Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Laporan Pendahuluan DHF Kelompok 2

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA DHF (DENGUE

HAEMOROGIC FEVER) DI RUANG SAFIR RSU AVISENA


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah stase KDP (Keperawatan Dasar
Profesional) Koordinator: Arieni Ramadhan,. S.Kep,. Ners, MHPE

Kelompok 2

Ade Tri Krismoniska 4121017 Melki Moko Ginta 4121007


Reza Amalia 4121018 Hesti Lestari 4121025
Tevi Ftriani 421019 Rahmat Supriatna 4121036
Lisa Sri Ulina 4121020 Sondang Ester Oktaviani S 412108
Guntur Nuralam 4121021 Siska Oktavia 4121024
Cica Yuliani 4121022 Anisa Shirotu Janah 4121023
Gandar Alief Z 4121034 Winda Sri Nurani 4121055

FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIIKAN PROFESI NERS
INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................2
LAPORAN PENDAHULUAN..........................................................................................3
1.1 Definisi DF (Dengue Fever)...............................................................................3
1.2 Etiologi................................................................................................................3
1.3 Tanda gejala........................................................................................................4
1.4 Patofisiologi.........................................................................................................4
1.5 Pemeriksaan Penunjang....................................................................................6
1.6 Komplikasi..........................................................................................................7
1.7 Penatalaksanaan.................................................................................................7
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DHF.................................................................10
2.1 Pengkajian............................................................................................................10
2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul..................................................11
2.3 Perencanaan..........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................19
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Definisi DF (Dengue Fever)

Demam dengue dan demam berdarah dengue/DBD/DHF adalah


penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DBD tejadi
perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan
dengue (dengue syok syndrom) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok. (Sudoyo Aru, dkk. Dalam NANDA 2015).
Klasifikasi derajat DBD menurut WHO:

Derajat 1 Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi


perarahan adalah uji tourniquet positif.
Derajat 2 Derajat 1 disertai perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain.

Derajat 3 Ditemukan tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,
tekanan nadi menurun (<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit
dingin, lembab, pasien menjadi gelisah.
Derajat 4 Syok berat, nadi tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat
diukur.

1.2 Etiologi

Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae.


Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Keempat ditemukan di Indonesia dengan den-3 serotipe terbanyak.
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe
yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe
lain sangat kurang, sehingga tidak dapat perlindungan yang memadai
terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal didaerah endemis
dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat
serotipe virus dengue dapat ditemukan berbagai daerah di Indonesia.
(Sudoyo Aru, dkk. Dalam NANDA 2015)

1.3 Tanda gejala

a. Demam Dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau
lebih manifestasi klinis: nyeri kepala, nyeri retro-orbital, ruam kulit,
perdarahan (petekie), leukopenia, pemeriksaan serologi dengue positif, atau
ditemukan DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
b. Demam berdarah Dengue
Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik.
Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa: uji tourniquet positif, petekie,
ekimosis, perdarahan mukosa (perdarahan gusi), melena.
c. Trombositipenia < 100.00/ul
Kebocoran plasma yang ditandai dengan: peningkatan hematokrit > 20% dari
nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin, penurunan nilai hematokrit > 20%
setelah pemberian cairan yang adekuat. Tanda kebocoran plasma seperti:
asites, efusi pleura.

1.4 Patofisiologi

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan


mengalami keluhan dan gejala karena viremia,seperti demam, sakit
kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok,
timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem
retikuloendotelial seperti pembesaran – pembesaran kelenjar – kelenjar
getah bening, hati dan limfa. Ruam pada DHF disebabkan oleh kongesti
pembuluh darah di bawah kulit. Fenomena patofisiologi utama yang
menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF adalah
meningginya permeabilitas dinding kapiler karena penglepasan zat
anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang
berakibat ekstravasasi cairan intra vaskular. Hal ini berakibat
berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Plasma merembes selama
perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai
puncaknya pada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume
plasma dapat menurun sampai lebi dari 30%.

