinasi
yang mantap, mulai tahapan perencanaan sampai kepada pelaksanaan dan
pemantauan serta pengendaliannya. Untuk itu , dibutuhkan visi, misi, strategi,
kebijakan dan perencanaan program yang mantap dan dinamis. Melalui
koordinasi dan sinkronisasi dengan berbagai pihak baik lintas sektor maupun
subsektor, tentu dengan memperhatikan sasaran, tahapan dan keserasian antara
rencanan pembangunan kelautan nasional dengan regional, diharapkan
diperolah keserasian dan keterpaduan perencanaan dari bawah (bottom up)
yang bersifat mendasar dengan perencanaan dari atas ( top down) yang bersifat
policy, sebagai suatu kombinasi dan sinkronisasi yang lebih mantap.
Keterpaduan dalam pengelolaan sumberdaya kelautan meliputi (1)
keterpaduan sektoral yang mensyaratkan adanya koordinasi antar sektor dalam
pemanfaatan sumberdaya kelautan, (2) keterpaduan pemerintahan melalui
14
integrasi antara penyelenggara pemerintahan antarlevel dalam sebuah konteks
pengelolaan kelautan tertentu, (3) keterpaduanspasial yang memberikan arah
pada integrasi ruang dalam sebuah pengelolaan kawasan laut, (4) keterpaduan
ilmu dan manajemen yang menitikberatkan pada integrasi antarilmu dan
pengetahuan yang terkait dengan pengelolaan kelautan, dan (5) keterpaduan
internasional yang mensyaratkan adanya integrasi pengelolaan pesisir dan laut
yangmelibatkan dua atau lebih negara, seperti dalam konteks Transboundary
species, high migratory species maupun efek polusi antar ekosistem.
3. Desentralisasi Pengelolaan
Dari 400-an lebih kabupaten dan kota di Indonesia, maka 240-an lebih
memiliki wilayah laut. Memperhatikan hal ini maka dalam bagian kesungguhan
mengelola kekayaan laut Diharapkan stabilitas politik di negara kita dapat
ditingkatkan, penegakan hukum dapat segera dilaksanakan sehingga segala
upaya dalam pembangunan SDM, pembangunan ekonomi dapat memperoleh
hasil yang optimal. Budaya negeri kita paternalistik, sehingga perilaku pemimpin
nasional dan daerah, perilaku pejabat pusat dan daerah akan menjadi refleksi
masyarakat luas.
Usaha pemberian otonomi yang nyata dan bertanggung jawab dalam urusan
pemerintahan dan pembangunan merupakan isu pemerintahan yang lebih santer
di masa-masa yang akan datang. Proses perencanaan dan penentuan
kebijaksanaan pembangunan yang sekarang masih nampak sentralistis di
pemerintahan pusat kiranya perlu didorong untuk mendesentralisasikan ke
daerahdaerah.
Selain itu, peranan daerah juga sangat besar dalam proses pemberdayaan
masyarakat untuk ikut serta secara aktif dalam proses pembangunan, termasuk
di dalamnya pembangunan wilayah pesisir dan lautan. Namun peran tersebut
masih perlu ditingkatkan di masa mendatang mengingat peranan sumberdaya
pesisir dan lautan dalam pembangunan di masa mendatang makin penting.
Peranan daerah juga makin penting, terutama apabila dikaitkan dengan
pembinaan kawasan, baik yang berkaitan dengan pemanfaatan dan
perlindungan sumberdaya alam maupun masyarakat di daerah, terutama yang
berada di kawasan pesisir, yang kehidupannya sangat tergantung pada
lingkungan di sekitarnya (lingkungan pesisir dan lautan).
Daerah juga harus dapat meningkatkan peranannya melalui pembinaan dunia
usaha di daerah untuk mengembangkan usahanya di bidang kelautan. Artinya
proses pemberdayaan bukan hanya diperuntukkan bagi masyarakat pesisir atau
masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sektor kelautan (nelayan),
tetapi juga para usahawan (misalnya perikanan) mengantisipasi potensi pasar
dalam negeri maupun luar negeri yang cenderung meningkat. Di sektor lain,
misalnya budidaya laut juga merupakan potensi untuk mendorong pembangunan
baik secara nasional maupun untuk kepentingan masyarakat pesisir.
Secara empiris, trend menuju otonomisasi pengelolaan sumberdaya kelautan
ini pun di beberapa negara sudah teruji dengan baik. Contoh bagus dalam hal ini
15
adalah Jepang. Dengan panjang pantai kurang lebih 34.590 km dan 6.200 pulau
besar kecil, Jepang menerapkan pendekatan otonomi melalui mekanisme
“coastal fishery right”-nya yang terkenal itu. Dalam konteks ini, pemerintah pusat
hanya memberikan “basic guidelines” dan kemudian kebijakan lapangan
diserahkan kepada provinsi atau kota melalui FCA (Fishebry Cooperative
Association). Dengan demikian, terdapat mozaik pengelolaan yang bersifat site-
spesific menurut kondisi lokasi di wilayah pengelolaan masing-masing.
