Kel. 4 Makalah Patofisiologi HIV AIDS
Kel. 4 Makalah Patofisiologi HIV AIDS
Kel. 4 Makalah Patofisiologi HIV AIDS
Dosen Pembimbing:
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufiq, dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Patofisiologi Penyakit
HIV/AIDS Pada Pasien Di RSU dr.Soetomo Surabaya” dengan lancar dan tepat waktu.
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
Patofisiologi dan menambah wawasan tentang patofisiologi penyakit HIV/AIDS pada pasien
di RSU dr soetomo Surabaya
Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Yasin Wahyurianto
S.Kep.,Ns.,M.Si selaku dosen pembimbing mata kuliah Patofisiologi dan teman-teman yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan makalah
ini. Kami juga sangat terbuka untuk menerima saran dan kritik guna penyempurnaan makalah
di masa mendatang.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
C. Tujuan.......................................................................................... 2
D. Manfaat........................................................................................ 2
BAB II : PEMBAHASAN............................................................................... 3
A. Pengertian HIV/AIDS.................................................................. 3
B. Patofisiologi................................................................................. 5
C. Etiologi HIV/AIDS...................................................................... 5
D. Cara Penularan HIV/AIDS.......................................................... 6
E. Tanda dan Gejala HIV/AIDS............................................................... 6
F. Upaya Penanggulangan HIV/AIDS.................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
era HAART terjadi penurunan insiden efusi perikard. Pasien AIDS dengan efusi perikard
memiliki harapan hidup rata-rata 6 bulan, dengan faktor independen yang berpengaruh
antara lain jumlah CD4 dan kadar albumin, dan kejadian HIV dengan tamponade jantung
memiliki prognosis buruk. (Barbaro G, 2001. Bhardwaj A, 2009. Lind A, 2011)
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian HIV/AIDS
3
derajat hipoksemia tidak sesuai dengan proses penyakit paru yang mendasari. Pengenalan
HAART pada akhir tahun 1990 menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien HIV.
Pada negara berkembang, prevalensi cardiomiopathy dan efusi perikard menurun sebesar 30
%. (Bhardwaj A, 2009. Hsue PY, 2005. Chu WW, 2002. Barbaro G, 2009) Efusi perikard
merupakan komplikasi kardiovaskuler tersering pada pasien HIV terutama pada stadium
lanjut. Sebelum era regimen HAART, insiden komplikasi ini terjadi 11-17% per tahun. Efusi
perikard pada HIV berhubungan dengan jumlah CD4 dan albumin yang rendah. Meskipun
demikian masih belum jelas bagaimana HIV secara langsung menyebabkan efusi. Sebagian
besar efusi perikard pada pasien AIDS hanya ringan dan asimptomatik tetapi survival pasien
yang mempunyai manifestasi efusi perikard ini secara bermakna lebih pendek. Penyebab lain
efusi perikard terkait HIV adalah infeksi seperti tuberkulosis, virus, bakteri SEORANG
PASIEN AIDS DENGAN EFUSI PERIKARD MASIF 29 (Staphilococus aureus), fungal,
dan keganasan (limfoma) dan lain-lain. (Bhardwaj A, 2009. Chu WW, 2002.) Manifestasi
klinis efusi perikard ditandai dengan hilang atau melemahnya impuls apikal dengan
peningkatan nyata area keredupan pada perkusi dada kiri sampai sudut hepatokardiak, suara
jantung melemah dan pada elektrokardigrafi terdapat low voltage, alternans elektrik dari
kompleks QRS dan peningkatan opasitas jantung pada foto toraks. Tamponade jantung
merupakan fase dekompensasi dari kompresi jantung yang disebabkan karena akumulasi
efusi dan meningkatnya tekanan perikardiak. Komplikasi ini dapat berakibat fatal. Gambaran
tamponade jantung ditandai dengan adanya trias Beck yaitu hipotensi, suara jantung
menghilang atau lemah dan distensi vena jugular. (Klatt EC., 2003. Maisch B, 2004.
Braunwald E., 2012) Pada pemeriksaan ekokardiografi, abnormalitas jantung sering
terdeteksi dibandingkan melalui pemeriksaan fisik. Ekokardiografi sangat membantu
mendeteksi disfungsi jantung meskipun pada tahap awal terutama secara klinis asimptomatis.
