Makalah Pendidikan Multikultural
Makalah Pendidikan Multikultural
Makalah Pendidikan Multikultural
NAMA KELOMPOK:
2020
KATA PENGANTAR
Segalah puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat hidayah-
Nya sehingga penulisan makalah pendidikan multikultural yang berjudul : Pendekatan
Multikulturalisme dalam Reformasi Kurikulum dan Pembelajaran.
Dalam proses penyajianya makalah ini berusaha di susun dengan baik. Sejumlah
sumber kami gunakan untuk membentu kami dalam memahami beberapa teori tentang
pendidikan multikultural. Terimakasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dan kami mengharapkan kritik dan saran yang
mampu membangun pola pikir yang baik dan benar .Dengan demikian makalah ini kami
susun ,kami mohon maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGHANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN PENULISAN
BAB II PEMBAHASAN
A. PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
HAKEKAT PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
PENGERTIAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
PROSES PENDIDIKAN
B. PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA
C. PROBLEMA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA
KERAGAMAN IDENTITAS BUDAYA DAERAH
PERGESERAN KEKUASAAN DARI PUSAT KE KOTA
KUARANG KOKOHNYA NASIONALISME
FANATISME SEMPIT
KONFLIKKESATUAN NASIONAL DAN MULTIKULTURAL
D. PERSPEKTIF DAN TUJUAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
E. IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
1.PENDEKATAN KONTRIBUSI
2.PENDEKATAN ADITIF
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Apa saja hakekat pendidikan multikultural serta pengertian dan tujuan pendidikan
pendidikan multikultural ?
Bagaimana perkembangan pendidikan multikultural di indonesia ?
Bagaimana problema pendidikan multikultural di indonesia ?
Bagaimana implementasi pendidikan multikultural ?
Bagaimana implementasi pendidikan multikultural di kelas ?
B.TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui apa saja hakekat pendidikan multikultural serta pengertian dan
tujuan pendidikan multikultural
Untuk mengetahui perkembangan pendidikan multikultural di indonesia
Untuk mengetahuii problema pendidkan multikultural di indonesia
Untuk mengetahui implementasi pendidikan multikultural
Untuk mengetahui implementasi pendidiakan multikultural di kelas.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pendidikan multikultural
Merujuk apa yang di kemukakan oleh Parekh (1997), multikulturalisme meliputi tiga
hal. Pertama, multikulturalisme berkenaan dengan budaya; Kedua,merujuk pada keragaman
yang ada; dan ketiga, bekenaan dengan tindakan spesifik pada respon terhadap keragaman
tersebut. Akiran “ isme “ menandakan suatu doktrin normatif yang di harapkan berkerja pada
setiap orang dalam konteks masyarakat yang beragam budaya. Proses dan cara bagaimana
multikulturalisme sebagai doktrin normatif menjadi ada dan impelmentasi gagasan-gagasan
multikultural yang telah di lakukan melalui kebijakan-kebijakan politis,dalam hal ini keijaka-
kebijakan pendidikan.
Lingkungan pendidikan adalah sebuah sistem yang terdiri dari banyak faktor dan
fariabel utama, seperti kultur sekolah, kebijakan sekolah, politik,serta formalisasi kurikulum
dan bidang studi. Bila dalam hal tersebut terjadi perubahan maka hendaklah perubahan itu
fokusnya untuk menciptakan dan memelihara lingkungan sekolah dalam kondisi
multikultural yang efektif. Setiap anak seyogianya harus beradaptasi diri dengan lingkungan
sekolah yang multikultural. Tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah mengubah
pendekatan pelajaran dan pembelajaran ke arah memberi peluang yang sama pada setiap
anak. Jadi tidak ada yang dikorbankan demi persatuan. Untuk itu,kelompok-kelompok harus
damai, saling memahami, mengakhiri perbedaan tetapi tetap menekankan pada tujuan umum
untuk mencapai persatuan. Siswa ditanamkan pemikiran lateral, keanekaragaman, dan
keunikan itu dihargai. Ini berarti harus ada perubahan sikap, perilaku, dan nilai-nilai
khususnya civitas akademika sekolah. Ketikasiswa berada di antara sesamanya yang berlatar
belakang berbeda mereka harus belaja satu sama lain, berinteraksi dan berkomunikasi,
sehingga dapat menerima perbedaan diantara mereka sebagai sesuatu yang memperkaya
mereka.