5. Isu Global
Memasuki abad ke-21, Indonesia dihadapkan pada tantangan internasional
sehubungan dengan mulai diterapkannya pasar bebas, mulai dari AFTA (pasar
bebas ASEAN) hingga APEC (pasar bebas Asia Pasifik). Seiring dengan itu,
terjadi berbagai perkembangan lingkungan strategis internasional, antara lain (1)
proses globalisasi, (2) regionalisasi blok perdagangan, (3) isu politik
perdagangan yang menciptakan non-tariff barier, dan (4) isu tarifikasi dan tariff
escalation bagi produk agroindustri, dan (5) perkembangan kelembagaan
perdagangan internasional.
Terdapat dua aspek globalisasi yang terkait dengan sektor kelautan dan
perikanan, yakni aspek ekologi dan ekonomi. Secara ekologi, terdapat berbagai
kaidah internasional dalam pengelolaan sumberdaya perikanan (fisheries
management), seperti adanya Code of Conduct for Responsible Fisheries yang
dikeluarkan FAO (1995). Aturan ini menuntut adanya praktek pemanfaatan
sumberdaya perikanan secara berkelanjutan, dimana setiap negara dituntut
untuk memenuhi kaidah-kaidah tersebut, selanjutnya dijabarkan di tingkat
regional melalui organisasi/komisi-komisi regional (Regional Fisheries
Management Organizations-RFMOs) seperti IOTC (Indian Ocean Tuna
Comission) yang mengatur penangkapan tuna di perairan India, CCSBT, dll.
Selain itu, Committee on Fisheries FAO telah menyepakati tentang International
16
Plan of Action on Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing yang
mengatur mengenai (1) praktek ilegal seperti pencurian ikan, (2) praktek
perikanan yang tidak dilaporkan atau laporannya salah, atau laporannya di
bawah standar, dan (3) praktek perikanan yang tidak diatur sehingga
mengancam kelestarian stok ikan global.
Sementara itu dalam aspek ekonomi, liberalisasi perdagangan merupakan ciri
utama globalisasi. Konsekuensinya adalah ketatnya persaingan produk-produk
perikanan pada masa datang. Oleh karenanya produk-produk perikanan akan
sangat ditentukan oleh berbagai kriteria, seperti (1) produk tersedia secara
teratur dan berkesinambungan, (2) produk harus memiliki kualitas yang baik dan
seragam, dan (3) produk dapat disediakan secara masal. Selain itu, produk-
produk perikanan harus dapat pula mengantisipasi dan mensiasati segenap isu
perdagangan internasional, termasuk: isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan
(ISO 14000), isu property right, isu responsible fisheries, precauteonary
approach, isu hak asasi manusia (HAM), dan isu ketenagakerjaan.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah potensi dan pengolahan sumber daya kelautan
yaitu:
1. Sumber daya Kelautan memiliki potensi yang besar untuk pengembangan
ekonomi nasional menyongsong abad 21, namun demikian pemanfaatannya
harus dilaksanakan secara hati-hati agar tidak terjadi kerusakan
ekosistemnya seperti yang terjadi pada sumberdaya daratan, Sektor
perikanan, pariwisata bahari, pertambangan laut, industri maritim,
perhubungan laut, bangunan kelautan, dan jasa kelautan, merupakan
andalan dalam menjawab tantangan dan peluang tersebut.
2. Selama ini pembangunan yang memanfaatkan potensi sumberdaya kelautan
tidak dilakukan oleh satu koordinasi lembaga negara tetapi dilakukan secara
parsial oleh beberapa lembaga negara seperti departemen pertahanan,
dalam negeri, luar negeri, perhubungan, energi, pariwisata, industri dan
perdagangan, lingkungan hidup, kelautan dan Perikanan.
3. Departemen tersebut hanya bertanggungjawab pada masing-masing sektor
tersebut, dengan demikian menjadi agak rancu bila memahami tolok ukur
pembangunan kelautan hanya dilihat dan kinerja perdepartemen seperti
dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan.
B. Saran
Masih banyak yang perlu dikaji dan dipelajari dalam bidang ini, namun
keterbatasan penulis dalam mencari data dan informasi yang lebih valid menjadi
salah satu kendala dalam penulisan karya tulis ini. Namun, ada satu kesimpulan
yang dapat kita ambil dari tulisan ini adalah perlunya berbagai pihak berperan
aktif dalam perencanaan pengelolaan sumberdaya kelautan Indonesia.
18
DAFTAR PUSTAKA
19