Pada pemeriksaan ekokardiografi, ukuran efusi perikard dibagi menjadi 3 yaitu ringan jika
echo-free space pada diastole < 10 mm (sekitar 300 ml), sedang/moderate jika 10-20 mm
(sekitar 500 ml), berat/masif jika >20 mm (>700 ml). Efusi perikard pada HIV paling banyak
ditemukan adalah ringan dan secara klinis tidak bermakna, yaitu 41% pasien selama infeksi
HIV. Sepertiga pasien yang terinfeksi HIV, mengalami efusi sedang hingga berat dan hampir
semua terdapat kompresi diastolik atrium kanan, dan sepertiga dari kasus tersebut
mempunyai kejadian tamponade jantung yang memerlukan perikardiosentesis. Infeksi HIV
harus menjadi diagnosis banding pada pasien dengan efusi perikard yang tidak dapat
dijelaskan. Efusi perikard pada penyakit HIV berhubungan dengan infeksi opportunistik atau
keganasan tetapi sering tidak ditemukan penyebab yang jelas. Sindroma ‘capillary leak’
4
sering terkait akibat banyaknya ekspresi sitokin pada stadium lanjut penyakit HIV. (Barbaro
G., 2001. Klatt EC., 2003. Aggarwai P, 2009. Pepi M, 2006) Efusi perikard pada pasien HIV
sebagian besar idiopatik. Hasil kultur dari cairan perikard biasanya tidak diketahui
penyebabnya meskipun infeksi opportunistik dan neoplasma yang paling sering didiagnosis
penyebab penyakit perikardial terkait HIV. Pada 66 kasus tamponade jantung pada pasien
yang terinfeksi HIV, didapatkan 26% disebabkan Mycobacterium tuberculosis, limfoma dan
sarkoma kaposi 5%, infeksi sitomegalovirus 3%, dan penyebab yang tidak dapat
diidentifikasikan sebanyak 32%. (Chu WW, 2002) Infeksi HIV sering disertai koinfeksi
dengan hepatitis C. Pada pasien HIV dengan riwayat IVDU (Intra Venous Drug User), resiko
terjadinya koinfeksi hepatitis C sebesar 82-93 %. Sedangkan pada pasien HIV dengan
penularan melalui transmisi seksual, resiko terjadinya koinfeksi hepatitis < 10 %. (Rotman Y,
2009) Pada pasien didapatkan tanda-tanda efusi perikard dengan adanya suara jantung
melemah, low voltage pada elektrokardiografi, peningkatan opasitas jantung pada foto toraks,
dan pada pemeriksaan ekokardiografi didapatkan gambaran efusi perikard masif. Berdasarkan
hasil pemeriksaan penunjang, penyebab efusi perikard masif pada pasien diduga disebabkan
karena virus HIV itu sendiri yang diperberat dengan keadaan hipoalbumin karena pasien
belum pernah menggunakan obat ARV dan infeksi bakteri, TB maupun keganasan tidak
terbukti, ditunjang juga dengan hasil CD4 yang rendah. Pada pasien juga didapatkan
koinfeksi hepatitis C Menurut panduan dari The European Society of Cardiology tahun 2004,
terapi efusi perikard pada infeksi HIV adalah simptomatik, dan apabila terdapat efusi masif
dan tamponade jantung, tindakan perikardiosintesis diperlukan. Penggunaan terapi
kortikosteroid merupakan kontraindikasi kecuali pada pasien dengan perikarditis tuberkulosis
sekunder. Intervensi pembedahan tidak selalu menguntungkan untuk pasien AIDS dengan
efusi perikard masif. (Maisch B, 2004) Pada pasien didapatkan efusi perikard masif sehingga
dilakukan tindakan perikardiosintesis dan tidak dilakukan intervensi pembedahan. Pada
penelitian Heidenreich dkk, sebagian besar efusi perikard pada pasien HIV ringan dan
asimptomatik, tetapi dengan adanya efusi perikard ini secara bermakna menunjukkan survival
pasien yang lebih rendah (36% dalam 6 bulan) dibandingkan tanpa efusi (93% dalam 6
bulan). 30 VOLUME 14 NOMOR 1 JUNI 2018 Sehingga efusi perikard dianggap sebagai
petanda defisiensi imun yang berat. Efusi perikard masif pada AIDS mempunyai mortalitas
yang tinggi dan terapi sering tidak memberikan peningkatan survival yang bermakna. Efusi
perikard yang terkait HIV dapat berhubungan dengan rendahnya CD4 dan rendahnya albumin
yang juga dapat merupakan petanda rendahnya survival pasien. (Bhardwaj A, 2009. Klatt
EC., 2003) Prognosis pada pasien ini buruk dengan adanya efusi perikard masif,
5
hipoalbumin, CD4 rendah yang mempunyai survival rendah. Pada perawatan hari ke 9 pasien
meninggal dunia dengan penyebab kematian syok septik.