Adanya kebocoren plasma ke daerah ekstravaskular dibuktikan


dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga
peritoneum, pleura dan perikard yang pada autopsi ternyata melebihi
jumlah cairan yang telah diberikan sebelumnya melalui infus. Renjatan
hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak
segera diatasi dapat berakibat anoreksia jaringan, asidosis metabolik dan
kematian. Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis
setelah pemberian plasma / ekspander plasma yang efektif, sedangkan
pada autopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang
destruktif atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan
fungsional dinding pembuluh darah mungkin disebabkan mediator
farmakologis yang bekerja singkat. Sebab lain kematian pada DHF
adalah pedarahan hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan
berlangsung lama dan tidak teratasi. Perdarahan pada DHF umumnya
dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan
kelainan sistem koagulasi.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya
megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup
trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit.
Penyidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran
trombosit terjadinya dalam sistem retikuloendotelial. Fungsi agregasi
trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti
dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan
sistem koagulasi disebabkan di antaranya oleh kerusakan hati yang
fungsinya memang terbukti terganggu oleh aktivitas sistem koagulasi.
Masakah tidaknya DIC pada DHF / DSS, terutama pada pasien dengan
perdarahan hebat, sejak lama telah menjadi bahan perdebatan. Telah
terbukti bahwa DIC secara potensial dapat terjadi juga pada pasien DHF
tanpa renjatan. Dikatakan pada masa dini DHF, peran DIC tidak
menonjol dibandingkan dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit
memburuk dengan terjadinya asidosis dan renjatan, maka renjatan akan
memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol. (Hendarwanto:
420).

1.5 Pemeriksaan Penunjang

a. Darah
Pada DHF umumnya dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji
tourniquetyang positif merupakan pemeriksaan penting. Masa pembekuan
masih dalam batas normal, tetapi masa perdarahan biasanya memanjang.
Pada analisis kuantitatif ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX, dan X.
Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta
hipokloremia. SGPT, SGOT, ureum dan pH darahmungkin meningkat,
sedangkan reserve alkali merendah.
b. Air Seni mungkin ditemukan albuminuria ringan.
c. Sumsum Tulang
Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi hiperselular pada
hari ke-5 dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke-10 biasanya
sudah kembali normal untuk semua sistem.
d. Serologi
Uji serulogi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan atas dua kelompok
besar, yaitu:
1. Uji serulogi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil pada masa
akut dan masa konvalesen. Pada uji ini yang dicari adalah kenaikan
antibodi antidengue sebanyak minimal empat kali. Termasuk dalam uji
ini pengikatan komplemen (PK), uji neutralisasi (NT) dan uji dengue
blot.
2. Uji serulogi memakai serum tunggal. Pada uji ini yang dicari ada
tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue. Termasuk dalam
golongan ini adalah uji dengue blot yang mengukur antibodi antidengue
tanpa memandang kelas antibodinya: uji IgM antidengue yang mengukur
hanya antibodi antidengue dari kelas IgM.

1.6 Komplikasi

Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya:


a. Perdarahan luas
b. Shock atau renjatan
c. Effuse pleura
d. Penurunan kesadaran

1.7 Penatalaksanaan

Setiap pasien tersangka dangue fever sebaiknya dirawat di tempat


terpisah dengan pasien penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas
nyamuk (berkelambu). Penatalaksanaan pada dangue fever yaitu:
a. Tirah baring
b. Makanan lunak
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5-2 liter dalam
24 jam ( susu, air gula atau sirop ) atau air tawar ditambah dengan garam saja.
c. Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan
kompres es di kepala, ketiak, dan inguinal. Antipiretik sebaiknya dari
golongan asiminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena
bahaya perdarahan.
d. Antibiotik diberikan apabila terdapat kekuatiran infeksi sekunder. Pasien
dangue fever perlu diobservasi telititerhadap penemuan dini tanda renjatan,
yaitu:
e. Keadaan umum memburuk
1. Hati semakin membesar
2. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia
Hematokrit meninggi pada pemeriksan berkala, dalam hal ini
ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus disiapkan dan terpasang
pada pasien. Observasi meliputi pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan
umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernapasan ; serta Hb dan Ht setiap
4-6 jam pada hari-hari pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam.
Terapi untuk DSS bertujuan utama untuk mengembalikan volume
cairan intravaskuler dengan pemberian segera cairan intravena. Jenis
cairan dapat berupa NaCl faali, laktat Ringer atau bila terdapat renjatan
yang berat dapat dipakai plasma atau ekspander plasma. Jumlah cairan
dan kecepatan pemberian cairan disesuaikan dengan perkembangan
klinis. Kecepatan tetesan permulaan ialah 20 ml / kg BB, dan bila
renjatan telah diatasi, kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml / kg
BB / jam. Pada kasus dengan renjatan berat, cairan diberikan dengan
diguyur, dan bila tak tampak perbaikan, di usahakan pemberian plasma
atau ekspander plasma atau dekstran atau preparat hemasel dengan
jumlah 15-29 ml / kg BB. Dalam hal ini perlu diperhatikan keadaan
asidosis yang harus dikoreksi dengan Na – bikarbonas. Pada umumnya
untuk menjaga keseimbangan volume intravaskuler, pemberian cairan
intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12-
48 jam setelah renjatan teratasi.
Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan
melena).
Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan kadar Hb
dan Ht. Pemberian kortikolsteroid dilakukan setelah terbukti tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara terapi tanpa atau dengan kortikosteroid. Pada
pasien dengan renjatan yang lama (prolonget shock), DIC diperkirakan
merupakan penyebab utama perdarahan. Bila dengan pemeriksaan hematemesis
terbukti adanya DIC, heparin perlu diberikan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DHF