Perbedaan-perbedaan pada diri anak didik yang harus diakui dalam pendidikan
multikultural, antara lain mencakup penduduk minoritas etnis dan ras, kelompok pemeluk
agama, perbedaan agama, perbedaan jenis kelamin, kondisi ekonomi, daerah/asal-usul,
ketidakmampuan fisik dan mental, kelompok umur, dan lain-lain (Baker, 1994: 11). Melalui
pendidikan multikultural ini anak didik diberi kesempatan dan pilihan untuk mendukung dan
memperhatikan satu atau beberapa budaya, misalnya sistem nilai, gaya hidup, atau bahasa.
3. Proses Pendidikan
Di dalam konteks perkembangan sistem politik Indonesia saat ini, pilihan perspektif
pendidikan yang demikian memiliki peluang dan pendidikan multikultural justru sangat
diperlukan sebagai landasan pengembangan sistem politik yang kuat. Pendidikan
multikultural sangat menekankan pentingnya akomodasi hak setiap kebudayaan dan
masyarakat sub-nasional untuk memelihara dan mempertahankan identitas kebudayaan
dan masyarakat nasional.
C. Problema Pendidikan Multikultural di Indonesia
Sejak lama, rakyat Indonesia selalu diingatkan agar dapat hidup berdampingan
secara damai dalam masyarakat yang beraneka suku bangsa, agama, ras, dan antar
golongan. Kita diserukan untuk mengerti, menghayati, dan melaksanakan kehidupan
bersama demi terciptanya persatuan dan kesatuan dalam perbedaan sebagaimana
semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Artinya kita selalu diingatkan untuk menghargai dan
menghayati perbedaan SARA sebagai unsur utama yang mempersatukan bangsa ini dan
bukan dijadikan alasan terjadinya konflik. Dalam studi sosial, ajakan agar selalu hidup
berdampingan secara damai (koeksistensi damai) ini merupakan bentuk sosialisasi nilai
yang terkandung dalam multikulturalisme.
Kesadaran akan pentingnya keragaman mulai muncul seiring gagalnya upaya
nasionalisme negara, yang dikritik karena dianggap terlalu menekan kesatuan daripada
keragaman. Kemajemukan dalam banyak hal, seperti suku, agama, etnis, golongan, yang
seharusnya menjadi hasanah, dan modal untuk membangun seringkali dimanipulasi oleh
penguasa untuk mencapai kepentingan politiknya. Mungkin ketika kemudian konflik
bergejolak di daerah, negara seakan-akan menutupi realitas kemajemukan itu atas nama
“kesatuan bangsa” atau “stabilitas nasional”. Konflik sosial yang sering muncul sebagai
akibat pengingkaran terhadap kenyataan
1. Keragaman Identitas Budaya Daerah
Keragaman ini menjadi modal sekaligus potensi konflik. Keragaman budaya
daerah memang memperkaya khasanah budaya dan menjadi modal yang berharga untuk
membangun Indonesia yang multikultural. Namun kondisi aneka budaya itu sangat
berpotensi memecah belah dan menjadi lahan subur bagi konflik dan kecemburuan
sosial. Masalah itu muncul jika tidak ada komunikasi antarabudaya daerah. Tidak adanya
komunikasi dan pemahaman pada berbagai kelompok budaya lain ini justru dapat
menjadi konflik. Sebab dari konflik-konflik yang terjadi selama ini di Indonesia
dilatarbelakangi oleh adanya keragaman identitas etnis, agama, dan ras. Misalnya
peristiwa Sampit. Mengapa? Keragaman ini dapat digunakan oleh provokator untuk
dijadikan isu yang memancing persoalan.
Dalam mengantisipasi hal itu, keragaman yang ada harus diakui sebagai sesuatu
yang mesti ada dan dibiarkan tumbuh sewajarnya. Selanjutnya, diperlukan suatu
manajemen konflik agar potensi konflik dapat terkoreksi secara dini untuk ditempuh
langkah-langkah pemecahannya, termasuk di dalamnya melalui pendidikan multikultural.
Dengan adanya pendidikan multikultural itu diharapkan masing-masing warga daerah
tertentu bisa mengenal, memahami, menghayati, dan bisa saling berkomunikasi.
4. Fanatisme Sempit
Fanatisme dalam arti luas memang diperlukan. Namun yang salah adalah
fanatisme sempit, yang menganggap bahwa kelompoknyalah yang paling benar, paling
baik, dan kelompok lain harus dimusuhi. Gejala fanatisme sempit yang banyak
menimbulkan korban ini banyak terjadi di tanah air ini. Gejala Bonek (bondo nekat) di
kalangan suporter sepak bola nampak menggejala di tanah air. Kecintaan pada klub
sepak bola daerah memang baik, tetapi kecintaan yang berlebihan terhadap
kelompoknya dan memusuhi kelompok lain secara membabi buta maka hal ini justru
tidak sehat. Terjadi pelemparan terhadap pemain lawan dan pengrusakan mobil dan
benda-benda yang ada di sekitar stadion ketika tim kesayangannya, kalah menunjukkan
gejala ini.
Mengkaji kebijakan yang dianggap kurang efektif, kurang humanis, kurang adil,
diskriminatif dan berbias jender.
. Melakukan protes dan demonstrasi kepada pihak yang dianggap bertanggung
jawab terhadap ketidakadilan.
Memberi dukungan nyata pada pihak yang dirugikan.
Membuat jaringan kerja antardaerah dan negara untuk berbagai isu yang aktual.
Melakukan kegiatan bersama antara daerah dan bangsa untuk kemajuan bersama
tanpa melihat latar belakang yang berbeda.
. Menjalin persahabatan tanpa dibatasi perbedaan apapun.
Memiliki kemampuan untuk melakukan yang terbaik untuk pihak-pihak yang
berbeda budaya, agama maupun ras.
Mampu memiliki anggapan bahwa kita adalah bagian dari manusia yang ada di
bumi ini tanpa membedakan latar belakang budaya, ngara dan agama (we are the
world).
BAB III
Penutup
A. KESIMPULAN
Di Indonesia pendidikan multikultural masih relatif masih belum dikenal sebagian
besar guru-guru (Farida Hanum dan Setya Raharja, 2006). Oleh sebab itu, sosialisasi
tentang pendidikan multikultural penting untuk terus dilakukan, baik yang berbentuk
seminar, penataan, workshop, curah pendapat maupun penyediaan buku-buku
penunjang. Masyarakat Indonesia yang sangat beragam, sangat tepat dikelola dengan
pendekatan nilai-nilai multikultural agar interaksi dan integrasi dapat berjalan dengan
damai, sehingga dapat menumbuhkan sikap kebersamaan, toleransi, humanis, dan
demokratis sesuai dengan cita-cita negara Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Dalam konteks kehidupan masyarakat yang pluralis, pemahaman yang berdimensi
multikultural harus dihadirkan untuk memperluas wacana pemikiran manusia yang
selama ini masih mempertahankan ”egoisme” kebudayaan dan keragaman. Haviland
(1988) mengatakan bahwa multikultural dapat diartikan pula sebagai pluralitas
kebudayaan dan agama.
Dengan demikian memelihara pluralitas akan tercapaikehidupan yang ramah dan
penuh perdamaian. Pluralitas kebudayaan adalah interaksisosial dan politik antara orang-
orang yang berbeda cara hidup dan berpikirnya dalam suatu masyarakat secara ideal,
pluralisme kebudayaan (multikultural) berarti penolakan terhadap kefanatikan, purbasangka,
rasisme, tribalisme, dan menerima secara inklusif keanekaragaman yang ada. Sikap saling
menerima, menghargai nilai, budaya, keyakinan yang berbeda tidakotomatisakanberkembang
sendiri. Sikap ini harus dilatihkan dan dididikkan padagenerasi muda dalam sistem
pendidikan nasional. Seorang guru tidak hanyadituntutmenguasai dan mampu secara
profesional mengajar mata pelajaran, lebih dari pada itu,seorang guru harus mampu
menanamkan nilai-nilai multikultutal untuk tercapainya bangsa Indonesia yang demokratis
dan humanis.
Daftar Pustaka
Baker G.C. 1994. Planning dan Organizing for Multicultural Instruction. (2nd). California:
Addison-Elsey Publishing Company.
Banks, James A. 1993. An Introduction to Multicultural Education. Boston: Allyn and
Bacon.
………… Cherry A McGee Banks (editor). 2001. Handbook of Research on Multicultural
Education 2nd Edition. San Fransisco: Jossey Bass.
Bhiku Parekh. 1996. The Concept of Multicultural Education in Sohen Modgil, et.al.(ed)
Multicultural Education the Intermitable Debate. London: The Falmer Press.
Farida Hanum. 2005. Fenomena Pendidikan Multikural pada Mahasiswa Aktivis UNY.
Laporan Penelitian. Lemlit UNY.
…………, dan Setya Raharja. 2006. Pengembangan Model dan Modul Pendidikan
Multikultural di SD. (Sebagai suplemen Mata Pelajaran IPS). Laporan Penelitian
Hibah Bersaing. Lemlit UNY.
…………. 2009. Classroom Practice in A Multicultural Context. Paper Presentation in
International Seminar on Multiculturalism And (Language and Art) Education.
“Unity and Harmony in Diversity”. Yogyakarta State University 21-22 October 2009.
Gollnick, M.Donna, and C. Philip Chinn. 1998. Multicultural Education in a Pluralistic
Society. New Jersey: Prentice Hall.