B. Patofisiologi
7
Sangat rentan terhadap infeksi MK = Resiko Infeksi
Asimtomatik
Sindrom Retrovial Akut Simtomatik Infeksi Oportunistik
Destruksi jaringan
Gejala umum Gejala Gang sel
limpa dan kelenjar limfadenopati
neuro cerna Tuberkulosa
limfe
Demam Fatigue
Nyeri
Diare Sesak nafas
kepala Aneroksia
MK : ansietas
MK : MK :
Hipetermia Keletihan
MK :
MK = Nyeri BB↓ MK :
malnutrisi Tidak muncul
akut ketidakefektifan
gejala tapi dapat
bersihan jalan nafas
menularkan
dan gangguan
pertukaran gas
MK :
Ketidakseimbangan MK : Kurangnya
nutrisi kurang dari pengetahuan
kebutuhan tubuh
8
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). HIV adalah virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam
famili Retroviridae, subfamili Lentivirinae, genus Lentivirus. Berdasarkan strukturnya, HIV
termasuk famili Retrovirus, termasuk virus RNA dengan berat molekul 9.7 kb. HIV masuk ke
dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara vertikal, horizontal dan transseksual.
Selama dalam sirkulasi sistemik terjadi viremia dengan disertai gejala dan tanda infeksi virus
akut seperti panas tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah, sulit
tidur, dan lain-lain. Keadaan ini disebut sindroma retroviral akut. Pada fase ini mulai terjadi
penurunan CD4 dan peningkatan HIV-RNA viral load. Fase selanjutnya HIV akan berusaha
masuk ke dalam sel target (sel yang mampu mengekspresikan CD4). (Nasronudin, 2007)
Limfosit T penderita secara perlahan akan tertekan dan semakin menurun. Penurunan
jumlah limfosit T-CD4 melalui mekanisme antara lain karena kematian sel secara langsung
akibat hilangnya integritas membran plasma, terjadinya fusi antar membran sel yang
terinfeksi HIV dengan limfosit T-CD4 yang tidak terinfeksi, respon imun humoral dan
seluler, mekanisme autoimun (pembentukan autoantibodi untuk mengeliminasi sel yang
terinfeksi), apoptosis, kematian sel target akibat hiperaktifitas Hsp70. Semua mekanisme
tersebut menyebabkan penurunan sistem imun sehingga pertahanan individu terhadap
mikroorganisme patogen menjadi lemah dan meningkatkan resiko terjadinya infeksi sekunder
sehingga masuk ke stadium AIDS. Menurut Centers for Disease Control and Prevention
(CDC), diagnosis AIDS dapat ditegakkan jika; (1) Individu yang terinfeksi HIV dengan
jumlah CD4 < 200, (2) Individu yang terinfeksi HIV dengan infeksi oportunistik spesifik
termasuk Pneumocystis carinii Pneumonia, Kaposi’s sarcoma, infeksi cytomegalovirus, dan
infeksi tuberkulosis. (Nasronudin., 2007. Hsue PY, 2005)
Manifestasi klinis efusi perikard ditandai dengan hilang atau melemahnya impuls
apikal dengan peningkatan nyata area keredupan pada perkusi dada kiri sampai sudut
hepatokardiak, suara jantung melemah dan pada elektrokardigrafi terdapat low voltage,
alternans elektrik dari kompleks QRS dan peningkatan opasitas jantung pada foto toraks.
Tamponade jantung merupakan fase dekompensasi dari kompresi jantung yang disebabkan
karena akumulasi efusi dan meningkatnya tekanan perikardiak. Komplikasi ini dapat
berakibat fatal. Gambaran tamponade jantung ditandai dengan adanya trias Beck yaitu
hipotensi, suara jantung menghilang atau lemah dan distensi vena jugular. (Klatt EC., 2003.
Maisch B, 2004. Braunwald E., 2012)
Efusi perikard pada pasien HIV sebagian besar idiopatik. Hasil kultur dari cairan
perikard biasanya tidak diketahui penyebabnya meskipun infeksi opportunistik dan
neoplasma yang paling sering didiagnosis penyebab penyakit perikardial terkait HIV. Pada 66
kasus tamponade jantung pada pasien yang terinfeksi HIV, didapatkan 26% disebabkan
Mycobacterium tuberculosis, limfoma dan sarkoma kaposi 5%, infeksi sitomegalovirus 3%,
dan penyebab yang tidak dapat diidentifikasikan sebanyak 32%. (Chu WW, 2002)
Infeksi HIV sering disertai koinfeksi dengan hepatitis C. Pada pasien HIV dengan
riwayat IVDU (Intra Venous Drug User), resiko terjadinya koinfeksi hepatitis C sebesar 82-
93 %. Sedangkan pada pasien HIV dengan penularan melalui transmisi seksual, resiko
terjadinya koinfeksi hepatitis < 10%. (Rotman Y, 2009)
Pada pasien didapatkan tanda-tanda efusi perikard dengan adanya suara jantung
melemah, low voltage pada elektrokardiografi, peningkatan opasitas jantung pada foto toraks,
dan pada pemeriksaan ekokardiografi didapatkan gambaran efusi perikard masif. Berdasarkan
hasil pemeriksaan penunjang, penyebab efusi perikard masif pada pasien diduga disebabkan
karena virus HIV itu sendiri yang diperberat dengan keadaan hipoalbumin karena pasien
belum pernah menggunakan obat ARV dan infeksi bakteri, TB maupun keganasan tidak
terbukti, ditunjang juga dengan hasil CD4 yang rendah. Pada pasien juga didapatkan
koinfeksi hepatitis C
Menurut panduan dari The European Society of Cardiology tahun 2004, terapi efusi
perikard pada infeksi HIV adalah simptomatik, dan apabila terdapat efusi masif dan
tamponade jantung, tindakan perikardiosintesis diperlukan. Penggunaan terapi kortikosteroid
merupakan kontraindikasi kecuali pada pasien dengan perikarditis tuberkulosis sekunder.
Intervensi pembedahan tidak selalu menguntungkan untuk pasien AIDS dengan efusi
perikard masif. (Maisch B, 2004)
Pada penelitian Heidenreich dkk, sebagian besar efusi perikard pada pasien HIV
ringan dan asimptomatik, tetapi dengan adanya efusi perikard ini secara bermakna
menunjukkan survival pasien yang lebih rendah (36% dalam 6 bulan) dibandingkan tanpa
efusi (93% dalam 6 bulan). Sehingga efusi perikard dianggap sebagai petanda defisiensi imun
yang berat. Efusi perikard masif pada AIDS mempunyai mortalitas yang tinggi dan terapi
sering tidak memberikan peningkatan survival yang bermakna. Efusi perikard yang terkait
HIV dapat berhubungan dengan rendahnya CD4 dan rendahnya albumin yang juga dapat
merupakan petanda rendahnya survival pasien. (Bhardwaj A, 2009. Klatt EC., 2003)
Prognosis pada pasien ini buruk dengan adanya efusi perikard masif, hipoalbumin,
CD4 rendah yang mempunyai survival rendah. Pada perawatan hari ke 9 pasien meninggal
dunia dengan penyebab kematian syok septik.
C. Etiologi HIV/AIDS
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-
kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV),
sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas
kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah meñjadi HIV Muman
Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli
merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel
target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T. karena ia mempunyai réseptor untuk virus
HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti
retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun
demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat
aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut. Secara mortologis HIV terdiri atas
2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk
silindris tersusun atas dua untaian RNA(Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan
beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp
120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar
virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap
pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan
berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi
telatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet.Virus HIV hidup dalam darah, savila,
semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit,
makrotag dan sel glia jaringan otak.
D. Cara Penularan HIV/AIDS
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu penyakit yaitu
sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent,host yang rentan, tempat keluar kuman dan
tempat masuk kuman (port'd entrée). Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel
Lymfosit T dan sel otk sebagai organ sasarannya. Virus HIV sangat lemah dan mudah mati
diluar tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan
menularkan kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh yang terbukti
menularkan diantaranya semen, cairan vagina atau servik dan darah penderita.
Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga kini cara
penularan HIV yang diketahui adalah melalui :
1. Transmisi Seksual
1. Homoseksual
Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas homoseksual
menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari semua golongan rusial.Cara
hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan resiko tinggi bagi
penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima ejaklasi semen
dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan mukosa rektum yang sangat
tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran pada saat berhubungan secara
anogenital.
2. Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan heteroseksual
pada promiskuitas dan penderita terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik
pria maupun wanita yang mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti.
2. Transmisi Non Seksual
1. Transmisi Parenral
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah
terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan
jarum suntik yang tercemar seeara bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melaui
jarum suntik yang dipakai oleh petugas keschatan tanpa disterilkan terlebih dahulu.
Resiko tertular cara transmisi parental ini kurang dari 1%.
2. Darah/Produk Darah
Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat sebelum
tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat sangat
jarang,karena darah donor telah diperiksa sebelum ditransfusikan. Resiko tertular
infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah lebih dari 90%.
3.Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko sebesar
50%.Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan
melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah.
Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang di infeksinya tetapi
terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada kesempatan untuk
berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat laun akan menghabiskan atau
merusak sampai jumlah tertentu dari sel lymfosit T4.setelah beberapa bulan sampai beberapa
tahun kemudian, barulah pada penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari
infeksi HIV tersebut. Masa antara terinfeksinya HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit
(masa inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak
dan 60 bulan pada orang dewasa. Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan
tubuh rusak ang mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah
terkena penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri,
protozoa, dan jamur dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti sarkoma kaposi. HIV
mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel syaraf,menyebabkan kerusakan
neurologis.
Tanda-tanda gejala-gejala(symptom) secara klinis pada sescorang penderita AIDS adalah
diidentifikasi sulit karena symptomasi yang ditujukan pada umumnya adalah bermula dari
gejala-gejala umum yang lazim didapati pada berbagai penderita penyakit lain, namun secara
umum dapat kiranya dikemukakan`sebagai berikut:
1. Rasa lelah dan lesu
2. Berat badan menurun secara drastis
3. Demam yang sering dan berkeringat diwaktu malam
4. Mencret dan kurang nafsu makan
5. Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
6. Pembengkakan leher dan lipatan paha
7. Radang paru-paru
8. Kanker kulit
Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya ada 2 hal antara lain
tumor dan infeksi oportunistik :
1. Manifestadi tumor, diantaranya:
a. Sarkoma kaposi: kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Frekuensi
kejadiannya 36-50% biasanya terjadi pada kelompok homoseksual, dan jarang terjadi
pada heteroseksual serta jarang menjadi sebab kematian primer.
b. Limfoma ganas: terjadi setelah sarkoma kaposi dan menyerang syaraf,dan
bertahan kurang lebih 1 tahun.
2. Manifestasi Oportunistik, diantaranya:
1. Manifestasi pada Paru-paru
a. Pneumonia Pneumocystis (PCP)
Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru-
paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan
demam.
b. Cytomegalo Virus(CMV)
Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada paru-paru tetapi
dapat menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan penyebab kematian pada
30% penderita AIDS.
c. Mycobacterium Avilum Menimbulkán pneumoni difus, timbul pada
stadium akhir dan sulit disembuhkan.
d. Mycobacterium Tuberculosis Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat
menjadi miliar dan cepat menyebar ke organ lain diluar paru
2. Manifestasi pada Gastroitestinal
Tidak ada nafsu makan, diare khronis, berat badan turun lebih 10% per bulan.
3. Manifestasi Neurologis
Sekitar 10% kasus AIDS nenunjukkan manifestasi Neurologis, yang biasanya timbul
pada fase akhir penyakit. Kelainan syaraf yang umum adalah ensefalitis, meningitis,
demensia, mielopati dan neuropari perifer.
Darah merupakan media yang cocok untuk hidup virus AIDS. Penularan
AIDS melalui darah terjadi dengan:
1. Transfusi darah yang mengandung HIV.
2. Jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tato,tindik) bekas pakai orang
yang mengidap HIV tanpa disterilkan dengan baik.
3. Pisau cukur, gunting kuku atau sikat gigi bekas pakai orang yang mengidap
virus HIV.
Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya penularan melalui darah adalah:
1. Darah yang digunakan untuk transfusi diusahakan bebas HIV dengan jalan
memeriksa darah donor. Hal ini masih belum dapat dilaksanakan sebab
memerlukan biaya yang tingi serta peralatan canggih karena prevalensi HIV di
Indonesia masih rendah,maka pemeriksaan dónor darah hanya dengan uji
petik.
2. Menghímbau kelompok resiko tinggi tertular AIDS untuk tidak menjadi donor
darah. Apabila terpaksa karena menolak, menjadi donor mènyalahi kode etik,
maka darah yang dicurigai harus di buang.
3. Jarum suntik dan alat tusuk yang lain harus disterilisasikan secara baku setiap
kali habis dipakai.
4. Semua alat yang tercemar dengan cairan tubuh penderita AIDS harus
disterillisasikan secara baku.
5. Kelompok penyalahgunaan narkotik harus menghentikan kebiasaan
penyuntikan obat ke dalam badannya serta menghentikan kebiasaan
mengunakan jarum suntik bersama.
6. Gunakan jarum suntik sekali pakai (disposable).
7. Membakar semua alat bekas pakai pengidap HIV.
3. Pencegahan Infeksi HIV Melalui Ibu Ibu hamil yang mengidap HIV dapat
memindahkan virus tersebut kepada janinnya.Penularan dapat terjadi pada waktu
bayi di dalam kandungan,pada waktu persalinan dan sesudah bayi di lahirkan.
Upaya untuk mencegah agar tidak terjadi penularan hanya dengan himbauan agar
ibu yang terinfeksi HIV tidak hamil.
Penyebaran AIDS di Indonesia (Asia Pasifik) sebagian besar adalah karena hubungan
seksual,terutama dengan orang asing. Kasus AIDS yang menimpa orang Indonesia
adalah mereka yang pernah ke luar negeri dan mengadakan hubungan seksual dengan
orang asing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiko penularan dari suami pengidap
HIV ke istrinya adalah 22% dan istri pengidap HIV ke suaminya adalah 8%, Namun
ada penelitian lain yang berpendapat bahwa resiko penularan suami ke istri atau istri ke
suami dianggap sama. Kemungkinan penularan tidak terganggu pada frekuensi.
hubungan seksual yang dilakukan suami istri. Mengingat masalah seksual masih
merupakan barang tabu di Indonésia, karena norma-norma budaya dan agama yang
masih kuat, sebetulnya masyarakat kita tidak perlu risau terhadap penyebaran virus
AIDS. Namun demikian kita tidak boleh lengah sebab negara kita merupakan negara
terbuka dan tahun 1991 adalah tahun melewati Indonesia.
Upaya jangka panjang yang harus kita lakukan untuk mencegah merajalelanya AIDS
adalah merubah sikap dan perilaku masyarakat dengan kegiatan yang meningkatkan
norma-norma agama maupun sosial sehingga masyarakat dapat berperilaku seksual
yang bertanggung jawab.
b. Hanya melakukan hubungan seksual dengan mitra seksual yang setia dan tidak
terinfeksi HIV (monogamy).
d. Menghindari hubungan seksual dengan orang yang mempunyai lebih dari satu mitra
seksual.
e. Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin.
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Sebagai insan yang yang berpendidikan sudah menjadi sebuah kewajiban untuk
berpartisipasi dalam memerangi HIV/ AIDS. Untuk memerangi hal itu dapat dimulai dari
kesadaran diri sendiri untuk selalu menjaga diri agar terhindar dari HIV/AIDS..
Daftar Pustaka
Jakarta 1989.
Majalah Supot No 9 /I/ September 1995. Majalah Suport No 23/II/Desember 1996. Majalah
Suport No 25/III/Juni 1997. Majalah Suport No 32/IV/Juni 1998.
Socmarsono "Patogenesis, Gejala klinis dan Pengobatan Infeksi HIV" AIDS;Petunjuk Untuk
Petugas Kesehatan Departemen Kesehatan RI Jakarta 1989.