2.1 Pengkajian

a. Riwayat keperawatan
1. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, pendidikan dan status
ekonomi.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong
penderita untuk mencari pengonbatan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan DHF (Demam berdarah).
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Mencari anggota keluarga yang pernah terkena DHF (Demam berdarah).
5. Riwayat penyakit psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk

b. Pemeriksaan fisik: data focus


1. Aktivitas/istirahat (Malaise)
2. Sirkulasi
3. Tekanan darah di bawah normal, denyut perifer melemah, takikardi, susah
teraba. Kulit hangat, kering, pucat, kemerahan/ bintik merah, perdarahan
bawah kulit
4. Eleminasi: Diare atau konstipasi
5. Makanan atau cairan: Anoreksia, mual, muntah, Penurunan berat badan,
punurunan haluaran urine, oligouria, anuria
6. Neurosensori: Sakit kepala, pusing, pingsan, Ketakutan, kacau mental,
disorientasi, delirium.
7. Nyeri atau Ketidaknyamanan: Kejang abdominal, lokalisasi area sakit
8. Pernapasan: Takipneu dengan penurunan kedalaman pernapasan, suhu
meningkat, menggigil.
9. Penyuluhan atau pembelajaran: Masalah kesehatan, penggunaan obat-obatan
atau tindakan

c. Pemeriksaan penunjang
1. Trombositopenia (100.000/mm)
2. Hb dan PCV meningkat (20%)
3. Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis)
4. Isolasi virus
5. Serologi (uji H): respon antibody sekunder
6. Pada renjatan yang berat, periksa Hb, PCV berulang kali, faal hemostatis,
foto dada, BUN, creatinin serum.

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

a. Kekuranagn Volume Cairan b.d Kekurangan Cairan aktif


Definisi Penurunan cairan intravascular, interstisial, atau intrasel. Diagnosis
ini merujuk pada dehidrasi yang merupakan kehilangan cairan saja tanpa
perubahan kadar natrium.
Batasan karakteristik
Subjektif: Haus
Objektif
1. Perubahan status mental
2. Penurunan turgor kulit dan lidah
3. Penurunan haluaran urine
4. Penurunan pengisian vena
5. Kulit dan membrane mukosa kering
6. Hematokrit meningkat
7. Suhu tubuh meningkat
8. Peningkatan frekuensi nadi, penurunan tekanan dariah, penurunan
9. Volume, dan tekanan nadi. Konsentrasi urine meningkat
10. Penurunan berat badan dengan tiba-tiba Kelemahan
11. Faktor yang berhubungan
12. Kehilangan volume cairan aktif: (Mengkonsumsi alcohol secara berlebihan
secara terus-menerus) Kegagalan mekanisme pengaturan (Seperti, dalam
diabetes insipidius, hiperaldosteronisme. (Asupan cairan yang adekuat)

b. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d Mual dan


Muntah
Definisi: Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
metabolik
Batasan karakteristik
Subjektif:
1. Kram abdomen
2. Nyeri abdomen (dengan atau tanpa penyakit)
3. Menolak makan
4. Indigesti (non-NANDA International)
5. Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan
6. Melaporkan perubahan sensasi rasa
7. Melaporkan Kurangnya makanan
8. Merasa cepat kenyang setelah mengkonsumsi makanan
Objektif:
1. Pembuluh kapiler rapuh
2. Diare atau steatore
3. Adanya bukti kekurangan makanan
4. Kehilangan rambut atau berlebihan
5. Bising usus hiperaktif
6. Kurang informasi, informasi yang salah
7. Kurangnya minat terhadap makanan
8. Salah paham
9. Membran mukosa pucat
10. Tonus otot buruk
11. Menolak untuk makan (non-NANDA International)
12. Rongga mulut terbuka (Inflamasi)
13. Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau mengunyah
14. Faktor yang berhubungan
15. Ketidakmampuan untuk menelan, mencerna makanan, menyerap nutrient
akibat faktor biologis, psikologis, atau ekonomi.

c. Nyeri Akut b.d Tekanan Intra Abdomen


Definisi: Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat
adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan
dengan istilah seperti awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas
ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat
diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Batasan karakteristik
Subjektif:
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat.
Objektif:
1. Posisi untuk menghindari nyeri
2. Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas, tidak bertenaga sampai
kaku)
3. Respon autonomik (misalnya; perubahan tekanan darah, pernapasan atau
nadi)
4. Perubahan selera makan
5. Perilaku distraksi (misalnya; mondar-mandir, mencari orang atau aktivitas
lain, aktivitas berulang)
6. Perilaku ekspresif (gelisah, merintih, menangis, dll)
7. Wajah Topeng
8. Fokus menyempit
9. Bukti nyeri yang dapat diamati
10. Gangguan tidur
11. Faktor yang berhubungan
12. Agen-agen penyebab cedera (misalnya; biologis, kimia, fisik dan
psikologis).

d. Hipertermia b.d Peningkatan Laju Metabolisme


Definisi: Peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal..
Batasan karakteristik
Objektif:
1. Kulit merah
2. Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal
3. Kejang atau kovulasi
4. Takikardie
5. takipnea
Faktor yang berhubungan
1. Dehidrasi
2. Penyakit atau trauma
3. Ketidak mampuan dan penurunan kemampuan berkeringat
4. Pakaian yang tidak tepat
5. Peningkatan laju metabolisme
6. Obat atau anastesi
7. Terpajan lingkungan panas
8. Aktivitas yang berlebih

e. Pola Nafas Tidak Efektif


Definisi: inspirasi dan ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat
Batasan karakteristik:
Subjektif: dispneu, nafas pendek
Objektif:
1. Perubahan eksrusi dada
2. Mengambil posisi tiga titik tumpu (tripoid)
3. Bradipneu
4. Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi
5. Penurunan ventilasi
6. Nafas cuping hidung
7. Takipnea
8. Penggunaan otot bantu asesoriu untuk bernafas
Faktor yang berhubungan:
1. Ansietas
2. Posisi tubuh
3. Deformitas tulang
4. Deformitas dinding dada
5. Hiperventilasi
6. Kerusakan muskuloskletal
7. Nyeri
8. Kelelahan otot-otot pernafasan

2.3 Perencanaan

a. Kekurangan Volume Cairan b.d Kekurangan Cairan Aktif


Tujuan dan Kriteria Hasil (outcomes criteria)
1. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
volume cairan tubuh terpenuhi
2. Kriteria Hasil: kebutuhan cairan pasien terpenuhi
Intervensi keperawatan dan rasional
1. Kaji keadaan umum klien pucat, lemah, takikardi), serta tanda –tanda vital.
R: Menetapkan data dasar, untuk mengetahui dengan cepat penyimpangan
dari keadaan normalnya.
2. Observasi adanya tanda-tanda syok
R: Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok yang
dialami klien.
3. Anjurkan klien untuk banyak minum.
R: Asupan cairan sangat diperluakan untuk menambah volume cairan
tubuh.
4. Kaji tanda dan gejala dehidrasi atau hipovolemik (riwayat muntah, diare,
kehausan, turgor jelek).
R: Untuk mengetahui penyebab defisit volume cairan.
5. Kaji masukan dan haluaran cairan
R: Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
6. Kolaborasi: Pemberian cairan intra vena sesuai indikasi.
R: Pemberian cairan intra vena sangat penting bagi klien yang mengalami
defisit volume cairan dengan keadaan umum yang buruk untuk rehidrasi

b. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d Mual dan


Muntah
Tujuan dan Kriteria Hasil (outcomes criteria)
1. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nutrisi
pasien terpenuhi
2. Kriteria hasil: tidak adanya tanda-tanda kekurangan nutrisi, nafsu makan
membaik
Intervensi Keperawatan dan Rasional
1. Kaji keluhan mual, muntah, dan sakit menelan yang dialami klien
R: Untuk menetapkan cara mengatasinya.
2. Kaji cara/pola menghidangkan makanan klien
R: Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan
klien.
3. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti: bubur dan dihidangkan saat
masih hangat.
R: Membantu mengurangi kelelahan klien dan meningkatkan asupan
makanan karena mudah ditelan.
4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering R: Untuk
menghindari mual dan muntah serta rasa jenuh karena makanan dalam
porsi banyak.
5. Jelaskan manfaat nutrisi bgi klien terutama saat sakit
R: UntukMeningkatkan pengetahan klien tentang nutrisi sehingga motivasi
untuk makan meningkat.
6. Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien.
R: Mengetahui pemasukan/pemenuhan nutrisi klien.
c. Nyeri Akut b.d Tekanan Intra Abdomen
Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
1. Tingkat kenyamanan: Tingkat persepsi positif terhadap kemudahan fisik
dan psikologis.
2. Pengendalian nyeri: Tindakan individu untuk mengendalikan nyeri.
3. Tingkat nyeri: keparahan nyeri yang dapat diamati atau dilaporkan.
Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
1. Manajemen nyeri (relaksasi dan distraksi): meringankan atau mengurangi
nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien.
2. Manajemen sedasi: memberikan sedatif, memantau respons pasien, dan
memberikan dukungan fisiologis yang dibutuhkan selama prosedur
diagnostik atau terapeutik.
3. Pemantauan tanda-tanda vital.
4. Pertahankan posisi tubuh yang baik untuk mencegah nyeri atau cedera
otot.
5. Kolaborasi: Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian analgesik.

d. Hipertermia b.d Peningkatan Laju Metabolisme


Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
1. Termoregulasi: keseimbangan antara produksi panas, dan kehilangan
panas.
2. tanda-tanda vital: nilai suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan, dan
tekanan darah dalam rentang normal
Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
1. Menunjukkan metode yang tepat untuk mengukur suhu: memantau pasien
apakah terjadi peningkatan suhu atau tidak..
2. Jelaskan tindakan untuk mencegah peningkatan suhu: memberikan
kompres hangat.
3. Melaporkan tanda gejala dini hipertermia: tidak mengalami gawat napas,
gelisah atau latergi.
4. Kolaborasi: Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian paracetamol.

e. Ketidakefektifan Pola Nafas tidak Efektif


Tujuan dan kriteria hasil: berdasarkan NOC
1. Respiratory status: ventilation
2. Respiratory status: airway patency
3. Vital sign status Kriteria hasil: Mendemonstasikan batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu Menunjukkan jalan
nafas yang paten
4. Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
1. Airway management:
Buka jalan nafas, gunakan tehnik chinlift atau jawthrust bila perlu
Posisikan klien untuk meminimalkan ventilasi Indentifikasi klien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan Pasang mayo bila perlu Keluarkan
sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas. Catat adanya
suara tambahan Berikan bronkodilator bila perlu Monitor respirasi dan
atau status O² ovygen terapi Bersihkan mulut, hidung dan sekret trachea
Pertahankan jalan nafas yang paten Monitor aliran oksigen Pertahankan
posisi klien Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi Monitor adanya
kecemasan klien terhadap oksigenasi
2. Monitor vital sign (TD, N, Rr, S)
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
DAFTAR PUSTAKA

Nabiel Ridha. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan eperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.Jogjakarta:
MediAction.

Meira.E & Dewi.W. Buku Ajar Keperawatan Anak. Pustaka Pelajar; 2016

Https://www.academia.edu/6835578/LP_DHF (Diakses pada tanggal 9 mei 2019)

Https://www.academia.edu/9410828/LAPORAN_PENDAHULUAN_Dengue_Ha
emoragic_Fever_DHF (Diakses pada tanggal 9 mei 2019)

Suhendro. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid : 3. Ed : 4. Jakarta:


Peneribit: EGC

Wilkinson, Judith. M. (2011). Buku Saku DiagnosisKeperawatan: Diagnosis


Nanda, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC. Alih bahasa: Wahyuningsih.
E. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai